JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
10 pimpinan MPR dan 5 pimpinan DPR telah terpilih dan telah diambil sumpah jabatan untuk bekerja selama 5 tahun ke depan. Mayoritas pimpinan DPR dan MPR diisi oleh partai koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin, yakni PDIP, Golkar, NasDem, PKB, dan PPP.
Pengamat politik Hendro Satrio menilai komposisi pimpinan DPR dan MPR ini bisa bekerja lebih baik dibanding sebelumnya. Apa alasannya?
“Menurut saya, dengan komposisi sekarang, DPR atau MPR, DPR terutama bisa lebih produktif dibandingkan dengan sebelumnya. DPR sebelumnya kan ada persaingan awal, ada persaingan antara koalisi merah putih dan koalisi Indonesia hebat, terus kemudian terjadi pergantian ketua DPR sampai 3 kali, ada 4 ketua DPR saat itu. Nah, sekarang kan nggak ada seperti itu, jadi harusnya DPR bisa menghasilkan legislasi yang banyak, lebih banyak dari yang sebelumnya,” kata Hendro saat dihubungi, Sabtu (5/10/2019).
Hendri mengakui terbentuknya formasi ini memang akan menimbulkan sejumlah pertanyaan di masyarakat terkait usulan kebijakan pemerintah dan DPR, mengingat kemungkinan besar tak ada lagi yang mengkritisi kinerja pemerintah. Namun, Hendri yakin aktivis hingga mahasiswa di Indonesia pasti akan bersuara jika ada yang salah dalam pemerintahan.
“Masih ada akademisi kan, masih ada mahasiswa, masih ada aktivis, LSM, dan mayarakat lainnya. Jadi, dengan posisi sekarang ini, harusnya DPR bisa produktif, dan lebih baik sebelumnya, ini situasinya enak banget, mustinya lebih bisa produktif dan berkarya,” katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari CSIS Arya Fernandes menilai koalisi gemuk dari partai koalisi Jokowi tak menjamin program pemerintah dapat diloloskan DPR. Arya menganalisis itu dari besaran RUU yang diusulkan pemerintah di tahun 2015-2019. Menurutnya, dalam tahun itu pimpinan parlemen juga dikuasai oleh koalisi Jokowi-Ma’ruf namun tidak menjamin usulan pemerintah diloloskan.
“Dari data prolegnas 2015-2019, pemerintah mengusulkan 52 RUU, dari 52 RUU yang diusulkan oleh pemerintah, sampai sebulan sebelum masa jabatan DPR berakhir, hanya 6 RUU yang disahkan dari 52. Padahal, koalisi pemerintah dominan di DPR. Logikanya, dengan dukungan yang besar proposal kebijakan pemerintah melalui RUU akan mudah diloloskan, nyatanya tidak,” jelas Arya.
Menurut Arya, lobi-lobi antara pemerintah dengan DPR juga menjadi salah satu nilai untuk DPR mendukung kebijakan itu atau tidak. Ia juga mengingatkan tugas penting untuk anggota DPR periode ini, yaitu mendorong Presiden untuk mendorong penerbitan Perppu dan pengusulan GBHN.
“Ujian pertama adalah soal Perrpu, dan bagaimana Presiden menahan keinginan partai-partai untuk mengembalikan GBHN model lama. Bila presiden jadi menerbitkan Perppu, apakah presiden mampu meyakinkan koalisi untuk menerima Perppu tersebut? Itu jadi ujian pertama soliditas. Yang kedua, soal GBHN apakah presiden bisa menahan keingginan anggota koalisinya untuk tidak jadi mengusulkan GBHN baru?’ pungkasnya.(DON)