Mengatasi terus berulangnya masalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di lahan gambut yang menyebabkan bencana asap, pemerintah mewacanakan pembentukan Badan Restorasi Ekosistem (BRE). Ditemui usai rapat koordinasi dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, mengatakan, dalam rapat dibahas mengenai payung hukum yang tepat untuk Badan Restorasi tersebut.
“Tadi, kita dipimpin Pak Wapres, ada semua unsur terkait, kita bahas persiapan Badan Restorasi Ekosistem. Sedang dibahas antara Perpres (Peraturan Presiden), dan PP (Peraturan Pemerintah),” kata Siti sebelum meninggalkan kantor Wapres, Jakarta, Selasa (24/11).
Siti mengatakan, masalah payung hukum tersebut sedang dikaji oleh Sekretariat Negara (Setneg), Sekretariat Kabinet (Seskab), serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Lebih lanjut, Siti mengatakan, tugas utama dari BRE nantinya lebih kepada kontrol
dan mengawasi lahan gambut. Serta, akan bekerja lintas ke menterian. Di antaranya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera), Kementerian Pertanian (Kemtan), Kementerian Koordinator Perekonomian, Bappenas dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
“Jangan lupa badan ini diperlukan untuk bisa ikuti kontrol, sekaligus mempersiapkan pekerjaan di lapangan dan punya akses langsung ke presiden dan wapres. Jadi, memang badan ini akan bekerja melakukan restorasi ekosistem secara mandiri, tidak bisa diganggu menteri, diisi orang profesional, dan menteri harus kerjasama erat dengan badan ini,” jelas Siti.
Kemudian, Siti berharap bahwa Badan Restorasi Ekosistem tersebut dapat segera terbentuk. Meskipun, belum ditentukan siapa saja anggota dari badan tersebut. Secara terpisah, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, mengungkapkan, kementeriannya
tengah mengkaji kembali draft peraturan mengenai Badan Restorasi Ekosistem gambut. “Kita komitmen membentuk sebuah badan baru tapi itu masih dalam pengkajian,menangani restorasi ekosistem gambut. Ini kan kebakaran hutan yang sudah berjalan bertahun-tahun jadi harus ada tindakan yang komprehensif, holistik, untuk menanganinya,”ungkap Yasonna.
Namun, Yasonna mengatakan bahwa sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim (Conference of Parties/COP) 21 di
Paris, pada Desember mendatang dilaksanakan, diharapkan sudah terbentuk payung hukumnya. Sehingga, lanjut Yasonna, konsep restorasi tersebut dapat dijual dalam KTT perubahan iklim itu.
“Apakah bisa Perpres, PP. Apakah memang harus melalui setingkat undang-undang. Makanya perlu dikaji lagi,” ujarnya. Seperti diketahui, upaya restorasi atau pemulihan lahan gambut adalah solusi jangka panjang yang diambil pemerintah untuk mengatasi masalah karhutla yang terjadi sepanjang 18 tahun belakangan.(DON)