JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Mahkamah Agung (MA) melansir putusan mega korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam putusan itu, MA menyatakan mantan Ketua DPR Ade Komarudin menerima aliran dana USD 100 ribu.
“Selain Terdakwa I dan Terdakwa II tersebut, terdapat pihak-pihak lain yang memperoleh atau menerima uang tanpa hak yang sah,” kata majelis sebagaimana dikutip dari putusan yang dilansir website MA, Senin (17/9/2018).
Vonis itu diketok oleh Artidjo Alkostar dengan anggota MS Lumme dan Prof Abdul Latief. Nama-nama yang disebut MA menerima aliran uang itu adalah:
1. Miryam Haryani sebesar USD 1,2 juta.
2. Diah Anggraini menerima sebesar USD 500 ribu.
3. Markus Nari menerima sebesar USD 400 ribu.
4. Ade Komarudin menerima sebesar USD 100 ribu.
5. Husni Fahmi menerima sebesar USD 20 ribu dan Rp 30 juta.
6. Drajat Wisnu Setyawan menerima USD 40 ribu dan Rp 25 juta.
Di kasus itu, MA menjatuhkan hukuman ke Irman dan Sugiharto masing-masing menjadi 15 tahun penjara. Irman juga diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsi sebesar USD 500 ribu dan Rp 1 miliar, dikurangi uang yang sudah dikembalikan. Bila tidak membayar uang pengganti, hartanya dirampas. Bila tidak cukup, hukuman penjaranya ditambah 5 tahun menjadi 20 tahun penjara.
Sementara itu, Sugiharto diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsi sebesar USD 450 ribu dikurangi uang yang sudah dikembalikan dan mobil Honda Jazz, yang dihargai Rp 150 juta.
Bila tidak membayar uang pengganti, hartanya dirampas. Bila tidak cukup, hukuman penjaranya ditambah 3 tahun menjadi 18 tahun penjara. (NGO)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Sejumlah anggota hingga pimpinan DPRD diduga menerima jatah uang ketok palu dari Zumi Zola kala menjabat sebagai Gubernur Jambi. KPK akan mempelajari kemungkinan adanya dugaan korupsi massal yang dilakukan oleh para anggota DPRD Jambi.
“Kita lihat dulu, nanti harus dipelajari,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dimintai konfirmasi, Kamis (6/9/2018) malam.
Kisaran duit yang dibagikan kepada anggota DPRD Jambi itu berbeda-beda sesuai jabatannya masing-masing. Saut mengatakan, pihaknya masih menelusuri aliran duit terkait perkara itu.
“Penyidik nanti yang mengembangkan hal itu,” imbuh Saut.
Jatah uang ketok palu itu terungkap dalam persidangan lanjutan Zumi Zola di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dodi Irawan yang hadir sebagai saksi, membeberkan mengenai kisaran duit suap tersebut.
Dodi mengatakan anggota DPRD Jambi meminta uang untuk memuluskan Rancangan Peraturan Daerah APBD Tahun 2017 dan 2018. Dodi menyebut Komisi III mendapatkan jatah Rp 375 juta per orang.
“Anggota, kata Pak Apif, Rp 200 juta. Sama dengan tahun lalu. Anggota Komisi III itu Rp 200 juta ditambah Rp 175 juta berarti Rp 375 juta,” kata Dodi.
Selain itu, Dodi menyebut ada pula jatah untuk anggota Badan Anggaran (Banggar) sebesar Rp 205 juta per orang. Semua transaksi itu disebut Dodi dilakukan dalam beberapa tahap serta dicatat oleh seorang kontraktor bernama Muhammad Imaduddin alias Iim.
Dodi kemudian mengaku pernah bertemu Ketua DPRD Jambi Cornelis Buston. Setali tiga uang, Cornelis juga meminta uang sekaligus meminta paket proyek untuk dirinya sendiri.
“Pak Cornelis Buston menyampaikan kepada saya tolong sampaikan ke Pak Gub bahwa untuk tahun 2017 kan di 2016 bahas untuk 2017 bahwa beliau meminta paket proyek sejumlah Rp 50 miliar untuk beliau sendiri, tapi yang tadi beliau cuma minta untuk beliau, tidak yang lain-lain atau pimpinan,” kata Dodi.
Lalu, masih kata Dodi, ada permintaan uang lagi dari Wakil Ketua DPRD Jambi dengan rincian sebagai berikut:
– AR Syahbandar meminta Rp 600 juta
– Chumaidi Zaidi meminta Rp 650 juta
– Zoerman Hanap meminta Rp 750 juta
(MAD)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Mantan Mensos Idrus Marham ditahan KPK. Idrus menjadi tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
“Saya dari awal menyatakan siap mengikuti seluruh proses-proses dan tahapan-tahapan yang ada,” ujar Idrus saat dibawa KPK ke tahanan, Jumat (31/8/2018).
Nama Idrus memang sudah muncul sejak pertama kali kasus ini mencuat. Saat itu KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) di kediaman Idrus pada 13 Juli 2018. Namun saat itu yang diincar KPK adalah seorang anggota DPR bernama Eni Maulani Saragih.
Eni diduga KPK menerima keseluruhan Rp 4,5 miliar Johannes Budisutrisno Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Duit itu diduga untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Perusahaan Kotjo itu memang masuk sebagai konsorsium yang akan menggarap proyek tersebut.
Dalam perkembangannya, Idrus pun dipanggil penyidik. Total ada 3 kali Idrus datang ke KPK untuk memberikan keterangan hingga pada akhirnya Idrus tiba-tiba mundur dari jabatan menteri karena merasa sudah berstatus tersangka. ‘
Idrus diperiksa KPK sebagai saksi pada Kamis (19/7), Kamis (26/7) dan Rabu (15/8). Pada pemeriksaan sebagai tersangka, Idrus akhirnya ditahan di hari yang biasa disebut ‘Jumat Keramat’.
Idrus ditetapkan sebagai tersangka karena diduga mengetahui dan memiliki andil dalam penerimaan uang oleh Eni Maulani Saragih dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
Menurut KPK, Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR, menerima uang dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebesar Rp 4 miliar sekitar November-Desember 2017. Eni disebut KPK menerima uang Rp 2,25 miliar sekitar Maret dan Juni 2018.
Selain itu, Idrus Marham diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan purchase power agreement (PPA) jual-beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1.
“IM juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah EMS sebesar USD 1,5 juta yang dijanjikan JBK apabila PPA proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan JBK dan kawan-kawan,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan. (MAD)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Terdakwa kasus suap proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla), Fayakhun Andriadi, diketahui menggunakan aplikasi perpesanan yang diklaim antisadap di ponselnya. Rupanya aplikasi perpesanan Signal itu juga banyak digunakan anggota polisi hingga anggota DPR.
Managing Director PT Rohde and Schwarz, Erwin Arief, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan Fayakhun, mengungkapkan soal aplikasi itu. Erwin mengaku disarankan Fayakhun menggunakan aplikasi Signal Private Messenger.
Saat diinstall di smartphone wartawan, fitur daftar kontak Signal langsung mengidentifikasi sejumlah nomor telepon anggota DPR terhubung dengan aplikasi ini, dan jumlahnya terbilang cukup banyak. Artinya, sejumlah anggota DPR sudah menggunakan aplikasi ini.
“Gue nggak tahu banyak (anggota dewan) yang pake atau nggak. Settingan bisa diatur 30 detik sampai dengan 2 hari,” kata salah satu anggota DPR ketika ditanya soal aplikasi Signal itu, Senin (27/8/2018).
Salah satu setting-an atau pengaturan 30 detik hingga 2 hari yang dimaksud itu yakni fitur menghilangkan pesan. Aplikasi yang diluncurkan Open Whisper Systems tersebut menyediakan opsi menghilangkan pesan mulai dari 5 detik hingga 1 minggu setelah dibaca hingga pilihan untuk mematikan fitur ini.
Dalam deskripsi di Play Store, pembuat aplikasi Signal memberikan jaminan keamanan berkirim pesan. Sebab server Signal tidak akan mengakses isi komunikasi atau menyimpan data penggunanya.
Melalui aplikasi ini penggunanya bisa mengirimkan pesan berupa dokumen, foto, hingga audio sama seperti layanan aplikasi perpesanan lainnya. Ada juga pilihan untuk melakukan panggilan telepon. Layanan ini bisa diunduh secara gratis di Play Store.
Sebelumnya diberitakan, Managing Director PT Rohde and Schwarz, Erwin Arief, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan Fayakhun mengungkapkan soal penggunaan aplikasi chat antisadap. Erwin mengaku sempat disarankan Fayakhun menggunakan aplikasi itu.
“Saya pada waktu itu, saya kenal Pak Fayakhun ahli komunikasi. Pak Fayakhun memberitahukan kepada saya, ada komunikasi cukup secure itu Signal. Waktu itu saya tidak tahu,” kata Erwin saat memberikan kesaksian dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (27/8).
Jaksa juga sempat mencecar Erwin soal tujuan penggunaan aplikasi itu. Namun, dia mengaku tak memiliki tujuan apapun.
“Waktu itu cuma komunikasi saja. Waktu itu Fayakhun memberi tahu aplikasi cukup secure,” jawab Erwin.
“Kalau biasa saja, kenapa cukup secure? Kami butuh kejujuran saksi. Tujuan apa?” selidik jaksa lagi.
“Tidak ada tujuan apa-apa,” jawab Erwin lagi.
Dalam perkara ini, Fayakhun didakwa menerima suap berupa USD 911.480 atau sekitar Rp 13 miliar dari mantan Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Uang suap itu dimaksud agar Fayakhun menambahkan anggaran Bakamla untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone. (NGO)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Koruptor proyek e-KTP Setya Novanto mengaku kaget Idrus Marham jadi tersangka dugaan suap PLTU Riau-1. Novanto dan Idrus diketahui sempat bekerja bersama di Partai Golkar sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal.
“Ya, cukup kaget juga ya. Dia orang kerja keras. Tapi ya ini kan kita lihatlah,” kata Novanto di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (27/8/2018).
Kedatangan Novanto di KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk salah satu tersangka kasus ini, Johannes B Kotjo. Namun Novanto mengaku tak tahu soal kasus PLTU Riau-1 karena sudah berada di penjara.
“Nggak ada saya (tahu) itu. Kan saya sudah masuk (penjara),” ujarnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 3 tersangka, yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, pengusaha Johannes B Kotjo, dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 13 Juli 2018. KPK menangkap Eni Saragih saat dia berkunjung ke rumah Idrus.
Pasca-OTT, KPK menetapkan 2 tersangka, yakni Eni dan Johannes. Eni diduga menerima suap dari Johannes, selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited terkait proyek PLTU Riau-1.
Setelah melakukan pengembangan, KPK kemudian menetapkan Idrus sebagai tersangka. Dia diduga menerima janji yang sama dengan Eni, yakni USD 1,5 juta, dari Johannes jika proyek PLTU Riau-1 dikerjakan perusahaan Johannes. (ADI)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Cucu seorang konglomerat terkenal berinisial RAM alias Richard ditangkap di sebuah restoran di mal kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Richard tertangkap saat sedang memakai narkoba.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membenarkan adanya penangkapan Rochard ini.
“Iya betul, ditangkapnya dini hari tadi,” ujar Argo dalam keterangan, Rabu (22/8/2018).
Richard ditangkap di toilet sebuah restoran di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta Selatan pukul 01.00 WIB dini hari tadi. Richard kemudian menggunakan narkotika di toilet itu.
“Tapi keburu ada yang mergoki sehingga dilaporkam ke Polda Metro Jaya,” imbuhnya.
Sejumlah barang bukti diamankan dari Richard. Saat ini Richard masih diperiksa di Polda Metro Jaya.(ADI)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
KPK mengagendakan pemanggilan terhadap ketua umum PPP M Romahurmuziy. Dia dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap usulan dana perimbangan daerah dalam RAPBN-P 2018.
“Diagendakan pemeriksaan 2 saksi untuk tersangka YP dalam kasus dugaan suap terkait dana perimbangan daerah,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (20/8/2018).
Selain Romahurmuziy, KPK akan memeriksa saksi lainnya Khaerudinsyah Sitorus. Dia menjabat sebagai Bupati Labuhan Batu Utara.
Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka yaitu mantan anggota Komisi XI DPR Amin Santono, Eka Kamaluddin (perantara), dan Yaya Purnomo (eks pejabat Kemenkeu), dan seorang kontraktor Ahmad Ghiast. Sumber dana untuk suap itu disebut berasal dari para kontraktor di Sumedang.
Ahmad diduga sebagai koordinator sekaligus pengepul dana dari para kontraktor itu. Uang kemudian diduga diberikan sebagai suap kepada Amin.
KPK juga tengah mendalami soal dugaan adanya aliran duit lainnya dalam kasus ini. Hal tersebut dilakukan KPK lewat pemeriksaan sejumlah kepala daerah.(NGO)