Manila –
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengancam akan mengerahkan tentara dalam ‘misi bunuh diri’ jika China tak berhenti mendekati pulau yang dikuasainya di Laut China Selatan yang menjadi sengketa. Ancaman ini disampaikan setelah laporan menyebut ratusan kapal China berlayar di dekat pulau yang dikuasai Filipina itu.
Seperti dilansir CNN, Jumat (5/4/2019), ancaman itu disampaikan Duterte saat berpidato dalam kunjungan ke kota Puerto Princesa di Palawan.
Beberapa hari sebelumnya, pemerintah Filipina mengklaim 275 kapal nelayan dan kapal patroli China berlayar di dekat Pulau Thitu, yang dikuasai Filipina, di gugusan Kepulauan Spratly yang ada di perairan Laut China Selatan yang menjadi sengketa. Aktivitas kapal-kapal China itu tercatat selama tiga bulan terakhir.
“Mari kita berteman, tapi jangan sentuh Pulau Pagasa dan yang lainnya,” tegas Duterte dalam pernyataannya, merujuk pada sebutan lokal untuk Pulau Thitu.
“Jika Anda mengambil langkah di sana, ceritanya akan berbeda. Saya akan memberitahu tentara-tentara saya, ‘Bersiaplah untuk misi bunuh diri’,” ucap Duterte yang ditujukan untuk China.
Ditambahkan Duterte bahwa kata-katanya ini bukan peringatan, namun sekadar ‘nasihat untuk teman-teman saya’.
“Saya tidak akan meminta atau memohon, tapi saya hanya memberitahu Anda agar menjauh dari Pagasa karena saya punya tentara di sana,” tegasnya lagi.
Diketahui bahwa garnisun militer Filipina berukuran kecil bermarkas di Pulau Thitu, bersama 100 warga sipil yang tinggal di sana.
Pulau Thitu yang dikuasai Filipina di perairan China Selatan, merupakan pulau terbesar kedua di gugusan kepulauan Spratly. Selain menjadi sengketa Filipina dan China, Laut China Selatan juga menjadi sengketa Malaysia, Taiwan dan Vietnam.
Dalam pernyataan pada Kamis (4/4) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri Filipina menyebut kehadiran kapal-kapal China itu ilegal dan melanggar kedaulatan wilayah Filipina. Beberapa hari sebelumnya, pemerintah Filipina melayangkan nota protes secara diplomatik terhadap China, terkait aktivitas kapal-kapal tersebut.
Para pengkritik menyebut, aktivitas semacam itu merupakan bagian dari upaya untuk menekan pengerjaan infrastruktur Filipina di perairan sengketa. “Aksi semacam itu, saat tidak disangkal oleh pemerintahan China, dianggap telah diadopsi oleh negara itu,” sebut Kementerian Luar Negeri Filipina.(ADI)