JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sebanyak 14 orang terkait dugaan korupsi proyek pemeliharaan dan operasional banjir di Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Kota Administrasi Jakarta Barat, tahun anggaran 2013.
Proyek Swakelola bernilai Rp 66,649 miliar untuk empat paket pekerjaan yang terdiri Pemeliharaan Insfrastruktur Saluran Lokal, Pemeliharaan Saluran Drainase Jalan, Pengerukan dan Perbaikan Saluran Penghubung, dan refungsionalisasi Kali itu, telah menetapkan tiga orang mantan Kepala Suku Dinas ( Kasudin ) sebagai tersangka dan sudah proses penuntuan hukum.
Menurut Koordinator Jakarta Corruption Wacth ( JCW ) Manat Gultom, dugaan korupsi pada Sudin Tata Air Koadmin Jakbar tersebut, pihaknya memiliki dan memperoleh data pasca pengaduan ke Jaksa Agung 2014 lalu yakni, pihak- pihak Kasudin dibantu Kepala Seksi (Kasie ) melakukan peristiwa tindak pidana korupsi dengan modus operandi pemalsuan- pemalsuan dokumen yang seolah- olah proyek telah dilaksanakan pihak ketiga. Adapun modus operandi lainya, adalah memotong anggaran dan meminjam bendera dalam rangka mendapatkan fee proyek.
“Sebanyak Rp 3,9 miliar tersangka Monang Ritonga saat menjabat Kasudin PUTA Kota Administrasi Jakarta Barat untuk periode November 2012 sampai April 2013. Kemudian sebesar Rp 7,036 miliar oleh tersangka Wagiman saat menjabat Kasudin Puta Koadmin Jakbar periode April 2013 sampai Agustus 2013, dan Rp 8,9 miliar oleh tersangka Pamudji saat menjabat Kasudin Puta jakarta Barat Agustus 2013 sampai Desember 2013.
Berdasarkan data JCW, setelah menetapkan tiga mantan Kasudin Puta Koadmin Jakarta Barat itu, penyidik Jampidsus Kejagung terus mengembangkan keterilbatan para Kepala Seksi di lingkungan Sudin. Delapan tersangka, masing- masing, Yoyo Suryanto ( Staf Administrasi Seksi Pemeliharaan Sudin Puta Jakbar , 2013 ), Raden Sugiarto ( Mantan Kasie Dinas Tata Air Kecamatan Kebun Jeruk pada Sudin Puta Jakbar, 2013).
“Lalu Sukari ( Mantan Kasie Dinas Tata Air Kecamatan Kembangan pada Sudin Puta jakbar, 2013). Kemudian, Heri Setyawan ( Staf Administrasi Seksi Pemeliharaan pada Sudin Puta Jakbar 2013 ), Heddy Hamrullah ( Mantan Kasie Dinas Tata air Kecamatan Cengkareng pada Sudin Puta Jakbar 2013. Serta, Amir Pangaribuan ( Mantan Kasie Pemeliharaan pada Sudin Puta Jakbar 2013), Ahmad Mawardi ( Staf Administrasi Seksi Pemeliharaan Sudin Puta Jakbar 2013 ), Eko Prihartono ( Mantan Kasie Tata Air Kecamatan Grogol Petamburan pada Sudin Puta Jakabar, 2013 ).
Manat, mengatakan, selain menetapkan delapan tersangka korupsi dana swakelola banjir dari korps PNS, penyidik juga menetapkan pihak rekanan sebagai tersangka yakni, Binahar Pangaribuan, dan Arnold Welly Arde ( PT. Sitra Cisangge ). Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka setelah penetapan tiga mantan kasudin merupakan bagian bentuk- bentuk korupsi yang dilakukan oleh Monang Ritonga, Wagiman dan Pamudji,” ujar Manat.
Dimata JCW, bahwa beberapa oknum pejabat dan rekanan yang dijadikan tersangka korupsi dana swakelola banjir tahun 2013 untuk wilayah Jakarta Barat, hanya berupa tumbal. Sedangkan pejabat yang lebih tinggi masih belum ditetapkan sebagai tersangka. Dan pejabat yang dimaksud yang lebih tinggi adalah mantan Walikota Fatahillah dan Walikota Anas Effendi. Dua walikota ini disebut menerima dana Rp 4,8 miliar dan Rp 4,8 miliar alias berjumlah Rp 9,6 miliar diberikan kepada keduanya lantaran ketika menjabat sebagai Ketua Pelaksana Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional dana banjir tersebut.
“Dan ironisnya, penyidik Pidsus Kejagung telah memeriksa Martadinata selaku Bendahara Walikota Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. Pemeriksaan kepada bendahara Walikota Jakarta Barat untuk membidik aliran dana sebanyak Rp 9,6 miliar kepada dua walikota pasca penatausahaan penanganan dana banjir. Hakikatnya menurut JCW, kedua walikota Jakarta Barat sangat layak dijadikan sebagai tersangka jikalau diselaraskan tugas dan tanggungjawabnya dalam kewenangan keduanya. Pasalnya, selain selaku Ketua Pelaksana Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional Dana Banjir, berlandaskan Peraturan Menteri Dalam Negeri ( Permendagri ) Nomor 32 Tahun 2011 dan Permendagri Nomor 27 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan/ Pelaksanaan APBD 2012 dan 2013, yang serta merta oleh Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor 58 Tahun 2005 Dipenyusunan, Pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menyiratkan bahwa Walikota Jakarta Barat dalam pelaksanaan/penerapan fungsi/ program APBD seperti dana swakelola banjiradalah selaku Kuasa Pengguna Anggaran ( KPA ).
Artinya, selaku KPA, dua walikota tersebut menjadi kekuasaan atas pengelolaan dana sebesar Rp 66,649 miliar. Otoritas hukum Walikota Anas Effendi dan mantan Walikota Fatahillah tidak bisa dilepaskan begitu saja terhadap aturan dan perintah Permendagri, PP 58/ 2005 serta undang undang Keaungan Negara. Perintah Pasal 23 UUD 1945 harus diterapkan penyidik kepada dua walikota tersebut. “Domain” kolektif kolegial konstitusi yang mengharuskan pelaksaanaan APBD harus dilaksanakan secara terbuka, profesional, dan bertanggungjawab sebesar- besarnya kemakmuran rakyat adalah rumusan penindakan hukum oleh tim penyidik Jampidsus Kejagung.
Bentuk- bentuk korupsi dengan korupsi yang bersifat terselubung maupun korupsi dengan korupsi yang bersifat ganda dalam peristiwa tindak pidana terkait proyek pengendali banjir di Jakarta Barat tahun 2013, menurut pihak JCW yakni, teknik rumusan pasal-pasal dalam Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang harus beriringan terhadap kekuasaan kedua walikota tersebut.
Dan terpenting menurut yang berlaku secara umum atau menurut hukum, bahwa oleh karena pengembangan kasus korupsi dana swakelola banjir di Jakarta Baratlah, adalah kasus serupa pada SDPUTA Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan SDPUTA Jakarta Utara terkuak.
“Untuk Jakarta Selatan dan Jakarta Timur sudah ada tersangkanya. Tinggal SDPUTA Jakarta Pusat dan Jakarta Utara masih lidik ( penyelidikan ). Khusus untuk tahun anggaran 2014 belum pengusutan. Sesuai data dalam pelaporan JCW ketika Jaksa Agung dijabat Basrief Arief, melaporkan peristiwa tindak pidana korupsi berlaku secara sama pada tahun 2013. Sejatinya, Jaksa Agung HM. Prasetyo selaku penyidik hukum korupsi tertinggi, menjadikan dua walikota Jakarta Barat selaku tersangka korupsi dana banjir. Sebab, pada peristiwa untuk tahun 2014 akan terungkap pihak walikota pada Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Walikota Jakarta Utara. Korelasi KPA dan Ketua Pelaksana Kegiatan Pemeliharaan dan Operasional Dana Banjir kepada tugas, tanggungjawab dan kewenangan tiap walikota adalah berlaku dan berbuat secara sama menurut kaidah hukum saperti pada tahun anggaran 2013,” tegasnya Manat.
Penangangan korupsi dana swakelola banjir pada SDPUTA Koadmin Jakarta Barat, tuntutan publik kepada tim penyidik Jampidsus Kejagung supaya lebih profesional sangatlah beralasan. Kaburnya Amir Pangaribuan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sama dengan kasus mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum ( DPU ) DKI Erry Basworo. Jaksa Agung harus belajar terhadap kasus mantan DPU DKI Provinsi DKI Jakarta yang telah ditetapkan selaku tersangka korupsi sesuai surat Perintah Penyidikan ( Sprindik ) Nomor Print 68/ 6.2/ fd.1/ 2014. Meski sudah berstatus tersangka, Erry Basworo sampai kini belum tersentuh proses hukum lebih lanjut. Berbeda dengan Rifiq Abdullah mantan Kepala Bidang Pemeliharaan Sumber Daya Air ( SDA ) dan Dirut PT. Asiana Technologies Lestari Noto Hartono yang sudah diputus bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta. Keduanya divonis masing- masing 1,5 tahun. Sedangkan, kasus Erry Basworo menggantung. Akankah, penyelidikan/ penyidkan hukum korupsi kepada dua walikota Jakarta Barat menyerupai ‘ketergantungan ‘ seperti kasus Erry Basworo,” tanya Manat mempertanyakan penerapanan hukum korupsi di Kejagung.
Sebab, pasca penyelidikan/ penyidikan kasus Erry Basworo, pihak JCW selaku pelibatan hak sipil dan hak hukum yang melaporkan kasus jaringan sampah DPU DKI tahun 2013 itu, pihak lembaga kami menyuarakan secara tidak langsung perkara EB kapada Basrief Arief selaku Jaksa Agung ketika itu, dalam salah satu media cetak nasional, berjudul: “Penanganan Perkara, Petinggi Kejagung Dituding Jadi Beking”. Berita itu dalam rangka mengkritik terahadap informasi yang diterima dan dieropleh JCW, yakni, belum ditahan dan dituntutnya Erry Basworo di pengadilan lantaran ada orang kuat yang menjadi bekingnya. Orang kuat dimaksud merupakan Mantan petinggi Kejagung, dengan jabatan terakhir eselon I atau setingkat Jaksa Agung Muda ( JAM ). Padahal, masyarakattelah menyimpan dan memiliki data berkait penanganan korupsi, tetapi penyidik Kejagung belum profesional. Dikawatirkan, masyarakat selaku penerima kontrak sosial dari pemerintah sesuai Pasal 27 ayat ( 1 ) dan Pasal 28F UUD 1945 dengan peraturan perundang- undangan berlaku lainya, melakukan deomnstrasi massal kepada Jaksa Agung sebagai bentuk akumulasi publik terhadap pengusutan perkara korupsi masih bertaliaan dengan “tata uang “ dalam tanda petik dua (TIM).