KUALA LUMPUR,khatulistiwaonline.com
Empat pria Korea Utara (Korut) yang kabur sesaat setelah Kim Jong-Nam diserang dan tewas di Malaysia dilaporkan telah kembali ke Pyongyang. Otoritas Malaysia pun mempertimbangkan untuk mengajukan permohonan ekstradisi pada Korut.
Namun disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Nur Jazlan Mohamed, seperti dilansir media lokal Malaysia, The Star, Rabu (22/2/2017), bahwa permohonan ekstradisi itu tergantung pada identifikasi jenazah korban dan penyebab kematiannya. Hingga kini, penyebab kematiannya belum diketahui.
“Jika memang kematian korban (Jong-Nam) dalam keadaan mencurigakan, polisi bisa meminta empat pria (Korut) itu untuk diekstradisi, demi membantu penyelidikan,” ucap Nur Jazlan.
Baca juga: 4 WN Korut Buron Pembunuhan Kim Jong-Nam Sempat Kabur ke Jakarta
Ditambahkan Nur Jazlan, ekstradisi empat pria itu juga membutuhkan kerja sama dari Korut sendiri. “Pertanyaannya adalah, apakah Korea Utara akan mempertimbangkan kita. Bagaimana jika mereka (Korut) menyatakan tidak bisa menemukan keempat pria itu, maka apa yang bisa kita lakukan?” ujarnya.
Empat pria Korut yang dimaksud adalah Ri Ji-Hyon (33) yang tiba di Malaysia pada 4 Februari, Hong Song-Hac (34) yang tiba di Malaysia pada 31 Januari, O Jong-Gil (55) yang tiba di Malaysia pada 7 Februari, dan Ri Jae-Nam (57) yang tiba di Malaysia pada 1 Februari. Mereka diyakini sebagai ‘otak’ di balik kematian Jong-Nam pada 13 Februari lalu.
Informasi media lokal Malaysia menyebut, keempat pria itu kabur ke Jakarta segera setelah serangan terhadap Jong-Nam terjadi. Dari Jakarta, mereka dilaporkan terbang ke Dubai, Uni Emirat Arab dan kemudian ke Vladivostok, Rusia sebelum akhirnya melanjutkan penerbangan ke Pyongyang.
Baca juga: Hanya 3 WN Korut Buron Pembunuh Jong-Nam yang Sempat ke Jakarta
Dalam keterangan terpisah, Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Agung Sampurno, menyebut hanya 3 WN Korut yang sempat ke Jakarta usai serangan terjadi. Ketiganya adalah Ri Ji-Hyon, Hong Song-Hac dan Ri Jae Nam. Menurut Agung, ketiganya langsung terbang ke Dubai menggunakan maskapai Emirates EK0359 dari Bandara Soekarno-Hatta, pada hari yang sama yakni 13 Februari malam.
Sedangkan, satu WN Korut lainnya bernama O Jong-Gil, terakhir tercatat berada di Indonesia pada 19 Januari 2017, jauh sebelum Jong-Nam tewas. Dari Jakarta, Jong-Gil terbang ke Bangkok, Thailand. Tidak diketahui keberadaannya saat ini.
Sejauh ini, otoritas Malaysia telah meminta bantuan Interpol untuk melacak keberadaan keempat pria Korut itu. Foto mereka juga telah dirilis ke publik. (RIF)
Baghdad –
Menteri Pertahanan Amerika Serikat, James Mattis, menegaskan bahwa AS tidak akan menyita minyak Irak, sekaligus ‘memberikan klarifikasi’ atas pernyataan Presiden Donald Trump.
Jenderal Mattis mengatakan bahwa AS tetap akan membayar minyak yang didapat dari Irak dan kebijakan ini akan tetap dipertahankan. “Kami berada di Irak tidak untuk menyita minyak,” kata Mattis kepada para wartawan yang menyertai kunjungan mendadak ke Irak, hari Senin (20/02).
Bagi Mattis ini adalah kunjungan pertamanya ke Irak sejak diangkat menjadi menteri pertahanan oleh Presiden Trump.
Presiden Trump dalam beberapa kali kesempatan mengatakan AS mestinya menyita minyak Irak setelah menggulingkan Presiden Saddam Hussein dari kekuasaan.
Dalam pertemuan dengan staf badan intelijen CIA bulan Januari, Trump mengatakan, “Kita mestinya menyita minyak (Irak). Tak masalah (sekarang). Tapi mungkin kita punya kesempatan di masa mendatang.”
Pernyataan Menhan Mattis ini, dipandang sejumlah pihak sebagai contoh terbaru perbedaan kebijakan antara menteri dan presiden AS.
Sebelumnya, Trump mengakui bahwa Mattis tak setuju dengan pemakaian metode penyiksaan sebagai taktik dalam interogasi. Belakangan Trump mengatakan untuk masalah ini, Menhan Mattis yang akan menjatuhkan keputusan, yang dianggap sebagai perubahan sikap presiden atas masukan atau pengaruh menteri pertahanan.
Berbeda soal Putin
Soal pemimpin Rusia, Vladimir Putin, Mattis juga lebih kritis dibandingkan Trump sendiri. Sementara terkait media, Mattis menegaskan tak ada masalah, di sisi lain Presiden Trump menggambarkan media ‘sebagai musuh rakyat Amerika’.
Mattis adalah purnawirawan marinir yang pernah memimpin pasukan saat AS melakukan invasi militer di Irak.
Ia berusaha mengajukan pengecualian bagi warga Irak yang pernah bekerja untuk militer AS, termasuk penerjemah, bisa masuk ke AS dan tak terkena kebijakan pembatasan imigrasi Presiden Trump.
“Kami akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar mereka yang bertempur bersama kami diizinkan masuk ke AS,” kata Mattis.
Presiden Trump mengeluarkan perintah eksekutif, yang antara lain melarang masuknya warga dari tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim, termasuk Irak. Kebijakan ini dikecam masyarakat internasional.
Hakim di AS sudah mengeluarkan keputusan yang intinya menyebutkan bahwa ‘kebijakan yang diskriminatif ini’ tak bisa diterapkan.
Presiden Trump berjanji akan mengeluarkan kebijakan imigrasi yang baru.(RIF)
KUALA LUMPUR –
Duta Besar (Dubes) Korea Utara (Korut) untuk Malaysia menuding pemerintah Malaysia berkonspirasi dengan “kekuatan musuh” dalam penyelidikan pembunuhan Kim Jong-Nam, kakak tiri pemimpin Korut, Kim Jong-Un. Terkait tuduhan tersebut, pemerintah Malaysia memanggil Dubes Korut tersebut untuk meminta penjelasan.
“Kementerian menekankan bahwa dikarenakan kematian itu terjadi di tanah Malaysia dalam keadaan misterius, maka adalah tanggung jawab pemerintah Malaysia untuk melakukan penyelidikan guna mengidentifikasi penyebab kematian,” demikian statemen Kementerian Luar Negeri Malaysia udai pertemuan dengan Dubes Korut seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (20/2/2017).
Disebutkan bahwa, Wakil Sekjen Urusan Bilateral Malaysia Raja Nushirwan Zainal Abidin telah berbicara dengan Dubes Korut Kang Chol di Kementerian Luar Negeri Malaysia pada Senin pagi waktu setempat.
Pekan lalu, Chol menuding Malaysia bersekongkol dengan “kekuatan-kekuatan musuh” untuk menjatuhkan Korut. Tudingan ini dilontarkan Dubes Korut tersebut setelah pemerintah Korea Selatan (Korsel) menyebut Pyongyang telah mendalangi pembunuhan Kim Jong-Nam di Malaysia.
Pemerintah Malaysia menyebut tuduhan Dubes Chol tersebut tak berdasar. “Pemerintah Malaysia menanggapi dengan sangat serius setiap upaya untuk menodai reputasinya,” tegas Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam statemennya.
Kim Jong-Nam meninggal setelah diserang dua wanita di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia pada Senin (13/2) lalu. Pemerintah Korsel menyebut agen-agen Korut melakukan pembunuhan tersebut.
Sejauh ini, empat orang telah ditangkap terkait kasus ini, yakni seorang wanita Vietnam bernama Doan Thi Huong (28), seorang wanita Indonesia bernama Siti Aisyah (25), seorang pria Korut bernama Ri Jong-Chol (47) dan seorang pria Malaysia bernama Muhammad Farid Jalaluddin (26) yang disebut sebagai kekasih Siti Aisyah.
Kepolisian Malaysia saat ini tengah memburu empat pria Korut, yakni Rhi Ji-Hyon (33) yang tiba di Malaysia pada 4 Februari, Hong Song-Hac (34) yang tiba di Malaysia pada 31 Januari, O Jong-Gil (55) yang tiba di Malaysia pada 7 Februari, dan Ri Jae-Nam (57) yang tiba di Malaysia pada 1 Februari.
Selain keempat pria Korut yang diduga sebagai agen Korut itu, kepolisian Malaysia juga tengah memburu seorang warga Korut lainnya bernama Ri Ji-U (30) alias James dan dua pria lainnya yang identitasnya belum diketahui. Peran ketiganya tidak dijelaskan lebih lanjut. Namun kepolisian Malaysia menyatakan, pria-pria itu dibutuhkan untuk membantu penyelidikan.(RIF)
KUALA LUMPUR,khatulistiwaonline.com
Motif pembunuhan Kim Jong-Nam, kakak tiri pemimpin Korea Uara (Korut) Kim Jong-Un masih misterius. Namun badan intelijen Korea Selatan (Korsel), Dinas Intelijen Nasional menyatakan, otoritas Korut telah berupaya membunuh Kim Jong-Nam selama lima tahun terakhir.
Kepada para politisi Korsel seperti dilansir News.com.au, Jumat (17/2/2017), Dinas Intelijen Nasional menyatakan bahwa Kim Jong-Nam mengirimkan surat ke Kim Jong-Un pada April 2012 setelah percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Dalam surat itu, Kim Jong-Nam memohon pengampunan untuk hidupnya dan keluarganya.
Kim Jong-Nam telah bermukim di Macau sejak lama dan tak pernah mengenal dekat adik tirinya yang merupakan pemimpin Korut, Kim Jong-Un.
Kim Jong-Nam dilaporkan memiliki dua istri dan beberapa anak. Selain dikenal playboy, pria berumur 46 tahun itu juga dikenal gemar berjudi dan minum-minum alkohol.
Media-media Korea melaporkan, Kim Jong-Nam pernah beberapa kali melontarkan kritikan terhadap pemerintah Korut. Dia bahkan dilaporkan pernah menyebut Kim Jong-Un tidak kompeten menjadi seorang pemimpin negara.
Kim Jong-Nam dilaporkan dibunuh oleh dua wanita agen mata-mata Korut yang menyergapnya dari belakang dan meracuninya di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia pada Senin, 13 Februari lalu.
Kepolisian Malaysia telah menangkap dua wanita yang diduga terlibat dalam kematian Kim Jong-Nam. Salah satu wanita diketahui memegang paspor Indonesia dengan nama Siti Aisyah asal Serang dengan tanggal kelahiran 11 Februari 1992. Dia ditangkap pada Kamis (16/2) dini hari waktu setempat.
Sebelumnya pada Rabu (15/2) pagi waktu setempat, seorang wanita juga ditangkap di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) saat akan terbang menuju Vietnam. Wanita itu kedapatan membawa paspor Vietnam dengan nama Doan Thi Huong yang lahir di Nam Dinh, Vietnam pada Mei 1988. Tidak diketahui pasti keaslian dokumen itu.
Kepolisian Malaysia juga telah menangkap seorang pria Malaysia yang disebut sebagai kekasih Siti Aisyah. Kepolisian Malaysia saat ini masih memburu sejumlah warga asing lainnya terkait pembunuhan tersebut. “Kami sedang mencari tersangka-tersangka lainnya,” ujar kepala kepolisian negara bagian Selangor kepada media AFP. (RIF)
KUALA LUMPUR,khatulistiwaonline.com
Otoritas Malaysia menangkap satu lagi wanita terkait penyelidikan kematian saudara tiri pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-Un. Kepolisian Malaysia masih memburu beberapa orang lainnya yang diyakini juga terlibat kasus ini.
Informasi penangkapan tersangka kedua itu disampaikan Inspektur Jenderal Polisi Tan Sri Khalid Abu Bakar seperti dikutip kantor berita resmi Malaysia, Bernama dan dilansir Reuters, Kamis (16/2/2017). Namun Khalid tidak menjelaskan lebih lanjut soal identitas dan kronologi penangkapan itu.
Khalid hanya menyatakan, keterangan resmi akan disampaikan kepolisian dalam waktu dekat.
Kim Jong-Nam (46) yang merupakan kakak tiri Kim Jong-Un tewas di Malaysia pada Senin (13/2) waktu setempat. Diduga dia diserang dua wanita agen Korut saat berada di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) untuk terbang ke Macau, menemui keluarganya.
Kepolisian Malaysia menyebut, Jong-Nam mengaku pusing setelah merasa ada seseorang yang menyergapnya dari belakang. Dugaan sementara menyebut Jong-Nam tewas diracun. Namun otoritas Malaysia masih menyelidiki penyebab kematiannya.
Pada Rabu (15/2) waktu setempat, otoritas Malaysia menangkap tersangka pertama yang juga seorang wanita di KLIA. Wanita yang tidak disebut identitasnya itu, akan dihadirkan dalam persidangan perdana di Kuala Lumpur pada Kamis (16/2) ini.
Sumber pemerintahan Malaysia menuturkan kepada Reuters, tersangka pertama merupakan wanita yang sama yang terekam CCTV bandara. Rekaman dan foto dari CCTV itu telah dirilis pihak kepolisian Malaysia ke media setempat.
Foto yang sedikit buram itu menunjukkan seorang wanita berkemeja putih dengan tulis ‘LOL’ di bagian depan. Saat ditangkap polisi Malaysia di KLIA pada Rabu (15/2), wanita itu sedang sendirian dan kedapatan membawa dokumen perjalanan asal Vietnam.
Dokumen perjalanan itu mencantumkan nama Doan Thi Huong dengan tempat dan tanggal lahir di Nam Dinh, Vietnam pada Mei 1988. Tidak diketahui pasti keaslian dokumen itu. Asal kewarganegaraan wanita yang ditangkap itu juga belum diketahui pasti. Meski sebelumnya kantor berita Bernama sempat menyebut wanita pertama yang ditangkap berasal dari Myanmar.
Secara terpisah, Wakil Inspektur Jenderal Polisi Tan Sri Noor Rashid Ibrahim menyatakan kepolisian masih memburu beberapa orang lainnya yang diduga terkait kematian Jong-Nam.
“Polisi masih mencari beberapa orang lainnya, semuanya warga negara asing,” ucap Rashid Ibrahim, tanpa menjelaskan lebih lanjut. (NOV)
Chicago,khatulistiwaonline.com
Aksi penembakan kembali terjadi di Amerika Serikat. Dua anak perempuan ditembak dalam insiden terpisah yang terjadi hanya dalam waktu kurang dari 30 menit di Chicago, Illinois.
Menurut bulletin kepolisian, satu dari kedua anak perempuan tersebut sedang duduk di kursi belakang sebuah mobil yang diparkir pada Minggu, 12 Februari sekitar pukul 19.40 waktu setempat, ketika seseorang melepaskan beberapa tembakan. Tembakan tersebut mengenai kepalanya.
Bocah berumur 11 tahun yang diidentifikasi sebagai Takiya Holmes tersebut, saat ini dalam kondisi kritis di rumah sakit Comer Children.
“Mereka sedang merawat dia sebaik yang mereka bisa dengan semua langkah-langkah agresif yang bisa dilakukan rumah sakit untuknya, namun ini suram dan kami menginginkan doa-doa untuknya. Kami ingin siapapun yang melihat apa yang terjadi, menyampaikannya kepada polisi,” ujar nenek korban, Patsy Holmes kepada media lokal seperti dilansir NBC News, Senin (13/2/2017).
Menurut kepolisian, bocah itu tertembak di bagian kepala dalam insiden di South Side, Chicago tersebut. Belum diketahui pelaku maupun motif penembakan tersebut.
Penembakan serupa terjadi kurang dari setengah jam sebelum kejadian itu. Seorang anak perempuan berumur 12 tahun ditembak saat sedanng bermain bersama teman-temannya di kawasan West Englewood, Chicago. Bocah tersebut juga terkena tembakan di bagian kepala dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Dilaporkan bahwa anak tersebut merupakan korban salah tembak dalam insiden penembakan yang terjadi pada Minggu (12/2/) sekitar pukul 19.15 waktu setempat itu.
Kedua kasus penembakan tersebut saat ini masih diselidiki otoritas setempat. Di Chicago, rata-rata lebih dari dua pembunuhan dan nyaris 10 kasus penembakan terjadi setiap hari pada tahun 2016 lalu. (RIF)
Washington,khatulistiwaonline.com
Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan pernyataan keras pada Presiden Iran Hassan Rouhani. Trump mengingatkan Rouhani agar lebih berhati-hati dengan ucapannya.
Seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (11/2/2017), pernyataan Trump tersebut sebagai respons atas kata-kata keras yang dilontarkan Rouhani saat peringatan revolusi Islam 1979 yang digelar pada Jumat, 10 Februari.
“Beberapa sosok tak berpengalaman di kawasan dan Amerika sedang mengancam Iran … Mereka harus tahu bahwa ancaman tidak pernah mempan untuk Iran. Mereka harus belajar menghormati Iran dan rakyatnya … Kita akan melawan dengan kuat setiap kebijakan yang menebar perang,” ujar Rouhani di depan ratusan ribu warga Iran.
“Siapapun yang mengancam pemerintah dan angkatan bersenjata Iran harus tahu bahwa negara kita waspada,” imbuhnya.
Ketika ditanyai wartawan mengenai pernyataan Rouhani tersebut, Trump berujar: “Dia lebih baik berhati-hati.”
Trump telah beberapa kali melontarkan pernyataan keras terhadap Iran sejak dirinya dilantik pada Januari lalu. Pekan lalu, pemerintahan Trump memberikan peringatan untuk Iran terkait uji coba rudal dan menjatuhkan sanksi baru pada sejumlah individu serta perusahaan yang terlibat program rudal Iran. Menanggapi sanksi baru itu, Iran bersikeras tidak akan menghentikan program rudalnya.(RIF)
Brisbane,khatulistiwaonline.com
Menurut hasil survei terbaru, makin banyak orang yang berpikir bahwa Australia adalah negara yang rasis.
Survei dua tahunan lembaga Barometer Rekonsiliasi Australia mengukur sikap terhadap ras dan persepsi rekonsiliasi dengan masyarakat Aborijin dan penduduk Selat Torres.
Survei ini menemukan, baik masyarakat Aborijin dan masyarakat umum berpikir bahwa Australia telah menjadi tempat yang lebih rasis untuk ditinggali dibandingkan dua tahun lalu.
“Beberapa masalah serius … menjadi alasan di balik beberapa bidang mengapa kita tak bisa bergerak maju cukup cepat di saat kita berjuang sebagai sebuah bangsa,” kata CEO Rekonsiliasi Australia, Justin Mohamed.
Survei, yang disusun Agustus lalu, ini menemukan bahwa 57 persen dari masyarakat Aborijin dan 39 persen dari masyarakat umum berpikir bahwa Australia adalah negara yang rasis.
Hasil ini naik masing-masing dari 48 persen dan 35 persen, pada tahun 2014.
“Apa yang kami lihat sejak survei pertama pada tahun 2008 -sesaat setelah permintaan maaf nasional atas generasi yang hilang -adalah meski kami mempertahankan begitu banyak niat baik sejak saat itu, kami tak bergerak cukup cepat pada isu-isu rasisme dan kepercayaan,” kata Mohamed.
“Ini menghambat semua warga Australia untuk memiliki hubungan positif antara satu sama lain,” pendapat Mohamed.
Survei tersebut juga menemukan bahwa dalam kurun waktu enam bulan menjelang survei, hampir setengah (46 persen) dari warga Aborijin Australia mengalami setidaknya satu bentuk prasangka rasial -naik dari 39 persen di tahun 2014.
Mohamed mengatakan, ini mengkhawatirkan pada satu sisi, tetapi juga bisa mewakili peningkatan kesadaran tentang apa itu rasisme.
“Telah terjadi sedikit edukasi yang wajar tentang apa itu rasisme dan kami telah melihat iklan-iklan tentang hal itu di televisi [dan] dalam transportasi umum,” sebut Mohamed.
Ia lalu menjelaskan, “Jadi saya pikir, masyarakat bisa mengenali rasisme atau, ketika itu terjadi, mereka berkata, ‘Ya, itulah apa yang terjadi, itu rasisme’.”
“Tapi di sisi lain juga, saya pikir jika Anda melihat, terutama dalam dua tahun terakhir, telah ada sejumlah insiden yang terjadi dalam bidang olahraga [dan] di media sosial, yang benar-benar menyoroti bahwa ada masalah dalam bangsa ini yang perlu ditangani,” lanjutnya.
Mayoritas warga anggap rekonsiliasi penting
Meski ada peningkatan persepsi atas rasisme, kebanyakan warga Australia percaya, hubungan antara masyarakat Aborijin dan non-Aborijin begitu penting dan rekonsiliasi bisa dicapai.
Survei ini menemukan, 93 persen dari masyarakat Aborijin dan 77 persen dari masyarakat umum berpikir bahwa budaya Aborijin dan penduduk Selat Torres begitu penting untuk identitas nasional Australia.
Dan mayoritas warga melihat hubungan di antara keduanya penting; meski demikian, angka tersebut sedikit lebih rendah dari survei pertama di tahun 2008.
“Jadi niat baik itu ada dan orang-orang mengatakan bahwa kami ingin memastikan bahwa kami bisa bersatu sebagai bangsa,” kata Mohamed.
Namun, ia mengatakan, masih ada hambatan kelembagaan untuk rekonsiliasi yang perlu ditangani.
“Upaya untuk melemahkan perlindungan hukum di bawah Undang-Undang Diskriminasi Rasial sedang berlangsung; Australia belum melaksanakan kewajiban internasionalnya di bawah Deklarasi tentang Hak-hak Masyarakat Adat PBB, dan konstitusi Australia masih memungkinkan untuk terjadinya diskriminasi ras dalam dokumen pendiri bangsa kita,” jelas Mohamed.
“Kenyataannya adalah, kecuali niat baik diikuti dengan reformasi yang signifikan pada tingkat institusional, Australia akan terus terjerembab potensinya sebagai bangsa yang terekonsiliasi,” sambungnya.(RIF)
MOSKOW,khatulistiwaonline.com
Serangan udara Rusia di Suriah tanpa sengaja menewaskan tiga tentara Turki. Atas peristiwa tragis itu, pemerintah Rusia menyampaikan belasungkawa kepada pemerintah Turki.
Juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menelepon Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Kamis (9/2) untuk membahas insiden di kota Al-Bab, Suriah, di mana kedua negara melakukan operasi militer untuk memerangi kelompok teroris ISIS.
Peskov menyatakan, dalam percakapan telepon tersebut, seperti dilansir News.com.au, Jumat (10/2/2017), Putin menyatakan belasungkawa kepada Erdogan atas insiden yang terjadi pada Kamis (9/2) dini hari waktu setempat itu.
Ketiga tentara Turki tewas sebagai akibat tidak adanya koordinasi dalam serangan-serangan Angkatan Udara Rusia terhadap para teroris selama operasi gabungan untuk membebaskan kota Al-Bab dari ISIS. Dikatakan Peskov, kedua pemimpin setuju untuk meningkatkan koordinasi militer terhadap ISIS di Suriah.
Sementara itu, militer Turki mengkonfirmasi bahwa Putin telah menyampaikan belasungkawa atas peristiwa itu. Dalam statemennya, militer Turki menyatakan, sebuah pesawat tempur Rusia yang menargetkan para teroris ISIS di Al-Bab, “secara tak sengaja menggempur sebuah gedung yang digunakan oleh unit-unit Angkatan Darat Turki.”
Atas permintaan pemerintah Suriah, Rusia mulai melancarkan operasi militer terhadap ISIS dan kelompok-kelompok teroris lainnya di Suriah pada September 2015 lalu. Turki juga memulai intervensi militer besar di Suriah sejak Agustus 2016 lalu, dengan mengirimkan tank-tank tempur dan pesawat-pesawat perang ke perbatasan. Langkah Turki itu telah dikecam oleh pemerintah Suriah sebagai pelanggaran kedaulatannya.
Sebelumnya pada November 2015 lalu, militer Turki menembak jatuh sebuah jet tempur Rusia di atas wilayah Suriah. Saat itu militer Turki berdalih bahwa jet tempur Rusia tersebut telah melintas masuk ke wilayah udara Turki tanpa izin. Seorang pilot Rusia tewas dalam serangan itu.
Hubungan antara Moskow dan Ankara sempat memanas setelah Erdogan menolak meminta maaf atas serangan itu. Moskow pun menjatuhkan serangkaian sanksi terhadap Turki. Namun hubungan kedua negara membaik tahun lalu, setelah Erdogan akhirnya menyampaikan permintaan maaf kepada Moskow atas peristiwa tersebut. (NOV)
Washington,khatulistiwaonline.com
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengirimkan surat untuk Presiden China Xi Jinping.
Dalam surat tersebut, Trump menyatakan dirinya menantikan untuk bekerja sama dengan Xi guna mengembangkan hubungan konstruktif yang menguntungkan kedua negara.
Demikian disampaikan Gedung Putih dalam statemen seperti dilansir kantor berita Reuters, Kamis (9/2/2017).
Disebutkan Gedung Putih, dalam surat tersebut, Trump juga berterima kasih pada Xi atas pesan ucapan selamatnya saat pelantikan Trump. Trump pun mendoakan kemakmuran untuk rakyat China di tahun ini.
Sejauh ini belum ada tanggapan dari Kementerian Luar Negeri China mengenai surat Trump tersebut.
Trump dan Xi belum pernah berbicara langsung sejak Trump dilantik pada 20 Januari lalu. Meski keduanya telah berbicara tak lama setelah Trump memenangi pemilihan presiden AS pada November 2016 lalu.
Pekan lalu, Kementerian Luar Negeri China di Beijing menyatakan bahwa kedua negara tetap berhubungan erat. (RIF)