Florida –
Sebuah pesawat Boeing 737 tergelincir saat akan mendarat dan tercebur ke Sungai St. Johns River di wilayah Jacksonville, Florida, Amerika Serikat.
Tak ada korban dalam insiden yang terjadi pada Jumat (3/5) malam waktu setempat itu.
“Pesawat berada di perairan dangkal dan tidak tenggelam, dan semua orang selamat,” kata Kantor Sheriff Jacksonville seperti dilansir media CNN, Sabtu (4/5/2019).
Juru bicara Stasiun Udara Angkatan Laut Jacksonville menyatakan bahwa pesawat Boeing tersebut meluncur keluar dari landasan hingga tercebur ke Sungai St. Johns River pada pukul 21.40 waktu setempat. Pesawat tampaknya telah tergelincir dari landasan pacu bandara ketika mencoba untuk mendarat dan berakhir di sungai. Pesawat tersebut bertolak dari Guantanamo Bay, Kuba.
“Pesawat datang dari Stasiun Angkatan Laut Teluk Guantanamo, Kuba menuju Stasiun Udara Angkatan Laut Jacksonville dan jatuh ke sungai di akhir landasan, Stasiun Udara Angkatan Laut Jacksonville,” demikian disampaikan juru bicara tersebut.
“Para personel keamanan Angkatan Laut dan respons darurat tengah berada di lokasi dan memonitor situasi,” imbuhnya.
Badan Aviasi Federal AS, FAA menyatakan bahwa pesawat tersebut bukan pesawat komersial melainkan disewa oleh Departemen Pertahanan. Pesawat tersebut mengangkut 136 penumpang dan 7 kru.
Menurut FAA, dua orang mengalami luka-luka ringan. Sedangkan Kantor Sheriff Jacksonville menyatakan bahwa 21 orang telah dibawa ke rumah sakit dalam kondisi baik.(ADI)
Washington –
Sebuah penerbangan Alaska Airlines rute San Fransisco menuju Philadelphia terpaksa dialihkan. Pangkalnya, ada penumpang yang coba nyalakan rokok di dalam kabin.
Dilansir CNN, Kamis (11/4/2019), salah satu penumpang mencoba melanggar salah satu aturan utama perjalanan udara modern: tidak merokok di pesawat. Penumpang tersebut menolak mematuhi instruksi awak pesawat dengan mencoba menyalakan rokok dua kali.
Penerbangan red eye special flight itu pun harus dialihkan ke Chicago. Padahal pesawat sudah melewati setengah perjalanan.
Red eye special flight adalah penerbangan yang dilakukan di malam hari dan akan tiba di tujuan pada pagi hari. Istilah ini muncul karena para mata penumpang kebanyakan masih merah ketika pesawat baru mendarat.
Seharusnya pesawat mendarat satu jam lagi di Philadelphiia. Namun pilot mengalihkan pesawat untuk mendarat di Bandara Internasional O’Hare.
“Karena penumpang yang mengganggu di dalam dan karena kehati-hatian, penerbangan dialihkan ke Chicago dan mendarat pada pukul 4.22 waktu setempat,” kata Alaska Airlines kepada CNN.
Polisi Chicago mengatakan mereka diminta datang ke pesawat karena penumpang yang menyalakan rokok, yang ‘agak berperang’.
Sementara individu itu dikawal keluar dari pesawat tanpa insiden, pengalihan menambahkan satu jam ke penerbangan mata merah penumpang lain, karena pesawat membutuhkan pengisian bahan bakar.
Tidak jelas apakah penumpang akan menghadapi hukuman atas tindakan mereka. FAA yang memberlakukan peraturan mengatakan kepada CNN bahwa insiden tersebut sedang diselidiki.
Polisi Chicago mengatakan mereka tidak melakukan penangkapan. FBI dan US Marshals memberi tahu CNN bahwa mereka juga tidak melakukan penangkapan.
Menurut rekomendasi agensi sendiri, pramugari atau pilot yang bertanggung jawab harus mengajukan laporan ketidakpatuhan.
CNN telah bertanya kepada Alaska Airlines apakah kru dari penerbangan telah mengajukan laporan tetapi belum menerima tanggapan.(ADI)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB) atau Bandara Kertajati hingga setahun beroperasi masih sepi. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut pembangunan bandara tersebut tanpa kajian yang mendalam.
“Mungkin kurang penelitian, sehingga lokasinya tidak pas. Tidak pas untuk Bandung, tidak pas untuk Jakarta. Tanggung, jadi kalau mau ke Bandung, lewat Kertajati mesti naik mobil lagi sampai 100 km,” kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (9/4/2019).
JK mengatakan tidak bisa memaksa maskapai untuk menggunakan Bandara Kertajati. Dia menyebut lokasi sekitar bandara belum mendukung bandara tersebut.
“Karena airlines tidak bisa dipaksa kalau tidak ada penumpang. Siapa mau bayar kerugiannya? Kecuali di sekitar Kertajati itu Indramayu, Subang, atau apa lagi, berkembang baru bisa. Jadi sabar-sabar aja,” tuturnya.
JK menyebut bandara tersebut bisa dialihkan menjadi bandara militer. Namun dia menunggu kebijakan kementerian terkait untuk memajukan bandara itu.
“Ya mana bisa bandara dialihfungsikan. Ya bisa saja mungkin bandara militer. Bisa saja, Halim dipindahkan ke situ. Cuma bandara militer tidak butuh terminal. Terminalnya yang mahal. Ya lihatlah nanti ada usaha juga,” terangnya.
Sepinya Bandara Kertajati pun menimbulkan polemik dan berbagai persepsi miring. Pemprov Jawa Barat pun khawatir.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi hanya menanggapi singkat terkait sepinya Bandara Kertajati. Dia menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya untuk membuat bandara itu ramai.
“Bandara Kertajati sedang akan kita kembangkan,” ujarnya di Way Kanan, Lampung, Sabtu (6/4).
Menengok ke belakang, ide pembangunan Bandara Kertajati idenya sudah cukup lama digagas, yakni sejak 2003. Saat itu, pengusaha dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat (Jabar) berharap agar ada bandara di Jabar bagian Utara.
Hanya, groundbreaking bandara baru dilaksanakan pada Januari 2016. Terdapat perjalanan panjang untuk bisa menghadirkan bandara yang saat ini merupakan yang terbesar setelah Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) dari penetapan lokasi hingga pengadaan lahan.
Pembangunan bandara ini memakan biaya hingga Rp 2,6 triliun. Dananya sendiri tak sepenuhnya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena pemerintah menggunakan skema kemitraan dengan swasta.
Sempat ditargetkan selesai akhir 2017, namun berbagai kendala menghampiri pembangunan proyek ini. Namun pemerintah baru bisa memastikan proyek dapat selesai pada 2018. (MAD)
Washington DC –
Pihak Boeing menyampaikan permohonan maaf atas jatuhnya korban tewas dalam dua kecelakaan Boeing 737 MAX buatannya yang digunakan Ethiopian Airlines dan Lion Air. Untuk ke depan, Boeing bertekad mendapatkan kembali kepercayaan publik.
“Kami di Boeing, minta maaf atas hilangnya nyawa dalam kecelakaan-kecelakaan terbaru 737 MAX,” ucap CEO Boeing, Dennis Muilenburg, dalam pernyataannya seperti dilansir CNN, Jumat (5/4/2019).
“Tragedi-tragedi ini terus menjadi beban berat dalam hati dan pikiran kami, dan kami menyampaikan simpati kami kepada keluarga tercinta para penumpang dan awak pada penerbangan Lion Air 610 dan penerbangan Ethiopian Airlines 302,” imbuh Muilenburg.
Dalam pernyataannya, Muilenburg yang mewakili Boeing, untuk pertama kalinya mengakui peran sistem anti-stall atau MCAS (Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver) dalam dua kecelakaan tersebut. Muilenburg mengakui terjadinya ‘aktivasi keliru’ pada sistem MCAS Boeing 737 MAX 8. Sistem itu dirancang untuk mencegah posisi stall, namun malah membuat Ethiopian Airlines ET 302 dan Lion Air JT 610 jatuh.
Sistem MCAS disebut merespons data yang salah dari sensor angle-of-attack, yang menunjukkan pesawat bergerak terlalu ke atas dan berisiko mengalami posisi stalling. Angle-of-attack atau AOA merupakan sudut antara chordline sayap dengan arah udara yang melewati sayap pesawat.
“Jelas terlihat bahwa dalam kedua penerbangan (Ethiopian Airlines dan Lion Air), Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver, yang dikenal sebagai MCAS, diaktifkan sebagai respons atas informasi angle-of-attack yang keliru,” ujar Muilenburg dalam pernyataan pada Kamis (4/4) waktu setempat.
Muilenburg berjanji bahwa perbaikan software MCAS pada 737 MAX, yang kini tengah diproses, akan menjadikan pesawat itu sebagai salah satu pesawat paling aman yang pernah terbang.
“Kami selalu fokus, tanpa henti, pada keamanan dan akan selalu seperti itu. Ini yang menjadi inti dari Boeing. Dan kami tahu kami selalu bisa menjadi lebih baik,” tegas Muilenburg. “Tim kami bertekad untuk terus meningkatkan keamanan dalam kemitraan dengan industri dirgantara global dan komunitas yang lebih luas. Tanggung jawab bersama untuk keselamatan penerbangan yang telah menjangkau dan mengikat kita semua bersama,” imbuhnya.
Ditambahkan Muilenburg bahwa Boeing menyadari peran dan ketergantungan hidup banyak orang pada kinerja perusahaannya sebagai produsen pesawat terbang. Dia juga menyadari bahwa setiap orang yang menggunakan pesawat Boeing sebagai transportasi menempatkan kepercayaan tinggi pada perusahaannya.
“Bersama, kita akan melakukan semua hal yang mungkin didapat dan mendapatkan kembali kepercayaan dan keyakinan para konsumen kami dan publik dalam beberapa pekan dan bulan ke depan,” ujarnya.
“Lagi, kami sangat merasa sedih dan menyesal atas rasa sakit yang dipicu oleh kecelakaan-kecelakaan ini di seluruh dunia. Semua orang yang terdampak memiliki simpati terdalam kami,” tandas Muilenburg.(ARF)
Addis Ababa –
Pilot pesawat Boeing 737 MAX 8 milik maskapai Ethiopian Airlines ternyata telah mengikuti pedoman langkah-langkah darurat yang dibuat oleh Boeing, namun gagal mengendalikan pesawat hingga akhirnya jatuh.
Demikian diberitakan media The Wall Street Journal (WSJ) yang mengutip sumber-sumber yang mendapat penjelasan mengenai temuan awal penyelidikan jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines. Pesawat tersebut jatuh tak lama setelah lepas landas pada 10 Maret lalu di Ethiopia dan menewaskan 157 orang. Itu merupakan kecelakaan mematikan kedua yang melibatkan pesawat Boeing 737 MAX 8 dalam waktu kurang dari enam bulan, hingga menyebabkan penghentian sementara penerbangan Boeing 737 MAX secara global.
Usai kecelakaan pertama — pesawat Lion Air yang jatuh di Indonesia pada Oktober 2018 dan menewaskan 189 orang — Boeing mengeluarkan buletin yang mengingatkan para operator tentang pedoman darurat untuk membatalkan sistem anti-stall MCAS yang dikembangkan secara khusus di pesawat jenis MAX.
Menurut laporan WSJ seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (3/4/2019), pilot-pilot Ethiopian Airlines awalnya mencoba mengendalikan pesawat dengan mengikuti prosedur untuk mematikan Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver (MCAS). Namun upaya itu gagal untuk mendapatkan kembali kendali atas pesawat. Pilot-pilot kemudian menghidupkan kembali sistem MCAS ketika mereka mencoba menemukan cara lain untuk mengendalikan pesawat sebelum akhirnya pesawat jatuh.
Sumber-sumber mengatakan perincian terbaru itu didasarkan pada data yang diunduh dari rekaman kotak hitam pesawat.
Pemerintah Ethiopia mengatakan laporan awal mengenai kecelakaan itu kemungkinan akan dikeluarkan pada minggu ini.
MCAS diyakini menjadi faktor kunci dalam dua kecelakaan Boeing 737 MAX 8. Sistem ini dirancang untuk secara otomatis menurunkan hidung pesawat jika mendeteksi stall atau kehilangan kecepatan udara.
Berdasarkan perekam data penerbangannya, sebelum jatuh, pilot Lion Air 737 MAX juga berjuang untuk mengendalikannya ketika MCAS berulang kali mendorong hidung pesawat ke bawah.
Baik pesawat Lion Air dan Ethiopian Airlines yang sama-sama merupakan model Boeing 737 MAX 8, dilaporkan sempat terbang tinggi dan kemudian terjun dengan cepat, serta kecepatan udara yang berfluktuasi, sebelum jatuh tak lama setelah lepas landas.(ARF)
Washington –
Para penyelidik yang menyelidiki kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX 8 milik maskapai Ethiopian Airlines, telah mencapai kesimpulan awal. Disimpulkan bahwa sistem anti-stall telah diaktifkan sesaat sebelum pesawat menukik dan jatuh.
Menurut media ternama Amerika Serikat, Wall Street Journal seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (29/3/2019), temuan itu didasarkan pada data perekam penerbangan dan menjadi indikasi paling kuat bahwa sistem anti-stall yang dikenal sebagai MCAS, tidak berfungsi dengan baik saat kecelakaan Ethiopian Airlines pada 10 Maret lalu maupun saat kecelakaan Lion Air di Indonesia tahun 2018 lalu.
Dilaporkan Wall Street Journal, para pakar pemerintah AS tengah menganalisa detail-detail yang dikumpulkan para pakar Ethiopia selama beberapa hari terakhir. Disebutkan juga bahwa temuan ini telah disampaikan dalam briefing tingkat tinggi di Badan Aviasi Federal Amerika Serikat (FAA) pada Kamis (28/3) waktu setempat.
Sebelumnya pada Rabu (27/3) waktu setempat, raksasa penerbangan Boeing berjanji akan melakukan segala upaya untuk mencegah terulangnya tragedi di masa mendatang. “Kami akan melakukan segalanya untuk memastikan bahwa kecelakaan seperti ini tidak terjadi lagi,” tegas Mike Sinnett, wakil presiden strategi produk Boeing kepada para wartawan saat mengumumkan perbaikan atas perangkat lunak (software) penerbangan dari pesawat 737 MAX.
Perangkat lunak itu dikenal dengan sebutan maneuvering characteristics augmentation system (MCAS), yang berfungsi mencegah pilot menaikkan hidung pesawat terlalu tinggi dengan cara menukikkan pesawat secara otomatis.
Dalam kasus Lion Air JT610, MACS tidak bekerja dengan baik sehingga setiap kali pilot menaikkan hidung pesawat, MCAS aktif kembali dan menurunkan hidung pesawat. Insiden ini terjadi lebih dari 20 kali sebelum akhirnya Lion Air JT610 menghujam laut dan menewaskan ke-189 orang di dalam pesawat.
Badan Penerbangan Federal AS (FAA) mengatakan ada kemiripan antara peristiwa Lion Air dan Ethiopian Airlines. Boeing mengatakan perangkat lunak telah dimutakhirkan sehingga MCAS tak lagi berfungsi jika terdapat data sensor yang bertentangan. Dalam jumpa pers, Boeing menegaskan pemutakhiran ini bukanlah pengakuan bahwa sistem tersebut yang menyebabkan jatuhnya pesawat Lion Air dan Ethiopian Airlines.(ADI)
London –
Sebuah pesawat maskapai Inggris, British Airways, kedapatan terbang dan mendarat di tujuan yang salah. Pesawat yang lepas landas dari London, Inggris ini seharusnya terbang ke Dusseldorf, Jerman tapi malah mengudara ke Edinburgh, Skotlandia. Kok bisa?
Seperti dilansir AFP dan CNN, Selasa (26/3/2019), para penumpang baru menyadari adanya kesalahan saat pilot mengumumkan pesawat akan segera mendarat di Edinburgh, yang berjarak 800 kilometer dari Dusseldorf. Insiden yang terjadi pada Senin (25/3) waktu setempat ini membuat para penumpang kaget.
Setelah para awak pesawat menyadari adanya kesalahan, pesawat ini mengisi bahan bakar dan melanjutkan penerbangan ke Dusseldorf. Pesawat akhirnya mendarat di Jerman dengan penundaan lebih dari 3,5 jam.
Kesalahan tampaknya dipicu oleh rencana penerbangan yang salah, sehingga membuat pilot dan awak kabin meyakini penerbangan ini menuju Edinburgh.
Pesawat ini diketahui dioperasikan oleh perusahaan leasing Jerman, WDL Aviation, atas nama BA Cityflyer, anak maskapai British Airways. Rencana penerbangan yang tidak benar itu diajukan di kantor WDL Aviation di Jerman.
Maskapai British Airways menyatakan pihaknya tengah menyelidiki lebih lanjut insiden ini. “Kami tengah bekerja bersama WDL Aviation yang mengoperasikan penerbangan ini atas nama British Airways, untuk mencari tahu mengapa rencana penerbangan yang tidak benar diajukan,” sebut juru bicara British Airways itu.
“Kami meminta maaf kepada para konsumen atas gangguan perjalanan ini dan akan menghubungi mereka semua secara individu,” imbuhnya.
Pihak WDL Aviation dalam pernyataannya menyebut insiden ini sebagai ‘kekacauan jadwal penerbangan yang sangat disayangkan’.
“Kami bekerja secara saksama dengan otoritas terkait untuk menyelidiki bagaimana kekacauan jadwal penerbangan yang sangat disayangkan ini bisa terjadi. Tidak pernah keselamatan para penumpang menjadi kompromi. Kami menerbangkan para penumpang dengan penerbangan nomor BA3271 ke Dusseldorf setelah secara tak sengaja singgah di Edinburgh,” demikian pernyataan WDL Aviation.
Salah satu penumpang, Son Tran, menyebut insiden ini menarik. “Sementara ini sebuah konsep menarik, saya pikir tidak ada satu orang pun di dalam pesawat yang mengira akan mendapatkan lotre perjalanan penuh misteri ini,” ucapnya.
Penumpang lainnya, Sophie Cooke, menuturkan kepada BBC bahwa penantian di Edinburgh membuatnya ‘frustrasi’. “Toiletnya ditutup dan mereka kehabisan makanan ringan. Situasinya juga sangat pengap,” cetusnya.(ADI)
Addis Ababa –
Otoritas Ethiopia mengatakan kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines punya “kesamaan yang jelas” dengan kecelakaan pesawat Lion Air. Hal ini dinyatakan berdasarkan hasil analisis kotak hitam (black box).
“Itu adalah kasus yang sama dengan yang terjadi di Indonesia (Lion Air). Ada kesamaan yang jelas antara dua kecelakaan sejauh ini,” kata juru bicara Kementerian Transportasi Ethiopia, Muse Yiheyis, seperti dilansir Reuters, Senin (18/3/2019).
Diketahui, kedua pesawat merupakan Boeing 737 MAX 8. Keduanya juga jatuh beberapa menit setelah lepas landas setelah pilot melaporkan masalah pada kontrol penerbangan.
Penyelidik sedang mencoba untuk menentukan mengapa pesawat jatuh ke sebuah lapangan tak lama setelah lepas landas dari Addis Ababa, mencari kemungkinan kesamaan dengan kecelakaan Lion Air yang terjadi pada Oktober 2018 lalu di mana menyebabkan 189 orang tewas.
“Data berhasil dipulihkan. Baik tim Amerika dan tim kami (Ethiopia) mengesahkannya. Menteri berterima kasih kepada pemerintah Prancis. Kami akan memberi tahu Anda lebih banyak setelah tiga atau empat hari,” kata Muse Yiheyis kepada Reuters.
Di Washington, pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) dan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB) belum memvalidasi data.
Ketika penyelidik, setelah meninjau data kotak hitam, kembali ke Addis Ababa dan mulai melakukan pekerjaan interpretatif, NTSB dan FAA akan membantu dalam verifikasi dan validasi data, kata seorang pejabat.
Di Paris, agen investigasi kecelakaan udara BEA Prancis mengatakan data dari perekam suara kokpit jet telah berhasil diunduh. BEA mengatakan lewat akun Twitter bahwa mereka tidak mendengarkan file audio dan bahwa data telah ditransfer ke penyelidik Ethiopia.
Di Addis Ababa, seorang sumber yang mendengarkan rekaman kontrol lalu lintas udara dari komunikasi pesawat itu mengatakan penerbangan 302 memiliki kecepatan luar biasa tinggi setelah lepas landas sebelum pesawat melaporkan masalah dan meminta izin untuk naik dengan cepat.(MAD)
Tokyo –
Otoritas Jepang dan Rusia ikut memberlakukan larangan terbang bagi pesawat Boeing 737 MAX di wilayahnya. Kedua negara itu bergabung bersama negara-negara lain yang telah lebih dulu melarang Boeing 737 MAX usai jatuhnya pesawat tipe tersebut di Addis Ababa, Ethiopia.
Seperti dilansir Reuters dan AFP, Kamis (14/3/2019), Kementerian Transportasi dan Pertanahan Jepang memerintahkan maskapai-maskapai asing untuk tidak menerbangkan pesawat Boeing 737 MAX ke bandara manapun di wilayah Jepang.
“Larangan tidak akan dicabut hingga kami bisa memastikan keamanannya,” tegas seorang pejabat kementerian Jepang yang enggan disebut namanya kepada AFP.
Saat ini, tidak ada maskapai Jepang yang memiliki pesawat Boeing 737 MAX. Maskapai All Nippon Airways (ANA) baru berencana membeli 30 unit Boeing 737 MAX.
Kementerian Transportasi dan Pertanahan Jepang tidak merilis instruksi apapun untuk rencana pembelian oleh maskapai ANA itu. “Pada dasarnya, setiap perusahaan swasta harus mengambil keputusan sendiri,” ucapnya.
Sementara itu, Otoritas Penerbangan Rusia dalam pernyataan pada Kamis (14/3) waktu setempat menangguhkan penerbangan setiap pesawat Boeing 737 MAX di wilayah udaranya. Larangan terbang ini dilaporkan kantor berita Interfax yang mengutip Direktur Otoritas Penerbangan Rusia.
Awal pekan ini, maskapai Rusia, S7 Airlines, menangguhkan operasional penerbangan yang menggunakan pesawat Boeing 737 MAX 8. Penangguhan dilakukan hingga maskapai itu mendapat data jelas soal penyebab kecelakaan Ethiopian Airlines pada Minggu (10/3) yang menewaskan 157 orang.
Maskapai S7 Airlines menyatakan pihaknya memiliki total 96 pesawat, dengan dua di antaranya merupakan tipe Boeing 737 MAX 8. S7 Airlines menjadi satu-satunya maskapai Rusia yang memiliki pesawat tipe ini.
Pada Rabu (13/3) waktu setempat, Amerika Serikat (AS) akhirnya meng-grounded seluruh pesawat Boeing 737 MAX di wilayahnya. Keputusan ini diambil setelah Otoritas Penerbangan Federal (FAA) mendapatkan bukti baru dan data satelit yang mengindikasikan kemiripan kecelakaan Ethiopian Airlines dengan kecelakaan Lion Air JT610 di Indonesia pada Oktober 2018. (ADI)
Kuala Lumpur –
Pemerintah Malaysia secara resmi melarang Boeing 737 MAX 8 terbang di wilayahnya. Malaysia mengikuti delapan negara lainnya yang sudah lebih dulu melarang pesawat tersebut.
“Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia melarang operasi Boeing 737 MAX 8 terbang dari dan ke Malaysia sampai ada pemberitahuan selanjutnya,” kata Kepala Eksekutif Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia Nizar Zolfakar seperti dilansir AFP, Selasa (12/3/2019).
Zolfakar mengatakan pertimbangan dalam melarang pesawat Boeing 737 MAX 8 karena adanya dua kecelakaan fatal dalam waktu kurang dari lima bulan. Pemerintah Malaysia mengatakan saat ini tidak ada operator yang menerbangkan pesawat model tersebut.
Meski demikian, Malaysia Airlines diketahui telah memesan beberapa pesawat Boeing 737 MAX 8. Pemerintah telah meminta Malaysia Airlines mengkaji kembali pembelian tersebut.
Singapura, Argentina, Australia, Korea Selatan, Mongolia, China, Meksiko, dan Indonesia telah melarang pengoperasian Boeing 737 MAX 8. Pelarangan menyusul kecelakaan Ethiopian Airlines yang menewaskan keseluruhan 157 penumpang dan krunya.
Tipe pesawat tujuan Nairobi, Kenya itu sama dengan pesawat Lion Air yang jatuh pada Oktober 2018 lalu dan menewaskan 189 orang.(ARF)