Paris –
Iran menuduh Prancis menyalut aksi ekstremisme. Hal itu diungkapkan setelah Presiden Emmanuel Macron bersumpah untuk tidak pernah menyerah kepada Islam radikal dan membela penerbitan karikatur Nabi Muhammad SAW.
“Muslim adalah korban utama dari ‘pemujaan kebencian’ – diberdayakan oleh rezim kolonial dan diekspor oleh klien mereka sendiri,” tulis Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif di akun Twitter resminya seperti dilansir AFP, Senin (26/10/2020).
“Menghina 1,9 miliar Muslim-dan kesucian mereka- karena kejahatan menjijikkan dari ekstremis semacam itu adalah penyalahgunaan kebebasan berbicara oportunisktik. Itu hanya memicu ekstremisme,” lanjutnya.
Sikap Iran ini juga mengikuti pernyataan Macron pada minggu lalu setelah ekstremis Chechnya membunuh seorang guru Prancis pada 16 Okotober. Macron mengatakan guru sejarah Samuel Paty dipenggal kepalanya karena memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad kepada murid-muridnya “karena para Islamis menginginkan masa depan kita,”.
Pada hari Minggu, Macron mengatakan dalam sebuah tweet, “Kami tidak akan pernah menyerah” kepada radikal Islam.
“Kami tidak menerima ujaran kebencian dan membela debat yang masuk akal,” tambah pemimpin Prancis itu.
Pejabat tinggi Iran lainnya juga bergabung dan mengutuk pernyataan Presiden Prancis itu.
Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Shamkhani berkomentar bahwa Macron menunjukkan “kurang pengalaman dalam politik, kalau tidak, dia tidak akan berani menghina Islam,”.
Dia menasehati pemimpin Prancis untuk “membaca lebih banyak sejarah” dan tidak bergantung pada “dukungan dari orang Amerika yang sedang merosot dan Israel yang memburuk”.(DAB)