MOSCOW,khatulistiwaonline.com
Presiden Rusia Vladimir Putin memutuskan menahan diri untuk mengusir 35 diplomat Amerika Serikat (AS) dari Rusia. Sebelumnya Putin sudah mengeluarkan pernyataan akan mengusir 35 diplomat AS.
Alasan Putin menunda keputusannya itu adalah Presiden AS terpilih, Donald Trump. Langkah tersebut diambil sembari menunggu Trump disahkan sebagai Presiden AS. Putin berharap Trump bisa memperbaiki hubungan antara AS dan Rusia yang selama ini selalu berlawanan.
“Kami tidak akan membuat masalah dengan diplomat Amerika. Kami tidak akan mengusir siapa pun,” kata Putin dalam sebuah pernyataan seperti dilansir AFP, Sabtu (31/12/2016).
“Kami mengevaluasi langkah pemerintah AS yang tidak bersahabat dengan mengusir para diplomat. Hal tersebut dilakukan agar hubungan Rusia-AS lebih rusak,” lanjutnya
Langkah selanjutnya, lanjut Putin, masih menunggu kebijakan luar negeri yang akan diambil oleh Donald Trump. Trump sendiri akan disahkan menjadi Presiden AS pada tanggal 20 Januari 2017.
Putin mengakhiri pernyataannya dengan mengucapkan ‘Selamat Tahun Baru’ pada Presiden Barack Obama dan Donald Trump. Secara terpisah, Putin juga mengucapkan ‘Selamat Tahun Baru’ pada pemimpin negara di seluruh dunia.
Sebelumnya, Presiden AS Barack Obama memerintahkan pengusiran atas 35 diplomat Rusia dan memberi sanksi pada otoritas intelijen Rusia. Pemerintah AS meyakini mereka terlibat dalam upaya peretasan pada kelompok politik AS dalam pemilihan presiden (Pilpres) AS.
Dilansir Reuters, Jumat (30/12), Obama meminta Departemen Luar Negeri untuk mengumumkan 35 orang itu sebagai ‘persona non grata’ atau dalam politik internasional disebut sebagai orang yang tidak diinginkan. Selain itu, Obama meminta 2 lembaga Rusia di New York dan Maryland untuk ditutup lantaran diduga digunakan orang-orang Rusia untuk ‘tujuan yang berkaitan dengan intelijen’.
Sementara, Otoritas Rusia menyatakan juga akan mengusir 35 diplomat AS dari wilayahnya. Hal ini merupakan balasan atas sikap keras AS yang terlebih dulu mengusir 35 diplomat Rusia terkait tudingan intervensi pilpres AS.
Seperti dilansir AFP dan CNN, Jumat (30/12), Kementerian Luar Negeri Rusia dilaporkan telah mengajukan permohonan ini kepada Presiden Vladimir Putin. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menyatakan kementeriannya mengajukan agar 31 staf diplomatik pada Kedutaan Besar AS di Moskow dan empat staf diplomatik pada Konsulat AS di Saint Petersburg, diusir keluar Rusia. (ADI)
OHIO,khatulistiwaonline.com
Sebuah pesawat kecil hilang kontak dan diyakini jatuh di Danau Erie, Ohio, Amerika Serikat (AS). Enam orang, termasuk pilot, yang ada di dalam pesawat jenis Cessna Citation 525 ini dilaporkan hilang.
Seperti dilansir CNN, Sabtu (31/12/2016), pesawat pribadi itu terdaftar sebagai milik pejabat eksekutif perusahaan minuman setempat bernama John T Fleming. Pesawat itu dilaporkan hilang kontak sejak Kamis (29/12) malam waktu setempat.
Saat itu, Fleming bersama keluarga dan temannya usai menghadiri pertandingan basket klub Cleveland Cavaliers. Pesawat ini diketahui lepas landas dari bandara Ohio State University dan biasanya diparkir di sana.
“Pesawat itu berbasis di bandara kami, pesawat itu terbang dari bandara kami dan tidak kembali semalam,” terang direktur bandara Ohio State University, Doug Hammon.
Selain Fleming, ada lima orang lainnya di dalam pesawat itu yakni istri Fleming, Suzanne (46), kedua putra mereka yang bernama John Robert (15) dan Andrew Thomas (14), lalu satu tetangga mereka dan putrinya. Fleming merupakan presiden dan CEO Superior Beverage Group.
Ayah Fleming, John W Fleming, menyebut putranya yang menerbangkan pesawat itu. Fleming memang dikenal sebagai pilot berpengalaman. Dia membawa keluarga dan tetangganya menonton pertandingan basket sebagai hadiah saat liburan.
Juru bicara Patroli Laut AS, Katelyn Waddle, menyatakan operasi pencarian yang melibatkan Patroli Laut Kanada terpaksa dihentikan pada Jumat (30/12) malam waktu setempat.
Sedangkan Kapten Patroli Laut AS, Michael Mullen, menuturkan bahwa pesawat hilang dari radar saat terbang menuju wilayah Columbus, yang menjadi lokasi Ohio State University. “Pada tahap ini kami meyakini ada dua keluarga di dalam pesawat,” ucap Mullen.
Patroli Laut AS mengerahkan sebuah helikopter dari Detroit, Michigan untuk membantu pencarian di Danau Erie. Angkatan Udara Kanada mengerahkan sebuah pesawat jenis C-130 untuk membantu AS. Patroli Laut AS menyatakan, operasi pencarian dipersulit dengan adanya gelombang setinggi 3,6 meter hingga 4,5 meter di Danau Erie. Penyebab jatuhnya pesawat ini belum diketahui pasti. (MAD)
Washington DC, khatulistiwaonline.com
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry mengungkapkan enam prinsip dasar yang diyakini AS bagi perdamaian Israel-Palestina. Salah satu prinsip dasar itu mencetuskan resolusi yang menyepakati Yerusalem sebagai ibu kota yang diakui secara internasional, baik untuk Israel maupun Palestina.
Pidato Menlu Kerry ini menanggapi resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB yang menyatakan pembangunan permukiman Yahudi di Yerusalem sebagai tindakan ilegal yang melanggar hukum internasional. Resolusi itu memicu kemarahan besar Israel, sekutu AS. Terlebih, resolusi itu disepakati setelah AS memilih abstain dan tidak menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel.
Seperti dilansir media Israel, Haaretz, dan juga media ternama TIME, Kamis (29/12/2016), pidato Menlu Kerry itu menjabarkan enam prinsip yang diyakini oleh AS, perlu diwujudkan demi mencapai perdamaian Israel dan Palestina di masa depan.
Prinsip pertama, menetapkan perbatasan yang aman dan diakui secara internasional antara Israel dan Palestina yang hidup berdampingan. Kerry berargumen agar perbatasan itu didasarkan pada garis perbatasan sebelum Perang Arab-Israel tahun 1967. Atau garis perbatasan bisa dimodifikasi dengan pertukaran wilayah secara setara dan disepakati oleh kedua pihak.
Prinsip kedua, memenuhi visi resolusi Sidang Umum PBB 181 soal dua negara untuk kedua rakyat, satu untuk warga Yahudi dan satu lagi warga Arab, dengan pengakuan penuh dan setara untuk seluruh warga negara Israel juga Palestina. Hal ini, sebut Kerry, menjadi prinsip mendasar bagi solusi dua negara yang memperjuangkan negara untuk warga Yahudi dan negara untuk rakyat Palestina.
Prinsip ketiga, memberikan solusi yang realistis, adil dan disepakati bagi pengungsi Palestina. Solusi itu termasuk bantuan internasional seperti opsi dan kompensasi dalam mencari tempat tinggal permanen, serta mengupayakan langkah-langkah menyeluruh yang konsisten dengan prinsip dua negara untuk kedua rakyat.
Prinsip keempat, menetapkan solusi yang menyepakati Yerusalem sebagai ibu kota bagi Israel dan Palestina. Kerry menyebut Yerusalem sebagai isu paling sensitif untuk kedua pihak. Terdapat situs-situs suci bagi tiga agama, yakni Islam, Yahudi dan Kristen di Yerusalem, sehingga akses ke situs-situs itu harus selalu dilindungi dan dijaga.
“Memberikan solusi yang disepakati agar Yerusalem menjadi ibu kota yang diakui secara internasional bagi kedua negara (Israel-Palestina) dan melindungi dan menjamin kebebasan akses kepada situs-situs suci sejalan dengan status quo yang sudah ada,” cetus Kerry.
Prinsip kelima, memenuhi kebutuhan keamanan Israel dan mewujudkan penghentian pendudukan atas wilayah Palestina. “Memastikan Israel bisa mempertahankan diri secara efektif dan Palestina bisa menjaga keamanan rakyatnya dalam sebuah negara yang berdaulat dan tanpa militerisasi,” sebut Kerry dalam pidatonya.
Prinsip keenam, mengakhiri konflik dan seluruh klaim yang belum terselesaikan, serta mewujudkan normalisasi hubungan Israel-Palestina dan keamanan kawasan. “Sangat penting bagi kedua pihak bahwa kesepakatan status akhir berarti penyelesaian isu-isu yang belum terselesaikan dan mengakhiri konflik ini. Agar semua orang bisa bergerak ke era baru yang diwarnai kerja sama dan hidup berdampingan secara damai,” tegas Kerry. (ADI)
NEW YORK,khatulistiwaonline.com
Pemerintah Israel mengecam Presiden Amerika Serikat Barack Obama atas resolusi Dewan Keamanan PBB yang memerintahkan Israel menghentikan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina. DK PBB bisa mengadopsi resolusi tersebut berkat abstainnya AS dalam voting yang digelar pada Jumat, 23 Desember waktu setempat.
Geram atas putusan tersebut, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyatakan tak akan mematuhi resolusi badan dunia tersebut.
“Israel menolak resolusi anti-Israel di PBB yang memalukan ini dan tak akan mematuhi ketentuan-ketentuannya,” demikian statemen yang dirilis kantor PM Netanyahu seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (24/12/2016).
“Pemerintahan Obama bukan hanya gagal melindungi Israel terhadap persekongkolan di PBB, tapi juga berkolusi di belakang layar,” demikian disampaikan.
Dalam voting DK PBB yang digelar pada Jumat, 23 Desember waktu setempat, bukannya menggunakan hak veto seperti yang selama ini sering dilakukan, AS memilih untuk abstain. Ini merupakan langkah yang langka dan mengejutkan dari pemerintahan Obama. Dengan abstainnya AS, maka untuk pertama kalinya sejak tahun 1979, DK PBB bisa mengadopsi resolusi yang mengecam kebijakan permukiman Israel di wilayah Palestina.
Tepuk tangan para diplomat bergemuruh di ruang voting DK PBB setelah resolusi mengenai larangan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina itu, mendapat dukungan dari semua negara anggota DK PBB.
Putusan mengejutkan ini terjadi meski sebelumnya pemerintah Israel dan didukung oleh Presiden terpilih AS Donald Trump berupaya keras untuk menggagalkan resolusi tersebut. Sebelum voting dimulai, PM Netanyahu telah mendesak AS untuk menggunakan hak vetonya guna menggagalkan resolusi.
Resolusi DK PBB tersebut menuntut “Israel segera dan menghentikan sepenuhnya semua aktivitas permukiman di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem timur.”
Selama ini, PBB bersikeras bahwa aktivitas pembangunan permukiman Yahudi adalah ilegal. Badan dunia tersebut juga telah berulang kali menyerukan Israel untuk menghentikan aktivitas tersebut. Namun pejabat-pejabat PBB menyatakan, justru terjadi peningkatan pembangunan permukiman Yahudi dalam beberapa bulan terakhir.
Pemerintahan Obama juga telah menyatakan keberatan atas kebijakan permukiman Israel. Namun usai kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS pada November lalu, pemerintah Israel malah menghidupkan kembali rencana untuk membangun 500 rumah baru bagi para pemukim Israel di wilayah Yerusalem timur. (RIF)
Washington,khatulistiwaonline.com
Seorang penumpang JetBlue diturunkan dari pesawat setelah melontarkan kekesalan karena melihat Ivanka Trump, putri Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump ada di dalam pesawat.
Maskapai JetBlue Airways Corp mengkonfirmasi bahwa seorang penumpang telah diturunkan dari pesawat yang akan bertolak dari Bandara Internasional John F. Kennedy di New York menuju San Francisco, AS. Namun maskapai tersebut tidak menjelaskan lebih detail mengenai insiden pada Kamis, 22 Desember waktu setempat itu.
“Keputusan untuk menurunkan seorang pelanggan dari penerbangan tidak diambil dengan mudah. Dalam hal ini, tim kami bekerja untuk mengakomodasi ulang pihak tersebut pada penerbangan yang tersedia berikutnya,” demikian statemen JetBlue seperti dilansir kantor berita Reuters, Jumat (23/12/2016).
Menurut seorang penumpang lain di pesawat tersebut, Marc Scheff, seorang penumpang pria kesal saat melihat Ivanka ada di dalam pesawat. Pria tersebut berkata: “Oh Tuhanku. Ini mimpi buruk!”
Dikatakan Scheff yang duduk di barisan di depan Ivanka, seorang kru JetBlue kemudian datang menghampiri penumpang tersebut. “Mereka merusak negara kita, sekarang mencoba merusak penerbangan kita,” cetus penumpang tersebut kepada kru pesawat.
Menurut Scheff, penumpang tersebut terlihat sangat gelisah namun tidak menjerit atau berteriak. Pria tersebut tampak gemetar saat disuruh turun oleh kru pesawat. Tidak diketahui identitas pria tersebut.
Juru bicara Trump, Sean Spicer menyayangkan kejadian tersebut. “Melakukan hal itu pada seorang wanita yang berada di sana bersama anak-anaknya, saya tidak peduli apa latar belakang politik Anda atau apa pikiran Anda, itu bukan cara kita untuk bertindak sebagai orang Amerika,” tegas Spicer kepada Fox News.
Menurut ABC News, saat kejadian, Ivanka tengah dalam perjalanan menuju Hawaii untuk berlibur bersama keluarganya. (RIF)
ANKARA,khatulistiwaonline.com
Para jaksa Turki tengah menyelidiki mengapa polisi muda yang menembak mati Dubes Rusia untuk Turki tidak ditangkap hidup-hidup.
Dubes Andrei Karlov ditembak dari belakang saat tengah berpidato dalam pembukaan pameran foto di Ankara pada Senin, 19 Desember lalu. Pembunuhnya diidentifikasi sebagai Mevlut Mert Altintas (22) yang meneriakkan “Jangan lupakan Aleppo, jangan lupakan Suriah!” dalam bahasa Turki dan “Allahu Akbar”.
Menurut kantor berita pemerintah Turki, Anadolu, para jaksa tengah menyelidiki mengapa pasukan khusus Turki, yang menyerbu masuk ke dalam galeri setelah penembakan Dubes Karlov, tidak menangkap pelaku hidup-hidup.
Penyelidikan awal menunjukkan, Altintas terus melepas tembakan ke para polisi sembari berteriak: “Kalian tak bisa menangkap saya hidup-hidup!”. Demikian diberitakan Anadolu seperti dilansir kantor berita Reuters, Kamis (22/12/2016).
Disebutkan Anadolu, polisi awalnya menembak Altintas di bagian kaki, namun pria muda itu terus melepas tembakan saat dirinya tersungkur dan merangkak usai ditembak. Hal itu mendorong polisi untuk kembali menembak Altintas hingga tewas.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membela tindakan kepolisian yang menembak mati Altintas. “Ada sejumlah spekulasi tentang mengapa dia tidak ditangkap hidup-hidup. Lihat apa yang terjadi di Besiktas ketika mereka mencoba menangkap seorang penyerang hidup-hidup,” cetus Erdogan kepada wartawan, mengenai dua ledakan bom di luar stadion sepakbola Besiktas di Istanbul beberapa hari lalu.
Dalam serangan bom itu, 44 orang tewas, yang kebanyakan polisi, dan lebih dari 150 orang lainnya luka-luka. Saat itu, bom kedua meledak saat seorang pengebom bunuh diri meledakkan bomnya ketika dirinya dikepung para polisi.
Sejauh ini, otoritas Turki telah menangkap 11 orang terkait pembunuhan Dubes Karlov. Mereka yang ditangkap termasuk ayah, ibu dan saudara perempuan Altintas. (MAD)
MANILA,khatulistiwaonline.com
Senator Filipina yang menyerukan pemakzulan PresidenRodrigoDuterte mengaku mengkhawatirkan keselamatan nyawanya namun tidak akan berdiam diri.
Kepada BBC, Leila de Lima -mantan menteri kehakiman- mengatakan dia kini menempuh langkah pengamanan tambahan setelah mengkritik kebijakan Presiden Duterte dalam mengatasi kejahatan narkotika.
“Ada ancaman keamanan yang nyata atas saya namun sikap saya adalah ‘jika sudah tiba waktumu, ya itulah waktumu’,” tegasnya dalam wawancara dengan BBC.
De Lima menambahkan bahwa dia tidak bisa ‘menjadi seorang pengecut’ dan akan tetap mengungkapkan yang ingin dilakukan atau disampaikan.
Walau dikritik oleh pegiat hak asasi dan sejumlah negara Barat, Presiden Duterte tetap mempertahankan kebijakan tembak mati di tempat terhadap para tersangka pengedar narkotika.
Sejak Duterte berkuasa Juni 2016, diperkirakan sekitar 6.000 orang sudah dibunuh tanpa proses hukum, baik oleh aparat keamanan maupun milisi bersenjata.
EPA/MARK R. CRISTINO Leila de Lima mengatakan dia tidak bisa menjadi ‘seorang pengecut’.
(Reuters) PresidenDuterte mengaku pernah membunuh langsung tiga penjahat ketika masih menjabat wali kotaDavao.Pernah membunuh langsung
Namun pekan lalu, dia mengaku pernah membunuh tiga penjahat langsung dengan tangannya sendiri ketika masih menjabat wali kota Davao, untuk menunjukkan kepada polisi bahwa mereka juga bisa melakukan hal yang sama.
Setelah pengakuan itu, de Lima menyerukan agar ditempuh proses pemakzulan atau penuntutan mundur atas Presiden Duterte walau dia kemudian mendapat ancaman.
“Hal itu tidak akan mencegah saya untuk mengatakan bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang bisa dimakzulkan.”
De Lima menambahkan kebijakan tembak mati yang diterapkan Presiden Duterte bisa tergolong ‘pembunuhan massal’ dan presiden seharusnya dimintai pertanggung jawaban.
Tidak banyak politisi di Filipina yang menentang kebijakan Presiden Duterte dalam ‘perang melawan narkotika’ dan de Lima adalah salah seorang yang menyampaikan penentangan secara terbuka.(RIF)
DAMASKUS,khatulistiwaonline.com
Proses evakuasi warga dari Aleppo timur, Suriah telah dimulai. Namun sekitar 50 ribu orang, kebanyakan warga sipil, masih terperangkap di wilayah itu.
“Ada 50.000 ribu orang, termasuk 40.000 warga sipil yang kurang beruntung yang masih tinggal di bagian kota tersebut. Sisanya adalah para petempur, yang berjumlah antara 1.500 dan 5.000 beserta keluarga mereka,” ujar utusan damai PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura kepada para wartawan di Paris, Prancis dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault.
Pemerintah Turki sebelumnya menyatakan, sekitar 80 ribu hingga 100 ribu warga sipil kemungkinan masih terperangkap di wilayah Aleppo timur.
“Prioritas kami adalah agar para kolega PBB kami hadir bersama masyarakat (yang telah dievakuasi) dan agar para petempur dihormati sesuai ketentuan dalam kesepakatan ini,” imbuh De Mistura seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (16/12/2016).
Adapun Menteri Ayrault dalam konferensi pers tersebut, menyerukan gencatan senjata untuk seluruh Suriah dan kembali ke negosiasi.
Berdasarkan ketentuan dalam kesepakatan evakuasi yang dinegosiasikan oleh pemerintah Rusia yang mendukung rezim Suriah dan pemerintah Turki yang mendukung pemberontak Suriah, warga yang kini tengah dievakuasi dari Aleppo timur akan dibawa ke provinsi Idlib, yang merupakan benteng pertahanan oposisi.
Sebelumnya pada Kamis (15/12) waktu setempat, sekitar 3 ribu orang dievakuasi dari Aleppo timur, setelah serangan besar-besaran oleh tentara rezim Suriah selama sebulan terakhir, dengan didukung pesawat-pesawat perang Rusia. (RIF)
MANILA,khatulistiwaonline.com
Presiden Filipina Rodrigo Duterte blak-blakan mengaku dirinya pernah membunuh para tersangka kriminal sewaktu masih menjadi wali kota Davao. Pengakuan Duterte ini direspons oleh dua senator Filipina yang menyatakan, presiden kontroversial itu bisa dimakzulkan.
Dalam pidatonya di depan para pebisnis Filipina pada Senin (12/12), Duterte mengatakan dirinya turun langsung ke jalan untuk membunuh para tersangka kriminal. Menurutnya, hal itu dilakukannya untuk memberikan contoh bagi para polisi.
“Di Davao saya dulu melakukannya sendiri. Hanya untuk menunjukkan kepada mereka (polisi) bahwa jika saya bisa melakukannya, mengapa Anda tak bisa,” ujar Duterte dalam pidatonya di istana kepresiden Manila.
“Dan saya akan berkeliling di Davao dengan motor, dengan motor besar berkeliling, dan saya akan berpatroli di jalan-jalan, mencari masalah juga. Saya benar-benar mencari konfrontasi sehingga saya bisa membunuh,” imbuh Duterte.
Menurut Senator Leila de Lima, seorang pengkritik keras Duterte, pengakuan Duterte itu bisa menjadi alasan untuk pemakzulan.
“Itu pengkhianatan kepercayaan publik dan itu merupakan kejahatan berat karena pembunuhan massal tentunya masuk ke dalam kategori kejahatan berat. Dan kejahatan berat merupakan alasan untuk pemakzulan sesuai konstitusi,” ujar de Lima kepada media CNN seperti dilansir kantor berita Reuters, Kamis (15/12/2016).
Hal senada disampaikan Senator Richard Gordon yang memimpin komisi kehakiman Senat Filipina. Dikatakannya, Duterte telah membuka dirinya untuk kemungkinan sidang pemakzulan menyusul komentar kontroversialnya itu.
Mengenai komentar Duterte, Menteri Kehakiman Vitaliano Aguirre menyebut bahwa hal itu hanya hiperbola.
“Itu seperti hiperbola, itulah presiden, dia biasa membesar-besarkan hanya untuk menyampaikan pesannya,” cetus Aguirre.
Duterte pernah menjadi wali kota Davao selama 20 tahun. Kelompok-kelompok HAM telah menuding Duterte menjalankan skuad penembak mati di Davao yang telah menewaskan lebih dari 1.000 tersangka kriminal.
Sejak terpilihnya Duterte menjadi presiden, kepolisian dilaporkan telah menewaskan 2.086 orang dalam operasi antinarkoba. Lebih dari 3 ribu orang lainnya telah tewas dalam situasi yang tidak jelas. Namun dilaporkan, para penyerang bertopeng kerap menerobos masuk ke rumah-rumah dan membunuh orang-orang yang telah dicurigai sebagai pengedar ataupun pecandu narkoba.
Duterte bersikeras bahwa polisi hanya membunuh untuk mempertahankan diri dan para bandit telah membunuh korban-korban lainnya. (RIF)
Chicago,khatulistiwaonline.com –
Seorang pria Chicago, Amerika Serikat (AS) mengaku bersalah atas peran jarak jauhnya dalam kasus pembunuhan di Bali tahun 2014 lalu. Pria ini mengaku memberi saran soal cara membunuh kepada pelaku yang menghabisi ibu kekasihnya, juga warga AS, yang sedang berlibur ke Bali.
Disampaikan kantor jaksa AS untuk Northern District, Illinois, dalam pernyataannya seperti dilansir Reuters, Rabu (14/12/2016), pria bernama Robert Bibbs (26) ini mengaku bersalah atas satu dakwaan konspirasi pembunuhan warga AS di luar negeri.
Dalam kesepakatan persidangan, jaksa dan pengacara Bibbs sepakat agar hukuman maksimum yang nanti dijatuhkan tidak lebih dari 20 tahun penjara. Hal ini sebagai kesepakatan karena Bibbs mengaku bersalah dalam persidangan. Pengacara Bibbs, Donna Hickstein-Foley, enggan memberikan komentar.
Dalam persidangan, Bibbs mengaku memberi saran kepada sepupunya, Tommy Schaefer, dan kekasihnya Heather Mack via pesan singkat soal bagaimana membunuh korban, wanita berumur 62 tahun yang bernama Sheila von Wiese-Mack. Jaksa menyebut, pembunuhan dilakukan dengan harapan bisa berbagi warisan.
Von Wiese-Mack dipukul dengan benda tumpul hingga tewas oleh Shcaefer di dalam kamar hotelnya di Bali. Baik Schaefer maupun Mack diadili di Bali dan telah dijatuhi vonis.
Schaefer dijatuhi vonis 18 tahun penjara atas dakwaan pembunuhan berencana. Sedangkan Mack yang melahirkan bayinya di dalam penjara, divonis 10 tahun penjara atas dakwaan membantu pidana pembunuhan.
Bibbs mengakui dirinya sadar betul ada rencana pembunuhan dan bahkan memberikan saran kepada Schaefer soal bagaimana menutupi pembunuhan itu. Tujuannya agar Schaefer mendapat akses pada aset real estate milik korban melalui kekasihnya, Mack dan kemudian akan membaginya dengan Bibbs.
Mack dan ibundanya memiliki hubungan yang tidak akur. Namun pada Agustus 2014 lalu, keduanya berlibur bersama ke Bali dan menginap di hotel mewah St Regis Bali. Schaefer kemudian bergabung dengan mereka di Bali dan hal itu mengejutkan von Wiese-Mack.
Schaefer kemudian mengirim pesan singkat ke Bibbs di AS dan keduanya membahas soal rencana pembunuhan von Wiese-Mack. Bibbs mengaku menyarankan kepada Schaefer untuk menenggelamkan korban atau menduduki wajah korban dengan bantal agar korban kehabisan napas.
Schaefer akhirnya memukuli korban hingga tewas. Kemudian dia bersama Mack memasukkan jasad korban ke dalam koper dan memasukkannya ke bagasi taksi. Schaefer dan Mack ditangkap polisi keesokan harinya dan dinyatakan bersalah pada April 2015. Sedangkan Bibbs ditangkap di AS pada September 2015. (RIF)