Ankara –
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Amerika Serikat berpihak pada “teroris” setelah Turki menyalahkan kelompok pemberontak Kurdi atas eksekusi mati 13 warganya di Irak utara.
Seperti dilansir AFP, Selasa (16/2/2021) tuduhan Erdogan muncul sehari setelah Turki mengumumkan bahwa kelompok pemberontak Kurdi, Partai Pekerja Kurdistan (PKK) telah membunuh 13 tawanan, kebanyakan dari mereka adalah tentara dan petugas polisi Turki. Mereka diduga diculik oleh PKK di tenggara Turki dan disembunyikan di sebuah gua di Irak utara.
Sejak 1984, PKK kerap melancarkan serangan dan pemberontakan terhadap Turki dan diyakini telah menewaskan puluhan ribu orang. Turki, juga Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Barat lainnya menetapkan PKK sebagai kelompok teroris.
Meski begitu, Washington mendukung kelompok milisi Kurdi lainnya di Suriah, yang dianggap Turki sebagai cabang dari PKK.
“Pernyataan yang dibuat oleh Amerika Serikat adalah lelucon,” kata Erdogan dalam komentar publik pertamanya tentang pembantaian 13 warga Turki itu.
“Anda mengatakan Anda tidak mendukung teroris, padahal sebenarnya Anda berada di pihak mereka dan di belakang mereka,” kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi.
Pernyataan keras Erdogan itu disampaikan untuk menanggapi pernyataan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS pada hari Minggu (14/2) waktu setempat, yang meski “menyesalkan kematian warga Turki tersebut”, namun tidak mengutuk PKK. Meski pemerintah Turki telah menyebut PKK sebagai pelaku pembunuhan 13 warga Turki tersebut, Deplu AS menyatakan masih menunggu konfirmasi lebih lanjut tentang kematian mereka.
“Jika laporan kematian warga sipil Turki di tangan PKK, yang dinyatakan sebagai sebuah organisasi teroris, terkonfirmasi, kami mengutuk tindakan ini sekeras mungkin,” kata Deplu AS dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya pada bulan Februari ini, Turki telah melancarkan operasi militer terhadap markas PKK di Irak utara. Operasi militer itu disebut Erdogan dirancang untuk membebaskan 13 warganya yang disandera PKK.(RIF)
Washington DC –
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden mengatakan AS mengambil tindakan tegas terhadap militer Myanmar yang melakukan kudeta. Joe Biden memberikan sanksi kepada militer Myanmar termasuk membekukan aset yang berbasis di AS.
“Hari ini saya kembali menyerukan kepada militer Burma (Myanmar) untuk segera membebaskan para pemimpin politik demokratis dan aktivis yang mereka tangkap termasuk Aung San Suu Kyi dan juga Presiden Win Myint,” kata Biden dilansir AFP, Kamis (10/2/2021).
“Militer harus melepaskan kekuasaan,” imbuhnya.
Biden mengatakan bahwa pemerintah AS akan memutus akses para jenderal terdapat aset sebesar USD 1 M yang ada di Amerika Serikat dan akan segera menyampaikan sanksi baru.
“Saya telah menyetujui perintah eksekutif terbaru yang memungkinkan kami untuk segera memberikan sanksi kepada para pemimpin militer yang melakukan kudeta, kepentingan bisnis mereka serta keluarga mereka,” kata Biden.(MAD)
Washington DC –
Twitter tidak akan mengizinkan Donald Trump untuk membuat akun twitter meski mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) kembali. Hal itu diungkapkan oleh kepala keuangan twitter, Ned Segal.
“Cara kerja kebijakan kami, ketika anda dihapus dari platform, Anda dihapus dari platform, apakah anda seorang komentator, CFO atau pejabat publik saat ini atau sebelumnya,” kata Ned Segal dalam sebuah wawancara televisi CNBC seperti dilansir AFP, Kamis (11/2/2021).
“Penghapusan platform” Donald Trump di Twitter terjadi setelah pemberontakan dengan kekerasan oleh para pendukungnya yang menyebabkan pengepungan yang mencengkam di Gedung Capitol pada 6 Januari lalu. Facebook dan jejaring sosial lainnya juga melarang Trump untuk menggunakan aplikasi setelah insiden itu.
“Kebijakan kami dirancang untuk memastikan bahwa orang tidak menghasut kekerasan,” kata Segal.
“Dan jika ada yang melakukan itu, kami harus menghapus mereka dari layanan dan kebijakan kami tidak mengizinkan orang itu untuk kembali,” imbuhnya.
Donald Trump merupakan pengguna twitter yang aktif selama kampanyenya dan selama empat tahun di Gedung Putih, dia menggunakan platform untuk pengumuman kebijakan. Selain itu dia juga menggunakannya untuk menyelesaikan masalah serta untuk kampanye politiknya.(DAB)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Setelah pertemuan di Kairo, Mesir, lewat pernyataan bersama, faksi-faksi yang saling bersaing di Palestina menyetujui langkah-langkah yang bertujuan untuk memastikan pemilihan umum Palestina berlangsung seperti yang direncanakan. Ini akan menjadi pemilu pertama Palestina dalam 15 tahun terakhir di tengah keretakan yang dalam antara kelompok nasionalis Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas dan gerakan Hamas.
Dua faksi yang dominan di Palestina, Fatah yang memegang kekuasaan di Tepi Barat dan Hamas di Jalur Gaza, bersidang pada hari Senin lalu untuk mempersiapkan pemilu parlemen pada tanggal 22 Mei dan pemilu presiden pada tanggal 31 Juli.
Pernyataan bersama di akhir sesi dua hari perundingan menyebutkan, kedua kelompok dominan dan 12 faksi Palestina lainnya, termasuk gerakan Jihad Islam militan, berjanji “untuk mematuhi jadwal “pemungutan suara dan menghormati serta menerima” hasilnya.
Namun kelompok Jihad Islam kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan tidak akan menempatkan kandidat dalam pemilu, dan menyampaikan alasannya dengan mengutip aksi penentangan kesepakatan perdamaian sementara yang ditandatangani Organisasi Pembebasan Palestina dengan Israel pada era 1990-an. Jihad Islam tidak ikut ambil bagian dalam pemungutan suara Palestina pada tahun 1996 dan 2006 lalu.
Keraguan di masyarakat
Ada keraguan luas bahwa pemilu akan dapat berlangsung bahkan terjadi tahun ini. Banyak warga Palestina meyakini bahwa Abbas hanya berusaha untuk menunjukkan kredensial demokrasinya kepada Presiden AS yang baru, Joe Biden. Ini diduga manuver politik Fatah untuk menunjukkan dengan siapa AS bisa menata ulang hubungan di Palestina, setelah hubungan Palestina-AS mencapai titik terendah baru di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Dalam konferensi pers setelah pertemuan di Kairo, Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki mengatakan, Otoritas Palestina siap bekerja sama dengan Presiden AS Joe Biden. “Kami siap untuk bekerja sama dan berurusan dengan pemerintahan AS yang baru, dan kami berharap hal itu akan menarik kembali hubungan dengan negara Palestina,” katanya
Dalam pembicaraan di Kairo, semua faksi yang hadir menyepakati pembentukan “pengadilan pemilu”, dengan hakim dari Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur, untuk menangani sengketa hukum terkait pemilu. Disebutkan pula, polisi Fatah akan menjaga tempat pemungutan suara di Tepi Barat dan polisi Hamas akan ditempatkan di Jalur Gaza.
Pembebasan tahanan
Fatah dan Hamas juga setuju untuk membebaskan para tahanan yang ditahan atas alasan politik di Tepi Barat dan Gaza serta memungkinkan kampanye tak terbatas.
Abbas, yang berusia 85 tahun, mengumumkan tanggal pemilu ini pada bulan Januari lalu. Dia diharapkan mencalonkan diri kembali.
Tercatat ada 2,8 juta pemilih yang memenuhi syarat di Gaza dan Tepi Barat. Pemungutan suara terakhir, pada 2006, berakhir dengan kemenangan mengejutkan Hamas dalam pemilihan parlemen pertamanya. Hasil pemilu itu kemudian memicu perebutan kekuasaan antara Hamas di Jalur Gaza dan Fatah di Tepi Barat.(DAB)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Militer Myanmar menggerebek markas besar partai Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi di Yangon. NLD mengkonfirmasi kejadian tersebut.
Dilansir AFP, Rabu (10/2/2021) penggerbekan ini dilakukan pada Selasa malam pukul 21.30 waktu setempat. Tidak hanya menggerebek, petugas juga disebut menghancurkan markas NLD.
“Diktator militer menggerebek dan menghancurkan markas NLD sekitar pukul 21:30,” tulis partai itu mengumumkan di halaman Facebook-nya.
Diketahui sebelumnya, Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Myanmar menuntut pembebasan pemimpinnya, Aung San Suu Kyi segera, setelah kudeta militer memicu kecaman internasional dan ancaman sanksi dari presiden baru Amerika Serikat.
Pasukan bersenjata berpatroli di ibu kota, Naypyidaw, tempat Aung San Suu Kyi dan pemimpin-pemimpin partai NLD lainnya ditahan dalam penggerebekan pada Senin (1/2) dini hari waktu setempat.
Tentara juga ditempatkan di luar gedung anggota parlemen di Naypyidaw pada hari Selasa (2/2). Seorang anggota parlemen NLD menggambarkan kondisi itu seperti pusat penahanan terbuka.
“Kami tidak diizinkan keluar,” katanya kepada AFP melalui telepon, meminta namanya tidak disebutkan karena takut akan militer. “Kami sangat khawatir,” imbuhnya.(DAB)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Pengacara memberikan pembelaan pada mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam sidang pemakzulan. Pengacara menilai sidang pemakzulan terhadap Trump akan menghancurkan AS.
Dilansir AFP, Rabu (10/2/2021) sidang pemakzulan digelar hari ini, Trump disebut melakukan penghasutan atas penyerangan gedung Capitol AS. Penyerangan ini dilakukan oleh para pendukungnya pada 6 Januari.
Salah satu pengacara Trump, David Schoen mengatakan pengadilan akan menghancurkan negara karena telah melakukan sidang pemakzulan terhadap Trump.
“Pengadilan ini akan menghancurkan negara ini,” ujar Schoen.
Schoen juga mengatakan pengadilan itu akan membuat Amerika Serikat terpecah belah.
“Jauh lebih terpecah-belah dan kedudukan kita di seluruh dunia akan rusak parah,” tuturnya.(MAD)
Naypyitaw –
Polisi melepaskan tembakan peringatan ke udara dan menggunakan meriam air, gas air mata, dan peluru karet ketika para demonstran di Myanmar kembali beraksi, mengabaikan larangan militer untuk melakukan unjuk rasa.
Seperti dilansir dari Channel News Asia, Selasa (9/2/2021) empat orang terluka akibat terkena peluru karet di ibu kota Myanmar, Naypyitaw. Salah satu korban adalah seorang wanita, dan disebut dalam kondisi kritis akibat luka di kepala.
“Masih belum jelas berapa banyak orang yang terluka, karena sebuah rumah sakit di Naypyidaw tidak mengizinkan kerabat untuk melihat anggota keluarga mereka,” kata Tun Wai, yang bergegas ke sana ketika dia mendengar putranya yang berusia 23 tahun berada di ruang operasi.
“Anak saya ditembak ketika dia mencoba menggunakan megafon untuk meminta orang-orang melakukan protes secara damai setelah polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan mereka,” katanya kepada AFP.
“Dia terkena peluru di punggungnya, saya sangat mengkhawatirkannya,” imbuhnya.
Di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu, polisi juga menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa.
Aksi protes terjadi selama empat hari berturut-turut untuk menentang kudeta yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. Aksi terus terjadi kendati ada peringatan dari junta militer bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap demonstrasi yang mengancam “stabilitas”.
Di Naypyidaw, saksi mata mengatakan polisi menembakkan peluru karet ke pengunjuk rasa setelah sebelumnya melepaskan meriam air.
“Mereka melepaskan tembakan peringatan ke udara dua kali, kemudian mereka menembak (ke arah pengunjuk rasa) dengan peluru karet,” kata seorang warga kepada AFP, seraya menambahkan bahwa dia melihat beberapa orang terluka.(MAD)
Vatikan –
Paus Fransiskus menyuarakan solidaritas terhadap rakyat Myanmar setelah kudeta militer mengejutkan dunia internasional. Paus mendesak militer untuk bisa hidup berdampingan secara demokratis.
“Saya berdoa agar mereka yang berkuasa di negara ini akan bekerja … menuju kebaikan bersama,” katanya dari balkon yang menghadap ke Lapangan Santo Petrus, Vatikan setelah pembacaan doa pada Minggu (7/2) waktu setempat.
Seperti dilansir AFP, Senin (8/2/2021) Paus, yang pernah mengunjungi Myanmar pada 2017, menyerukan “keadilan sosial, stabilitas nasional, dan koeksistensi demokrasi yang harmonis”.
Warga Myanmar menggelar aksi demo besar-besaran untuk memprotes kudeta militer. Menurut perkiraan, jumlah pengunjuk rasa di Yangon mencapai 100.000 orang di mana demonstrasi besar-besaran juga terjadi di kota-kota lain. Mereka mengutuk kudeta yang membuat terhentinya demokrasi yang telah diusahakan Myanmar setelah 10 tahun.
Unjuk rasa yang terjadi di Myamar mendorong militer melakukan blokade Internet nasional.
Seruan online untuk memprotes kudeta memicu munculnya kelompok perlawanan yang lebih berani, termasuk aksi warga yang memukulkan panci dan wajan, yang secara tradisional dikaitkan dengan mengusir roh jahat.
Para pengunjuk rasa mengumumkan bahwa mereka akan kembali beraksi pada Senin (8/2) pukul 10 pagi waktu setempat. Mereka akan terus menentang keadaan darurat yang diberlakukan oleh militer dan mengindikasikan tidak akan berhenti dalam perlawanan mereka terhadap kudeta.(MAD)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Sebanyak 200 orang hilang di India utara setelah gletser Himalaya jatuh ke sungai sehingga menyebabkan semburan yang mengoyak dua pembangkit listrik. Kejadian itu terjadi pada Minggu pagi waktu setempat (7/2)
Dilansir AFP, Senin (8/1/2021), Kepala polisi negara bagian Uttarakhand mengatakan tiga mayat telah ditemukan. Selain itu, operasi untuk menyelamatkan sekitar 20 orang yang terperangkap di sebuah terowongan telah dimulai.
Gelombang besar air menyapu lembah sungai Dhauliganga dan menghancurkan semua yang dilewatinya. Hal itu terlihat dalam video yang diambil oleh penduduk yang ketakutan.
“Ada awan debu saat air mengalir. Tanah berguncang seperti gempa bumi,” kata penduduk lokal, Om Agarwal kepada TV India.
Kepala polisi Ashok Kumar mengatakan sebagian besar yang hilang adalah pekerja di dua pembangkit listrik yang dilanda banjir akibat sebagian besar gletser yang tergelincir dari lereng gunung lebih jauh ke hulu.
“Ada 50 pekerja di pabrik Rishi Ganga dan kami tidak memiliki informasi tentang mereka. Sekitar 150 pekerja berada di Tapovan,” katanya.
“Sekitar 20 orang terjebak di dalam terowongan. Kami mencoba menjangkau para pekerja yang terperangkap,” imbuhnya.
Penyelamat paramiliter harus menuruni lereng bukit dengan tali untuk mencapai pintu masuk karena jalan utama tersapu, sementara terowongan dipenuhi lumpur dan batu. Ratusan pasukan dan paramiliter bersama dengan helikopter militer dan pesawat lainnya telah dikirim ke wilayah tersebut.
Uttarakhand di Himalaya dikenal rawan terjadi banjir bandang dan tanah longsor. Pada bulan Juni 2013, curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir dahsyat sehingga merenggut hampir 6.000 nyawa.(DON)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Pemerintah Rusia mengusir para diplomat Uni Eropa dari Polandia, Jerman dan Swedia karena berpartisipasi dalam demonstrasi tanpa izin bulan lalu untuk mendukung oposisi Rusia, Alexei Navalny yang dipenjara.
Langkah itu dilakukan beberapa jam setelah diplomat utama Uni Eropa Josep Borrell bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di Moskow, dan menggambarkan hubungan blok itu dengan Rusia berada pada “titik terendah” terkait penahanan Navalny.
Borrell “mengutuk keras” pengusiran tersebut, sementara Swedia mencapnya “sama sekali tidak berdasar”.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa sejumlah diplomat dari tiga negara Uni Eropa, ikut serta dalam “demonstrasi ilegal” pada 23 Januari lalu dan telah dinyatakan sebagai persona non grata.
“Mereka diperintahkan untuk meninggalkan Rusia dalam waktu dekat,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (6/2/2020).
Kementerian itu menambahkan bahwa Moskow mengharapkan diplomat dari negara-negara itu untuk “secara ketat mengikuti norma-norma hukum internasional” di masa depan.
Sebelumnya, polisi Rusia telah menangkap lebih dari 10.000 orang pada demonstrasi massal di seluruh negeri, di mana pengunjuk rasa mengecam pemerintah Rusia dan menuntut pihak berwenang membebaskan Navalny (44).
Navalny, pengkritik Presiden Vladimir Putin itu ditangkap setibanya di Moskow bulan lalu dari Jerman, setelah menjalani perawatan medis akibat serangan keracunan. Navalny menuduh Putin telah memerintahkan agen-agen keamanan Rusia untuk menaruh racun di celana dalamnya.(DAB)