Kuala Lumpur –
Kepolisian Malaysia resmi mengumumkan dibukanya kembali penyelidikan kasus pembunuhan model cantik Mongolia, Altantuya Shaariibuu. Hal ini diumumkan setelah ayah mendiang Altantuya mengajukan laporan baru ke polisi Malaysia.
“Saya bisa mengonfirmasi kita membuka kembali penyelidikan,” tegas Kepala Kepolisian Federal Malaysia, Inspektur Jenderal Polisi Mohamad Fuzi Harun kepada media Malaysia, The Star, Kamis (21/6/2018).
“Kami membuka kembali penyelidikan berdasarkan pada laporan polisi yang lama dan laporan baru yang diajukan di Dang Wangi ,” ujar Mohamad Fuzi, merujuk pada lokasi markas Kepolisian Kuala Lumpur.
Ditambahkan Mohamad Fuzi, hasil penyelidikan nantinya akan diserahkan kepada Wakil Jaksa Umum untuk ditindaklanjuti.
Altantuya (28) tewas dibunuh di Malaysia tahun 2006 lalu. Dia diyakini ditembak mati sebelum jenazahnya diledakkan dengan peledak hingga hancur berkeping-keping di sebuah hutan dekat Subang Dam, Puncak Alam, Shah Alam. Dua mantan polisi Malaysia bernama Sirul Azhar Umar dan Azilah Hadri divonis mati atas pembunuhan ini. Namun pertanyaan soal motif dan siapa yang memerintahkan pembunuhan Altantuya tidak pernah terjawab.
Pengumuman dibukanya kembali penyelidikan kasus Altantuya disampaikan setelah ayahnya, Dr Shaariibuu Setev, datang dari Mongolia ke Malaysia untuk mencari keadilan bagi putrinya. Selama di Malaysia, Setev bertemu Perdana Menteri Mahathir Mohamad dan Jaksa Agung Tommy Thomas.
Di Malaysia, Setev juga mengajukan laporan baru ke Kepolisian Kuala Lumpur pada Rabu (20/6) siang waktu setempat, agar polisi menyelidiki kembali kasus pembunuhan putrinya. Mohamad Fuzi menyebut Setev baru selesai dimintai keterangan oleh polisi pada Kamis (21/6) waktu setempat.
Sebelum Mohamad Fuzi mengumumkan dibukanya kembali penyelidikan kasus Altantuya, baik Mahathir maupun Jaksa Agung Tommy dilaporkan sepakat bahwa penyelidikan kasus ini harus dilakukan kembali, setelah ditemukan bukti baru.
Dugaan banyak pihak menyebut Altantuya dibunuh terkait perannya sebagai penerjemah dan rekan Abdul Razak Baginda, mantan penasihat mantan Perdana Menteri (PM) Najib Razak, dalam perundingan pembelian dua kapal selam kelas Scorpene dari perusahaan raksasa Prancis, DCNS tahun 2002. Pembelian kapal selam itu diduga kuat sarat penyuapan. (RIF)