Oleh Jhon Eilbert Sitinjak.
Jakarta 5 Agustus 2021
Dalam pengembangan suatu daerah tidak lepas dari peran Pemerintah, baik Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Seperti halnya Kawasan Danau Toba yang terdiri dari 7 Daerah Tingkat II Kabupaten, antara lain:
1.Kabupaten Simalungun, Ibukotanya Pematang Raya.
2.Kabupaten Tanah Karo , ibukotanya, Kabanjahe.
3.Kabupaten Dairi, ibukotanya Sidikalang.
4.Kabupaten Tapanuli Utara, ibukotanya Tarutung.
5.Kabupaten Toba, Ibukotanya Balige.
6.Kabupaten Samosir, Ibukotanya, Pangururan.
7.Kabupaten Humbang Hasundutan(humbahas) ibukotanya Dolok Sanggul.
Ketujuh Daerah penyanggah Kawasan Danau Toba ini diharapkan sama-sama menjaga kelestarian Danau Toba.
Dihimpun dari berbagai informasi, Bukti dari Pemerintah Pusat memberikan perhatian besar terhadap Danau Toba, negara sudah menetapkan Kawasan Danau Toba(KDT) sebagai Kawasan Strategis Nasional merupakan Destinasi Pariwisata yang bertaraf internasional.
Dengan begitu seriusnya Pemerintah Pusat untuk mengembangkan Kawasan Danau Toba, menganggarkan dana sampai 4 Triliunan rupiah dari APBN, sebagai mana yang pernah turun dalam pemberitaan media massa.
Mengharapkan pembangunan Kawasan Danau Toba cepat selesai Presiden Jokowi pernah mengatakan, pembangunan Kawasan Strategis Nasional Danau Toba paling lambat selesai tahun 2022.
Ada pernyataan dari Presiden begitu juga para menterinya, akan menindak tegas perusahaan-perusahaan yang merusak ekosistim Kawasan Danau Toba.
Sejarah berdirnya PT.Toba Pulp Lestari, didirikan dalam rangka Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri No 6 Tahun 1968 Jo Undang-Undang No 12 Tahun 1970 berdasarkan Akta No 329 tanggal 26 April 1983 dari kantor Misahardi Wilamarta,SH di Jakarta.
Akte pendirian tersebut sudah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam surat keputusan No.C2-5130.HT01-01 tanggal 26 Juli 1983 serta diumumkan dalam berita negara No 97 tanggal 4 desember 1984, tambahan No 1176.
Anggaran dasar perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan dan yang terahir dengan Akta No 06 tanggal 19 Januari 2019 dari Notaris Gunawati SH di Kabupaten Deli Serdang dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM dalam surat keputusannya No AHU.0032845 AH 01.02 tanggal 25 Januari tahun 2019.
Seiring dengan perjalanan waktu PT.TPL ingin memperluas penanaman pohon eucalyptus tanpa menghiraukan siapa pemilik lahan tersebut.
Permasalahan inilah yang memicu masyarakat marah karena tanah adat terkesan diserobot oleh TPL seperti Natumingka, ditanami oleh pihak PT.TPL dan masyarakat menggalang perlawanan dengan membuat portal untuk menghalangi jalan masuk pihak PT.Toba Pulp Lestari.
Pihak keamanan PT.TPL memberi aba-aba kepada karyawan agar membekali diri dengan memegang kayu dan batu untuk menerobos blokade barisan warga dengan melempari kayu dan batu kepada masyarakat.
Dengan hadirnya TPL yang membuat kegaduhan hampir sama dengan politik pecah belah, apakah kita membiarkan hal ini terjadi? tentunya tidak, karena itulah berbagai elemen menyuarakan “Tutup TPL”
agar Pemerintah mengambil tindakan untuk menutup PT.TPL tersebut.
Ada pihak pihak yang sengaja bersuara untuk membela TPL dengan membuat narasi bahwa TPL sudah banyak memberikan bantuan pada masyarakat.
Masyarakat yang senang memuja keberhasilan TPL dapat digolongkan menjadi Terompet TPL yang hanya memikirkan kehidupan ratusan orang tanpa bisa menggunakan akal sehat jauh lebih banyak dampak negatif yang ditimbulkan dengan hadirnya TPL, membuat kekeringan karena sudah tidak ada lagi pohon- pohon yang besar semuanya habis ditebangi oleh TPL dan ditanami bibit eucalyptus sebagai bahan paku untuk bubur kertas, sehingga hutan pun gundul dan tidak bisa menyimpan air.
Kekerdilan pemahaman masyarakat hanya dari segi bantuan yang dilakukan oleh TPL perlu dirubah, ibaratnya suatu usaha katakanlah pabrik ” NARKOBA” pastilah memberikan upeti pada masyarakat sekitar dan para petinggi di tempat tersebut, sehingga semuanya mengatakan bahwa si Anu itu baik.
Seiring waktu berjalan dan usaha yang dilakukan sedikit demi sedikit terungkap, ahirnya juga ditutup.
Aksi tutup TPL datang dari TIM sebelas dengan melakukan aksi jalan kaki dari Toba-Istana sebagai mana salah satu anggota TIM 11 menuliskannya berikut ini:
* SURAT BUAT PRESIDEN JOKO WIDODO*
Bapak Presiden Jokowi Yang Baik..
Kami 11 orang rakyat Bapak yang menamakan diri TIM 11.
Mengadakan Aksi Jalan Kaki dari Makam Sisingamagaraja ke XII Soposurung Balige menuju Istana Negara di Jakarta.
Yang dimulai dari tanggal 14 Juni 2021, dan tiba di Jakarta tanggal 27Juli 2021.
Tujuan kami adalah ingin bertemu langsung dengan Bapak Jokowi, untuk mengadukan langsung keresahan kami dan masyarakat seputaran Danau Toba.
Bukan hanya persoalan keadaan Danau Toba yang saat ini sudah tercemar tidak seindah dulu lagi. Suhu yang memanas, air Danau yang menyurut hutan yang rusak sehingga di Parapat bisa terjadi banjir bandang.
Tetapi ada banyak persoalan dan konflik yang terjadi di masyarakat dengan pihak perusahaan Toba Pulp Lestari . Soal perampasan Tanah Adat, perlakuan tindakan semena-mena.
Kejadian sudah berlangsung lama serta sudah banyak yang korban/mati bahkan mencapai 31 orang.
Peristiwa Natumingka 18 Mei 2021 , yang membuat kegeraman dan kemarahan banyak orang. Termasuk Togu Simorangkir , yang mencetuskan ide Aksi Jalan Kaki TUTUP TPL.
Dengan waktu yang singkat kami akhirnya “terkumpul” menjadi 11 orang.
Saya berumur 54 tahun adalah seorang ibu rumah tangga , Opung/nenek dari 2 cucu, dan biasa di panggil ONI singkatan dari Opung NIta.
Oni sama sekali TIDAK MENGENAL anggota TIM 11 kecuali Togu Simorangkir dan anaknya Bumi yang berusia 8 tahun.
Kami TIM 11 saling mengenal satu sama lain saat H-1, sehari sebelum Aksi..
Kami bukan aktifis, kami bukan orang partai, kami bukan orang yang terlibat Ormas apapun. Kami bergerak tanpa disponsori siapapun.
Kami dari berbagai daerah.
Ada yang dari Serapuh, Muara, Parapat, Ajibata, Pandumaan, Perdagangan, Binjai, Tongging.
TIM 11 hanya dipersatukan oleh visi misi yang sama, untuk Danau Toba dan alam sekitarnya lestari .
Kami tidak dibayar oleh siapapun, kami tidak mengumpulkan dana dengan membuka rekening ke publik.
Kami hanya menerima bantuan/sumbangan dari keluarga dan orang-orang yang mengenal siapa kami dan paham bahwa kami ini TIM.
Tulus Ikhlas dan Militan (TIM)
TIM 11 semua punya keluaga .
Kami rela meninggalkan keluarga, dan keluarga merelakan kami.
Banyak sekali pengalaman yang ingin Oni ceritakan pada Bapak Jokowi, bagaimana banyaknya orang baik di sepanjang perjalanan kami yang dengan tulus ikhlas memberi kami makanan, minuman, uang.
Kami makan apa saja yang ada, dan kami tidur dimana saja kami bisa merebahkan badan.
Pernah kami tidur di sebuah gereja, pernah tidur di warung pinggir jalan, Oni pernah tidur di mushola.
Pernah tidur di penginapan yang semalam cuma 100 ribu.
Tapi banyak juga orang baik membuka rumahnya untuk TIM 11 sekedar beristirahat. Ada banyak yang menyediakan rumahnya untuk menginap. Ada yang menginapkan kami di hotel . Dan semua orang baik itu kebanyakan TIDAK KAMI KENAL. Tapi mereka mengikuti perjalanan kami dari medsos.
Terakhir ada Mak Ifani Ifani orang baik yang menyediakan apartemen buat TIM 11 menginap selama di Jakarta.
Bapak Presiden Joko Widodo yang baik.
Kami TIM 11 sudah sampai di Jakarta di hari ke 44 berjalan kaki.
Tepatnya tanggal 27 Juli 2021
Tapi langkah kaki kami terhenti di Jln Sisingamangara XII sekitar 8 Km lagi ke Istana Presiden.
Entah apa salah kami, kami tidak mengerti . Kami dihadang oleh banyak sekali polisi. Ada puluhan polisi berseragam lengkap bersenjata.
Kami di serukan dengan toa yang memekakkan telinga untuk berhenti dan melakukan swab antigen saat itu juga.
Dan TIM 11 yang di swab, semua negatif hanya Togu Simorangkir yang reaktif.
Lalu dengan toa kembali diteriakkan bahwa kami semua harus segera naik mobil keranjang untuk dikirim ke Wisma Atlit untuk di karantina selama 14 hari.
Bapak Jokowi yang baik..
Togu Simorangkir yang konon katanya reaktif disatukan dengan kami yang semua negatif, berjejalan di mobil keranjang, yang lebih tepat disebut mobil tahanan karena di kerangkeng.
Kami di kawal oleh petugas berpakaian APD lengkap. Dengan sirine meraung-raung dari segala penjuru.
Sesampainya di Wisma Atlit kami menunggu di mobil kerangkeng. Tidak diperkenankan turun.
Setelah sekian lama kemudian mobil berbalik arah, keluar dari Wisma Atlit . Kembali kami dibawa lagi putar-putar ntah kemana.
Akhirnya TIM 11 sampai ke Rusun Pasar Rumput.
Disana kami TIM 11 di suruh turun, kemudian di kumpulkan di sebuah tenda.
Diminta kumpulkan KTP, kami di data, kemudian kami dibiarkan begitu saja.
Hanya Togu Simorangkir yang dipanggil masuk ke gedung, karena cuma dia yang reaktif.
Entah bagaimana si Togu kami tidak tau lagi. Kami berpisah.
@Karena setelah lama menunggu di tenda kami dibawa lagi (dengan mobil kerangkeng lagi) ke Polres Metro Jaya Jakarta Pusat.
Sebelumnya ketua TIM 11 Jevri Manik sudah berdebat alot dengan oknum polisi.
Apa dasar membawa TIM 11 ke kantor polisi?
Kami tidak melanggar aturan, kami tidak melanggar PPKM .
Kami tidak berkerumun.
Kami tidak berdemontrasi
Kami tidak berorasi
Kami HANYA BERJALAN KAKI di jalan raya menuju Istana Negara.
Saya yang sudah kelelahan lahir bathin meminta pada Ketua TIM 11 untuk menurut saja dibawa ke Polres Metro Jaya.
Karena katanya setelah didata disana kami dilepas.
Selama 2 jam di Polres Metro Jaya kami tidak dipersilahkan masuk ke ruangan apapun.
Kami dikumpulkan di halaman kantor polisi. Tanpa ada basa basi kami disodori nasi kotak dan air mineral, kami disuruh makan.
Tentu saja kami tolak. Kami tidak butuh makan.
Kami butuh dibebaskan!
Saat itu banyak temanĀ² yang bersimpati pada TIM 11 ikut mendatangi kami di Polres tersebut. Diantaranya adalah Abdon Nababan sebagai saksi mata atas “penghadangan” Polisi di Jln Sisingamangaja XII itu.
Karena beliau yang menemani Oni berjalan kaki.
Dan kembali lagi perdebatan terjadi dengan pihak kepolisian.
Singkat cerita akhirnya kami dibebaskan, sebenarnya sih bukan dibebaskan, seolah-olah kami di “beri” polisi kebebasan.
Tepatnya kami pulang, karena memang TIDAK ADA 1 pasal pun pelanggaran yang TIM 11 lakukan.
Sehingga polisi tak punya dasar untuk menahan kami.
Bapak Presiden Jokowi yang baik.
Sejak peristiwa itu, kami TIM 11 “tertahan” di apartemen Brawijaya.
Sudah hari ke 50 tepat di hari ini 02 Agustus 2021
Kami tidak tau mau mengadu kesiapa untuk segera dipertemukan dengan Bapak Jokowi.
Keluarga kami dikampung sudah khawatir akan sampai kapan kami di Jakarta ini.
Pertanyaan “Kapan TIM 11 ketemu Bapak Jokowi” masih belum bisa kami jawab Pak
Seperti yang saya nyatakan diatas tadi, kami hanya rakyat biasa Pak.
1. Togu Simorangkir 45 thn Petani
2. Anita Martha Hutagalung 54 thn sorang Opung.
3. Bang Rait Irwandi 40 thn disabilitas yg penjahit
4. Christian Gultom 41 thn seorang petani
5. Jevri Manik 43 Perawat
6. Yman Munthe 32 thn petugas Kaur Kec Tongging
7. Agustina Pandiangan 29 guru honorer
8. Ferry J Sihombing 40 bekerja di bengkel bubut.
9. Ewin Rico Hutabarat 32 seorang supir
10. Lambok Siregar 28 bekerja di warung makan.
11. Bumi Simorangkir 8 tahun, kelas 3 SD.
Kami TIM 11 masih akan setia menunggu kesediaan Bapak Jokowi untuk menerima kedatangan kami sebentar aja pun jadi Pak.
Kami akan menyerahkan segala bukti-bukti yang berkenaan dengan TPL.
Sebelumnya kami TIM 11 akan menyelesaikan Aksi Jalan Kaki sampai finish ke Istana Negara Jakarta.
Ada sekitar 8 Km lagi yang harus kami selesaikan.
Karena saat kami diberangkatkan dengan doa, tujuan kami adalah berakhir di Istana Negara Jakarta.
Bukan di Jln Sisingamangaraja Jakarta.
Panjang Umur Perjuangan.
Tutup Perusak Lingkungan.
Akhir kata saya mewakili TIM 11 mengucapakan banyak terimakasih atas perhatian Bapak Jokowi.
Tuhan memberkati.
#TutupTPL