JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Pegiat anti korupsi dari Jakarta Corruption Watch ( JCW ) melaporkan dugaan korupsi dana bantuan sosial ( Bansos ) Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot) Tangsel sebesar Rp 105,5 miliar ke Jaksa Agung HM. Parasetyo, baru- baru ini.
Menurut Koordiantor JCW Manat Gultom, setelah Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus ( Jampidsus ) Kejagung menelaah pengaduan dana bansos Pemkot Tangsel tahun 2015 yang diduga kuat fiktif secara kelembagaan itu, akhirnya dilimpahkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi ( Kajati ) Banten, tanggal 13 September 2016. Dengan pelimpahan penatausahaan penanganan perkara tersebut, jelas Manat, Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan ( Jamwas ) diminta turun tangan untuk mengawasi penanganan perkaranya. Jamwas sesuai tugas, fungsi dan pokok ( tupoksi ) kewenanganya adalah pengawasan melekat ( waskat ) terhadap kinerja jaksa. Sebab, dugaan “Penyelenggara Negara antar Penyelenggara Negara “ dengan pihak lain harus diawasai jamwas untuk tidak dapat melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme ( KKN ).
Desakan supaya Jamwas tutun tangan, sangatlah beralasan. Alasan utama karena korupsi penyaluran dana bansos 2015 Pemkot Tangsel diadakan Agustus dan November 2015 atau pasca Pemilukada serentak 7 Desember 2015 lalu. Pihak-pihak yang melibatkan kepentingan politik pendukung Airin- Benyamin sangat kental dalam penyalurannya.
JCW mengendus motif politik yang sangat kental dalam penyalurannya. Terlebih dana bansos Tangsel melonjak drastis dari Rp 29,5 miliar pada APBD Reguler menjadi 255 Rp 105,5 miliar pada APBD Perubahan. Spektakuler sekali, dalam APBD satu tahun hampir 255 persen lonjakannya.
Manat, menjelaskan dari Rp 105 miliar, sekitar Rp 76 miliar sudah dicairkan, diantaranya mengalir ke 106 organisasi masyarakat ( ormas ) di Tangsel sepanjang Agustus hingga November 2015. “Sedangkan Rp 29, 5 milair APBD juga sudah cair,” ujarnya.
Dikatakan, berdasarkan hasil penelusuran JCW, ditemukan dana bansos mengalir ke 22 lembaga penerima yang berpotensi menyokong Airin Rachmi Diany- Benyamin Davnie. Misalnya, sebanyak Rp 500 juta mengalir ke KNPI Tangsel. Sementara, salah satu pengurus KNPI Tangsel adalah kader salah satu partai pendukung Airin- Benyamin.
Selain itu kata Manat, ditemukan pula Dewan Masjid Indonesia ( DMI ) Tangsel mendapatkan kucuran dana Rp 5,6 miliar. Sementara Ketua DMI Tangsel adalah Heli Sulaiman. Ia saat ini menjabat Kepala Bagian ( Kabag ) Kesejahteraaan Rakyat Pemkot Tangsel. “Sehingga kuat dugaan kami bahwa pejabat itu aktif terlibat dalam pemenangan pasangan nomor urut 3 itu,”ucapnya.
Pertentangan kepentingan lainnya lanjut Manat, Komunitas Ukhuwah Remaja Madani, Yayasan KAHFI dan Karang Taruna Tangsel, ketiga ormas itu dipimpin oleh Abdul Rosyid selaku Ketua Fraksi Partai golkar DPRD Pemkot Tangsel. Padahal yang bersangkutan pernah menjadi sekretaris pribadi ( Sepri ) Airin. Ironisnya, ormas pimpinanya tersebut menerima dana bansos masing- masing sebesar Rp 100 juta, Rp 90 juta dan Rp 500 juta .
“Kami juga menemukan beberapa lembaga penerima bansos yang tidak jelas alias bodong. JCW curiga organisasi ini sengaja dibentuk ataupun dikuasai tim sukses Airin- Benyamin. “Seperti Forum Guru, ini tidak jelas. Kemudian kami menemukan ada lembaga resmi seperti PMI, tetapi Ketuanya Airin Rachmi Diany.
Temuan JCW bukan hanya gelontoran bansos dan hibah ke ormas. Dana APBD Perubahan 2015 juga digelontorkan melalui satuan kerja perangkat daerah ( SKPD ),” sindir Manat.
Dijelaskan Manat, jikalau memperhatikan hasil temuan lembaganya terkait dan berkait sejak penyusunan dan pelaksanaan dana Bansos Tangsel itu, dugaan korupsi muncul justru sejak penyusunan sudah ada mens-rea ( niat jahat ) antara Walikota dan Wakil Walikota petahana dalam tindakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang ( abuse of discretion ) yakni, menggunakan wewenang yang dimiliki, untuk berlaku sewenang- wenang kepada pihak tertentu demi membela kepentingan politiknya. Favoritism atau pilih kasih yang menurut yang berlaku secara umum atau hukum, memberi pelayanan berbeda kepada kelompok tertentu yang masih memiliki hubungan tertentu dengan pasangan petahana itu.
Ditambahkan, hakikat hukum bahwa Airin Rachmi Diany sebagai Kuasa Pengguna Anggaran ( KPA ) yang sertas merta selaku Kekuasaan atas pengelolaan uang sebesar Rp 105,5 miliar, harus dalam pengawasan Jamwas Kejagung kepada pihak penyidik Kejati Banten. Permendagri 33 Tahun 2014 tentang Pedoman Dana Bansos dan Hibah dengan Peraturan Menteri Keuangan ( Permenkeu ) 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Dana Bansos/ Hibah adalah bentuk turunan pasal 23 UUD 1945 dengan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara serta, UU 15/ 2004 tentang Tata Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Pada intinya, perintah hukum tersebut menggariskan Walikota Tangerang Selatan dituntut hukum untuk melaksanakan/ menerapkan uang sejumlah Rp 105,5 miliar itu, secara terbuka hukum, profesional dan bertanggungjwab kepada hukum. Sejatinya demikian tuntutan publik kepada Jamwas Kejagung untuk turun tangan dalam penatausahaan penanganan perkara dana bansos Tangsel dimaksud.
Terpenting lainnya menurut JCW adalah faktor unsur ganda atau terafiliasi antara penyidik Kejati Banten dengan terperiksa Walikota Tangsel. Unsur ganda atau terafiliasi menurut rumusan Undang undang pemberantasan tindak pidana korupsi yakni hubungan baik atau faktor lainya yang dapat menghalangi atau menghambat proses penyidikan hukum korupsi dana bansos itu. (TIM).