JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Tak ada aktivitas mencolok di Diskotek Mille’s siang ini setelah operasionalnya dihentikan atas keputusan Pemprov DKI. Hanya ada sejumlah petugas keamanan yang masih berjaga di klab malam yang jadi sorotan karena kasus perwira polisi membawa sabu.
Pantauan khatulistiwaonline, Kamis (13/10/2016), belum ada segel penutupan dari pihak Pemprov DKI. Tak ada papan pemberitahuan yang menyatakan aktivitas dunia malam di Mille’s ditutup total karena keputusan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“No comment, sudah tutup dari kemarin,” ujar seorang satpam yang ditemui.
Sambil bergegas masuk ke dalam ruangan, satpam yang menolak menyebutkan namanya ini hanya ‘nyeletuk’ soal nasib karyawan di Mille’s. “Karyawan pada susah,” ujarnya.
Pemprov DKI mengirimkan surat penutupan Mille’s pada Selasa (11/10). Ahok meminta agar Mille’s ditutup setelah tertangkapnya AKP Sunarto, yang kedapatan membawa sabu dan pil ekstasi.
Keputusan ini langsung diikuti pihak manajemen Mille’s dengan melakukan penutupan pada Rabu (12/10). Kepala Satpol PP DKI Jupan Royter mengatakan penutupan akan dilakukan dengan penyegelan yang kemungkinan dilakukan hari ini.(RED)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Presiden Jokowi ingin agar kasus pembunuhan Munir Thalib diusut tuntas. Istri almarhum Munir, Suciwati meminta bukti nyata dari kebijakan tersebut.
“Kalau soal permintaan-permintaan itu sama saja gayanya seperti yang dulu. Saya menantikan aksi, kerja nyatanya saja,” ujar Suciwati dalam perbincangan, Kamis (13/10/2016).
Menurut Suci, untuk mengusut kasus Munir hingga tuntas diperlukan tekad yang besar dari pemerintah dan penegak hukum. Jangan hanya setengah-setengah.
“Tidak cuma sampai ke dokumennya saya pikir. Penegak hukum, polisi, jaksa dan hakimnya harus berani dan beritegritas. Kalau tidak, ya cuma kayak dulu aja. Berhenti kasusnya,” ujar Suci.
Suci akan menunggu bukti dari keseriusan pemerintah terkait kasus Munir.
“Buktikan saja dulu,” ujar Suci.
Jokowi meminta kepada Jaksa Agung Prasetyo untuk mencari dokumen investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) Munir. Diyakini dalam dokumen itu banyak petunjuk dan bukti baru untuk membuka kembali kasus Munir.(RED)
PEKANBARU, khatulistiwaonline.com
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengapresiasi Bripka Rudi Pardede yang meraih gelar doktor hukum predikat cumlaude. Kapolresta Pekanbaru Kombes Tonny Hermawan mengaku kaget, karena prestasi anak buahnya langsung mendapat perhatian dari pucuk pimpinan tertinggi.
“Iya mas, saya tuh kaget. Pagi-pagi Kapolda Riau (Brigjen Zulkarnain) menelepon saya dan langsung memerintahkan untuk mengumpulkan anggota untuk apel,” kata Kombes Tonny Hermawan dalam perbincangan dengan wartawan online khatulistiwa, Kamis (13/10/2016).
Toher begitu sapaan akrabnya Kapolresta Pekanbaru ini, menjelaskan, bahwa tadi pagi Kapolri menghubungi langsung Kapolda Riau. Kapolri menyampaikan apresiasinya kepada Bripka Rudi Pardede. Dan apresiasi itu harus disampaikan langsung kepada Bripka Rudi Pardede di hadapan seluruh anggota.
“Pak Kapolri katanya membaca profil Bripka Rudi Pardede Peraih gelar doktor dari detikcom,” kata Toher.
“Sungguh ini sebuah kebanggaan khususnya di jajaran Polresta Pekanbaru dan Polda Riau. Saya benar-benar kaget mendapat apresiasi langsung dari Kapolri. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada detikcom,” kata Toher.
Dia menyebutkan, dengan penyampaian apresiasi langsung dari Kapolri lewat Kapolda Riau di hadapan anggota, hal itu bisa memicu semangat anggota Polri untuk terus berprestasi.
“Saya turut bangga dan senang atas perhatian langsung dari Kapolri. Kiranya perhatian langsung dari pimpinan kami ini, bisa memicu anggota lainnya untuk berprestasi seperti Bripka Doktor Rudi Pardede. Dia (Rudi Pardede) adalah aset buat kami dalam bidang sumber daya manusia,” kata Toher.
Toher juga merasa salut, anggotanya Rudi Pardede (38) yang mengemban tugas sebagai anggota reserse bisa dengan tekun meniti kariernya bidang akademik hingga meraih gelar doktor hukum dari Universitas Islam Bandung (Unisba) dengan prediket cumlaude.
“Dia (Rudi Pardede) kuliah dengan biaya sendiri hingga meraih doktor hukum. Satu sisi, dia juga tidak pernah melalaikan tugasnya sebagai anggota reserse,” kata Toher.
Menurut Toher, selama ini Rudi Pardede adalah sebagai pengacara di tubuh Polri terutama di Polresta Pekanbaru. Dengan keahliannya bidang hukum, Rudi Pardede ayah dari 3 orang anak itu, mengemban tugas khusus menjadi pembela di persidangan bila Polresta Pekanbaru dipraperadilankan atau digugat secara perdata oleh publik.
“Kita bangga punya aset anggota seperti dia (Rudi). Semoga kegigihan Rudi menjadi doktor, dapat sebagai contoh buat anggota lainnya,” tutup Toher.(RED)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR, termasuk memutuskan agar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjadi eksekutor hukuman kebiri. Meski telah menjadi UU, sesuai kode etik dan sumpah profesi seorang dokter, IDI menyatakan tak dapat melaksanakan tugas sebagai eksekutor.
“Sesuai dengan keluhuran etika dan profesi yang bersifat universal, dokter di instansi manapun selama dia melafalkan sumpah dokter dan mengikuti etika kedokteran, tidak bisa menjadi eksekutor,” ujar Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota IDI dr H. N. Nazar saat dihubungi detikcom, Rabu (12/10/2016) malam.
Meski menolak untuk menjadi eksekutor, Nazar menegaskan kalau IDI sejak awal setuju dengan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual. Penegasan ini juga menjadi penjelasan kalau IDI tak menentang hukuman ekstra bagi pelaku tersebut.
“Waktu Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi VIII dan IX sekali lagi kami di IDI memang setuju sekali dengan hukuman tambahan. Malah kami mengajukan dari tahun lalu sebelum Perpu keluar, hukuman tambahan berupa sepertiga kali hukuman pokoknya tetap di dalam menjadi kurungan badan, kemudian hukuman sosial dan rehabilitasi,” jelas Nazar.
“Kami dalam prinsipnya tidak menentang hukuman tambahan, tapi dalam hal ini untuk kebiri IDI punya sikap. Jadi jangan ada tendensi, misleading, dan multitafsir mengenai IDI menolak atau menentang. Tidak. Sekarang setelah menjadi UU, kami sebagai warga negara tidak boleh menentang UU, tapi kami akan mengadvokasikan dan memberikan solusi,” tegasnya.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pada Rabu, (12/10). Menteri Perempuan dan Pemberdayaan Anak Yohana Yembise mengatakan setelah menjadi UU, IDI tak dapat menolak untuk menjadi eksekutor hukuman kebiri sebagai hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual.
“Ini sudah menjadi UU, jadi mau enggak mau harus diikuti. IDI (tetap sebagai eksekutor, -red) akan diikutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP),”kata Yohanna di Kompleks Parlemen, Senayan, (12/10).
Yohana memastikan, kementeriannya akan segera menyiapkan peraturan pemerintah untuk mekanisme pelaksanaannya. Terkait dengan permintaan dari Fraksi Gerindra dan PKS yang sudah berancang-ancang untuk merevisi undang-undang tersebut, Yohana berjanji akan menyempurnakan peraturan ini.
“Kami akan tindaklanjuti, tadi ada beberapa catatan yang diminta untuk kita liat kembali. Tapi tetap sudah disetujui jadi UU. Jadi kami dari kementerian dan kementerian terkait bisa membuat PP untuk itu yang saya katakan tadi rehabilitasi sosial, kebiri dan pemasangan chips ditubuh pelaku,” ungkapnya.(RED)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com – Sidang pembacaan nota pembelaan pihak Jessica Kumala Wongso kembali dilanjutkan. Di awal sidang Hakim Kisworo sempat bertanya apakah Jessica dalam kondisi yang sehat untuk melanjutkan sidang.
“Sehat Yang Mulia,” jawab Jessica di PN Jakarta Pusat, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (13/10/2016).
Dalam pledoi yang dibacakan tim kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan kembali mempertanyakan keterangan saksi ahli Ahli Kriminologi UI Prof Ronny Rahman Nitibaskara yang menggunakan ilmu membaca wajah atau fisiognomi.
“Bahwa saksi ahli menerangkan dalam kesaksiannya dalam perkara dan memberi kesimpulan yang tidak behubungan dengan keilmuan seperti mengomentari CCTV dan gesture,” kata Otto Hasibuan.
Otto mengatakan Ronny mengambil kesimpulan dengan fisiognomi bahwa telah terjadi kejahatan yang direncanakan.
Menurutnya, Jessica tidak bisa dijerat hukuman hanya dengan menggunakan cara membaca wajah dan mengabaikan ketentuan yang ditetapkan KUHAP.
“Apabila bisa menerima terdakwa dijerat melalui ilmu fisiognomi atau membaca wajah, maka kita langsung bisa mengatakan bahwa ini telah menhancurkan seluruh ilmu hukum yang kita pelajari selama ini,” ujar Otto.
Otto menyatakan keterangan fisiognomi ini sama seperti meniadakan KUHAP dan mengabaikan undang-undang dasar yang seharusnya bisa memberikan kepastian kepada seorang warga negara.
“Fisiognomi tidak bisa dipakai untuk menentukan sesorang sebagai penjahat, saya tegaskan gesture juga tidak bisa dipakai untuk menyimpulkan seseorang melakukan kejahatan,” tegasnya.(RED)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com – Sidang pembacaan nota pembelaan pihak Jessica Kumala Wongso kembali dilanjutkan. Di awal sidang Hakim Kisworo sempat bertanya apakah Jessica dalam kondisi yang sehat untuk melanjutkan sidang.
“Sehat Yang Mulia,” jawab Jessica di PN Jakarta Pusat, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (13/10/2016).
Dalam pledoi yang dibacakan tim kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan kembali mempertanyakan keterangan saksi ahli Ahli Kriminologi UI Prof Ronny Rahman Nitibaskara yang menggunakan ilmu membaca wajah atau fisiognomi.
“Bahwa saksi ahli menerangkan dalam kesaksiannya dalam perkara dan memberi kesimpulan yang tidak behubungan dengan keilmuan seperti mengomentari CCTV dan gesture,” kata Otto Hasibuan.
Otto mengatakan Ronny mengambil kesimpulan dengan fisiognomi bahwa telah terjadi kejahatan yang direncanakan.
Menurutnya, Jessica tidak bisa dijerat hukuman hanya dengan menggunakan cara membaca wajah dan mengabaikan ketentuan yang ditetapkan KUHAP.
“Apabila bisa menerima terdakwa dijerat melalui ilmu fisiognomi atau membaca wajah, maka kita langsung bisa mengatakan bahwa ini telah menhancurkan seluruh ilmu hukum yang kita pelajari selama ini,” ujar Otto.
Otto menyatakan keterangan fisiognomi ini sama seperti meniadakan KUHAP dan mengabaikan undang-undang dasar yang seharusnya bisa memberikan kepastian kepada seorang warga negara.
“Fisiognomi tidak bisa dipakai untuk menentukan sesorang sebagai penjahat, saya tegaskan gesture juga tidak bisa dipakai untuk menyimpulkan seseorang melakukan kejahatan,” tegasnya.(RED)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Salah satu perusahaan air minum mineral kemasan yang dikelola PT. Sumber Warih Sejahtera ( SWS ) akan dilaporkan ke Markas Besar ( Mabes ) Kepolisian Negara Republik Indonesia di Jalan Trunojoyo Nomor 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sebab, PT. SWS diketahui warga tidak mempergunakan air baku yang sehat seperti dari pegunungan atau dari sumber air bersih dalam rangka memproduksi air mineral kemasan.
“Selain melaporkan PT. SWS ke Polri, warga juga mengancam melaporkan kasus perkara air minum kemasan bermerk “Aya”itu kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada Dirjen Pengelolaan Sumber Daya Air ( SDA ) berikut kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta kepada Kementerian Perindustrian,” kata Sumber Koran ini tanpa bersedia menyebutkan namanya.
Sumber yang pernah bekerja pada PT. SWS sebagai bidang pemasaran mengungkapkan, bahwa modus operandi pihak PT. SWS menanamkan pipa besar dalam tanah sepanjang beberapa kilometer sampai ke tepian sungai Pesanggrahan itu sebenarnya menyalahi perundang -undangan yang ada. “Tetapi, saya tidak bekerja lagi. Saya sudah berhenti bekerja. Kalau mau lihat bukti pipa besar untuk menyedot air dari kali/ sungai pesanggrahan itu, ayo saya temani ajak sumber itu. Benar, dan benar sekujur batang besi berukuran besar melintang dari tepian sungai higgga melintasi areal perumahan Palem Ganda.
Lebih lanjut Surat Kabar Khatulistiwa, mempertanyakan, jikalau musim kemarau atau musim kering, ini sungai akan kering alias tidak memiliki air untuk disedot PT. SWS,” tanya wartawan Khatulistiwa. Responden tersebut menyatakan, selain sumber air yang disedot dari sungai Pesanggrahan, didalam pabrik pihak PT. SWS membuatkan sumur air berkedalaman sampai melebihi 100 meter.
Rohili, warga lainnya menyatakan, melihat dan memperhatikan pelanggaran yang ditimbulkan pihak PT. SWS itu selama ini, warga sebenarnya mau melaporkanya ke aparat hukum. Itu sumur belum tentu memiliki perijinan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau Dinas Pertambangan Pemkot Depok. Begitu juga perijinan lainya, seperti pengelolaan air dari Kementerian PUPR Dirjend Sumber Daya Air. Berikut perijinan dari kementerian terkait seperti KLH, Perindustrian yang serta merta pada Dinas yang berhubungan dengan kementerian tersebut. Pokoknya, peredaran air minun kemasan mineral PT. SWS itu tidak diedarkan di wilayah Depok dan Jabodetabek.
Jaka, warga yang mengaku pendatang dan sudah melebihi 10 tahun tinggal di wilayah hukum berdirinya atau beroperasinya PT. SWS selaku produsen air minum mineral kemasan bermerek “Aya “ itu, telah lama mengetahui kompleksitas pelanggaran hukum oleh PT. SWS. Mudah- mudahan dengan diungkapkan Surat Kabar Khatulistiwa permasalahanya, akan terbongkar mafia pelanggaran hukum yang dilakukan air minum “aya itu,” ucapnya. Kita warga hanya melihat dan menyaksikan mobil- mobil truk pengangkut air mineral kemasan dari pabrik tersebut,” timpal yang lain dekat areal pabrik. Sementara, ketika hal ini hendak dikonfirmasikan kepada pihak PT.SWS baru- baru ini tidak berhasil. Petugas Security yang tidak humais itu menjadi penghalang. (GUL).
TANGERANG, khatulistiwaonline.com
Warga Perumahan Taman Royal, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang mempertanyakan pembangunan Cluster Royal Arum. Pasalnya, lokasi pembangunan Cluster Royal Arum tersebut sebelumnya merupakan fasilitas umum (fasum) atau lahan eks kolam renang. “Cluster Arum itu awalnya fasilitas umum berupa kolam renang dan fasilitas olahraga. Kemudian oleh pengembang diubah menjadi komersil dengan dijadikan rumah tinggal. Sementara menurut informasi belum ada persetujuan untuk pembangunan dan perubahan fasos/fasum,” ujar warga.
Masih menurut warga, hingga pembangunan cluster tersebut berjalan, mereka belum mengetahui tentang kelengkapan berkas administrasi serta mengenai perubahan peruntukannya. “Sampai saat ini kami masih mempertanyakan pembangunan cluster itu, apakah sudah sesuai peruntukan apa tidak, dan apakah sudah ada izin, baik izin prinsip, izin perubahan, serta IMB dari Pemkot Tangerang,” tuturnya.
Jika Pemkot Tangerang telah mengeluarkan izin untuk pembangunan Cluster Royal Arum, bukan tidak mungkin ada indikasi pelanggaran dan korupsi. Untuk itu, warga berharap Pemkot Tangerang memberikan penjelasan mengenai ada tidaknya izin yang dimiliki oleh pihak pengembang, sehingga merubah fasum tersebut menjadi perumahan. (NGO )
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sebanyak 14 orang terkait dugaan korupsi proyek pemeliharaan dan operasional banjir di Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Kota Administrasi Jakarta Barat, tahun anggaran 2013.
Proyek Swakelola bernilai Rp 66,649 miliar untuk empat paket pekerjaan yang terdiri Pemeliharaan Insfrastruktur Saluran Lokal, Pemeliharaan Saluran Drainase Jalan, Pengerukan dan Perbaikan Saluran Penghubung, dan refungsionalisasi Kali itu, telah menetapkan tiga orang mantan Kepala Suku Dinas ( Kasudin ) sebagai tersangka dan sudah proses penuntuan hukum.
Menurut Koordinator Jakarta Corruption Wacth ( JCW ) Manat Gultom, dugaan korupsi pada Sudin Tata Air Koadmin Jakbar tersebut, pihaknya memiliki dan memperoleh data pasca pengaduan ke Jaksa Agung 2014 lalu yakni, pihak- pihak Kasudin dibantu Kepala Seksi (Kasie ) melakukan peristiwa tindak pidana korupsi dengan modus operandi pemalsuan- pemalsuan dokumen yang seolah- olah proyek telah dilaksanakan pihak ketiga. Adapun modus operandi lainya, adalah memotong anggaran dan meminjam bendera dalam rangka mendapatkan fee proyek.
“Sebanyak Rp 3,9 miliar tersangka Monang Ritonga saat menjabat Kasudin PUTA Kota Administrasi Jakarta Barat untuk periode November 2012 sampai April 2013. Kemudian sebesar Rp 7,036 miliar oleh tersangka Wagiman saat menjabat Kasudin Puta Koadmin Jakbar periode April 2013 sampai Agustus 2013, dan Rp 8,9 miliar oleh tersangka Pamudji saat menjabat Kasudin Puta jakarta Barat Agustus 2013 sampai Desember 2013.
Berdasarkan data JCW, setelah menetapkan tiga mantan Kasudin Puta Koadmin Jakarta Barat itu, penyidik Jampidsus Kejagung terus mengembangkan keterilbatan para Kepala Seksi di lingkungan Sudin. Delapan tersangka, masing- masing, Yoyo Suryanto ( Staf Administrasi Seksi Pemeliharaan Sudin Puta Jakbar , 2013 ), Raden Sugiarto ( Mantan Kasie Dinas Tata Air Kecamatan Kebun Jeruk pada Sudin Puta Jakbar, 2013).
“Lalu Sukari ( Mantan Kasie Dinas Tata Air Kecamatan Kembangan pada Sudin Puta jakbar, 2013). Kemudian, Heri Setyawan ( Staf Administrasi Seksi Pemeliharaan pada Sudin Puta Jakbar 2013 ), Heddy Hamrullah ( Mantan Kasie Dinas Tata air Kecamatan Cengkareng pada Sudin Puta Jakbar 2013. Serta, Amir Pangaribuan ( Mantan Kasie Pemeliharaan pada Sudin Puta Jakbar 2013), Ahmad Mawardi ( Staf Administrasi Seksi Pemeliharaan Sudin Puta Jakbar 2013 ), Eko Prihartono ( Mantan Kasie Tata Air Kecamatan Grogol Petamburan pada Sudin Puta Jakabar, 2013 ).
Manat, mengatakan, selain menetapkan delapan tersangka korupsi dana swakelola banjir dari korps PNS, penyidik juga menetapkan pihak rekanan sebagai tersangka yakni, Binahar Pangaribuan, dan Arnold Welly Arde ( PT. Sitra Cisangge ). Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka setelah penetapan tiga mantan kasudin merupakan bagian bentuk- bentuk korupsi yang dilakukan oleh Monang Ritonga, Wagiman dan Pamudji,” ujar Manat.
Dimata JCW, bahwa beberapa oknum pejabat dan rekanan yang dijadikan tersangka korupsi dana swakelola banjir tahun 2013 untuk wilayah Jakarta Barat, hanya berupa tumbal. Sedangkan pejabat yang lebih tinggi masih belum ditetapkan sebagai tersangka. Dan pejabat yang dimaksud yang lebih tinggi adalah mantan Walikota Fatahillah dan Walikota Anas Effendi. Dua walikota ini disebut menerima dana Rp 4,8 miliar dan Rp 4,8 miliar alias berjumlah Rp 9,6 miliar diberikan kepada keduanya lantaran ketika menjabat sebagai Ketua Pelaksana Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional dana banjir tersebut.
“Dan ironisnya, penyidik Pidsus Kejagung telah memeriksa Martadinata selaku Bendahara Walikota Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. Pemeriksaan kepada bendahara Walikota Jakarta Barat untuk membidik aliran dana sebanyak Rp 9,6 miliar kepada dua walikota pasca penatausahaan penanganan dana banjir. Hakikatnya menurut JCW, kedua walikota Jakarta Barat sangat layak dijadikan sebagai tersangka jikalau diselaraskan tugas dan tanggungjawabnya dalam kewenangan keduanya. Pasalnya, selain selaku Ketua Pelaksana Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional Dana Banjir, berlandaskan Peraturan Menteri Dalam Negeri ( Permendagri ) Nomor 32 Tahun 2011 dan Permendagri Nomor 27 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan/ Pelaksanaan APBD 2012 dan 2013, yang serta merta oleh Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor 58 Tahun 2005 Dipenyusunan, Pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menyiratkan bahwa Walikota Jakarta Barat dalam pelaksanaan/penerapan fungsi/ program APBD seperti dana swakelola banjiradalah selaku Kuasa Pengguna Anggaran ( KPA ).
Artinya, selaku KPA, dua walikota tersebut menjadi kekuasaan atas pengelolaan dana sebesar Rp 66,649 miliar. Otoritas hukum Walikota Anas Effendi dan mantan Walikota Fatahillah tidak bisa dilepaskan begitu saja terhadap aturan dan perintah Permendagri, PP 58/ 2005 serta undang undang Keaungan Negara. Perintah Pasal 23 UUD 1945 harus diterapkan penyidik kepada dua walikota tersebut. “Domain” kolektif kolegial konstitusi yang mengharuskan pelaksaanaan APBD harus dilaksanakan secara terbuka, profesional, dan bertanggungjawab sebesar- besarnya kemakmuran rakyat adalah rumusan penindakan hukum oleh tim penyidik Jampidsus Kejagung.
Bentuk- bentuk korupsi dengan korupsi yang bersifat terselubung maupun korupsi dengan korupsi yang bersifat ganda dalam peristiwa tindak pidana terkait proyek pengendali banjir di Jakarta Barat tahun 2013, menurut pihak JCW yakni, teknik rumusan pasal-pasal dalam Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang harus beriringan terhadap kekuasaan kedua walikota tersebut.
Dan terpenting menurut yang berlaku secara umum atau menurut hukum, bahwa oleh karena pengembangan kasus korupsi dana swakelola banjir di Jakarta Baratlah, adalah kasus serupa pada SDPUTA Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan SDPUTA Jakarta Utara terkuak.
“Untuk Jakarta Selatan dan Jakarta Timur sudah ada tersangkanya. Tinggal SDPUTA Jakarta Pusat dan Jakarta Utara masih lidik ( penyelidikan ). Khusus untuk tahun anggaran 2014 belum pengusutan. Sesuai data dalam pelaporan JCW ketika Jaksa Agung dijabat Basrief Arief, melaporkan peristiwa tindak pidana korupsi berlaku secara sama pada tahun 2013. Sejatinya, Jaksa Agung HM. Prasetyo selaku penyidik hukum korupsi tertinggi, menjadikan dua walikota Jakarta Barat selaku tersangka korupsi dana banjir. Sebab, pada peristiwa untuk tahun 2014 akan terungkap pihak walikota pada Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Walikota Jakarta Utara. Korelasi KPA dan Ketua Pelaksana Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional Dana Banjir kepada tugas, tanggungjawab dan kewenangan tiap walikota adalah berlaku dan berbuat secara sama menurut kaidah hukum saperti pada tahun anggaran 2013,” tegasnya Manat.
Penangangan korupsi dana swakelola banjir pada SDPUTA Koadmin Jakarta Barat, tuntutan publik kepada tim penyidik Jampidsus Kejagung supaya lebih profesional sangatlah beralasan. Kaburnya Amir Pangaribuan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sama dengan kasus mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum ( DPU ) DKI Erry Basworo. Jaksa Agung harus belajar terhadap kasus mantan DPU DKI Provinsi DKI Jakarta yang telah ditetapkan selaku tersangka korupsi sesuai surat Perintah Penyidikan ( Sprindik ) Nomor Print 68/ 6.2/ fd.1/ 2014. Meski sudah berstatus tersangka, Erry Basworo sampai kini belum tersentuh proses hukum lebih lanjut. Berbeda dengan Rifiq Abdullah mantan Kepala Bidang Pemeliharaan Sumber Daya Air ( SDA ) dan Dirut PT. Asiana Technologies Lestari Noto Hartono yang sudah diputus bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta. Keduanya divonis masing- masing 1,5 tahun. Sedangkan, kasus Erry Basworo menggantung. Akankah, penyelidikan/ penyidkan hukum korupsi kepada dua walikota Jakarta Barat menyerupai ‘ketergantungan ‘ seperti kasus Erry Basworo,” tanya Manat mempertanyakan penerapanan hukum korupsi di Kejagung.
Sebab, pasca penyelidikan/ penyidikan kasus Erry Basworo, pihak JCW selaku pelibatan hak sipil dan hak hukum yang melaporkan kasus jaringan sampah DPU DKI tahun 2013 itu, pihak lembaga kami menyuarakan secara tidak langsung perkara EB kapada Basrief Arief selaku Jaksa Agung ketika itu, dalam salah satu media cetak nasional, berjudul: “Penanganan Perkara, Petinggi Kejagung Dituding Jadi Beking”. Berita itu dalam rangka mengkritik terahadap informasi yang diterima dan dieropleh JCW, yakni, belum ditahan dan dituntutnya Erry Basworo di pengadilan lantaran ada orang kuat yang menjadi bekingnya. Orang kuat dimaksud merupakan Mantan petinggi Kejagung, dengan jabatan terakhir eselon I atau setingkat Jaksa Agung Muda ( JAM ). Padahal, masyarakattelah menyimpan dan memiliki data berkait penanganan korupsi, tetapi penyidik Kejagung belum profesional. Dikawatirkan, masyarakat selaku penerima kontrak sosial dari pemerintah sesuai Pasal 27 ayat ( 1 ) dan Pasal 28F UUD 1945 dengan peraturan perundang- undangan berlaku lainya, melakukan deomnstrasi massal kepada Jaksa Agung sebagai bentuk akumulasi publik terhadap pengusutan perkara korupsi masih bertaliaan dengan “tata uang “ dalam tanda petik dua (TIM).
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Pegiat anti korupsi dari Jakarta Corruption Watch ( JCW ) melaporkan dugaan korupsi dana bantuan sosial ( Bansos ) Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot) Tangsel sebesar Rp 105,5 miliar ke Jaksa Agung HM. Parasetyo, baru- baru ini.
Menurut Koordiantor JCW Manat Gultom, setelah Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus ( Jampidsus ) Kejagung menelaah pengaduan dana bansos Pemkot Tangsel tahun 2015 yang diduga kuat fiktif secara kelembagaan itu, akhirnya dilimpahkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi ( Kajati ) Banten, tanggal 13 September 2016. Dengan pelimpahan penatausahaan penanganan perkara tersebut, jelas Manat, Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan ( Jamwas ) diminta turun tangan untuk mengawasi penanganan perkaranya. Jamwas sesuai tugas, fungsi dan pokok ( tupoksi ) kewenanganya adalah pengawasan melekat ( waskat ) terhadap kinerja jaksa. Sebab, dugaan “Penyelenggara Negara antar Penyelenggara Negara “ dengan pihak lain harus diawasai jamwas untuk tidak dapat melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme ( KKN ).
Desakan supaya Jamwas tutun tangan, sangatlah beralasan. Alasan utama karena korupsi penyaluran dana bansos 2015 Pemkot Tangsel diadakan Agustus dan November 2015 atau pasca Pemilukada serentak 7 Desember 2015 lalu. Pihak-pihak yang melibatkan kepentingan politik pendukung Airin- Benyamin sangat kental dalam penyalurannya.
JCW mengendus motif politik yang sangat kental dalam penyalurannya. Terlebih dana bansos Tangsel melonjak drastis dari Rp 29,5 miliar pada APBD Reguler menjadi 255 Rp 105,5 miliar pada APBD Perubahan. Spektakuler sekali, dalam APBD satu tahun hampir 255 persen lonjakannya.
Manat, menjelaskan dari Rp 105 miliar, sekitar Rp 76 miliar sudah dicairkan, diantaranya mengalir ke 106 organisasi masyarakat ( ormas ) di Tangsel sepanjang Agustus hingga November 2015. “Sedangkan Rp 29, 5 milair APBD juga sudah cair,” ujarnya.
Dikatakan, berdasarkan hasil penelusuran JCW, ditemukan dana bansos mengalir ke 22 lembaga penerima yang berpotensi menyokong Airin Rachmi Diany- Benyamin Davnie. Misalnya, sebanyak Rp 500 juta mengalir ke KNPI Tangsel. Sementara, salah satu pengurus KNPI Tangsel adalah kader salah satu partai pendukung Airin- Benyamin.
Selain itu kata Manat, ditemukan pula Dewan Masjid Indonesia ( DMI ) Tangsel mendapatkan kucuran dana Rp 5,6 miliar. Sementara Ketua DMI Tangsel adalah Heli Sulaiman. Ia saat ini menjabat Kepala Bagian ( Kabag ) Kesejahteraaan Rakyat Pemkot Tangsel. “Sehingga kuat dugaan kami bahwa pejabat itu aktif terlibat dalam pemenangan pasangan nomor urut 3 itu,”ucapnya.
Pertentangan kepentingan lainnya lanjut Manat, Komunitas Ukhuwah Remaja Madani, Yayasan KAHFI dan Karang Taruna Tangsel, ketiga ormas itu dipimpin oleh Abdul Rosyid selaku Ketua Fraksi Partai golkar DPRD Pemkot Tangsel. Padahal yang bersangkutan pernah menjadi sekretaris pribadi ( Sepri ) Airin. Ironisnya, ormas pimpinanya tersebut menerima dana bansos masing- masing sebesar Rp 100 juta, Rp 90 juta dan Rp 500 juta .
“Kami juga menemukan beberapa lembaga penerima bansos yang tidak jelas alias bodong. JCW curiga organisasi ini sengaja dibentuk ataupun dikuasai tim sukses Airin- Benyamin. “Seperti Forum Guru, ini tidak jelas. Kemudian kami menemukan ada lembaga resmi seperti PMI, tetapi Ketuanya Airin Rachmi Diany.
Temuan JCW bukan hanya gelontoran bansos dan hibah ke ormas. Dana APBD Perubahan 2015 juga digelontorkan melalui satuan kerja perangkat daerah ( SKPD ),” sindir Manat.
Dijelaskan Manat, jikalau memperhatikan hasil temuan lembaganya terkait dan berkait sejak penyusunan dan pelaksanaan dana Bansos Tangsel itu, dugaan korupsi muncul justru sejak penyusunan sudah ada mens-rea ( niat jahat ) antara Walikota dan Wakil Walikota petahana dalam tindakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang ( abuse of discretion ) yakni, menggunakan wewenang yang dimiliki, untuk berlaku sewenang- wenang kepada pihak tertentu demi membela kepentingan politiknya. Favoritism atau pilih kasih yang menurut yang berlaku secara umum atau hukum, memberi pelayanan berbeda kepada kelompok tertentu yang masih memiliki hubungan tertentu dengan pasangan petahana itu.
Ditambahkan, hakikat hukum bahwa Airin Rachmi Diany sebagai Kuasa Pengguna Anggaran ( KPA ) yang sertas merta selaku Kekuasaan atas pengelolaan uang sebesar Rp 105,5 miliar, harus dalam pengawasan Jamwas Kejagung kepada pihak penyidik Kejati Banten. Permendagri 33 Tahun 2014 tentang Pedoman Dana Bansos dan Hibah dengan Peraturan Menteri Keuangan ( Permenkeu ) 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Dana Bansos/ Hibah adalah bentuk turunan pasal 23 UUD 1945 dengan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara serta, UU 15/ 2004 tentang Tata Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Pada intinya, perintah hukum tersebut menggariskan Walikota Tangerang Selatan dituntut hukum untuk melaksanakan/ menerapkan uang sejumlah Rp 105,5 miliar itu, secara terbuka hukum, profesional dan bertanggungjwab kepada hukum. Sejatinya demikian tuntutan publik kepada Jamwas Kejagung untuk turun tangan dalam penatausahaan penanganan perkara dana bansos Tangsel dimaksud.
Terpenting lainnya menurut JCW adalah faktor unsur ganda atau terafiliasi antara penyidik Kejati Banten dengan terperiksa Walikota Tangsel. Unsur ganda atau terafiliasi menurut rumusan Undang undang pemberantasan tindak pidana korupsi yakni hubungan baik atau faktor lainya yang dapat menghalangi atau menghambat proses penyidikan hukum korupsi dana bansos itu. (TIM).