SERANG,khatulistiwaonline.com
Gubernur Banten Wahidin Halim menyebut hubungan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur) mengendur. Penyebab kendurnya hubungan BKSP itu disebut Wahidin salah satunya karena pernyataan Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang meminta BKSP dibubarkan.
“Belakangan (kinerja BKSP) agak sedikit terdistorsi atau agak mengendur bahkan ketika Basuki Tjahaja Purnama buat pernyataan bubarkan saja BKSP ini, karena tidak lagi efektif,” ucap Wahidin di Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Jalan Syekh Nawawi Al-Bantani, Serang, Banten, Senin (8/1/2018).
Hal itu disampaikan Wahidin saat memberikan sambutan dalam acara serah terima jabatan Gubernur Banten selaku Ketua BKSP Jabodetabekjur periode 2014-2017 ke Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2020.
Selain ungkapan Ahok, Wahidin juga menyebut mengendurnya kinerja BKSP karena pimpinan BKSP sebelumnya tak tegas dalam membuat keputusan. Hal itulah, kata Wahidin, yang menyebabkan komunikasi di internal BKSP tak seintens dan sesolid sebelumnya.
“Susahnya pemimpin memutuskan, susahnya mengambil keputusan untuk kepentingan bersama sehingga terjadi ketidakaturan tatanan organisasi BKSP lumpuh walaupun tidak total,” tutur Wahidin.
“Belakangan masing-masing daerah sibuk ngurusin daerahnya masing-masing, pada isu-isu yang dari awal disepakati banjir, transportasi, terus juga masalah perdagangan dan kerjasama yang sekarang sekadar masih kerjasama dan belum bisa diwujudkan,” lanjut Wahidin.
Pagi ini, Anies resmi mendapatkan serah terima jabatan Ketua BKSP Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur periode 2017-2020. Badan ini sebelumnya diketuai oleh Gubernur Banten Wahidin Halim selama periode 2014-2017.(NGO)
TANGERANG,khatulistiwaonline.com
Tim Vipers Polres Tangsel berhasil menangkap pelaku pencurian tali kafan di makam Suhendra alias Capu di TPU Taman Abadi, Ciputat, Tangsel. Pelaku saat ini masih diperiksa polisi.
“Betul, pelaku sudah kami tangkap,” kata Kasat Reskrim Polres Tangsel AKP Ahmad Alexander Yurikho kepada khatulistiwanline, Sabtu (6/1/2018).
Pelaku berinisial MI ditangkap pada Sabtu (6/1) dini hari tadi. Saat ini dia masih diperiksa di Mapolres Tangsel.
“Motifnya masih kami dalami,” imbuhnya.
Sebelumnya, polisi sempat mencurigai dua orang yang saat itu berada di makam. Namun ternyata, setelah dilakukan pendalaman dan pengecekan, alibi keduanya tidak terbukti mencuri tali kafan.
Pencurian tali pocong itu diketahui pada pukul 06.30 WIB, Jumat (29/12), setelah warga melihat kuburan Capu dibongkar. Capu meninggal pada Kamis (28/12). (ADI)
TANGERANG,khatulistiwaonline.com
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menghadiri Bali Democracy Forum (BDF) ke-10 yang digelar di Indonesia Convention Exhibiton (ICE), Tangerang, Banten. Pagi hari ini, JK akan menyampaikan keynote speech dalam forum internasional tersebut.
JK datang ke lokasi, Kamis (7/12/2017), pukul 09.05 WIB, bersama Menlu RI Retno LP Marsudi. Staff Khusus Presiden Timur Tengah Alwi Shihab dan Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Luar Negei Hassan Wirajuda juga hadir bersamaan.
Acara BDF tahun ini mengangkat tema ‘Does Democracy Deliver?’ dan diikuti oleh 29 delegasi dari 16 negara. Semula acara ini seharusnya dilaksanakan di Nusa Dua, Bali. Namun berkaitan dengan aktivitas Gunung Agung, acara tersebut dipindahkan demi keamanan.
16 negara yang hadir dalam BDF ke-10 ini adalah Iran, Jordan, Laos, Madagaskar, Maroko, Palestina, Papua Nugini, Filipina, Qatar, Samoa, Srilanka, Suriname, Timor Leste, Tunisia, dan Tugmenista.
Selain itu untuk pertama kalinya BDF mengadakan student conference yang diikuti pelajar dan mahasiswa dari berbagai negara untuk menyampaikan presentasi kepada para pemimpin yang hadir di BDF.(MAD)
TANGERANG,khatulistiwaonline.com
Seorang pria ditemukan tewas di wilayah Neglasari, Kota Tangerang. Polisi membenarkan peristiwa tersebut dan menyebut korban tewas karena dikeroyok.
“Benar. Bukan pembunuhan tapi pengeroyokan,” kata Kapolres Metro Tangerang, Kombes Harry Kurniawan saat dikonfirmasi, Senin (4/12/2017).
Polisi belum membeberkan identitas korban. Jasad korban saat ini sudah dibawa ke rumah sakit.
Harry juga belum memastikan jumlah pelaku dan motif mereka mengeroyok korban. Saat ini polisi sudah menangkap 1 orang yang diduga sebagai pelaku.
“Satu orang pelaku sudah tertangkap, yang lain menyusul,” lanjutnya.(MAD)
TANGERANG,khatulistiwaonline.com
Gencarnya pemberitaan terkait permasalahan yang dihadapi nasabah Bank Tabungan Negara (BTN) Cikokol, Kota Tangerang, nampaknya hanya dianggap angin lalu.
Pasalnya, hingga saat ini baik pihak BTN Cikokol maupun BTN Pusat yang telah diinformasikan mengenai keluhan warga ini, belum juga memberikan jawaban kapan akan menyerahkan sertifikat tanah setelah melunasi kewajibannya kepada BTN Cikokol sejak dua tahun lalu. “Saya sudah melunasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sejak dua tahun lalu, tapi sampai saat ini pihak BTN Cikokol belum juga menyerahkan sertifikat hak milik,” ujar Damaris Pakpahan, salah seorang warga Perumahan Bumi Asri Balaraja, Kabupaten Tangerang kepada Khatulistiwa.
Dengan nada kecewa, Damaris Pakpahan mengaku sudah berulangkali mendatangi Kantor BTN Cikokol untuk menanyakan kepastian kapan sertifikat tanah miliknya akan diserahkan. “Saya tidak tahu mau mengadu kemana lagi.
Jika tidak ada jawaban dari pihak BTN Cikokol, masalah ini akan saya laporkan ke pihak kepolisian atau melakukan gugatan kepada pihak BTN,” katanya.
Sebagaimana diberitakan, permasalahan yang dihadapi oleh Damaris Pakpahan sudah sampai ke BTN Pusat. Dody selaku Humas BTN Pusat melalui pesan singkat kepada Khatulistiwa beberapa waktu lalu, berjanji menindaklanjuti keluhan warga tersebut. Namun sampai saat ini sejauh mana tindak lanjutnya belum diketahui.
Bahkan, Moko selaku Kepala Bagian Perkreditan BTN Cikokol yang sebelumnya mengaku menemukan kejanggalan terkait pelayanan terhadap nasabah terkesan menghindar. “Pak Moko tidak ada di tempat, beliau lagi rapat di kantor pusat sampai minggu depan,” ujar salah seorang petugas keamanan BTN Cikokol.
Berdasarkan pantauan media ini, permasalahan rumit mendapatkan sertifikat tanah setelah melunasi KPR di BTN Cikokol tidak hanya dialami Damaris Pakpahan, tapi juga oleh nasabah lainnya.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BTN yang oleh warga selama ini dikenal sebagai bank kepemilikan rumah, berbagai pihak berharap agar pihak BTN Pusat tidak tinggal diam dengan persoalan yang dihadapi nasabah ini. “Ini masalah serius, kalau tidak ditangani secepatnya jangan salahkan jika nasabah yang merasa dikecewakan akan melakukan gugatan atau melapor ke pihak berwajib. Dalam masalah ini pihak BTN bisa dilaporkan dengan pasal penggelapan,” kata seorang warga. (ANTON)
TANGERANG,khatulistiwaonline.com
Polisi menangkap RH, AS, AP, dan AB di Kota Tangerang, Banten. Mereka merupakan tersangka penggelapan mobil yang sudah beraksi setahun terakhir.
“Penggelapan yang dilakukan tersangka dengan cara membeli kendaraan dari para debitur yang masih berstatus kredit dan dijual kembali kepada orang lain. Setelah itu tersangka menghilang,” kata Wakapolres Metro Tangerang, AKBP Harley Silalahi saat rilis di Polres Metro Tangerang, Jalan Daan Mogot, Tangerang, Jumat (10/11/2017).
Penggelapan itu dilakukan tersangka sejak Januari 2017. Berdasarkan 5 laporan yang diterima polisi, keempat tersangka dapat ditangkap beberapa hari lalu.
“Kendaraan tersebut dijual di wilayah Pantura, seperti Cirebon, Tegal Kendal, Pacitan hingga Surabaya,” lanjut Harley.
Menurut pengakuan tersangka, satu unit mobil rata-rata dibeli dengan harga Rp 30 Juta. Kemudian dijual kembali seharga Rp 35 juta.
Dari keempat tersangka polisi menyita 20 unit mobil hasil penggelapan. Keuntungan yang didapat para tersangka mencapai Rp 100 juta.
“Kalau satu mobil ambil untung Rp 5 juta, dikalikan 20. Itu sudah Rp 100 juta,” ujarnya.
Selain 20 mobil yang dijadikan barang bukti, polisi juga menyita STNK dan kunci mobil. Para tersangka dijerat pasal 378 dan 372 KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.(DON)
TANGERANG, khatulistiwaonline.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan dalam dugaan penyimpangan APBD Kota Tangerang sebesar Rp 60 miliar dalam pembelian lahan Pasar Lembang, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang. Koordinator Presidium KAHMI Kota Tangerang, Hendri Zein menyatakan, ada dugaan ketidakberesan dalam pembelian lahan yang kabarnya sudah masuk dalam data aset Pemkot Tangerang pada era pemerintahan Walikota Zakaria Mahcmud.
Lebih jauh mantan, Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Tangerang ini, mengklaim telah memiliki sejumlah data-data, dan dapat dijadikan dasar rujukan, untuk menguak kebenaran dugaan dimaksud.
“Saya telah memiliki data-data yang berkaitan dengan persoalan ini. Data itu adalah tentang bukti administrasi bila lahan yang telah d beli oleh pihak Pemkot Tangerang diarea tersebut masih berstatus Cessie, sebagaimana yang kemarin telah saya ungkapkan,” ujarnya.Selain itu, dirinya juga menunjukkan surat perjanjian kerjasama antara pihak Pemkot Tangerang dengan PT Dian Bermakna, dengan Nomor 511.21/325-plk/96.
Kerjasama itu antara lain adalah untuk membangun ruko, pasar dan terminal. Dalam surat kerjasama itu juga tertuang Izin Lokasi BPN Nomor 005/SKJL-I/NF/1997 seluas kurang lebih 23.200 meter terletak di Kelurahan Peninggilan Utara (25.500 M), di Kelurahan Peninggilan Barat (2.700 M), realiasasi berdasarkan SHGB No.1/Peninggilan Utara seluas 16.735 meter, SHGB No.1152/Sudimara Barat seluas 4.600 meter.“Kemudian, kelanjutan kronologinya adalah kerjasama antara PT Dian Bermakna dengan PT Laguna Alam Abadi, yang selanjutnya Bank EXIM memberikan kredit kepada Koperasi Pasar Ciledug (H.A Syamlani), untuk pembelian kios di pasar baru Ciledug. Dan, koperasi Pasar Ciledug macet dalam pengembalian kredit kepada Bank EXIM yang menyebabkan disitanya pasar tersebut,” terangnya.
Disaat itu, Bank EXIM merger menjadi Bank Mandiri, sehingga aset sitaan pasar tersebut beralih ke Bank Mandiri dan Bank Mandiri akhirnya menyerahkan aset sitaan pasar baru Ciledug ke BPPN.“Nah, BPPN menjual Cessie ke kendervon managemen limited. Kendervon Management Limited menjual Cassie ke PT Luckable Group Limited. Makanya dalam pernyataan saya kemarin, jelas kita harus pertanyakan bahwa Pemkot Tangerang membeli lahan itu ke siapa. Dan berarti Pemkot Tangerang membeli Cessie,” kritiknya pedas.Selain itu, Hendri Zein pun meyakini terdapat beberapa kasus dugaan pelanggaran lainnya, karena berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan sejak awal hingga pelaksanaan terkini. Untuk itu, dirinya bersikeras ngotot akan membawa persoalan ini ke pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kita sebagai masyarakat Kota Tangerang memiliki kewajiban juga untuk mengawasi alokasi APBD yang dikeluarkan oleh Pemkot Tangerang. Jadi saya berkesimpulan bila merujuk dari data-data yang saya miliki dan telah saya kaji serta analisa secara mendalam, bahwa kebijakan pembelian lahan itu harus diselidiki, agar tidak menjadi suatu kerugian bagi masyarakat Kota Tangerang,” pungkasnya.(NGO)
TANGERANG, khatulistiwaonline.com
Terkait keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengembalikan pengelolaan air ke UU No 11 Tahun 1974, Ketua LSM Gabungan Aksi Rakyat untuk Konstitusi Korupsi Kolusi dan Nepostisme (GARUK KKN) Agus Sahrul Rijal, meminta segala bentuk swastanisasi pengolahan air di wilayah Tangerang, yaitu di Kota dan Kabupaten Tangerang dihentikan.
“Mencermati keputusan MA, maka segala bentuk swastanisasi pengolahan air harus dihentikan dan dikembalikan ke pemerintah daerah dalam hal ini melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),” ujar Agus kepada wartawan, belum lama ini.Lebih jauh Agus menyatakan, saat ini ada beberapa perusahaan swasta yang beroperasi dalam bidang pengelolaan air di Kabupaten dan Kota Tangerang. Seperti PT. Aetra Air Tangerang yang beroperasi di Kabupaten Tangerang dan PT. Moya Indonesia yang beroperasi di Kota Tangerang.
“Setahu kami, PT. Aetra Air Tangerang melakukan pengelolaan air dari hulu sampai hilir. Artinya perusahaan ini mengelola air, menyalurkan hingga menjualnya ke masyarakat tanpa ada kerjasama dengan PDAM Tirta Kerta Raharja (TKR) milik pemerintah kabupaten (Pemkab) Tangerang. Sementara PT. Moya Indonesia mengelola air dan mendistribusikan, namun melibatkan PDAM Tirta Benteng (TB) milik Pemkot Tangerang sebagai operator yang mencarikan konsumen dan menagih jasa penjualan dan pelayanan ke konsumen,” kata Agus.
Saat ini tambah Agus, pihaknya masih melakukan kajian dan mempelajari keputusan MA tersebut. Na-mun jika mengacu dengan kebijakan Pemprov DKI, kemungkinan besar peran swasta akan diambil alih oleh pemerintah daerah (Pemda) dalam pengelolaan air. “Karena memang UU No 11 Tahun 1974 mewajibkan pengelolaan air jadi tanggung jawab Pemda. Seharusnya jika Pemrov DKI seperti itu, maka Pemkab Tangerang dan Pemkot Tangerang juga seperti itu, terutama yang dilakukan PT. Aetra, karena mereka tidak sama sekali melibatkan PDAM TKR dalam usahanya tersebut,” jelas Agus.Hal senada diungkapkan oleh Hendri Zein, Ketua Lembaga Aksi dan Studi Kebijakan Publik Indonesia (LAKSI). Menurutnya, swastanisasi air merupakan bentuk penelantaran pemerintah terhadap hak dasar rakyat untuk mendapatkan pelayanan dalam kebutuhan hidup utama, yaitu memperoleh air bersih.
“Harus memang swastanisasi ini dilarang, karena merugikan masyarakat. karena harga air yang ditawarkan tentunya lebih mahal dari milik PDAM. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar para konsumen di DKI Jakarta melakukan gugatan ke MA dan mereka ternyata menang. MA mengabulkan permohonan mereka, karena pengelolaan air menjadi tanggung jawab pemerintah,” ungkap Hendri.Lebih jauh Hendri menyatakan, Pemkab Tangerang harus melakukan penghentian terhadap operasional PT. Ae-tra Air Tangerang yang jelas-jelas melakukan swastanisasi murni.
“Mereka mengelola, menyalurkan dan menagih penjualan air ke masyarakat langsung tanpa melibatkan PDAM TKR. Ini jelas menyalahi kententuan jika mengacu UU No 11 Tahun 1974,” tegasnya.Sementara itu, PT. Aetra Air Tangerang menyatakan memiliki dasar hukum yang jelas dalam melaksanakan usaha air bersih di Kabupaten Tangerang. Hal itu diungkapkan Humas PT. Aetra Air Tangerang, Ira Indirayuni. “PT. Aetra Air Tangerang telah memenuhi enam prinsip dasar pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan oleh MA dalam putusannya yang mengembalikan pengolaan air ke UU No 11 Tahun 1974,” kata Ira melalui whatsapp kepada wartawan.Ira menambahkan, kerjasama antara Aetra Tangerang dan Pemkab Tangerang telah berlangsung sebelum pembatalan UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air (SDA) dan hali itu akan tetap dihormati hingga akhir masa kerjasama.
“Saat ini payung hukum kerjasama pemerintah swasta antara Aetra Tangerang dan Pemkab Tangerang adalah PP No 122 Tahun 2015 yang merupakan peraturan pelaksana UU No 11 Tahun 1974,” katanya.Lebih lanjut Ira menyatakan, dalam hal pelayanan, Aetra Tangerang telah memberikan akses air minum perpipaan kepada sebanyak 475.764 warga Kabupaten Tangerang, yang sebelumnya sama sekali belum terjangkau oleh pelayanan air minum perpipaan PDAM TKR.
“Aetra Tangerang juga menyuplai air curah kepada PDAM TKR untuk membantu perluasan akses terhadap air minum perpipaan,” ujarnya.Ira menjelaskan, enam prinsip dasar batasan pengelolaan sumber daya air, yaitu pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan apalagi meniadakan hak rakyat atas air.
“Negara harus memenuhi hak rakyat atas air, dan akses terhadap air adalah salah satu hak asasi tersendiri; kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak asasi manusia sesuai dengan pasal 28 H ayat 1 UUD 1945,” urainya. Menurutnya, pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak; prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD,dan pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.(CAN)
TANGERANG, khatulistiwaonline.com
Lembaga Pembela Hak Indonesia (LPHI) mendesak transparan-si pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, khususnya terkait dengan hasil kajian mendasar terhadap Legal Opinion (LO) atas kebijakan Pemkot Tangerang dalam pembelian lahan di kawasan Peninggilan, Kecamatan Ciledug.
Berdasarkan informasi yang didapat oleh LPHI, untuk pembelian lahan tersebut Pemkot Tangerang mengelontor uang mencapai Rp 60 miliar yang dialokasikan dari APBD tahun 2016.“Mencuatnya persoalan pembelian lahan di Peninggilan Ciledug oleh Pemkot Tangerang yang dikenal dengan Pasar Lembang dalam hearing dewan bersama eksekutif sehingga menimbulkan polemik dimasyarakat, yang mana persoalan tersebut telah ramai juga diangkat dalam pemberitaan media, akhirnya menggugah kami untuk melakukan penelusuran mendalam,” ungkap Akhwil Ramli,kepada wartawan.
Terkait hal itu tambah Ahwil, pihak LPHI melakukan investigasi dalam rangka menjalankan kontrol sosial, sebagaimana hal dimaksud merupakan hak setiap warga masyarakat umum, dengan tujuan pen-gawasan dan penyelamatan dana APBD Kota Tangerang.“Langkah awal yang kami lakukan adalah dengan meminta klarifikasi kepada Kajari dan Kasie Datun tentang kebenaran dari LO yang mereka berikan/terbitkan terkait pembelian lahan tersebut.
Dari pertemuan tersebut pihak Kejari Tangerang hanya memberikan jawaban secara normatif, yakni sebatas pengakuan kalau memang ada LO dan sudah dibahas juga dengan BPN tapi tidak menjelaskan kepada kami secara detail,” kata Akhwil.Dalam klarifikasi tersebut tambah Ahwil, LPHI menanyakan sejumlah pertanyaan krusial, berkaitan dengan hal dimaksud. Diantaranya adalah, tentang tujuan Pemkot meminta LO dari Kejaksaan terhadap pembelian lahan ini itu sendiri.
“Pembelian lahan yang Cessie nya katanya masih bermasalah. Pengertian Cessie adalah pemindahan hak piutang, yang sebetulnya merupakan penggantian orang berpiutang lama, yang dalam hal ini bernama cedent, dengan seseorang berpiutang baru yang dalam hubungan ini dinamakan Cessionaris. Pemindahan ini harus dilakukan dengan suatu akta autentik atau dibawah tangan.
Hal ini diatur secara tegas dalam pasal 613 ayat 1 KUHP Perdata (pengalihan hutang kepada pihak ketiga),” jelasnya.Pertanyaan selanjutnya adalah soal kepada siapa hutang tersebut dialihkan oleh debitur (dari informasi berita ada 2 debitur, yaitu antara PT Dian/PT Luckable ) dan juga tentang siapa yang menerima pengalihan hutang atau siapakah sang kreditornya.
“Kemudian siapa yang melunasi hutang pokok dari debitur karena cessie baru bisa dilakukan kalau hutang pokok si debitur dilunasi. Dan bagaimana status aset yang dijadikan jaminan hutang oleh debitur karena dalam pemberitaan di media aset tersebut sudah disita oleh Bank,” kata Akhwil.Lebih jauh Ahwil menyatakan, berdasarkan hasil penelusuran sementara di lapangan, belakangan malah pihaknya pun kembali menemukan sebuah bukti baru bahwa di atas tanah tersebut, ternyata terdapat surat jenis eigendom.“Artinya kalau Eigendom ini bisa dibuktikan ke absahannya maka akan timbul masalah hukum tentang status kepemilikan. Artinya kepemilikan tanah oleh debitur diduga cacat hukum dan hal ini rentan digugat.
Eigendom yang dimaksud sedang dicek keabsahannya ke BPN,” ujarnya. Namun tambahnya, terlepas kebenaran dari Eigendom itu sendiri ada yang menurutnya juga mengusik rasa keadilan masyarakat, yaitu kenapa Pemkot membeli lahan kepada pihak-pihak yang diduga kepemilikan lahan tersebut dilakukan oleh debitur nakal yang memperoleh alias memiliki lahannya diduga dengan cara merekayasa. Apalagi dengan ditambahakan ada kemungkinan tanah ini milik perorangan (eigendom) atau milik negara kalau eigendom tersebut ahli warisnya diragukan.
“Dugaan skema atas kronologisnya, antara lain setelah surat kepemilikan mereka dapat, surat itu dijadikan jaminan hutang kepada Bank dan kemudian setelah mendapat uang dalam jumlah besar, la-han yang mereka jaminkan ditelantarkan dan disita oleh Bank. Jadi sangat ironis sekali kalau uang negara dibobol kemudian mereka peroleh lagi dengan cara Cessie artinya hutang pokoknya ada yang melunaskan dengan pengalihan hutang.
Untuk menjawab polemik ini dalam rangka klarifikasi pertanyaan dari masyarakat ini, kami berharap agar pihak terkait, khususnya kejaksaan untuk segera mengeluarkan keterangan resminya, agar menjadi kejelasan di khalayak publik,” pungkasnya.(CAN)
TANGERANG,khatulistiwaonline.com
Munji (40) diduga malakukan percobaan bunuh diri di Tol Tangerang-Merak KM 34, Cikupa, Kabupaten Tangerang. Korban yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu melompat dari jembatan penyeberangan orang (JPO).
“Percobaan bunuh diri dengan cara melompat dari jembatan penyeberangan orang (JPO) Tol Tangerang-Merak KM 34,” kata Kapolsek Cikupa, Kompol Idrus, dalam keterangannya, Jumat (3/11/2017).
Korban ditemukan tergeletak di jalan tol tadi sore sekitar pukul 15.30 WIB oleh petugas tol. Dia ditemukan dalam kondisi patah tulang.
“Akibat percobaan bunuh diri tersebut korban mengalami luka patah di tangan sebelah kiri dan punggung,” lanjut Idrus.
Korban yang selamat dari maut lalu dibawa petugas tol ke RSU Kabupaten Tangerang. Menurut keluarga korban, Munji sedang mempunyai masalah pribadi.
“Menurut keterangan keluarga, korban sedang mempunyai masalah pribadi dan korban tidak terbuka terhadap keluarga ketika mempunyai permasalahan,” pungkasnya. (NGO)