JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap 25 terpidana kasus narkoba pada 2016. Menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, jika sudah ada vonis, eksekusi harus segera dilaksanakan.
“Hukuman mati itu masih masuk hukum positif di Indonesia. Jadi mau nggak mau harus segera dilaksanakan. Apalagi putusan hukumnya sudah in kracht dan tidak ada lagi upaya hukumnya, seperti PK dan lainnya,” ujar Fickar saat berbincang dengan khatulistiwaonline, Jumat (10/2/2017).
Menurutnya, Kejaksaan Agung adalah otoritas untuk melaksanakan eksekusi, tanpa harus menunggu pertimbangan dari presiden.
“Sekarang tergantung pada Kejaksaan Agung sebagai pelaksana, eksekutornya. Karena hal ini adalah wewenang jaksa, selain menuntut tapi juga melaksanakan putusan. Tapi kembali lagi semua tergantung pada presidennya juga,” ujar Fickar.
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan Kejaksaan tidak akan menghentikan eksekusi mati. Hal itu dia sampaikan dalam rapat kerja di DPR pada Rabu (1/2).
“Kami tidak pernah menyatakan menghentikan eksekusi mati. Hanya saja, tentunya kita melihat kepentingan lain yang lebih besar,” kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan.
Sebagaimana diketahui, pada 2016 Kejaksaan Agung hanya mengeksekusi mati empat orang, dan 10 orang yang sudah masuk ruang isolasi tiba-tiba ditunda eksekusi matinya. Keempat orang yang dieksekusi adalah:
1. Freddy Budiman (Indonesia)
2. Michael Titus Igweh (WN Nigeria)
3. Humprey Ejike (WN Nigeria)
4. Seck Osmane (WN Afsel) (MAD)