Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Marissa Haque (61 tahun) meninggal dunia dini hari Rabu (2/10/’24) tanpa didahului oleh sakit atau penyakit apa-apa. Ia sosok artis yang cerdas dan berintegritas, mampu meraih gelar doktor di tengah kesibukannya sebagai artis populer Indonesia.
Marissa Haque meninggal secara mendadak di kamar tidurnya. Meski langkah-langkah politik Marissa Haque selama ini kontroversial, namun ada hal yang perlu diingat, ia selalu menyandarkan pemikirannya pada Syariat Islam yang diyakininya, terlepas kita sepakat atau tidak dengan pemikirannya.
Saya sendiri sampai saat ini masih meyakini kebenaran Syariat Islam, namun untuk menjadikannya sebagai sistem negara saya tidak setuju, mengingat Syariat Islam yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi masih memerlukan kajian yang mendalam dan sampai detik ini penafsirannya masih bermacam-macam, berbeda-beda, tergantung dari latar belakang derajat keilmuan dan disiplin ilmu masing-masing orang.
Sedangkan sistem negara harusnya rigid, saklek, tidak memerlukan penafsiran lagi demi tercapainya kepastian hukum.
Mungkin karena itu pula masih banyak tokoh-tokoh cendekiawan muslim yang masih belum mau bersepakat soal Syariat Islam untuk dijadikan sebagai sistem negara, melainkan cukup untuk dijadikan pedoman dan prilaku kehidupan keseharian saja dalam konteksnya sebagai manusia beragama.
Sedangkan dalam konteksnya sebagai warga negara semuanya harus berpedoman pada Dasar Negara, Pancasila dan Konstitusi Negara.Marissa Haque sendiri semasa hidupnya dalam kiprahnya di dunia politik, saya perhatikan juga tidak berusaha sungguh-sunguh menjadikan Syariat Islam sebagai sistem negara, hal itu bisa dilihat dalam pilihan politiknya yang mau berhimpun di salah satu Partai Politik.
Keikut sertaannya di partai politik memberikan gambaran bahwa ia masih mau menerima demokrasi, yang berarti pula masih mau mengakui Pancasila sebagai Dasar Negara. Kegigihan Marissa Haque dalam memegang prinsip-prinsip Syariat Islam untuk dijadikannya spirit perjuangan merupakan suatu hal yang perlu diapresiasi, sebab tanpa itu manusia hanyalah makhluk berpikir yang kering akan nilai-nilai spiritualitas, yang berakibat seringnya manusia kehilangan orientasi juangnya yang meliputi dunia dan akhirat.
Selamat jalan Marissa Haque, aktor film monumental yang dapat menyelaraskan pikiran dan hatinya pada Cahaya Keabadian. Selebriti negeri ini patut meneladani perjalanan intelektual dan spiritualmu, tanpa harus terjebak pada jargon-jargon hijrah yang menghempaskan dirinya ke jurang klaim kebenaran mutlak, hingga menagisikan dialog-dialog keagamaan dan kebangsaan yang menuntun jiwa manusia untuk bisa berdamai dengan perbedaan-perbedaan yang ada di sekelilingnya. Husnul khatimah untukmu, Marissa Haque…(SHE).
2 Oktober 2024.Saiful Huda Ems (SHE).
Lawyer dan Mantan koordinator pengembangan ummat di ICMI Orsat Berlin tahun 1993.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA. KHATULISTIWAONLINE.COM
Orang baik itu seperti matahari, air dan udara, semua orang pasti membutuhkannya. Namun orang yang dianggap baik kenyataannya tidak selalu sama, kadang memang benar-benar baik, kadangpula malah sebaliknya, jahat, rakus, tamak.
Setau saya, Jokowi selama ini baru dianggap sebagai orang baik, dan anggapan itu berarti persepsi dari masing-masing orang. Bagi orang yang tajam penglihatannya (pikirannya), anggapan orang bahwa Jokowi itu orang baik adalah kekeliruan besar.
Fakta menunjukkan, di masa kepemimpinan Jokowi, KPK hanya menjadi alat pemukul lawan-lawan politiknya. DPR hanya menjadi pendengung suaranya. Pajak untuk rakyat semakin banyak dan besar, disaat ekonomi rakyat mengalami penurunan drastis. Daya beli masyarakat semakin menurun, akibatnya banyak pedagang di pasar-pasar tradisional mengeluh karena sepinya pembeli.
Hutang negara melonjak gila-gilaan, korupsi besar semakin menjadi-jadi dan para pelakunya terlihat banyak yang dilindungi, atau kalau toh dihukum, hukumannya sangat ringan. Perjudian online semakin marak, korbannya kebanyakan rakyat kecil yang putus asa karena beban ekonomi, hingga berfantasi menjadi orang kaya mendadak dengan berjudi online.
Aksi perusakan lingkungan terlihat ada di mana-mana dengan berbagai modusnya, mulai dari penggalian tanah untuk kegiatan usaha pertambangan, pembabatan hutan untuk ditanami ketela atau jagung dll. sebagai sarana mewujudkan ketahanan pangan, untuk perumahan dll.
Dunia pendidikan kacau balau hingga banyak orang yang lebih memilih melanjutkan studi ke luar negeri daripada di negeri sendiri, yang selain mahal biayanya juga mutunya sangat jauh dengan tempat-tempat pendidikan di luar negeri.
Walaupun demikian dengan dunia usaha, upah kaum buruh sangat minim bahkan lebih rendah dari harga makanan binatang peliharaan para pengusaha.
Orang-orang miskin yang ingin mencari pekerjaan di pabrik-pabrik, belum juga mulai bekerja sudah banyak yang ditarik pungutan jutaan rupiah. Penegakan hukum juga kacau balau, orang-orang yang bersalah banyak yang dibebaskan, sebaliknya orang-orang yang tak bersalah malah banyak yang dihukum.
Banyak orang-orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrim, hingga mantan bintang sinetronpun sampai ada yang tinggal di bekas kandang kambing. Orang-orang melarat banyak yang terjebak di pinjaman online yang akhirnya meneror hidup mereka, sampai pada akhirnya mereka banyak yang bunuh diri.
Di sisi lain keluarga Jokowi pamer hidup bermewah-mewahan, plesiran menggunakan private jet dan shoppingnya di Amerika. Mau jadi Wakil Presiden dengan caranya yang sangat mudah, ambil jalan pintas menggunakan palu hakim pamannya yang ada di MK. Ada lagi yang bermain di perizinan tambang dengan melanggar aturan, namun KPK tak berdaya untuk memeriksanya.
Kalau sudah saya ungkap sebegini terang benderangnya siapa Jokowi dan keluarganya, masihkah kalian menganggap Jokowi sebagai orang baik? Lebih gelinya lagi ketika orang-orang seperti kami sudah peras otak untuk menjelaskan keadaan sebenarnya dari Pemerintahan Jokowi, kamipun masih kalian anggap sebagai pembenci Jokowi.
Berhala Jokowi ini cepat atau lambat akan segera tumbang juga, entah melalui aksi masa ataupun melalui kesadaran masif Rakyat Indonesia yang sudah mulai mengerti betapa Jokowi sudah mulai jauh berubah, lupa diri lupa tanggung jawab moralnya sebagai Presiden Indonesia yang dahulu kita dukung bersama…(SHE).
23 September 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Ada pendukung fanatik Jokowi yang mempersoalkan opini politik saya sebelumnya, yang saya beri judul Masa Bodoh Dengan Akur atau Tidaknya Jokowi Dan Prabowo. Menurutnya pendapat saya itu seolah memberi kesan, bahwa persatuan di antara dua elit politik tersebut tidaklah penting, sedangkan baginya kesejahteraan rakyat tanpa persatuan adalah nonsense (omong kosong).
Lalu bagaimana saya merespon pernyataan teman sesama penulis, yang sampai saat ini belum siuman dari kemabukan cinta butanya pada Jokowi tersebut? Begini, saya haqul yakin dia sebenarnya tidak benar-benar memahami maksud dan intisari dari opini yang saya tulis itu. Sebab saya menulis judul demikian bukan berarti saya menafikkan pentingnya persatuan nasional, wabil khusus pentingnya persatuan antar pemimpin nasional (Jokowi dan Prabowo).
Sebagai anak bangsa yang menghormati dan menghargai keringat-keringat perjuangan para pahlawan bangsa, tentu saya sangat menginginkan dan berusaha menjaga persatuan. Ada kaidah fiqh yang berbunyi; “Al Ittihadu quwwah” (Persatuan itu adalah kekuatan, dan kenikmatan itu ada dalam persaudaraan). “Al Ittihadu Asasunnajah” (Bersatu adalah pangkal keberhasilan).
Akan tetapi jika persatuan tersebut hanya akan menghasilkan malapetaka bagi bangsa dan negara, lalu untuk apa saya harus mendukungnya? Singkat katanya itu seperti ini; Jokowi ingin bersatu dengan Prabowo karena Jokowi ingin menyelamatkan diri dan keluarganya dari jerat hukum, jika nantinya Jokowi tak lagi berkuasa. Kalau saja i’tikadnya demikian, apa alasan bagi kita untuk mendukungnya?
Namun syukurlah, karena bila kita perhatikan secara mendalam situasi politik mutakhir di detik-detik menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Jokowi ini, semua rahasia kepalsuan persatuan keduanya itu nampak sekali terlihat. Iyakah? Iya, lihat saja tanda-tanda hubungan keduanya (Jokowi dan Prabowo) yang mulai merenggang.
Pertama, kita baru saja mendengar dari berbagai media, bahwa Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mulai memberikan pernyataan secara terbuka, bahwa Gerindra meminta ekspor pasir laut yang diputuskan Jokowi ditunda dulu. Sekjen Partai Gerindra tersebut juga meminta agar Presiden Jokowi mau mendengar dulu pendapat para pakar dan banyak orang yang menentang ekspor pasir tersebut, karena ekspor pasir laut itu akan membahayakan ekologi laut yang sangat serius.
Bagi kita yang faham karakter Prabowo tentu akan dengan mudah melihat sikap nyata Prabowo soal ekspor pasir laut dengan melalui pernyataan Sekjen Gerindra tersebut. Percayalah, sangat mustahil rasanya, Sekjen Gerindra akan berani memberikan pernyataan yang bersebrangan dengan Jokowi, jika ia tidak mendapatkan restu sebelumnya dari Prabowo.
Kedua, ini yang sangat mengejutkan, Jokowi tiba-tiba menyatakan secara terbuka, bahwa ia tak mau buru-buru pindahkan Ibu Kota ke IKN, sedangkan sebelumnya Presiden Jokowi sudah menyatakan akan segera berkantor di IKN sebelum masa jabatannya berakhir.
Ini berarti Jokowi mulai ragu pada kesetiaan Presiden terpilih, yakni Prabowo Subianto pada dirinya. Pernyataan Jokowi yang demikian seolah menunjukkan isi hatinya, bahwa Prabowo sangat ia ragukan benar-benar akan mau menjadikan IKN sebagai pusat Pemerintahan Indonesia yang baru. Dan karena keraguan Jokowi pada sikap Prabowo soal IKN inilah, Jokowi tidak mempersoalkan proses penandatanganan KEPPRES tentang IKN.
Ketiga, maraknya perbincangan masyarakat di medsos soal akun Fufufafa yang mengungkap pergerakan klandestin Gibran Rakabuming Raka terhadap Prabowo dan keluarganya, tentu sedikit banyak akan berpengaruh terhadap suasana kebatinan Prabowo dan keluarganya. Pendukung Jokowi atau Gibran akan dengan mudah mengelak dengan mengatakan,”Itu kan masa lalu”, namun siapapun tidak akan dapat memungkiri, bahwa penghinaan tingkat tinggi pada seseorang, sedikit banyak akan melekat kuat di hati dan pikiran orang yang terhina tersebut.
Perbedaannya hanya soal orang yang terhina bagaimana menyikapinya. Ada yang memaafkan namun kemudian tetap membiarkan proses hukum tetap berjalan, atau juga ada yang memaafkan, tidak mau memproses hukum namun semuanya akan menjadi catatan hitam. Dan ada juga yang tidak mau memaafkan dan kemudian membalas dengan balasan yang lebih kejam.
Jika memperhatikan karakter Prabowo yang pemaaf, sepertinya Prabowo akan bersikap seperti yang kedua, memaafkan namun akan memberikan catatan hitam pada Gibran. Kalau Prabowo sudah memberikan catatan hitam pada Gibran, ini berarti sikap politik Prabowo pada Gibran dan Jokowi kedepan tentu akan berbeda jauh dari yang kemarin-kemarin kita lihat dan dengar. Mungkinkah karena hal ini, di waktu yang tak lama lagi Prabowo akan segera melakukan pertemuan khusus dengan Ibu Megawati Soekarnoputri.
Luka tubuh akan mudah diobati, namun luka hati sangat sulit sekali diobati. Gibran mulai saat ini nampaknya harus belajar sungguh-sungguh untuk menjaga lisannya jika ia tak ingin bermasalah lagi dengan banyak orang. Salamatul insan fi hifdzil lisan…Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisannya.
Para pendukung Jokowi yang tinggal sedikit dan sangat bisa dihitung dengan jari boleh saja melupakan kesalahan tragis dari Gibran ini, namun Prabowo yang sangat mencintai anak satu-satunya tentu sebagai manusia biasa tak akan mudah melupakannya. Karena itulah mengapa sikap-sikap Partai Gerindra pada Jokowi belakangan mulai nampak berbeda dari biasanya…(SHE).
22 September 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Tidak penting Prabowo dan Jokowi akur atau tidak. Fokus kami hanya melawan penguasa yang melanggar Konstitusi dan “mengencingi” hasil perjuangan para pendiri bangsa, serta anak-anak bangsa yang berjuang mati-matian sampai terwujudnya Reformasi ’98.
Mau akur atau tidak antara Jokowi dan Prabowo itu soal mereka berdua, bukan soal kami sebagai rakyat yang terus berjuang untuk meloloskan diri dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan serta penindasan.
Penindasan seorang presiden bernama Jokowi, yang memeras kami (rakyat) dengan berbagai dalih kewajiban membayar pajak. Yang menipu kami dengan berbagai statement politiknya yang selalu bertolak belakang dengan kenyataan. Yang meludahi hasil perjuangan kami dengan berusaha menggiring kembali POLRI dan TNI ke ranah politik praktis melalui RUU TNI dan POLRI.
Benar atau tidaknya akun Fufufafa itu miliknya Gibran ataukah tidak, bagi kami juga sangat tidak penting, karena tanpa akun Fufufafa kami juga sudah melihat prilaku politik Gibran yang sangat manipulatif.
Hanya orang yang bodoh atau pura-pura bodohlah yang tidak mau mengakui ini semua, sebab Keputusan MK No.90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran untuk menjadi Cawapres 2024 merupakan bukti yang sangat terang benderang, hingga Sang Paman dicopot dari kedudukannya sebagai Ketua MK.
Persoalan ekonomi, politik, hukum dan sosial di Indonesia bukanlah persoalan yang remeh temeh. Ini persoalan yang sangat besar dan memerlukan perhatian serius dari semua kalangan. Celakanya, Jokowi sebagai presiden malah menjadi trigger dari semua persoalan kebangsaan dan kenegaraan ini.
Lingkungan hidup yang rusak oleh ulah para penambang rakus yang disupport oleh Pemerintahan Jokowi, benturan antar warga bangsa dan pemeluk agama yang tiada henti, eksploitasi alam yang hanya membuat kenyang dan kaya para lintah darat oligarki yang menghisap perekonomian rakyat dan lain sebagainya, merupakan bukti nyata betapa Jokowi tak lain dan tak bukan hanyalah sumber masalah kebangsaan dan kenegaraan kita.
Melalui teleponnya ke saya Jumat siang, Mas Ganjar Pranowo mengingatkan ke saya, bahwa kita tidak boleh lupa akan kejam dan parahnya kepemimpinan ORBA Soeharto, hingga Mas Ganjar seolah ingin menolak hipotesa saya yang menyatakan Jokowi lebih parah dari Soeharto.
Saya sebetulnya ingin mengatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan Mas Ganjar Pranowo pada saya tersebut, namun saya tiba-tiba tersadarkan, bahwa jika Soeharto dahulu memulai kepemimpinannya disaat Indonesia belum lama merdeka, disaat bangsa ini masih tengah belajar bagaimana menata negara ini dengan baik, sehingga ketika Soeharto menguasai negara melalui jalannya, yakni Kudeta Merangkak, Soeharto yang diktator itu memimpin dengan Tangan Besi untuk mewujudkan visinya sebagai Presiden.
Soeharto ketika itu hanya mewarisi visi nasionalisme kerakyatannya Presiden Soekarno dan para tokoh pendiri bangsa lainnya, namun Soeharto tidak pernah mendapatkan modal lainnya apapun lagi, selain modal kemerdekaan bangsa dan negara itu sendiri.
Soeharto tidak pernah mengerti bagaimana konsep negara demokrasi itu diwujudkan, hingga Soeharto tidak pernah tau bagaimana misalnya Pemilihan Presiden itu sebaiknya dilakukan, bagaimana DPR/MPR sebaiknya difungsikan.
Soeharto ketika itu juga belum tau bagaimana otonomi daerah itu sebaiknya dilaksanakan, bagaimana ABRI (TNI dan POLRI) itu sebaiknya diperankan, bagaimana Lembaga Yudisial itu dijalankan dengan benar, dan bagaimana Partai-Partai Politik itu melakukan tugas dan fungsinya dengan baik.
Pendek kata, karena Indonesia saat itu masih minim pengalaman manajemen kenegaraan, Soeharto ketika itupun hanya dapat memimpin dengan modal pengetahuannya yang minim dan menjaga semua kebijakan pemerintahannya hanya dengan modal bedil (senjata), maka hasilnya Rakyat hanya digiring Soeharto seperti bebek dan harus menerima kenyataan hidup apa adanya.
Ini berbeda jauh dengan Presiden Jokowi, yang memulai jabatannya sebagai presiden dengan banyak modal yang dihasilkan dari banyak pencapaian yang dilakukan oleh generasi-generasi pejuang dari tahun 1945 hingga 1998 dan sesudahnya.
Konstitusi sudah diperbaharui, berbagai produk perundang-undangan sebagai hasil reformasi politik, hukum dan ekonomi juga sudah diterbitkan, Presiden Jokowi sebenarnya tinggal melaksanakan semua konsepsi kenegaraan yang sudah ada dan sudah teruji, namun nyatanya Presiden Jokowi malah menutup mata dan telinganya, hingga Presiden Jokowi dengan angkuhnya gemar menabrak Konstitusi dan tidak pernah mau mendengar suara kebatinan rakyatnya.
Jokowi sepertinya tuli dari rintihan rakyat yang terhimpit persoalan mahalnya biaya pendidikan, terhimpit persoalan mahal dan langkanya pupuk oleh kaum petani, persoalan rendahnya daya beli masyarakat yang terjadi pada kaum pedagang dan nelayan serta rendahnya upah para buruh di segala sektor !.
Jokowi seperti masa bodoh dengan banyaknya korban penipuan online, pinjaman online, perjudian online, pembunuhan, pemerkosaan, bunuh diri karena terhimpit masalah ekonomi dan lain sebagainya yang korbannya mayoritas rakyat kecil !.
Kalau sudah seperti ini, apa peduli kami soal rukun tidaknya Jokowi dengan Prabowo?! Apa pedulinya kami dengan gemetar tidaknya Gibran dengan kepemilikan akun Fufufafa atau tidaknya?! Masa bodoh, karena kami rakyat hanya ingin Indonesia maju dan rakyatnya sejahtera, serta terbebas dari penjarahan kekayaan alam yang penjarahnya dilindungi penguasanya !…(SHE).
15 September 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
.Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE. COM
Bagi pemerhati politik nasional dari mulai Orde Lama (Soekarno), Orde Baru (Soeharto), Orde Reformasi (BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri dan SBY) hingga Orde Nepotisme (Jokowi), sedikit banyak akan merasakan suka duka hidup sebagai warga negara yang dipimpin oleh para pemimpin nasional tersebut.
Jika dipikir secara mendalam, kelihatannya kepemimpinan yang terparah dan memiliki daya rusak sistem demokrasi yang sangat tinggi, mau diakui atau tidak adalah dimasa kepemimpinan Jokowi.
Mengapa?Pertama, baik di era Orde Lama (Soekarno) maupun di era Orde Baru (Soeharto) dan di era Orde Reformasi (BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri dan SBY), politik “sandera” untuk koruptor yang kemudian dijadikan “wayang” politik yang sepak terjang politiknya harus mengikuti instruksi penguasa itu nyaris tidak pernah ada.Bahkan sekuasa-kuasanya Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto, keduanya nampak lebih gentle menyikapi lawan-lawan politiknya. “Kalian korupsi atau memberontak ke saya, berarti kalian harus siap dengan semua konsekwensinya; masuk penjara atau kita berperang habis-habisan !”.
Begitu kira-kira apa yang ada di benak kedua pemimpin nasional tersebut (Soekarno dan Soeharto). Begitupun di era kepemimpinan nasional BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri maupun SBY, semuanya terlihat lebih gentle menyikapi pejabat-pejabat dan ketum-ketum partai politik yang bermasalah ataupun menyikapi lawan-lawan politiknya.
Meski demikian memang untuk kepemimpinan nasional Soeharto, ada yang harus digaris bawahi, yakni sikap-sikap otoriterianismenya, dan sikap-sikap politik yang lebih mendahulukan pendekatan keamanan (security approach) yang menjurus pada kekerasan.
Maka tak heran di masa kepemimpinan Soeharto terjadi banyak kasus konflik vertikal antara rakyat dan pemerintah yang berujung pada banyaknya korban kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan (Polisi dan Tentara yang dikenal dengan istilah Dwifungsi ABRI) terhadap warga sipil. Kedua, fakta politik berbicara, bahwa sengotot-ngototnya
Rezim Soeharto dalam memaksakan kebijakan-kebijakan pemerintahannya yang harus dipatuhi oleh rakyatnya, Soeharto terlihat sangat jarang memeras rakyat melalui berbagai macam peraturan pungutan pajak yang menjerat rakyat. Pun demikian dengan yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Lama (Soekarno) maupun di Pemerintahan Orde Reformasi.Ini sangat jauh berbeda dengan situasi di era Orde Nepotisme Jokowi sekarang ini, yang sangat tega memeras rakyat di segala sektor. Ketiga, di masa Presiden Soekarno, Soeharto, BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri maupun SBY, tidak ada satupun yang secara terang-terangan menabrak konstitusi untuk memuluskan dan mewujudkan rencana kepentingan pribadinya, semuanya taat aturan main (peraturan perundang-undangan) yang berlaku,
jikapun kemudian terbentur oleh peraturan peraturan itu, maka semua presiden itu menyiapkan peraturan baru yang harus melewati proses persetujuan dan pengesahan dari Lembaga Legislatif (DPR).
Ini jauh berbeda dengan apa yang selama ini dilakukan oleh Rezim Nepotis Jokowi, yang biasanya tabrak aturan dulu, baru kemudian mencari cara untuk mendapatkan legitimasinya.Keempat, tidak ada satupun dari presiden presiden Indonesia terdahulu itu yang menempatkan anaknya di posisi Ketua Umum Partai Politik apalagi menjadi Calon Wapres disaat semua pemimpin negara itu menjadi Presiden atau Kepala Negara dan Pemerintahan.
Hanya Presiden Jokowilah yang sepertinya lupa diri, tamak dan rakus jabatan, hingga anak-anaknya diizinkannya untuk jadi Cawapres, Ketum Parpol dan mendapat keistimewaan untuk dapat memiliki izin pertambangan yang sangat berpengaruh dan bermasalah, serta mendapatkan keuntungan dari berbagai proyek strategis nasional. Untuk dugaan yang terakhir itu, pernah diungkap oleh Firli Bahuri (mantan Ketua KPK), yang kemudian ia dijadikan tersangka untuk kasus yang lain. Rakyat Indonesia seperti mendapatkan kesialan ketika negara ini dipimpin oleh pembohong kelas berat, yakni Presiden Jokowi.
Rakyat banyak yang hidup susah, mencari nafkah hasilnya tak berimbang dengan kebutuhan hidup yang ditanggungnya, namun presiden dan anak-anaknya hidup dalam kemewahan, plesiran ke manca negara menggunakan privat jet yang ongkos sewanya miliaran, dan keluarganya banyak terindikasi kasus-kasus besar korupsi namun KPK masih belum juga berani memanggilnya karena mungkin sudah berhasil “dilumpuhkan” dan dikendalikannya.
Terus terang sebagai orang yang terus menerus mencermati situasi politik nasional dari zaman Soeharto, BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri hingga Jokowi ini, saya melihat banyak hasil pencapaian yang didapatkan oleh bangsa dan negara ini, namun kemudian semuanya seolah ambruk dan hancur justru di akhir masa jabatan Presiden Jokowi.
Kerukunan sesama warga negara menjadi terasa langka lagi, sesama umat beragama terjadi benturan yang tiada habis-habisnya, korupsi gila-gilaan, biaya pendidikan (masuk perguruan tinggi) meroket tak karu-karuan, penipuan dan perjudian semakin tak terkendali, pemerkosaan dan pembunuhan di kalangan masyarakat kecil kian menjadi Gila…(SHE).
14 September 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik 6 Zaman.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Aslinya RK itu PKS, ibu kandung RK itu dosen saya dulu dan sangat baik dengan saya ketika saya masih menjadi mahasiswa di salah satu universitas di Bandung, jadi saya cukup tau arah politik putranya, yakni RK. Partai Golkar menurutku hanyalah kendaraan politiknya RK saja, namun pemikiran dan karakter politik RK itu ya PKS.
Kita bisa melihat pemikiran dan karakter RK yang PKS itu, manakala RK baik diam-diam maupun terang-terangan kerap memberikan dukungan politik dan simpatinya pada HRS, terlebih ketika HRS mengalami masa “kejayaannya” di tahun 2016-2017.
Meski demikian semuanya kembali pada diri kalian sendiri-sendiri, apakah masih bersimpati pada PKS atau RK yang seperti itu ataukah tidak. Sebab latar belakang hidup seseorang akan sangat menentukan pilihan politiknya. Satu saja yang ingin saya katakan, RK itu gagal memimpin Bandung saat RK jadi Walikota Bandung dan gagal memimpin Jawa Barat saat RK menjadi Gubernur Jawa Barat.
Banyak kasus korupsi yang menjeratnya tidak pernah tuntas proses hukumnya, apakah ini karena RK sudah menghamba pada Raja Lalim di istana, hingga keadaan RK yang seperti demikian masih juga dipilih Raja Lalim untuk menjadi calon gubernur Jakarta? Wallahu a’lam.
Satu hal yang pasti, karena Walikota Bandung dan Gubernur Jabar sebelum dijabat RK dahulu merupakan sahabat-sahabat senior terdekat saya, yang hampir tiap minggu saya selalu berdiskusi berdua dengan beliau-beliau, maka saya memiliki banyak fakta yang sangat mengejutkan untuk RK ini, namun pastinya demi menjaga persahabatan saya dengan beliau berdua, saya tidak akan ungkapkan.
Di masa kepemimpinan RK banyak dana APBD Bandung dan Jabar yang dihambur-hamburkan untuk proyek-proyek yang sia-sia, terbengkalai. Teras Cihampelas misalnya, sudah sangat tidak diminati lagi oleh warga Bandung dan wisatawan domestik. Karenanya kalian dapat melihatnya sendiri bagaimana Teras Cihampelas saat ini kondisinya.
Mesin-mesin tiket parkir entah apa itu namanya, tidak pernah ada yang menggunakannya lagi. Halte-halte Bus di Bandung tidak ada lagi yang menggunakannya. Pembangungan Masjid Al Jabbar yang menguras dana triliunan rupiah menuai kontroversi yang tiada habis-habisnya, dll.
Saya melihat sosok RK sangat jauh sekali dengan karakter ibunya yang tawadhu’ (rendah hati), sangat sopan dan gemar membaca buku-buku yang berbobot, sedangkan RK saya lihat hanyalah seorang pesolek, ahli pencitraan yang 11-12 dengan Raja Lalim di istana itu.
RK itu nampak anti PERSIJA dan pengagum berat PERSIB, sayangnya kekaguman RK pada PERSIB pernah dipertontonkannya secara norak sampai pernah lepas baju dan kaos, telanjang dada di jalanan, sampai-sampai RK pernah mendapatkan protes dan hujatan dari warganet/Netizen, tak terkecuali hujatan dari warga Bandung atau Jawa Barat yang dipimpinnya sendiri, karena tindakan RK ketika itu sangat memalukan !.
Lalu bagaimana dengan Pramono Anung? Sebelum saya nulis tentang Mas Pram ini izinkan saya mengusap air mata saya dulu dengan tisu…
Baiklah saya lanjutkan…Mas Pram merupakan kader PDIP senior yang memiliki banyak pengalaman di politik dan pemerintahan maupun di dunia usaha. Beliau sangat dekat dengan Ibu Megawati Soekarnoputri dan sering mendapatkan kepercayaannya. Mas Pram itu pelobi politik terhandal yang dimiliki oleh PDIP saat ini.
Jakarta jika berada dalam kepemimpinannya akan jauh lebih maju dari yang sekarang ini, namun sayangnya bayang-bayang Raja Lalim (Mulyono) akan terus menerus membuntutinya. Kerja-kerja keras dan cerdas Mas Pram dan Bang Doel (Rano Karno) nantinya akan banyak dipengaruhi oleh Raja Lalim yang ditemaninya selama ini.
Lain halnya jika Mas Pram dan Bang Doel selalu mengingat petuah-petuah bijak Ibu Megawati Soekarnoputri, Mas Pram dan Bang Doel akan tampil lebih genuine dan percaya diri. Semua bisikan Raja Lalim akan dihempaskannya, dan warga Jakarta akan kembali menemukan harga dirinya yang selama beberapa tahun ini dilecehkan oleh Raja Lalim Mulyono.
Pilih RK-Suswono (RAKUS) sama halnya dengan kalian ingin melanggengkan kekuasaan Raja Lalim Mulyono, pilih Mas Pram-Bang Doel, berarti sama halnya dengan kalian menghidupkan kembali ruh perjuangan Bung Karno yang visioner, dan nasionalis religius, meski dengan catatan kalian harus lebih giat lagi sering-sering mengingatkan Mas Pram agar tidak terpengaruh oleh bayang-bayang Raja Lalim Mulyono.
Menjadi sandra politik Mulyono memang sebuah hal yang sangat dilematis, jika dilawan akan ada yang terseret KPK, namun jika dibiarkan Indonesia akan porak poranda.
Tetapi percayalah jika rantai-rantai kekuasaan itu mati-matian mereka putuskan dengan semangat perjuangan yang ikhlas, tak pernah mengenal lelah demi tersenyumnya rakyat yang tertindas, pastilah suatu ketika rantai-rantai kekuasaan itu akan terputus jua.
Mas Pram dan Bang Doel adalah Jakarta, Raja Lalim Mulyono adalah Durjana Negara !…(SHE).
31 Agustus 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
Oleh: Sugiyanto
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Dua hari ke depan, tepatnya pada 27 hingga 29 Agustus, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta akan menerima pendaftaran Calon Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Pilkada serentak 2024, yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024.
Dalam konteks Pilkada tersebut, PDIP mungkin menghadapi dilema dalam memilih Calon Gubernur DKI Jakarta antara mendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atau Anies Baswedan.
Sabtu (24-08-24), Anies Baswedan terlihat mendatangi DPD PDIP DKI Jakarta, yang bisa menjadi sinyal pendekatan politik. Sementara itu, loyalis Ahok, atau yang dikenal sebagai Ahokers, kemungkinan besar masih berharap PDIP akan mengusung Ahok dalam Pilkada Jakarta mendatang.
Meskipun kedua kandidat merupakan mantan gubernur Jakarta, mendukung Ahok tampaknya memberikan sejumlah keuntungan. Langkah ini bisa menjadi pilihan strategis bagi PDIP dibandingkan memilih Anies Baswedan
Setidaknya tujuh alasan logis mengapa PDIP sebaiknya mengusung Ahok daripada Anies Baswedan:
Pertama, Ahok adalah kader unggulan di PDIP, sementara Anies Baswedan bukan bagian dari PDIP. Sebagai kader PDIP, Ahok telah mengenal sistem jaringan partai dengan baik, sehingga posisinya lebih solid. Selain itu, Ahok juga telah menunjukkan loyalitas tinggi terhadap partai dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Bukti nyata dari loyalitas Ahok kepada partai adalah saat Pilpres Februari 2024 lalu, ketika ia memilih mundur dari jabatannya sebagai Komisaris Utama Pertamina. Keputusan ini diambil untuk fokus membantu dan memenangkan pasangan Capres dan Cawapres PDIP, di mana Anies Baswedan juga menjadi salah satu lawan politik dalam Pilpres tersebut.
Kedua, mendukung kader internal tidak hanya memperkuat posisi partai di mata publik, tetapi juga menunjukkan komitmen PDIP dalam mendukung anggotanya. Terlebih lagi, Ahok, sebagai kader PDIP, memiliki kapasitas kepemimpinan yang terbukti.
Ketiga, Ahok masih memiliki elektabilitas dan popularitas yang tinggi, terutama di kalangan pemilih menengah ke atas di Jakarta, sementara PDIP kuat di tingkat akar rumput. Kombinasi ini bisa menjadi modal penting bagi PDIP dalam menghadapi persaingan politik yang ketat.
Keempat, Ahok memiliki rekam jejak kepemimpinan yang terukur selama menjabat sebagai Gubernur Jakarta, dengan fokus pada efisiensi birokrasi, pembangunan infrastruktur, dan penataan kota. Di bawah kepemimpinan Ahok, program pembangunan Jakarta dinilai lebih efektif dibandingkan dengan periode Anies Baswedan. Ini sejalan dengan visi PDIP yang mengutamakan pembangunan dan tata kelola pemerintahan yang baik
Kelima, Ahok dikenal dengan sikap tegas dan lugas. Meskipun beberapa kebijakannya menuai kontroversi, ketegasannya dalam menghadapi berbagai masalah mencerminkan integritas dan keberaniannya. Dua kualitas ini mungkin tidak dimiliki Anies dalam kadar yang sama. Sikap tegas ini sangat penting dalam mengelola Jakarta yang dinamis dan penuh tantangan.
Keenam, Ahok yang pernah dipenjara atas kasus penistaan agama mungkin masih dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap Politisasi Hukum. Mengusung Ahok kembali mungkin bisa memperkuat citra PDIP sebagai partai yang berdiri melawan ketidak adilan dan mendukung penegakan hukum yang berkeadilan.
Ketujuh, dengan mengusung Ahok, PDIP mungkin dapat mengirimkan pesan kuat bahwa partai menolak segala bentuk politisasi agama dalam pilkada. Ini penting untuk menjaga stabilitas sosial dan menghindari konflik berbasis identitas yang mungkin pernah terjadi di masa lalu.
Dalam memilih calon gubernur, PDIP harus mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik untuk kemenangan partai dan kesejahteraan Jakarta.
Mendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Calon Gubernur mungkin merupakan langkah strategis yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan mendukung Anies Baswedan. Argumentasi ini didasarkan pada faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya.
Jakarta, Minggu 25 Agustus 2024
Wassalam,
Sugiyanto (SGY)-Emik
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Jangan pernah takut, jangan pernah gentar, siapapun yang mengobrak abrik konstitusi negara harus dilawan, meskipun dia Presiden Jokowi sekalipun harus dilawan !. Ini bukan soal berani ataupun tidak berani, namun ini soal harga diri kita sebagai satu bangsa yang berdaulat dan merdeka.
Jika negara terus dibuat gaduh hanya untuk kepentingan keluarga Jokowi saja, lawan meski disana para penjilatnya, sudah siap memperkarakan kita !. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan No.70 itu sudah sah, sifatnyapun final dan mengikat, jika kemudian Jokowi “main belakang”, hendak menggunakan Lembaga DPR melalui para operator politiknya di Baleg DPR RI yang mau menganulir keputusan MK sehari setelah dikeluarkannya Putusan MK tersebut, berarti Jokowi sudah terang-terangan ingin menggunting keputusan MK, yang berarti pula Jokowi nyata telah meludahi konstitusi Republik Indonesia !.
Sampai siang ini kamis 22/8 rapat Paripurna DPR RI yang hendak membahas Revisi UU Pilkada dan yang hendak menganulir Keputusan MK No.60 dan 70 tersebut masih belum bisa dilaksanakan karena belum memenuhi kuorum. Ini berarti pula Revisi UU Pilkada itu belum bisa disahkan, akan tetapi kita tidak boleh terjebak pada skenario drama para politisi pecundang ini, karena pengesahan Revisi UU Pilkada bisa dilaksanakan oleh DPR malam ini atau sebelum diselenggarakannya Pilkada November 2024.
Oleh sebab itu kita harus tetap mengawal Keputusan MK yang menjadi celah rakyat untuk dapat bernafas dalam kebebasan hak politiknya yang selama ini dirampas !. Kita sebagai satu bangsa harus memiliki ketegasan moral, harus berprinsip, sebab tanpa itu kita selamanya akan dianggap sebagai bangsa yang bodoh, bebal, gampang diadu domba dan terus menerus membungkuk-bungkuk pada Presiden Pelanggar KONSTITUSI, yang oleh orang kepercayaannya sendiri, yakni Bahlil Lahadia Ketum GOLKAR disebutnya sebagai Raja Jawa !.
Indonesia ini Negara Republik bukan Kerajaan, siapapun yang ingin mengubah Negara Republik Indonesia menjadi Negara Kerjaan, berarti dia melawan Konstitusi, anti NKRI dan seperti mengencingi hasil perjuangan para pahlawan Bangsa Indonesia !.
POLRI, TNI, Mahasiswa dan seluruh Rakyat Indonesia apapun profesinya harus bersatu, tidak boleh terjebak oleh politik pecah belah ataupun belah bambu. Siapapun yang awalnya bertikai hanya karena beda pilihan dukungan politik harus kembali bersatu padu melawan pengobrak-abrik Konstitusi Negara. Sebab jika kita tidak bersedia bersatu, maka selamanya kita akan saling bersakwa sangka dan saling serang menyerang serta saling hancur menghancurkan. Sedangkan Jokowi dan keluarganya sendiri asyik menikmati berbagai fasilitas negara, dimana masih banyak, jutaan rakyat yang hidup susah !.
Saya lakukan seruan perlawanan ini dengan sesadar-sadarnya, dengan kesiapan segala resiko yang harus saya terima, jika ini dapat membuka kesadaran revolusioner kita sebagai sebuah bangsa yang ingin segera terbebas dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsa sendiri yang sudah menggadaikan negara ini pada negara asing yang selama ini menopang kekuasaannya !.
Rawe-rawe Rantas Malang-malang Putung, sekali merdeka tetap merdeka, daripada harga diri kita sebagai rakyat terus diinjak-injaknya, kita harus mulai tegas melawannya ! Merdeka !…(SHE).
22 Agustus 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer Lawan Politik Jokowi.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
IKN belum diresmikan namun sudah dijadikan oleh Pemerintahan Jokowi sebagai tempat terselenggaranya upacara resmi Hari Kemerdekaan Indonesia. Dari sisi Hukum Tatanegara ini sangat tidak tepat, karena Kemerdekaan Indonesia dicapai dengan perjuangan hebat, penuh keringat, darah dan air mata, dan tentu melalui perjuangan hukum yang sangat meletihkan di forum-forum internasional, hingga Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sah menurut hukum dan diakui oleh dunia internasional.
Kemerdekaan Indonesia bukanlah hasil pemberian dari negara-negara kompeni, penjajah, bukan pula pemberian dari para habib yang belakangan semakin gigih mengklaim berjasa banyak untuk kemerdekaan Indonesia dengan pemberian nama-nama palsu yang diselip-selipkan di jajaran nama para pahlawan atau pejuang negara Indonesia seperti Pangeran Diponegoro Bin Yahya dll.
Sedangkan mengadakan upacara resmi kenegaraan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang belum diresmikan, bukan hanya seperti mendegradasi legalitas kemerdekaan Indonesia yang sah, memenuhi aspek yurudis formal Hukum Internasional, melainkan juga sama halnya dengan penghinaan terhadap marwah dan hasil perjuangan dari para pahlawan kemerdekaan Indonesia itu sendiri.
Ini diperparah lagi dengan kenyataan pemberian izin pengelolaan atas tanah dan bangunan oleh Rezim Jokowi di IKN terhadap para investor baik lokal maupun asing selama 190 tahun kedepan (hampir dua abad), dan penggusuran terhadap warga atau penduduk lokal, serta penggunaan pakain adat resmi Raja dan Permaisuri Kutai oleh Presiden Jokowi dan istrinya, namun di sisi lain Sultan Kutai Negara sendiri tak hadir karena tak diundang untuk mengikuti upacara resmi Hari Kemerdekaan Indonesia di IKN, seakan menjadi pelengkap dari sebuah penghinaan terhadap legalitas negara dan para pahlawan kemerdekaan Indonesia itu sendiri…(SHE).
18 Agustus 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Sudah banyak saksi yang membaca prediksi politik yang saya tulis melalui opini politik di tanggal 16 Februari 2024 yang lalu, bahwa sebenarnya bukan PSI melainkan Partai GOLKAR lah yang akan direbut dan dipersiapkan untuk menjadi benteng perlindungan politik terakhir Jokowi, melalui operator politiknya di GOLKAR yakni Agus Gumiwang Kartasasmita.
Ketika itu saya hanya menulis inisial namanya saja, yakni AGK. Lalu semua itu menjadi kenyataan ketika Ketum GOLKAR Airlangga Hartarto, seolah-olah tiba-tiba mengundurkan diri dari Ketum GOLKAR, Sabtu (10/8/2024), padahal itu nyatanya bukan tiba-tiba, namun sekenario drama politik Sang Nepotis yang sudah lama.
Penguasa yang sekarang bertahta di Kerajaan Siluman Kelelawar ini memang brutal dan sadis sekali dalam mengobrak-abrik tatanan hukum dan sendi-sendi Demokrasi, juga sangat pendendam dengan siapapun pengkritiknya.
Jika mereka tidak bersedia untuk patuh pada instruksinya, ia akan diganggu dengan berbagai teror kasus hukum yang dibuat-buat, dan jika bukan itu ya ia akan berusaha dikucilkan dari panggung politik nasional. Ini tidak hanya berlaku untuk personal sebagaimana yang ia lakukan pada Hasto Kristiyanto dan Anies Baswedan, melainkan juga berlaku untuk partai politik yang tidak mau mengikuti instruksinya.
Mungkin karena teror penguasa yang bertahta di Kerajaan Siluman Kelelawar itu begitu sadis, maka sampai detik ini masih belum ada partai politik yang dengan tegas bersedia mendukung Anies maupun Ahok dan kader-kader yang hendak diusung oleh PDIP lainnya, selain PDIP itu sendiri.
Semua ketum-ketum partai sepertinya gemetar jika tidak mau mendukung Ridwan Kamil dan Kaesang untuk Cagub/Cawagub di Jakarta misalnya, karena hanya dua nama itu yang ditawarkan oleh Sang Penguasa Kerajaan Siluman Kelelawar bersama Koalisi Indonesia Maju yang dikomandani oleh Prabowo.
Meski demikian, yang namanya partai politik tentu mempunyai kepentingan sendiri yang bisa dinegosiasikan, olehnya konon mereka (NASDEM, PKB dan PKS) ditawari masing-masing 3 menteri di kabinet Prabowo-Gibran mendatang.
Ini juga merupakan jebakan, tipu muslihat Sang Penguasa Siluman Kelelawar untuk menjauhkan partai-partai itu dari PDIP. Ibarat pepatah menyelam sambil minum air. Memberi umpan jabatan masing-masing 3 menteri untuk melumpuhkan kekuatan NASDEM, PKB dan PKS yang berarti pula tujuan akhirnya untuk “menghabisi” PDIP tercapai.
Bagi NASDEM, PKB dan PKS tentu itu merupakan tawaran yang menggiurkan sekaligus mengerikan, namun jika mereka tidak bersepakat dikhawatirkan mereka hanya akan bisa mendukung Cagub asal-asalan, yang diibaratkan dengan mendukung Kotak Kosong.
Risiko terbesarnya lagi, mereka harus siap diperkarakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kasus hukum. Hanya PDIP dengan Ketumnya Ibu Megawati Soekarno Putri bersama Sekjennya Hasto Kristiyantolah yang tidak mungkin bisa diteror dengan hal-hal semacam itu, karena selain karena beliau berdua sudah terkenal integritasnya, juga sudah memiliki riwayat perlawanan politiknya yang dahsyat dari waktu ke waktu.
Sayangnya, untuk konteks Pilkada di Jakarta, PDIP tidak memiliki cukup syarat untuk mengusung Cagub/Cawagub sendirian, PDIP harus bekerjasama dengan partai politik lainnya untuk dapat mengusung Cagub/Cawagubnya.
Kenyataannya politik yang demikian telah “dimanfaatkan” oleh penguasa di Kerajaan Siluman Kelelawar untuk membantai habis PDIP atau minimal mengucilkannya dan yang nantinya direbutnya, sebagaimana ia telah merebut Partai GOLKAR melalui sandiwaranya yang sekenarionya sangat mudah terbaca dari awal, semenjak menjelang PILPRES dan PILEG 14 Februari 2024 yang lalu. Dan ternyata sekenario mengucilkan PDIP ini juga akan ia lakukan di PILKADA di daerah-daerah strategis lainnya. Yang saya dengar ada di 5 Provinsi besar.
Ratusan Kota dan Kabupaten akan menyelenggarakan PILKADA serentak di bulan November 2024 mendatang, hanya ia yang memiliki kekuasaan besar yang sanggup membuat sekenario dahsyat dan curang untuk memperoleh kemenangan dengan cara-cara manipulatif, percis sebagaimana yang ia lakukan di PILPRES dan PILEG 2024.
Ini sungguh sebuah praktik pemberangusan Demokrasi yang sangat biadab sekali, yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Nepotis Norak dan gemar menyeret-nyeret aparat dan birokrat ke medan politik. Komprador kampungan yang menyerahkan tanah air ini pada negara asing dengan pemberian izin selama hampir dua abad mendatang. Seorang pemimpin tamak yang diam-diam memberi keleluasaan pada anak dan menantunya untuk berkomplot dengan mafia-mafia tambang !.
Maka renungkanlah hai Ketum-Ketum Partai Politik, khususnya Ketum NASDEM, PKB dan PKS, kalian harus berani menolak segala tawaran penguasa yang bertahta di Kerajaan Siluman Kelelawar itu, dan segera perkuat konsolidasi kekuatan politik bersama PDIP sebelum PDIP berhasil ia rebut setelah ia berhasil merebut GOLKAR. Sebab jika tidak, nasib kalian tidak akan jauh berbeda dengan nasib Airlangga Hartarto !. Percayalah, setelah Sang Nepotis nantinya turun tahta, peta politik akan berubah.
Arus balik itu akan terjadi ketika Presiden Prabowo nantinya siuman dari “pingsan” politiknya, dan sadar bahwa yang menjegalnya untuk jadi Presiden di 2019 dan 2024 itu Sang Nepotis, dan bahwa yang memintanya pulang dari Yordania dan memberinya karpet merah (kehormatan) itu bukan siapa-siapa, melainkan Ibu Megawati Soekarno Putri yang dikhianati orang yang sama, yang juga menghianati Prabowo.
Jika hal yang demikian itu tidak terjadi pada pemerintahan Prabowo di masa mendatang, itu berarti karakter Prabowo yang dinilai banyak kalangan sebagai seorang mantan prajurit yang kesatria, terbuka dan gentle ternyata hanyalah bualan-bualan saja !. Dan itu berarti pula sebagai deklarasi dari Prabowo untuk mengajak duel politik lagi dengan Rakyat Indonesia, khususnya para Aktivis ’98 seperti kami !.
Kita perlu perubahan 100 %, bukan 50 apalagi 0 % !. Dan tidak ada cara lain untuk terlaksananya perubahan itu, kecuali berani menyetop habis seluruh sekenario drama terburuk sepanjang perjalanan bangsa ini yang dilakukan oleh Sang Bapak Nepotis !.
Ibu Megawati Soekarno Putri itu pejuang sejati, tidak pernah tunduk pada kekuasaan. Apalagi tanggung jawabnya sebagai Putri Bung Karno, pasti akan menjaga Pancasila dan NKRI dengan pertaruhan jiwa raga. Semangat juangnya masih menyala dan kejernihan pemikiran dan jiwanya untuk terus mengobarkan perlawanan pada bandit-bandit negara itu sudah nyata teruji dari rezim ke rezim dari Orde Baru, Orde Reformasi hingga Orde Pinokio !
Hanya kepada Ibu Megawatilah kalian bisa saling taut menautkan tangan untuk bersama berjuang bagi kemajuan bangsa ini !. Sekarang beliau dan Sekjennya sedang diintai untuk direbut posisinya, lindungilah, agar Demokrasi terselamatkan dan Republik Indonesia segera terbebas dari Sang Nepotis NORAK dan TAMAK !…(SHE).
15 Agustus 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.