Hungaria – Pemerintah Hungaria mengajukan rancangan undang-undang untuk mencabut kekuatan status darurat anti virus Corona. Pasalnya, hal ini memicu kekhawatiran perebutan kekuasaan oleh Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban.
“Sebuah rancangan undang-undang yang menyerukan pemerintah untuk mengakhiri keadaan bahaya akan diajukan ke Parlemen hari ini,” kata Menteri Kehakiman Judit Varga dalam sebuah posting Facebook seperti dilansir AFP, Selasa (26/5/2020).
“Dengan diadopsinya undang-undang, keadaan bahaya diperkirakan akan berakhir pada 20 Juni di Hungaria,” katanya.RUU pertahanan anti virus Corona yang diadopsi 30 Maret oleh majelis Budapest, memungkinkan Orban untuk memerintah melalui dekrit sampai kabinetnya mengumumkan diakhirinya “keadaan bahaya” yang dinyatakan 11 Maret karena krisis COVID-19.Orban berpendapat bahwa keputusan berdasarkan keputusan itu memungkinkannya untuk merespons dengan cepat dan efektif selama keadaan darurat Corona.
Namun, kritik di dalam dan luar negeri muncul. Banyak yang meresahkan undang-undang itu tidak memiliki batas waktu. Para kritikus menuduh Orban menggunakan krisis untuk mengarahkan Hungaria, anggota Uni Eropa, ke arah otoritarianisme.Pada bulan April Parlemen Eropa menyetujui pernyataan yang didukung oleh beberapa sekutu Orban dalam kelompok Partai Rakyat Eropa yang konservatif dan yang mengatakan bahwa langkah-langkah Hongaria “tidak sesuai dengan nilai-nilai Eropa”.
Budapest menolak kritik itu sebagai “berita palsu” dan mengatakan undang-undang itu proporsional dan dapat dibatalkan kapan saja oleh parlemen atau ditinjau oleh pengadilan konsitusional.
Hungaria, dengan penduduk hampir 10 juta, telah melaporkan 3.771 infeksi virus Corona baru dan 499 kematian pada Selasa (26/5) pagi, dengan pertumbuhan dalam kedua angka itu secara bertahap melambat dan pembatasan lockdown berkurang pada Mei.
Sebelumnya ketika menantikan berakhirnya kekuatan darurat, Orban mengatakan bahwa para kritikus “akan mendapat kesempatan untuk meminta maaf kepada Hungaria atas tuduhan tidak berdasar tentang hukum”.(VAN)
Berlin – Pemerintah Jerman telah sepakat untuk memperpanjang aturan social distancing di negara itu hingga 29 Juni 2020 mendatang. Hal itu dilakukan untuk mencegah penularan virus Corona.
Dilansir dari Reuters, Selasa (26/5/2020), juru bicara pemerintah Jerman menyebut berdasarkan kesepakatan, pertemuan publik yang bisa diikuti maksimal 10 orang juga akan diizinkan mulai 6 Juni 2020. Kanselir Jerman, Angela Merkel bahkan mulanya menyarankan agar perpanjangan aturan social distancing yang mengharuskan setiap orang berjarak minimal 1,5 meter diberlakukan hingga 5 Juli 2020.
Jumlah kasus kematian akibat virus Corona di Jerman sebanyak 8.302 kasus, jauh lebih sedikit dibanding negara-negara lain di Eropa, seperti Italia, Spanyol, Prancis, dan Inggris. Sebuah sumber dari pemerintah Jerman menyebut kabinet juga akan memutuskan untuk mencabut peringatan perjalanan ke 26 negara Uni Eropa, ditambah Inggris, Islandia, Norwegia, Swiss, dan Liechtenstein mulai 15 Juni 2020 mendatang.Perdana Menteri Bavaria, salah satu negara bagian di Jerman, Markus Soeder, menyatakan keberatannya jika sektor pariwisata dibuka kembali terlalu cepat. Ia meminta pemerintah berhati-hati.
“Kami memiliki angka infeksi yang sangat berbeda di Italia, Spanyol, dan Prancis dibandingkan dengan Jerman sehingga saya meminta pemerintah federal untuk memikirkannya dengan sangat hati-hati,” ujar Soeder.
“Tidak ada yang harus dibodohi. Corona tetap mematikan,” lanjutnya.(DAB)
Brasil – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai benua Amerika menjadi episentrum baru pandemi virus Corona. WHO menyatakan saat ini bukan saatnya bagi negara-negara melakukan pengurangan pembatasan.
Dilansir dari Reuters, Selasa (26/5/2020), Direktur WHO untuk Amerika dan Kepala Organisasi Kesehatan Pan Amerika, Carissa Etienne, dalam konferensi video mengatakan wabah virus Corona semakin meningkat di negara-negara Amerika, seperti Brasil. Jumlah kematian akibat virus Corona di negara itu yang dilaporkan di minggu terakhir adalah yang tertinggi di dunia sejak pandemi ini dimulai.
Dikutip dari AFP, berdasarkan sumber resmi, per Selasa (26/5) virus Corona telah menewaskan sedikitnya 346.296 orang di seluruh dunia sejak muncul di China akhir tahun lalu.Amerika Serikat menjadi negara dengan kasus kematian tertinggi, yaitu 98.223 orang. Negara-negara dengan kasus kematian akibat Corona tertinggi di dunia berikutnya adalah Inggris dengan 36.914 kasus, Italia dengan 32.877 kasus, Prancis dengan 28.457 kasus, dan Spanyol dengan 26.834 kasus.(NOV)
Madrid – Spanyol akan mengadakan 10 hari berkabung resmi untuk para korban epidemi Corona. Sejauh ini virus Corona telah merenggut hampir 27.000 jiwa.
Seperti dilansir AFP, Selasa (26/5/2020) masa berkabung akan dimulai pada Rabu (27/5) waktu setempat. Semua bendera di gedung-gedung publik akan diturunkan menjadi setengah tiang.
Lewat akun Twitternya, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan itu akan menjadi “10 hari, periode berkabung paling lama dalam demokrasi kita, di mana kita semua akan mengungkapkan kesedihan kita dan memberi penghormatan kepada mereka yang telah meninggal.”Periode berkabung, yang disetujui pada pertemuan kabinet hari Selasa (26/5), juga akan mencakup upacara resmi untuk menghormati para korban yang dipimpin oleh Raja Felipe VI.
“(Sebanyak) delapan dari 10 korban berusia lebih dari 70, mereka adalah orang-orang yang membantu membangun negara yang kita kenal sekarang,” kata juru bicara pemerintah Maria Jesus Montero.
Spanyol pada hari Senin (25/5) mengatakan virus Corona sejauh ini telah merenggut 26.834 nyawa, merevisi jumlah kematian hampir 2.000 kasus setelah perubahan dalam sistem pengumpulan data.(MAD)
Washington DC – Virus Corona di Amerika Serikat masih terus mengganas. Total kasus infeksi virus Corona (COVID-19) di Amerika Serikat (AS) kini telah melampaui 1,5 juta kasus. Jumlah korban meninggal di negara ini melebihi 90 ribu orang.
Seperti dilansir AFP, Selasa (19/5/2020), data penghitungan terbaru Johns Hopkins University (JHU) yang berbasis di Baltimore ini, melaporkan 10 ribu tambahan kematian di AS hanya dalam waktu sepekan terakhir.
Menurut JHU, AS kini mencatatkan total 1.508.168 kasus positif Corona di wilayahnya, dengan 90.340 kematian.Dengan angka itu, AS masih mencatatkan total kasus dan jumlah kematian tertinggi di dunia. Namun demikian, seperti dilaporkan situs statistik Worldometer, beberapa negara seperti Belgia, Spanyol, Inggris, Italia dan Swedia mencatatkan lebih banyak kematian per kapita dibandingkan AS.
Negara bagian New York menyumbang nyaris sepertiga total kematian AS, dengan lebih dari 28.300 orang meninggal akibat virus Corona. New York juga menjadi negara bagian dengan total kasus infeksi Corona terbanyak di AS, dengan lebih dari 351 ribu total kasus sejauh ini.
Menurut analisis sekitar 20 model epidemiologi yang dilakukan University of Massachusetts, AS bisa memiliki sekitar 112 ribu kematian hingga 6 Juni mendatang.
Nyaris 11,5 juta tes Corona telah dilakukan di AS sejauh ini. Data JHU juga menyebut lebih dari 283 ribu pasien virus Corona di AS telah sembuh.
Secara global, menurut data JHU, lebih dari 4,8 juta orang terinfeksi virus Corona dengan sedikitnya 318 ribu orang meninggal dunia.(DAB )
Washington DC – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menyerang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Trump menyebut WHO sebagai ‘boneka China’.
Seperti dilansir AFP, Selasa (19/5/2020), Trump juga mengonfirmasi dirinya sedang mempertimbangkan untuk memangkas atau membatalkan dukungan AS untuk WHO, yang merupakan badan kesehatan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
“Mereka adalah boneka China, mereka China-sentris untuk membuatnya terlihat lebih baik,” ujar Trump dalam pernyataan di Gedung Putih.Disebutkan Trump bahwa AS memberi pendanaan sebesar US$ 450 juta (Rp 6,6 triliun) setiap tahunnya kepada WHO. Jumlah itu tercatat sebagai kontribusi terbesar dibanding negara manapun. Trump menyatakan bahwa rencana-rencana tengah disusun untuk memangkas besaran pendanaan untuk WHO itu karena ‘kita tidak diperlakukan dengan benar’.
“Mereka memberikan kita banyak saran yang buruk,” ucap Trump merujuk pada WHO.
Pernyataan ini disampaikan Trump saat WHO menggelar sidang majelis tahunan pertama sejak pandemi Corona merajalela. Virus Corona yang pertama kali muncul di China dan kini menyebar ke berbagai negara, telah memicu gangguan perekonomian besar-besaran dan menewaskan 316 ribu orang secara global, dengan sepertiganya tewas di AS.
Trump menyatakan bahwa China hanya memberi pendanaan sebesar US$ 40 juta (Rp 593 miliar) setiap tahun dan ada satu gagasan yang dipertimbangkan, yakni agar pendanaan dari AS diturunkan. “450 kita turun ke 40,” cetus Trump.
“Tapi beberapa orang menganggap itu terlalu banyak,” imbuhnya.(MAD)
Kuala Lumpur – Otoritas Malaysia melaporkan 22 kasus baru infeksi virus Corona dalam waktu 24 jam terakhir. Dengan demikian, sejauh ini total kasus Corona di negeri jiran itu mencapai 6.894 kasus.
Dirjen Kesehatan Malaysia Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan bahwa dari 22 kasus baru tersebut, lima kasus di antaranya merupakan kasus impor dan 17 kasus merupakan penularan lokal.
Pejabat Malaysia itu menambahkan bahwa sembilan kasus di antaranya terdeteksi di kalangan warga asing. Namun tidak disebutkan mengenai kewarganegaraan mereka.Seperti dilansir media The Star, Senin (18/5/2020), Dr Noor Hisham juga mengatakan bahwa 59 pasien telah sembuh dan meninggalkan rumah sakit dalam waktu 24 jam terakhir.
Ini artinya, hingga Minggu (17/5), sudah 5.571 pasien yang telah sembuh dari COVID-19 sejak wabah ini mulai merebak.”Ada 13 kasus positif COVID-19 yang sedang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan dari total itu, tujuh di antaranya memerlukan bantuan ventilator,” ujar Dr Noor Hisham kepada para wartawan.Saat ini di masih ada 1.210 pasien yang tengah dirawat karena terinfeksi virus Corona.
Dr Noor Hisham juga mengatakan bahwa tak ada kematian pasien COVID-19 yang dilaporkan pada Minggu (17/5). Hingga saat ini, jumlah kematian masih tetap di angka 113 kematian.(MAD)
Canberra – Berbagai negara sudah mulai melonggarkan pembatasan aktivitas dan pergerakan warga di tengah pandemi COVID-19 yang belum berakhir.
Salah satu masalah yang dihadapi berbagai pemerintah adalah mengatur transportasi umum karena jarak aman antar orang masih diperlukan untuk menghindari penularan virus corona.
Jutaan orang setiap harinya di Australia menggunakan transportasi umum, namun bagaimana menerapkan ‘social distancing’, jika penumpang berdesakan di dalam kereta atau bus?Bila aturan empat meter per segi untuk setiap orang, maka di dalam sebuah bus misalnya hanya akan ada enam penumpang dan satu orang sopir di dalamnya.Beberapa negara Eropa seperti Belgia dan Italia sekarang akan menghabiskan dana lebih besar untuk membangun infrastruktur sepeda.
Di Australia juga terjadi peningkatan kegiatan bersepeda selama beberapa pekan terakhir.
“Jelas sekali sekarang terlihat lebih banyak orang naik sepeda, saya kira sebagian dari mereka akan terus melakukan kegiatan tersebut,” kata Menteri Transportasi Queensland.
Jenewa – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa virus Corona (COVID-19) mungkin tidak akan pernah hilang dan penduduk Bumi harus belajar untuk hidup dengannya. WHO kembali memperingatkan bahwa tidak ada jaminan pelonggaran pembatasan tidak akan membendung gelombang kedua virus Corona.
Seperti dilansir Channel News Asia, Kamis (14/5/2020), sejumlah negara mulai melonggarkan pembatasan lockdown yang diberlakukan untuk membatasi penyebaran luas virus Corona. WHO menyatakan bahwa virus Corona mungkin tidak akan pernah hilang seluruhnya.
Virus Corona yang pertama muncul di Wuhan, China, pada akhir tahun lalu, kini telah menginfeksi lebih dari 4,2 juta orang dan menewaskan nyaris 300 ribu orang di seluruh dunia.”Kita mendapati virus baru masuk ke populasi manusia untuk pertama kali dan oleh karena itu, sangat sulit untuk memprediksi kapan kita akan mengatasinya,” ucap Direktur Darurat WHO, Michael Ryan, dalam konferensi pers virtual dari Jenewa, Swiss.
“Virus ini mungkin menjadi virus endemi lainnya di dalam masyarakat dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang,” cetusnya.
“HIV belum juga hilang — tapi kita telah menerima dan menghadapi virus itu,” imbuh Ryan yang pakar epidemiologi asal Irlandia ini.Ryan menambahkan bahwa masih ada ‘jalan sangat panjang’ untuk dunia bisa kembali ke normal. Dia bersikeras menyatakan bahwa negara-negara dunia harus tetap berada di jalurnya.
“Ada beberapa pemikiran ajaib yang muncul bahwa lockdown berhasil dengan sempurna dan membuka kembali lockdown akan berjalan baik. Keduanya sama-sama dipenuhi banyak bahaya,” ucap Ryan mengingatkan.Lebih dari separuh populasi dunia berada di bawah lockdown sejak virus Corona muncul. Namun WHO memperingatkan bahwa tidak ada jaminan bahwa melonggarkan pembatasan tidak akan memicu datangnya gelombang kedua virus Corona.
“Banyak negara ingin keluar dengan langkah-langkah berbeda. Tapi rekomendasi kami adalah tetap kewaspadaan setiap negara harus berada di level setinggi mungkin,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Washington DC – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara tiba-tiba mengakhiri konferensi pers (konpers) soal perkembangan upaya memerangi virus Corona (COVID-19) setelah terlibat pertengkaran dengan seorang wartawan keturunan Asia-Amerika.
Seperti dilansir AFP, Selasa (12/5/2020), insiden ini berawal saat wartawan CBS News bernama Wejia Jiang menanyakan kepada Trump soal mengapa dia bersikeras menyatakan AS melakukan hal lebih baik dari negara lain saat membahas tes Corona.
“Mengapa itu penting?” tanya Jiang dalam konferensi pers yang digelar outdoor di Rose Garden, Gedung Putih, Washington DC. “Mengapa ini menjadi kompetisi global ketika, setiap hari, warga Amerika kehilangan nyawa mereka?” tanyanya lagi.Trump pun menjawab Jiang: “Mereka kehilangan nyawa mereka di mana saja di dunia.”
“Dan mungkin itu pertanyaan yang harus Anda tanyakan kepada China. Jangan tanya saya, tanyakan pertanyaan itu kepada China, OK?” imbuh Trump.
Jiang yang mengidentifikasi dirinya di bio Twitternya sebagai ‘warga West Virginia kelahiran China’, mendesak Trump soal maksud pernyataannya itu.
“Pak, mengapa Anda mengatakan itu kepada saya secara khusus?” tanya Jiang, sembari mengisyaratkan itu karena rasnya.
Trump menjawab: “Saya mengatakan itu kepada siapa saya yang akan menanyakan pertanyaan jahat seperti itu.”Trump kemudian berusaha mengalihkan pertanyaan kepada wartawan lainnya saat Jiang terus menekan Trump soal tanggapannya itu. Trump memanggil seorang wartawan wanita lainnya, tapi kemudian segera memanggil orang lain. Ketika wartawan itu hendak menyampaikan pertanyaan, Trump tiba-tiba mengakhiri konferensi pers dan bergegas berjalan kembali ke dalam Gedung Putih.
Insiden ini menarik perhatian pengguna media sosial (medsos) dan dengan cepat para pengguna medsos menggaungkan tagar berbunyi #StandWithWeijiaJiang via Twitter. “Saya #StandWithWeijiaJiang melawan kemarahan Trump yang rasis,” tulis aktor ‘Star Trek’ dan aktivis Asia-Amerika terkemuka, George Takei.Wartawan dan analis politik CNN, April Ryan, yang juga pernah bertengkar dengan Trump saat konferensi pers, turut memberikan komentar. “Selamat datang ke klub! Ini memuakkan! Ini kebiasaan dia (Trump-red)!” tulis Ryan.
Trump yang tidak pernah sungkan menunjukkan ketidaksukaannya pada media, seringkali terlibat adu mulut dan bersitegang dengan wartawan saat konferensi pers.(VAN)