JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Personel Polsek Ciracas, Jakarta Timur akan memeriksa Sentot Setiadi, sopir TransJakarta yang membawa kabur bus milik PT Mayasari Bhakti ke jalur Pantura, Pekalongan. Sentot bersama bus yang dibawa kabur, tiba di Polsek Ciracas pada Kamis (27/8) malam.
“Semalam baru sampai, baru mau diperiksa,” ujar Kapolsek Ciracas Kompol Tuti Aini melalui pesan singkat kepada detikcom, Jumat (28/7/2017).
Polisi belum melakukan pemeriksaan kepada Sentot saat tiba di Polsek Ciracas malam tadi. Sebab Sentot lebih dulu beristirahat.
“Besok pagi (hari ini) kita akan dalami, karena mungkin baru sampai belum ditanya-tanya. Kita ketahui dari pihak Mayasari yang bawa busnya bekerja sebagai sopir cadangan,” kata Tuti sebelumnya.
Namun Sentot sempat mengaku mendengar bisikan-bisikan misterius yang membuatnya membawa kabur bus TransJakarta tersebut. “Katanya dia bawa kabur (Bus TransJakarta) itu karena ada bisikan-bisikan, nanti kita akan dalami,” imbuhnya.
Sentot diamankan Satlantas Polres Pekalongan setelah mengisi bahan bakar bus di salah satu SPBU, dan tidak membayar. “Bus yang kehabisan BBM itu mengisi bahan bakar di SPBU Bondansari dan tidak membayar. Setelah ada laporan dari petugas SPBU, anggota langsung melacak dan melakukan pegejaran,” ujar Kasatlantas Polres Pekalongan, AKP Muhammad Alan Haikel saat dihubungi khatulistiwaonline, Rabu (26/7). (MAD)
BEKASI,khatulistiwaonline.com
Sebanyak 1.161 ton beras milik PT Indo Beras Unggul (PT IBU) di Kabupaten Bekasi disita Satgas Pangan. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menduga perusahaan tersebut telah rugikan negara ratusan triliun.
“Ini nggak main-main. merugikan masyarakat dan negara, sampai nilainya ratusan triliun (rupiah),” kata Tito saat penggerebekan, Kamis (20/7/2017) malam.
Pabrik tersebut berlokasi di Jalan Rengas KM 60 Kecamatan Kedung Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Tito tampak didampingi Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Ketua KPPU Syarkawi Rauf saat mendatangi lokasi.
Tito menjelaskan, pihaknya akan memeriksa 15 orang terkait penggerebekan ini. Setelah itu baru ditentukan tersangka utamanya.
“Kita akan periksa 15 orang itu, lalu kita tentukan mana tersangka utama dan tersangka pembantu. Kita kenakan Undang-undang konsumen dan pasal 382 bis KUHP,” ujarnya.
Produsen beras cap Ayam Jago itu memanipulasi label dalam kemasan. Mereka menjual beras subsidi dengan label beras premium.
“Mereka menjual beras medium seharga beras premium. Beras subsidi dikemas seolah-olah barang premium supaya harganya tinggi sekali,” ujar Tito.
Modus operandi yang dilakukan perusahaan itu adalah mengemas beras subsidi jenis IR64 dengan label cap Ayam Jago dan Maknyuss.
“Padahal beras IR64 adalah beras medium yang disubsidi pemerintah dengan harga Rp 9 ribu per kilogram. Setelah dibungkus dan dilabeli, mereka jual seharga Rp 20 ribu,” tutur Tito. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Markus Nari dan Miryam S Haryani disebut menerima aliran uang terkait proyek e-KTP. Miryam disebut menerima USD 1,2 juta, sedangkan Markus disebut menerima Rp 4 miliar.
“Menimbang bahwa uang yang diserahkan kepada Miryam S Haryani seluruhnya USD 1,2 juta dalam 4 kali penyerahan,” ucap hakim anggota Franky Tambuwun saat membacakan pertimbangan unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam sidang vonis terhadap Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2017).
Hakim Franky menyebut uang yang diserahkan ke Miryam itu awalnya diserahkan Josep Sumartono sebanyak USD 100 ribu, sedangkan sisanya diserahkan oleh Sugiharto kepada Miryam melalui ibunya. Hakim Franky menyebut uang yang diberikan kepada Miryam berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong,
“Menimbang bahwa uang diserahkan oleh terdakwa II Sugiharto kepada Miryam S Haryani tersebut berasal dari Andi Narogong. Jumlah uang yang diterima Sugiharto dari Andi Narogong seluruhnya USD 1,5 juta yang diterima oleh terdakwa dari Vidi Gunawan, adik kandung Andi Narogong, melalui Yosep Sumartono. Selain itu, terdakwa II Sugiharto juga menerima dari Paulus Tannos melalui Yosep Sumartono sejumlah USD 300 ribu,” kata hakim Franky.
Uang tersebut disebut hakim diserahkan Sugiharto kepada Markus sebesar USD 400 ribu. Awal cerita Markus menerima uang yaitu ketika anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu menemui terdakwa Irman yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Dukcapil Kemendagri dan meminta uang.
“Menimbang bahwa dari uang yang diterima terdakwa tersebut, terdakwa serahkan kepada Markus Nari USD 400 ribu. Uang pada Markus Nari ini bermula Markus Nari datang ke kantor menemui terdakwa I Irman di ruang kerjanya dan ada terdakwa II di situ. Sewaktu itu Markus Nari meminta Rp 5 miliar. Atas hal tersebut, terdakwa II meminta uang kepada Anang S Sudiharjo lalu Anang S Sudiharjo meminta kepada Vidi Gunawan untuk menyerahkan uang kepada terdakwa II. Uang tersebut diterima selanjutnya oleh terdakwa II diberikan kepada Markus Nari dan diserahkan di dekat TVRI Senayan dengan mengatakan ‘ini titipan uang dari Pak Irman Rp 4 miliar, tidak cukup Rp 5 miliar’ dan dijawab Markus Nari ‘iya tidak apa-apa’,” ucap hakim Franky.
Sebelumnya majelis hakim sependapat dengan tuntutan jaksa untuk mempertimbangkan dakwaan kedua yaitu Pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Putusan itu senada dengan tuntutan jaksa KPK.
Dalam tuntutan, jaksa KPK menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada Irman dengan 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan Sugiharto selama 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, jaksa juga menuntut pidana tambahan yaitu berupa uang pengganti yang harus dibayar Irman sebesar USD 273.700, Rp 2.298.750.000 juta, dan SGD 6.000. Sedangkan, Sugiharto dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta.(MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sindikat narkotika menyewa kapal untuk mengangkut sabu seberat satu ton ke Pantai Anyer, Banten. Tidak tanggung-tanggung, lima kru Kapal Wanderlust dibayar Rp 5 miliar untuk jasa pengiriman sabu tersebut.
“Hasil interogasi sementara, satu orang petugas transporter dibayar Rp 400 juta. Jadi lima orang ini (awak kapal-red), lima miliar,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan, Selasa (18/7/2017).
Ongkos tersebut terbilang murah bagi para bandar narkotik, jika dibandingkan dengan keuntungan yang didapat apabila 1 ton sabu itu berhasil diedarkan yang ditaksir senilai Rp 1,5 tiriliun.
“Ya mungkin sedikit kalau dibandingkan dengan sabu yang berhasil diselundupkan ke Jakarta,” ungkapnya.
Indonesia menjadi target pasar narkotika jaringan internasional. Selain kawasan Indonesia yang terbentuk dari gugusan pulau-pulau yang dikelilingi laut, banyaknya pemakai juga menjadi sasaran bandar narkotika.
“Harga sabu di China itu antara Rp 150 ribu atau mungkin kurang. Jadi kira-kira modalnya hanya Rp 200 miliar, dapatnya satu setengah triliun. Untungnya besar sekali memang, luar biasa,” lanjut Iriawan.
Namun, sebelum barang itu sampai kepada end user, tim gabungan Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polresta Depok berhasil menggagalkan upaya tersebut. Empat WN Taiwan penerima barang di Pantai Anyer–satu di antaranya tewas ditembak–berhasil ditangkap.
Tim gabungan juga berhasil menangkap kelima kru kapal berbendera Republik Sierraleone tersebut. Saat ini para tersangka masih diperiksa intensif di Mapolda Metro Jaya. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jaringan Taiwan penyelundup 1 ton sabu yang disergap di Pantai Anyer, Serang, Banten, bekerja sendiri tanpa bantuan WNI. Namun, mereka menyewa seorang perempuan WNI sebagai guide untuk survei lokasi.
“Kami akan memeriksa saksi yang menjadi guide ini. Guide-nya perempuan dan ada satu temannya, laki-laki,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono kepada wartawan, Sabtu (15/7/2017).
Mala, nama perempuan yang menjadi guide itu dibayar per hari untuk menemani para tersangka. Mala juga diminta untuk mencarikan rental mobil hingga hotel untuk mereka menginap.
“Artinya guide ini, dia menjadi pemandu dari para tersangka ini, baik untuk mencari mobil rentalan atau mencari makanan sehari-hari hingga mencari losmen untuk penginapan,” jelas Argo.
Polisi masih mendalami sejauh mana keterlibatan Mala dan rekannya. Apakah Mala hanya sebatas diperalat atau turut menjadi bagian dari jaringan Taiwan tersebut, masih diselidiki oleh aparat polisi.
“Kami masih mendalami apakah pemandu ini tahu kegiatan keempat tersangka, apakah dia ini tahu pengiriman narkotika ke beberapa wilayah,” lanjutnya.
Seperti diketahui, tim gabungan Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polresta Depok yang dipimpin oleh Kombes Pol Nico Afinta dan Kombes Pol Herry Heryawan menangkap empat WN Taiwan jaringan narkoba, satu di antaranya tewas ditembak. Sementara tim berhasil menyita 1 ton sabu senilai Rp 1,5 triliun dari para tersangka. (DON)
KEDIRI,khatulistiwaonline.com
Penggerebekan Karaoke Keluarga Inul Vizta di Kediri Mall mendapat perhatian Wali Kota Abdullah Abu Bakar. Ia merasakan malu dan tertampar dengan adanya dugaan aksi penari telanjang atau striptis tersebut.
Wali Kota Kediri ini akan mencabut izin dan otomatis menutup usaha karaoke keluarga tersebut bila terbukti melakukan pelanggaran pidana.
“Kita akan mencabut izinnya jika sudah ada penetapan hukum dari Polda Jatim nanti,” katanya kepada khatulistiwaonline, Sabtu (15/7/2017).
Kemarahan Wali kota ini sangat beralasan. Karena sebelumnya dia telah mengingatkan Inul Vizta untuk ikut menjaga dan tidak melanggar aturan.
“Dua tahun yang lalu saya ingatkan, jadilah tempat hiburan karaoke keluarga, jangan melanggar aturan. Ini malah digerebek Polda Jatim,” kata wali kota yang biasa disapa Mas Abu ini.
Penggerebekan yang dilakukan Polda Jatim pada beberapa hari lalu dan mendapati aksi striptis atau penari telanjang itu membuat wali kota merasa ikut tertampar.
“Memalukan dan mencoreng nama baik Kota Kediri, silahkan mencari rejeki di Kota Kediri namun dengan aturan yang sudah ada dan jangan merusak nama Kota Kediri,” kata wali kota.
10 orang yang diamankan Polda Jatim dari Inul Vizta di Kediri masih dalam pemeriksaan. Diantara 10 orang itu, empat diantaranya penari telanjang dan seorang manajer Inul Vizta Kediri. Lokasi Inul Vizta di Kediri Mall juga turut disegel polisi. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mencopot Fatahillah dari jabatan Asisten Sekda Bidang Kesejahteraan Masyarakat. Fatahillah dicopot karena ditahan kejaksaan terkait dugaan korupsi proyek normalisasi sungai.
“Saya tadi malam dapat informasi Askestra Pak Fatahillah dijemput Kejaksaan Jakbar atas kasus tahun 2013. Kalau seperti ini, kemarin saya sampaikan konsekuensinya jelas, dia dicopot dari jabatannya,” ujar Djarot kepada wartawan di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (14/7/2017).
Karena kekosongan posisi ini, Djarot menunjuk Bambang Sugiyono sebagai pelaksana harian (plh). Bambang saat ini menjabat Asisten Pemprov DKI Jakarta.
“Karena posisinya (Asisten Sekda Kesra) penting menyangkut percepatan pelaksanaan Asian Games, sementara ini kita akan minta Aspem Pak Bambang untuk rangkap sementara sebagai plh di situ. Sedangkan yang bersangkutan (Fatahillah) pasti dicopot. Pilihannya tinggal dua, undurkan diri atau kita berhentikan. Jelas itu, ya,” tegas Djarot.
Fatahillah diduga terlibat dalam dugaan korupsi proyek normalisasi kali tahun 2013 saat menjabat Kepala Pelaksana Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional Infrastruktur Pengendalian Banjir Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat. Mantan Wali Kota Jakarta Barat ini diduga menerima fee dari anggaran proyek.
“Terdakwa ditahan di (Rutan) Salemba,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Reda Manthovani, Kamis (13/7). (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Anggota DPR Miryam S Haryani didakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan korupsi e-KTP. Miryam terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
“Terdakwa dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar,” ujar jaksa pada KPK Kresno Anto Wibowo membacakan surat dakwaan terhadap Miryam Haryani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2017).
Miryam, menurut jaksa, dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan. Keterangan yang dicabut terkait penerimaan uang dari Sugiharto dengan alasan saat pemeriksaan penyidikan Miryam mengaku ditekan dan diancam oleh tiga penyidik KPK.
“Padahal alasan yang disampaikan terdakwa tersebut tidak benar,” tegas jaksa.
Dalam surat dakwaan dijelaskan, Miryam pada Kamis, 23 Maret 2017, dihadirkan penuntut umum sebagai saksi dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek e-KTP pada Kemendagri atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto. Miryam sebelum memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan terlebih dahulu bersumpah sesuai agama Kristen akan memberikan keterangan yang benar.
Dalam persidangan, ketua majelis hakim bertanya kepada Miryam mengenai keterangan yang pernah diberikannya dalam pemeriksaan penyidikan sebagaimana tertuang dalam BAP tanggal 1 Desember 2016, BAP tanggal 7 Desember 2016, BAP tanggal 14 Desember 2016, dan BAP tanggal 24 Januari 2017 yang diparaf dan ditandatangani terdakwa.
“Atas pertanyaan hakim, terdakwa membenarkan paraf tanda tangannya yang ada dalam semua BAP,” sambung Miryam.
Namun Miryam mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP tersebut dengan alasan isinya tidak benar karena pada saat penyidikan telah ditekan dan diancam tiga penyidik KPK yang memeriksanya.
Hakim dalam persidangan kembali mengingatkan agar Miryam memberikan keterangan yang benar di persidangan karena sudah disumpah. Apalagi keterangan Miryam dalam BAP, menurut majelis hakim, sangat runtut, sistematis. Menurut jaksa, hakim juga mengingatkan Miryam mengenai ancaman pidana penjara apabila memberikan keterangan yang tidak benar sebagai saksi.
“Meskipun sudah diperingatkan oleh hakim, terdakwa tetap menerangkan bahwa dirinya telah ditekan dan diancam penyidik KPK saat pemeriksaan penyidikan sehingga hakim memerintahkan penuntut umum agar pada sidang berikutnya menghadirkan tiga penyidik yang pernah memeriksa terdakwa sebagai saksi verbalisan yang akan dikonfrontir keterangannya dengan terdakwa,” sambung jaksa.
Selanjutnya, pada Kamis, 30 Maret 2017, penuntut umum menghadirkan kembali Miryam di persidangan e-KTP untuk dikonfrontir dengan tiga penyidik KPK sebagai saksi verbalisan, yaitu Novel Baswedan, MI Susanto, dan A Damanik.
Dalam persidangan, ketiga penyidik KPK menerangkan tidak pernah melakukan penekanan dan pengancaman saat memeriksa Miryam sebagai saksi.
Dalam empat kali pemeriksaan yang dituangkan dalam BAP tanggal 1 Desember 2016, BAP tanggal 7 Desember 2016, BAP tanggal 14 Desember 2016, dan BAP tanggal 24 Januari 2017, kepada Miryam diberikan kesempatan untuk membaca, memeriksa, dan mengoreksi keterangannya pada setiap akhir pemeriksaan sebelum kemudian diparaf dan ditandatangani Miryam.
“Keterangan yang disampaikan terdakwa sebagai saksi di persidangan yang mencabut semua BAP dengan alasan telah ditekan dan diancam tiga orang penyidik KPK saat pemeriksaan penyidikan adalah keterangan yang tidak benar karena bertentangan dengan keterangan tiga orang penyidik KPK selaku saksi verbalisan maupun bukti-bukti lain berupa dokumen draf BAP yang telah dicorat-coret dengan tulisan tangan terdakwa maupun rekaman video pemeriksaan yang menunjukkan tidak adanya tekanan dan ancaman tersebut,” papar jaksa.
Selain itu, keterangan Miryam yang membantah penerimaan uang dari Sugiharto, ditegaskan jaksa, juga bertentangan dengan keterangan Sugiharto yang menerangkan dirinya memberikan sejumlah uang kepada Miryam.
Miryam didakwa dengan ancaman pidana Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (DON)