JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
“Dalam kaitannya dengan potensi bahaya saat ini adalah jarak dalam radius 5 kilometer dari pusat Gunung Anak Krakatau, sehingga masyarakat yang ada di luar, saya kira kalau transportasi dari Merak ini, dari Jawa ke Lampung ini masih jauh, itu puluhan kilometer, jadi relatif aman,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM Hendra Gunawan dalam jumpa pers virtual, Senin (25/4/2022).
Namun Hendra mengimbau masyarakat untuk berhati-hati. Dia meminta warga selalu mengikuti perkembangan informasi mengenai aktivitas Gunung Anak Krakatau dari informasi resmi pemerintah.
“Tapi untuk menjaga kehati-hatian agar tetap mengikuti update informasi yang dikeluarkan oleh Bandan Geologi,” katanya.
Hendra mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan BNPB hingga BMKG mengenai aktivitas Gunung Anak Krakatau ini. Tim tanggap darurat, menurut Hendra, juga selalu memantau perkembangan Gunung Anak Krakatau selama 24 jam.
“Imbauan dari Badan Geologi ini agar masyarakat tetap tenang, karena Badan Geologi dengan semua K/L terkait, BNPB, BPBD dan BMKG dalam menangani bila ada suatu eskalasi katakanlah ke depan, kita melakukan koordinasi semua dan juga tim tanggap darurat dari Badan Geologi yang ada di lokasi di pos, di sana ada petugas pos memantau 24 jam dengan dibantu oleh tim tanggap darurat serta juga melakukan penguatan dari sisi alat monitoring,” katanya.(MAD)
BABEL, KHATULISTIWAONLINE.COM
Aktivitas penambangan biji timah di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) , khususnya di Kabupaten Bangka semakin memprihatinkan.Bukan hanya daratan saja yang telah rusak parah akibat penambangan pasir timah ini, kini lautan juga jadi sasaran karena banyak menyimpan pasir timah.
Puluhan kapal isap (KIP) pasir timah kian bermunculan di sepanjang pesisir laut Pulau Bangka dimana keberadaan KIP pasir timah ini membuat kerusakan di lautan batas zonasi pertambangan.
Dalam prakteknya, kapal keruk milik PT.Timah beroperasi diatas 1 mil garis pantai, sedangkan kapal isap beroperasi terkadang di bawah 1 mil pantai yang menyebabkan terjadinya abrasi semakin cepat dan ekosistem laut menjadi rusak parah akibat pencemaran dari aktivitas penambangan tersebut.
Selain itu, batas zonasi pertambangan kian tak jelas dan pihak PT.Timah Unit Bangka sepertinya tak perduli lagi dengan yang namanya Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
Faktanya tambang darat terkadang beroperasi di pinggiran jalan raya dan kini KIP beroperasi dekat dengan bibir pantai dalam kawasan pariwisata dan kondisi ini sepertinya luput dari pengawasan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pariwisata semuanya pada bungkam dan tutup mata.
Dalam keadaan seperti ini, masyarakat nelayan cuma bisa pasrah, percuma demo tidak akan dihiraukan oleh pihak pemerintah dan PT.Timah.
Sektor Kelautan Perikanan dan Pariwisata cuma tinggal kata terkesan tidak berdaya menertibkan ” monster” pengisap pasir timah yang hanya menguntungkan sekelompok orang-orang rakus dan tidak bertanggung jawab.
Dengan kondisi seperti ini, keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengatas namakan Masyarakat Nelayan dan Pesisir sangat diharapkan sebagai ujung tombak untuk menyuarakan kondisi yang ada saat ini atau tidak ikut diam.(ERN)