SERANG, KHATULISTIWA
Penegakan hukum di NKRI masih lemah akibat ulah para cukong pengusaha yang berlindung di belakang oknum penegak hukum korup. Seperti yang terjadi awal tahun 2015 lalu, seorang pengusaha limbah di daerah Cikande, Serang, Banten diduga menjadi penguasa oknum-oknum penegak hukum di Provinsi Banten.
Pengusaha limbah bernama H. Nurdin yang berdomisili di daerah Tangerang itu ditengarai telah mendanai Madohir sang Preman Besar Wilayah Cikande untuk menghabisi nyawa Alaya Uriyana. Alaya Uriyana korban pembantaian sekelompok preman yang dipimpin Madohir tumbang dan tergeletak bersimbah darah oleh pedang, samurai serta benda tumpul lainnya.
Dalam keadaan sekarat Alaya Uriyana dilarikan ke rumah sakit di daerah Serang.
Peristiwa yang nyaris merenggut nyawa Alaya Uriyana dan disaksikan Kapolsek dan anggotanya terjadi di Desa Barengkok, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang. Alaya Uriyana di keroyok segerombolan preman dan disaksikan oleh Kapolsek setempat dan sejumlah anggotanya.
Alaya Uriyana dilarikan ke rumah sakit sementara Madohir ditahan di Mapolres Serang. Saat kejadian saksi mata sangat banyak dan menyaksikan bahwa preman suruhan H. Nurdin yang melakukan pembantaian kepada korban Alaya Uriyana sekitar delapan orang. Perkara berlanjut sampai ke persidangan. Madohir selaku terdakwa disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Serang. Madohir sendirian diperiksa oleh majelis hakim yang mulia, sementara teman-teman dan anak buah Madohir tidak dihukum. Padahal, pelakunya lebih dari satu orang dan kejadian itu juga disaksikan Kanit Reskrim Polsek Cikande dan Kapolsek serta aparat lainnya. Atas kejadian tersebut, Joshrius, Direktur Eksekutif Lembaga Pemberantas Korupsi dan Penyelamat Indonesia (LPKPI) yang berkantor pusat di Komplek Zeni AD V No 22, Kalibata, Jakarta Selatan dan memiliki kantor perwakilan Provinsi Banten yang berkantor di belakang Terminal Pakupatan Serang selaku aktivis bersama anggotanya melakukan investigasi.
Menurut Joshrius, pada saat itu H. Nurdin pengusaha limbah sangat melanggar aturan dan etika terhadap surat undangan Kepala Desa (Kades) Barengkok. Joshrius dibantu istrinya Mei Sartika Sitorus kemudian melakukan investigasi ke tempat kejadian perkara (TKP) untuk mencari sumber masalah terjadinya pembantaian terhadap Alaya.
Joshrius tidak dibiaya oleh negara untuk melakukan investigasi dalam mengumpulkan sejumlah informasi. Ternyata di PT. Mitsuba 2 dan Mitsuba 3 diduga telah terjadi pelanggaran hukum yang merugikan perusahaan dan negara. Disetiap truk pengangkut limbah milik H. Nurdin dari pabrik PT. Mitsuba 2 dan Mitsuba 3 hanya berisi atau memuat sedikit limbah sebagai bahan menutup barang produksi perusahaan yang diangkut secara Ilegal. Permasalahan lain adalah alat timbangan di pabrik tersebut segel teranya rusak.
Setelah melakukan investigasi di lokasi pabrik, Mei Sartika Sitorus, SE selaku istri Johrius memberikan laporan lisan kepada pejabat Kantor Metrologi di Serang. Pelanggaran lain bahwa perusahaan H. Nurdin yang dipakai sebagai alat untuk melakukan pengangkutan limbah diduga tidak pernah membayar pajak secara baik.
Terkait temuan itu, Joshrius meminta kepada Pemprov Banten melakukan kontrol timbangan yang ada di PT. Mitsuba 2 dan Mitsuba 3. Masih menurut Joshrius, sekitar pertengahan bulan Maret 2015, LPKPI membuat surat pemberitahuan aksi damai di Polda Banten. Sebelum surat pemberitahuan aksi damai LPKPI Provinsi Banten, perkara tersebut sudah merebak luas oleh berita di koran Khatulistiwa, dan oknum-oknum penegak hukum seperti Kapolres Serang dan pejabat Polres serta Polsek Cikande dilaporkan ke Irwasda Polda Banten.
Setelah mendapat izin demonstrasi besar-besaran dari Polda Banten dikantongi oleh LPKPI, yakni waktu diberikan adalah hari Jumat tanggal 20 Maret 2015 pukul 07.00 WIB, lokasi mimbar bebas di lokasi pabrik PT Mitsuba Komplek Modern, Desa Barengkok, tanggal 19 Maret 2015 atau sehari sebelum hari “H” izin demo, Joshrius bersama istrinya Mei Sartika Sitorus ditangkap di Kantor LPKPI Prov. Banten. Josrius dan Mei Sartika dipersangkakan melakukan tindak pidana korupsi pengadaan kapal 30 GT di Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pandeglang.
Sementara kaitan dengan aksi demo,Joshrius dan rombongan dari Desa Barengkok pulang dan menemui Jasria selaku Kepala Desa (Kades). Ketika itu semua yang ditawarkan H. Nurdin dapat diterima oleh Jasria dan warga desa. Namun, tenggat waktu yang diberikan H. Nurdin untuk pertemuan melakukan kesepakatan menuju perdamaian, H. Nurdin ingkar janji. Berulang-ulang pihak tim mediasi dari H. Nurdin menghubungi Jasria dan warga Desa Barengkok, tapi pengusaha limbah itu malah menghindari perdamaian. H. Nurdin meminta kepada Joshrius untuk bertamu di rumah nya di wilayah Tangerang. Joshrius tanpa didampingi oleh istri maupun staf LPKPI benar berkunjung ke rumah H. Nurdin. Saat pertemuan dengan H. Nurdin yang disaksikan oleh anak buahnya, Joshrius ditawari kemitraan. Seperti meminta kepada pihak desa melalui Joshrius agar limbah tetap dipegang oleh H. Nurdin, dan biaya perobatan Alaya Uriyana ditanggung oleh H. Nurdin.
Pergerakan Direktur Eksekutif LPKPI yang didampingi oleh istri dan stafnya sangat mengkhawatirkan H. Nurdin akan terungkapnya permasalahan-permasalahan yang selama ini keuntungannya dibagi-bagi kepada oknum penegak hukum dan preman-preman yang mampu menjaga usaha H. Nurdin. (RAIT/NGO)