Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Di tengah gonjang-ganjingnya persoalan sosial, politik dan ekonomi nasional, dimana rakyat mulai marah dan mengalami krisis kepercayaan pada praktik-praktik penegakan hukum di Indonesia yang penuh rejakayasa dan tebang pilih.
Begitujuga persoalan dunia pendidikan yang mulai menyimpang jauh dari visi dan misinya, seperti berkembang biaknya trend komersialisasi kampus atau dunia pendidikan di dalam negeri, Presiden Jokowi bukannya tanggap, tangkas dan gesit merespon semua persoalan itu dengan baik, namun yang terjadi Presiden Jokowi malah semakin menjadi-jadi dan seolah-olah semakin mengukuhkan dirinya sebagai biang kerok dari semua persoalan nasional tersebut.
Betapa tidak rakyat yang marah karena super mahalnya biaya masuk Perguruan Tinggi dari yang Swasta hingga Negeri, rakyat dari segala lapisan dan dari segala profesi, mulai dari Tukang Bangungan, pedang-pedagang di Pasar hingga para Advokat, Politisi dan Akademisi juga mentertawakan proses hukum atas Kasus Kematian Vina di Cirebon yang sangat terang benderang namun masih ditutup-tutupi kebenarannya.
Pun demikian dengan kemarahan rakyat pada kasus-kasus korupsi raksasa yang sampai saat ini masih tidak jelas penangannya, Presiden Jokowi tidak berusaha tampil sebagai leader yang berwibawa dan cerdas untuk turut serta menyelesaikan persoalan kacau balaunya dunia pendidikan itu.
Presiden Jokowi juga tidak berusaha mendesak semua aparat penegak hukum agar lebih cepat dan lebih serius lagi menyelesaikan berbagai kasus-kasus hukum besar yang menyita perhatian publik itu, namun Presiden Jokowi malah semakin arogan mengacak-acak dan mengangkangi tatanan hukum dan demokrasi di negeri ini.
Ambil salah satu contoh saja, setelah Jokowi “berhasil” menghancur leburkan wibawa Mahkamah Konstitusi melalui Keputusan MK No.90 Tahun 2023 nya, hingga Sang Adik Ipar harus dipecat dari Ketua MK, lalu menghancur leburkan wibawa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU) melalui pemecatan Ketua KPK Firli Bahuri yang terlibat kasus pemerasan yang sebelumnya Firli telah membuka skandal-skandal korupsi kedua anak Sang Nepotis atas kasus korupsi dan gratifikasi proyek-proyek strategis nasional yang sampai kini ditutupinya, dan terakhir “berhasil” menghancur leburkan wibawa Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui skandal si Gundul Cabul hingga Ketua KPU nya dipecat.
Kini Presiden Jokowi seperti hendak menghancur leburkan Indonesia melalui RUU Dewan Pertimbangan Agung (DPA) !. Kenapa saya katakan Presiden Jokowi ingin menghancur leburkan Indonesia melalui RUU DPA? mau percaya atau tidak, bahwa di dalam draft RUU DPA ini para pejabatnya akan ditentukan oleh Presiden, dan mereka boleh rangkap jabatan, kedudukannya tidak lagi sebagai Lembaga Pemerintah melainkan sebagai Lembaga Negara, dan masa jabatannya jika dahulu ikut presiden, saat ini (dalam draft RUU DPA) tidak diatur.
Ini artinya masa jabatan pejabat DPA akan ditentukan semaunya sendiri.
DPA ini sudah dibubarkan semenjak tahun 2003 di masa Pemerintahan Ibu Megawati Soekarno Putri, kenapa sekarang mau dihidupkan lagi?. Kita patut curiga, lembaga ini (DPA) mau dihidupkan lagi karena Presiden Jokowi setelah Oktober 2024 nanti akan jadi pengangguran dan dikejar-kejar banyak persoalan hukum yang menjerat diri dan keluarganya, karena itulah sangat mungkin sekali Jokowi nantinya ingin menduduki sebagai Ketua DPA dan dari sana Jokowi bisa mengatur presiden sesuka hatinya.
Sudah menjadi rahasia umum, bisnis Martabak dan Pisang anak Sang Tuan bangkrut namun anehnya harta kekayaan Sang Pangeran Pangeran itu kok malah melesat menjadi ratusan miliar. Jika bukan karena pengaruh kedudukan Sang Papa Nepotis, mana bisa semua ini terjadi? Berfikir realistis dikitlah…
Mungkin karena Jokowi telah terilhami oleh sosok politisi senior mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew (1959-1990) yang dianggap sebagai Pahlawan Negara Singapura Modern, karena kepemimpinannya dalam mengubah Singapura dari negara baru dan miskin menjadi sebuah negara maju, hingga syahwat berkuasa Jokowi terpancing untuk mengikuti jejaknya.
Namun, sepertinya itu hanya khayalan, mana mungkin Jokowi sanggup menyamainya, sedangkan prestasi keduanya sangat jauh berbeda. Yang satu (Lee Kuan Yew) berhasil menorehkan tinta emas kemajuan Singapura, yang satunya lagi (Jokowi) hanya “berhasil” menumpuk hutang-hutang luar negerinya, “berhasil” memberikan contoh yang buruk bagaimana mengacak-ngacak tatanan hukum dan demokrasi Indonesia. Yang satu (Lee Kuan Yew) berhasil membuat kaya raya rakyatnya, yang satunya lagi (Jokowi) “berhasil” membuat miskin rakyatnya, hingga pengangguran di Indonesia tertinggi di ASEAN.Yang satu (Lee Kuan Yew) kaya prestasi yang satunya lagi (Jokowi) kemaruk (serakah) jabatan. Ini harus distop !…(SHE).
Jumat 26 Juli 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Lawan Politik Jokowi.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Dengan penuh sukacita saya menyambut kehadiran Imam Besar Al-Azhar Mesir, Yang Mulia Prof Dr Sheikh Ahmed el-Tayyeb, di Indonesia. Kunjungan Yang Mulia sungguh merupakan suatu kehormatan bagi kami, bukan saja umat muslim di Indonesia, tetapi juga bagi kami gereja-gereja di Indonesia.
Di tengah dunia yang makin tercabik-cabik oleh ragam konflik dan peperangan dan oleh peradaban yang makin mengedepankan kuasa dan harta, sebagai buah dari budaya kerakusan, acapkali perdamaian dan kemanusiaan sering tinggal menjadi slogan, karena ternyata berbagai tatanan ekonomi dan politik global terbukti tidak mampu mengatasi berbagai kontestasi dalam berbagai lapangan hidup.
Mereka yang lemah, miskin dan tak mampu bersuara, utamanya perempuan dan anak-anak, dari waktu ke waktu semakin terpinggirkan. Agama-agama yang sejatinya hadir untuk memanusiakan manusia ternyata juga sering bias oleh kepentingan sesaat, bahkan acap terjebak menjadi kendaraan bagi kepentingan ekonomi atau politik tertentu.
Akibatnya peran transformatif agama-agama yang menyejarah itu sering tinggal menjadi retorika karena hanya mengedepankan simbol-simbol agama dan kehilangan. Di tengah kecenderungan sedemikian, dunia sangat tertolong dengan komunike bersama Imam Besar Al-Azhar, Yang Mulia Prof Dr Sheikh Ahmed el-Tayyeb, dan Bapa Suci, Sri Paus Fransiskus, tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama.
Komunike yang dikenal dengan Dokumen Abu Dhabi ini menukik pada substansi hidup bersama sebagai umat manusia, yakni persaudaraan kemanusiaan, yang melewati batas-batas agama, suku bangsa, ras dan pilihan politik,dan karenanya sangat relevan dengan masyarakat dunia saat ini.
Pernyataan bersama Yang Mulia Imam Besar mestinya telah menohok masyarakat dunia, yang punya kecenderungan beragama secara artifisial.Segala simbol-simbol agama dikedepankan, tetapi substansi hidup beragama malah diabaikan, yakni persaudaraan kemanusiaan.
Yang Mulia Imam Besar telah memotivasi kita semua untuk lebih mengedepankan perdamaian dunia dan hidup bersama, dan ini tentu akan menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah masyarakat majemuk seperti kami, Indonesia, yang sangat beragam baik dari segi bahasa, suku bangsa dan agama. Sekalipun masyarakat kami sangat beragam, kami terus menerus membangun hidup bersama atas dasar kemanusiaan dan persaudaraan di tengah keragaman yang ada.
Dalam hal ini kami beruntung oleh dua hal: pertama, sebagai bangsa, kami berdasar pada ideologi Pancasila, yang merupakan kesepakatan bersama para pendiri bangsa ini, yang diikat oleh semangat Bhinneka Tungal Ika: meski berbeda-beda tetapi tetap satu adanya.
Dan kedua, kami beruntung memiliki saudara-saudara Muslim, sebagai penduduk terbesar di Indonesia, yang mengedepankan Islam sebagai “Rahmatan lil Alamin”, yang dalam syiar keagamaannya, selalu bergandengan tangan dengan agama-agama lain.
Tidaklah berlebihan bila saya katakan, Islam Indonesia yang adaptif dengan perubahan jaman, koeksistensi dalam keberagaman dan menjunjung HAM dan demokrasi bisa menjadi sumbangan bagi peradaban dunia kini dan di masa depan.
Dengan semangat seperti itu, melalui dialog dan kerjasama antar agama kami bersama-sama mengembangkan kehidupan beragama yang menukik kepada nilai-nilai substansial dari agama masing-masing dan tidak terjebak pada simbol-simbol maupun formalisme beragama.
Kami senantiasa mengajak umat untuk beragama secara substansial agar mudah mempertemukan para penganut agama dari agama apa pun, karena pada hakekatnya setiap agama ada dan hadir untuk mewartakan nilai-nilai yang kurang lebih sama yakni persaudaraan, perdamaian dan hidup bersama dengan rukun.
Bagi kami di Indonesia, ungkapan Dokumen Abu Dhabi yang menyebutkan “Tuhan tidak perlu dibela”, sudah sangat lama tertanam dalam sanubari kami, karena sekitar 25 tahun lalu, Presiden keempat Indonesia, dan juga mantan Ketua Umum PBNU, Abdurrachman Wahid atau Gus Dur pernah mengungkapkan, bahwa Tuhan itu tidak perlu dibela, karena Tuhan itu serba maha.
Ganti membela agama dan Tuhan, selayaknyalah kita semua membela yang lemah dan tersingkirkan, karena dengan merekalah Tuhan mempersonifikasikan diriNya (Matius 25:40).
Semoga kehadiran Yang Mulia di Indonesia, dan ditambah lagi dengan rencana kehadiran Bapa Suci, Sri Paus September yang akan datang, semakin memperkokoh komitmen kami, masyarakat dan bangsa Indonesia, untuk ikut membangun peradaban dunia yang damai dan menata hidup bersama yang lebih adil dan rukun.
Oleh Pdt Gomar Gultom
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Gubernur Lemhannas dan Sesjen Wantannas di Gedung Nusantara II DPR RI, Kamis (14/6/2024), Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang juga merupakan Wasekjen PDIP, yakni Utut Adianto memberikan pernyataan yang mengejutkan.
Menurutnya, Presiden Jokowi lebih mau mendengar suara dari para relawannya seperti Projo dan Bara JP daripada mendengar Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Dalam kesempatan tersebut, Utut juga menyinggung soal anggota tetap Wantannas RI yang dinilainya sulit untuk bertemu Presiden. Bahkan dalam kesempatan tersebut, Utut sampai menantang akan memberi uang Rp.100 juta jika anggota Watannas selama ini pernah diundang atau bertemu Presiden Jokowi.
Ututpun mempertanyakan akan dibawa kemana Lembaga Ketahanan Nasional ini. Kalau di zaman Pemerintahan Soeharto, Lemhannas merupakan salah satu requirement untuk jabatan Bupati, jabatan Gubernur hingga orang mau datang, namun sekarang siapa yang mau datang ke Lemhannas, apalagi mau datang ke Wantannas?
Menarik sekali pernyataan Utut Adianto ini, menarik karena yang pertama Utut menyinggung soal organisasi relawan Jokowi yakni Projo, dan kedua menariknya karena kita menjadi tersadarkan, bahwa Presiden Jokowi ternyata semakin lama semakin nampak tidak cakap dan profesional dalam kinerjanya.
Sebab bagaimana mungkin lembaga yang dahulu sangat strategis dan berwibawa seperti Lemhannas itu, kini menjadi tidak lagi seperti itu lantaran nyaris semua hal yang dahulu dilakukannya diambil alih oleh Presiden Jokowi.
Mungkin karena perubahan skenario politik itu, kita mungkin tak akan memiliki lagi Kepala Kepala Daerah yang qualified karena semua calon tak lagi diteliti secara cermat oleh Lemhannas melainkan langsung oleh Jokowi seorang diri.
Harus dicatat, sediktator-diktatornya Soeharto dulu, beliau tidak pernah mengizinkan anak-anaknya untuk menjadi Kepala Kepala Daerah, namun sekarang di era kepemimpinan Jokowi, anak-anak, menantu dan orang-orang terdekat keluarganya telah dipersiapkan dan sebagian telah dijadikan sebagai Kepala Daerah, meskipun pada akhirnya rakyatlah yang terpaksa atau setidaknya terkondisikan untuk memilihnya.
Sedangkan untuk hal mengenai Projo yang lebih didengar oleh Presiden Jokowi dari pada Gubernur Lemhannas dan Wantannas, saya pikir itu semata karena kecerdikan Ketua Umumnya yang lihai mempertontonkan “Gerbong Kosong” menjadi seolah-olah “Gerbong Penuh”. Padahal yang sesungguhnya terjadi ya Projo itu Gerbong Kosong sungguhan.
Masih ingat dengan MUSRA I yang menjaring aspirasi rakyat untuk memilih calon-calon Presiden dan Wakil Presiden? Setahu saya –juga menurut kesaksian banyak teman– yang digiring ke MUSRA itu ya organ-organ relawan lain seperti Rejo dimana H. Darmizal sebagai Ketua Umumnya dan Mudhofir sebagai Sekjennya.
Harimau Jokowi di Pilpres 2024 namanya saya ganti menjadi HARIMAU GANJAR (HAJAR) dimana saya menjadi Ketua Umumnya dan Dr. Soendoro Soepringgo sebagai Sekjennya, Moeldoko Center dimana Icha sebagai Ketua Umumnya dll,namun semuanya diklaim seolah-olah mereka itu Projo.
Saya khawatir jika klaim-klaim seperti ini diterus-teruskan, maka para pemimpin di negeri ini akan tertipu, dan yang menikmati hanya ketua umum dan para pengurus Projo itu sendiri. Sebagai bukti atau logika politik dari statement saya ini, saya mau mengajukan pertanyaan untuk bisa mereka jawab: Siapa dari pengurus Projo yang sukses menjadi anggota legislatif di Pileg 2024 yang lalu?. Tidak ada bukan? Bahkan Panel Barus yang merupakan Bendum Projo, Caleg di Pileg 2024, dan Ketua Badan Pemenangan Bacapres dari Projo, serta menjadi tim sukses dari Capres/Cawapres Prabowo-Gibran sendiripun gagal melenggang ke Senayan. Ini artinya Projo benar-benar tak lebih seperti halnya Gerbong Kosong.
Oleh karena itu, Panel Barus sebagai Bendum Projo lucu jika mengatakan ada gejala Baperan di elite PDIP, hingga seluruh pengurus PDIP masih juga belum move on dan mengkritik terus Presiden Jokowi, lantaran PDIP kalah di Pilpres 2024.
Pernyataan Panel Barus yang seperti ini justru malah menunjukkan dia masih awam dalam berpolitik, dan merasa tersinggung berat oleh pernyataan politisi PDIP Utut Adianto. Apa Panel Barus tidak tau, bahwa justru PDIP lah yang keluar sebagai pemenang Pileg 2024 yang lalu, bahkan tiga kali berturut-turut jika dihitung mulai dari Pileg 2014, 2019 dan 2024.
Apa Panel Barus tidak juga mengerti, bahwa sekarang Presiden Jokowi dan bahkan Prabowo sudah mulai mengerti tentang hikayat Gerbong Kosong Projo? Masak lupa, ketika Projo mau mendeklarasikan dukungan untuk Capres Prabowo, yang hadir hanya beberapa gelintir orang, dan rombongan liar (Romli) lainnya sudah pada kabur duluan? Memangnya ada gitu Kongres yang hanya 3 jam, jika bukan kongresnya organisasi relawan Gerbong Kosong?.
Maka dari itu Ketua Umum Projo Budi Arie dan Bendum Projo Panel Barus harus mulai berpikir dirinya itu siapa. Masak harus saya beri satu bukti lagi, bahwa Presiden Jokowipun sudah tak lagi meliriknya? Lihat pernyataan Kaesang, yang menyatakan mau tetap maju jadi Cagub DKI Jakarta bersama Anies Baswedan meskipun tidak direstui oleh Projo. Sapere aude !…(SHE).
21 Juni 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer and Journalist.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Tak perlu takut-takuti kami dengan penjara, tuan…Sebab keyakinan kami jauh lebih kuat dari jeruji besi, dan jauh lebih kokoh dari benteng-benteng serdadu.
Kepedulian kami pada negeri ini telah menyatukan pikiran dan hati, segala ancaman masuk penjara dengan berbagai modusnya tuan, tak kan membuat kami menyerah.
Orang yang serakah dengan jabatan dan kekuasaan seperti tuan, tak kan bisa menghentikan gelombang kritik yang kami selalu hempaskan.
Jikapun tuan coba hentikan kritik kami dengan berbagai ancaman hukuman, pikiran dan hati kami akan terus bergerak mencari bentuk perlawanannya sendiri.
Kedaulatan itu milik kami, jangan dirampas, tuan. Dan meskipun tuan dapat mempengaruhi independensi para penegak hukum, kami akan tetap tak kan pernah menyerah.
Tuan itu kepala negara bukan raja yang dengan bebas mempersilahkan anak-anak, adik ipar, menantu dan pamannya, orang dekat tuan dan istri menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan.
Tuan itu kepala pemerintahan bukan kepala genk, komplotan yang dengan semau-maunya sendiri memeras dan mengancam rakyat dengan dalih pajak dan revisi undang-undang.
Kami bersuara untuk membangunkan kesadaran revolusioner rakyat dan diri sendiri, agar tidak mudah tuan bius dengan candu-candu pembodohan, melalui tokoh-tokoh yang tuan beri mainan pengelolaan tambang…(SHE).
10 Juni 2024.
Saiful Huda Ems (SHE).
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Melalui Whats App yang dikirimkan oleh Mas Hasto Kristiyanto pada saya tadi malam pukul 00.00 WIB, Sekjen DPP PDIP Mas Hasto Kristiyanto memberitaukan pada saya, bahwa pada hari ini Selasa, (4/6/2024) beliau akan dipanggil ke Polda Metro Jaya atas tuduhan menghasut dan menyiarkan berita bohong yang mengakibatkan kerusuhan.
Sebuah tuduhan yang sepertinya tidak tepat untuk ditujukan pada Mas Hasto Kristiyanto, sebagai Sekjen DPP PDIP, dan memiliki hak bersuara untuk menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan yang dilindungi oleh UU Partai Politik dan Konstitusi (UUD 1945).
Mas Hasto Kristiyanto dipersoalkan saat beliau diwawancara oleh wartawan SCTV. Hal itu menurut saya tidaklah tepat, sebab wawancara dengan wartawan SCTV itu merupakan produk jurnalistik, yang harusnya diadukan ke Dewan Pers, bukannya ke Polda Metro Jaya.
Tuduhan pada Mas Hasto Kristiyanto yang dianggap menghasut dan menyiarkan berita bohong, hingga menciptakan kerusuhan, itu juga sebenarnya tidak tepat atau salah alamat.
Sebab, apa yang dilakukan oleh Mas Hasto Kristiyanto saat bersedia diwawancarai oleh wartawan SCTV itu berada pada konteks menjalankan tugasnya Mas Hasto Kristiyanto sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai yang sah karena berbadan hukum, dan menjalankan Undang-Undang Partai Politik utuk melakukan komunikasi dan pendidikan politik pada rakyat.
Oleh karena itu pada seluruh masyarakat, khususnya pada teman-teman pers, teman-teman Advokat dan teman-teman aktivis pergerakan, serta pada teman-teman politisi dan akademisi yang memiliki perhatian besar pada penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia, saya mohon untuk memberikan perhatian penuh pada jalannya proses hukum yang sedang dijalani oleh Mas Hasto Kristiyanto ini.
Mas Hasto Kristiyanto selama ini tidaklah bisa kita ragukan lagi sebagai sosok politisi yang sangat kritis dan berani menyuarakan pengetahuan dan pendapatnya pada rakyat dan penguasa, meskipun kita seringkali dibuat dag-dig-dug oleh ketegasan dan keberaniannya.
Hampir sangat jarang, bahkan bisa dikatakan sangat langka sekali ada elite partai apalagi dalam kedudukannya sebagai Sekjen, sangat berani bersuara apa adanya, tanpa tedeng aling-aling berbenturan dengan pernyataan-pernyataan penguasa, demi menegakkan kebenaran dan keadilan seperti yang dilakukan oleh Mas Hasto Kristiyanto.
Selain itu harus saya berani ungkapkan, bahwa Mas Hasto Kristiyanto merupakan politisi ternama dan sahabat senior yang sangat friendly (ramah) dan hormat pada orang. Selalu teringat di benak saya, setiap saya diajak bertemu beliau di Jakarta, saya selalu terlebih dahulu disuguhi bukan hanya kopi hitamnya yang pekat, melainkan pula disuguhi banyak buku untuk saya baca dan diskusikan hingga kita bisa bertukar pikiran dan bertambah wawasan.
Dengan modal inilah, kami bisa sama-sama meningkatkan dan menajamkan visi juang kerakyatan yang membebaskan dan mencerahkan.
Saya selalu mengingatkan pada siapapun khususnya pada para penegak hukum di negeri ini, agar kita selalu menghormati perbedaan pendapat.
Jangan selalu mempersoalkan apalagi main ancam pada anak-anak bangsa di Republik ini yang memiliki pemikiran-pemikiran kritis dan terbuka, apapun corak pandangannya.
Kalau hal seperti itu yang dilakukan, maka bangsa ini akan berada dalam kerugian. Perbedaan pendapat adalah Sunatullah, dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa, tidak boleh kita persoalkan dengan berbagai dalih atau tuduhan apapun.
Karena itu Konstitusi kita memberikan penghormatan pada rakyat yang menjadi salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia ini, yakni kebebasan bersuara melalui salah satu bentuk dan caranya di antaranya dengan berserikat, berkumpul dan menyuarakan pikiran atau pendapatnya baik secara lisan maupun tulisan.
Semoga Mas Hasto Kristiyanto selalu berada dalam bimbingan dan perlindungan Tuhan, dan kita semua tersadarkan akan bahayanya penghakiman atas pendapat orang yang kebebasannya dijamin oleh Konstitusi ini. Terimakasih…(SHE).
4 Juni 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Belum juga mau mengakhiri jabatannya, dan satunya lagi masih menunggu untuk dilantik, namun preman-preman dengan berbagai kemasan ormas dan seragamnya sudah bergentayangan dimana-mana, dan main ancam pemikir-pemikir kritis, yang terus berpikir dan menjelaskan pada masyarakat tentang persoalan negerinya, dan yang harus mendapatkan perhatian untuk dicari jalan keluarnya bersama. Sebetulnya mereka ini pemimpin rakyat atau pemimpin mafia sih?.
Sudah terbukti dalam berbagai sejarah, baik yang terjadi di negeri ini maupun di luar negeri, bahwa fasisme, otoriterianisme selalu akan memunculkan perlawanan dari rakyatnya sendiri, entah dari yang awalnya dari mereka yang mendukung atau apalagi dari mereka yang sejak awal mula kontra.
Entah dalam waktu singkat ataupun lama, yang jelas belum pernah rasanya ada seorang fasis atau diktator yang selamat, baik di usia muda maupun tua kepemimpinannya.
Negara yang modern dan ingin bergerak maju harusnya memberikan ruang kebebasan bagi rakyat kritisnya untuk terus berpikir dan bersuara, apapun arah kecenderungannya, mau pro ataupun kontra pemerintah, mau jernih maupun ada kepentingan pribadinya.
Sebab, sudah menjadi kodratnya, selain manusia itu daya pikirnya terbatas juga memiliki potensi kriminal yang olehnya harus terus saling ingat mengingatkan, dan bukan mengancam.
Saya pribadi pernah beberapakali diancam, namun bersyukur berkat luasnya jaringan persahabatan dari berbagai segmen dan profesi, saya relatif masih bisa mengatasinya.
Lalu bagaimana dengan orang-orang kritis namun tidak memiliki jaringan seperti itu, iya kalau mereka pemberani, namun mereka memiliki mental penakut, bagaimana? Bukankah akan rugi negeri ini jika menyia-nyiakan suara kritisnya?.
Sudahlah, jangan over acting menjadi manusia, biasa-biasa saja, tak perlu unjuk kekuatan jika mau melihat belakang kepalanya sendiri tanpa bantuan cermin tidak bisa.
Tak perlu pamer ormas-ormas semi militer dengan berbagai perangai bringas atau kegalakannya, jika untuk menghidupi organisasinya sendiri saja harus membuat proposal pendanaan ke pemerintah.
Tak perlu merasa sakti mandraguna, jika terpercik minyak goreng dari wajan yang panas sedikit saja meloncat-loncat. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri, sadarilah.
Hidup berdampingan dan rukun jauh lebih baik, meski pikiran kadang beda dan saling berkecamuk, penuh huru hara wacana dan hati saling menancapkan keyakinannya masing-masing.
Mau mendukung ataupun kontra terhadap kebijakan pemerintah juga tak masalah, yang terpenting harus logis dan berani mempertanggung jawabkan pilihannya secara rasional, argumentatif.
Ingatlah sikap seseorang itu selalu dipengaruhi oleh latar belakang hidupnya, pendidikannya, agamanya, referensi bacaannya, gurunya, pertemanannya, kepentingannya, pengalaman hidupnya dll.
Karena itu manusia harus melandaikan hatinya dan memperluas cakrawala berpikirnya, itulah yang akan menjadikan manusia semakin berumur semakin bijaksana…(SHE).
1 Juni 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA,
KHATULISTIWAONLINE.COM
Bikin program makan siang gratis, begitu sadar tidak ada dananya pakai alasan, siang itu waktunya anak-anak sekolah pulang, jadi diganti makan makanan bergizi saja, dan akan diatur lagi waktu pelaksanaannya.
Rakyat ribut karena biaya masuk perguruan tinggi mahal, Prabowo langsung mengatakan, biaya kuliah harusnya murah bahkan kalau bisa gratis.
Nanti juga kalau sudah sadar dananya tidak ada karena hutang Pemerintah sudah bertumpuk-tumpuk dan tidak jelas bagaimana dan kapan melunasinya, pernyataan Prabowo itu akan direvisi lagi.
Orang yang sudah terbiasa hidup kaya raya dan didapat dari kedekatannya dengan penguasa, tidak akan memiliki empati penderitaan rakyat, tidak akan pernah bisa membuat program-program strategis yang rasional dan dapat diimplementasikan.
Apa yang dikatakannya hanya sebatas omon-omon untuk meredam protes atau amarah rakyat belaka.
Walaupun demikian halnya dengan Jokowi yang semakin lama semakin kehilangan orientasi, tak jelas keberpihakannya kemana, kepada siapa, pada rakyat atau pada investor-investor besar asing yang seringkali tidak memberi keuntungan apa-apa pada rakyat kecil. Bahkan yang ada harga diri bangsa kerap tergadaikan.
Banyak menteri yang bermasalah dibiarkan saja, bahkan orang seperti SYL dan JGP sudah bertahun-tahun saya minta untuk direshuffle dan dijebloskan ke penjara, eee…baru dua tahun kemudian direshuffle dan di KPK kan.
Tragisnya Jokowi sekarang malah memanjakan beberapa menterinya yang bermasalah, hanya karena mereka mau menjadi pendukung-pendukung setianya.
Saya nyaris tak melihat ada Ketua Umum Partai Politik yang berani dengan lantang menyuarakan suara kebatinan rakyat ini kecuali Ibu Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDIP. Beliau dengan berani dan lantang menyuarakan berbagai persoalan kenegaraan dan kebangsaan yang ada.
“Saya yang membangun KPK, MK dll. kok semuanya begitu mudah dirusak. Harus kita apakan dia?” Lalu dijawab oleh peserta Rakernas PDIP, “Lawan !”.
Ketika saya melihat dan mendengar pidato Bu Megawati yang seperti itu, saya lihat Mas Hasto Kristiyanto matanya berkaca-kaca, sama, sayapun demikian, tak terasa air mata mengalir.
Memang benar apa yang dikatakan oleh Ibu Megawati Ketua Umum PDIP itu, kita dahulu yang mati-matian membenahi keadaan negeri ini, mulai dari pembangungan mentalitas bangsanya hingga institusi-institusi kenegaraannya, semuanya seakan-akan ambruk gara-gara sikap arogan dan bar-bar Jokowi.
Ingat juga loh, perjuangan kami dahulu ketika Soeharto masih berkuasa–untuk memisahkan peran TNI dengan POLRI melalui agenda Pencabutan Dwi Fungsi ABRI/TNI itu juga luar biasa, berkeringat dan berdarah-darah, namun oleh Jokowi malah dirusak lagi, semuanya ditarik-tarik ke politik praktis lagi.
Celakanya kebanyakan juga ditujukan untuk kepentingan keluarganya saja !.
Orang-orang seperti saya pasti sangat sedih atau geramnya luar biasa, kalau ada orang-orang yang ngaku-ngaku sebagai Aktivis ’98 terus santai-santai saja melihat kondisi negeri seperti ini, berarti dulunya mereka turun ke jalan hanya untuk dijepret kamera Wartawan Media Cetak atau hanya ingin dishoot media-media TV. Pasti itu !…
Setelah memaksakan anak, adik iparnya dan menantu jadi Walikota, Ketua Umum Partai, dan menguasai MK serta menghasilkan keputusan-keputusan yang mengobrak abrik tatanan bernegara, di Medan menantu Jokowi (Bobby) malah memaksakan pamannya (Benny Sinomba) menjadi Pelaksana Harian (Plh) Sekda.
Negara ini milik siapa sih? Dipimpin berdasarkan aturan apa sih? Kok semuanya dibikin mengarah dan menguntungkan keluarga Jokowi saja?…(SHE).
25 Mei 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Aktivis ’98. Penantang Rezim Soharto di Berlin Jerman (1991-1995).
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Menjelang Reformasi ’98, hanya ada satu partai politik yang memikat hati saya karena keseriusannya dalam menegakkan keadilan dan membela nasib orang-orang pinggiran, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Namun karena di masa itu saya sudah bersepakat duluan bersama teman-teman seperjuangan yang tengah sibuk-sibuknya mendirikan partai baru, yakni Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) yang diketuai oleh Dr. Ir. Sri Bintang Pamungkas, maka keinginan besar saya untuk bergabung dengan PDIP saat itu saya urungkan.
Bagi saya ketika itu, jika saja PDIP kembali dihadang oleh kekuatan sisa-sisa pendukung Rezim Orde Baru untuk bisa menang di PEMILU 1999, paling tidak saya bersama teman-teman seperjuangan masih memiliki kekuatan tersendiri yang para anggota dan pengurusnya didominasi oleh kalangan aktivis pergerakan.
Akan tetapi takdir berkehendak lain, partai kami ketika itu (PUDI) kalah, dan PDIP malah meraih kemenangan total di PEMILU 1999, dan saat itu jelas, tidak ada Jokowi disana.
Ini artinya PDIP memang dari aslinya memang sudah kuat, luar biasa, dimana rakyat menjadi kekuatan penggeraknya yang utama.Tidak ada yang namanya Jokowi effect, yang ada itu Kesetiaan Pada Kebenaran dan Keadilan PDIP effect.
Tidak sia-sia rasanya, jika ketika PDIP masih bernama PDI terus diganggu, diteror oleh Rezim Orba, saya dkk. turut membela dan menjadi pendukung utamanya.
Bahkan sebelum Kantor DPP PDI diserbu oleh Pasukan Siluman Pendukung Rezim ORBA di tahun 1996, sayapun turut hadir di acara-acara mimbar bebas di sana, dan kemana-mana saat itu saya selalu menggunakan kaos bergambar Ibu Megawati Soekarnoputri, Sang Ketua Umum PDI/PDIP yang visioner, revolusioner.
Bahkan sampai ketika PDIP berhasil memenangkan PILPRES di tahun 2014 dan 2019 Ibu Megawati masih tetap visioner dan revolusioner. Maka tidak heran, Jokowi yang tidak mewarisi obor api perjuangan, tidak pernah sanggup untuk bisa berjuang bersama Ibu Megawati Soekarnoputri. Jokowi terlempar dengan sendirinya, seperti Air dan Minyak yang tak dapat menyatu.
Tak lama lagi PDIP akan menyelenggarakan Rakernas V di Ancol Jakarta, yakni pada tanggal 24 hingga 27 Mei 2024. Menurut penjelasan dari Sekjen PDIP, yakni Mas Hasto Kristiyanto, di Rakernas V PDIP ini akan disampaikan sikap politik PDIP yang berkaitan dengan tantangan-tantangan demokrasi yang akan datang.
Selain itu Rakernas juga akan menjadi momentum untuk mengevaluasi hasil Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif 2024.Melalui forum Rakernas ini PDIP pun akan melakukan konsolidasi menghadapi Pilkada 2024.
Tema Rakernas V PDIP adalah “Satyameva Jayate” yang berarti Kebenaran pasti Menang. Dan sub temanya adalah “Kekuatan persatuan rakyat dalam kebenaran”. Dahsyat dan menarik sekali bukan?
Apalagi dalam agenda utama di Pembukaan Rakernas V PDIP ini adalah menerima Obor Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam, yang kemudian dilanjutkan dengan pidato politik dari Ketua Umum PDIP Ibu Megawati Soekarnoputri, yang biasanya ditunggu-tunggu oleh jutaan orang, khususnya oleh para politisi di negeri ini.
PDIP menjadi partai politik yang paling awet digandrungi oleh mayoritas rakyat, ini mungkin berkat usaha gigih dari Ketum, Sekjen dan para pengurus serta anggota PDIP sendiri mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga ke tingkat Ranting, yang selalu berusaha keras dan sungguh-sungguh –sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Sekjen PDIP Mas Hasto Kristiyanto–untuk membangun kesadaran kolektif ideologis, sehingga PDIP selalu bisa konsisten sebagai partai yang berwajah kerakyatan.
Sebagaimana Ibu Megawati yang selalu ingatkan, agar para calon kader utama itu tidak berpikir masuk partai untuk mencari uang. Partai politik adalah alat untuk melayani rakyat sesuai ideologi, bukan mencari kekayaan.
Berangkat dari niat tulus dan visi bagus itulah, tak heran PDIP dapat selalu berjaya di tengah berbagai terpaan badai yang ada. Ketika banyak partai-partai politik yang orientasinya kekuasaan dan fulus an sich, hingga orang baru dua hari jadi kader bisa langsung menjadi Ketum Partai agar partainya bisa lolos ke Senayan meskipun nyatanya tidak kesampaian, PDIP dari awal sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjadi partai modern, profesional dan memiliki kualitas sumber daya kader yang teruji kepemimpinan dan kepekaannya terhadap rakyat sebagai penggerak partai.
Ya, berkat pendidikan dan pengkaderan yang dilakukan oleh PDIP lah, PDIP bisa melahirkan politisi-politisi berkelas seperti Mas Hasto Kristiyanto, Mas Ganjar Pranowo, Ibu Tri Rismaharini, Ko Ahok, Mas Djarot Saiful Hidayat, Mas Azwar Anas dll.
Selamat melaksanakan Rakernas V PDIP di Beach International Stadium Ancol Jakarta 24 sampai 27 Mei 2024. Semoga Rakernas V PDIP nanti, dapat menjadi obat dahaga jiwa Rakyat Indonesia, khususnya bagi para Akademisi Kampus yang saat ini resah karena kehancuran pencapaian Demokrasi yang telah lama rakyat perjuangkan, serta umumnya bagi Rakyat yang rindu datangnya keadilan, karena sudah teramat lama rakyat dibodohkan dan dimiskinkan.
Pembunuhan demi pembunuhan, serta pemerkosaan demi pemerkosaan yang terjadi di tengah kehidupan rakyat yang tak tertuntaskan proses hukumnya, harga-harga kebutuhan pokok rakyat yang terus meroket, penipuan-penipuan melalui medsos, judi online, biaya pendidikan perguruan tinggi yang kian sulit dijangkau oleh rakyat kecil lagi, maraknya aksi bunuh diri karena terhimpit persoalan ekonomi, banyaknya pengangguran, nasib kaum buruh yang tak diperhatikan, konflik antar umat beragama, Pilpres dan Pileg yang kacau balau, penuh aroma transaksional dan direkayasa oleh penguasa sesuka hatinya, serta brutalnya Rezim Jokowi mengacak-acak peraturan perundang-undangan yang hanya berpihak pada kelompoknya saja, semoga dapat dibahas dan ditemukan solusinya oleh para peserta Rakernas V PDIP.
Intinya, jangan sampai di Pilpres, Pileg dan Pilkada mendatang, para politisi tak lagi mau bertarung secara serius dan benar, karena menganggap tidak ada untungnya bertarung, berjuang dengan benar kalau pada akhirnya keputusan pemenangnya hanya mengikuti selera Sang Kaisar berhidung panjang, beromong besar, suka membual dan menghianati teman-teman seperjuangan, tidak peka pada penderitaan rakyat dan hanya mau mendengar Pak Menteri Segala Urusan dan Situasi alias MENSTRUASI.
Jayalah PDIP ! Selamat berjuang ! Kami tunggu Obor Api Perjuanganmu yang lebih berkobar lagi ! Rakyat pinggiran menunggu Hasil Rakernasmu dengan hati berdebar-debar ! Merdeka !…(SHE).
Rabu, 22 Mei 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Karakter Prabowo Subianto (PS) yang gemar menebar ancaman rupanya masih belum hilang juga dari sejak PS menjadi Danjen Kopassus hingga di usia senjanya sekarang.
“Kita ingin berjuang bersama-sama, namun jika tidak mau diajak kerjasama, jangan mengganggu !”. Begitu cuplikan ucapan PS yang saya dengar. Kata-kata jangan mengganggu ini, diucapkannya dengan serius, seperti ia sedang mengancam seseorang atau kelompok tertentu yang menunjukkan ketegasan sikap politiknya yang tak ingin bergabung dengan pemerintahan PS kelak.
Setau saya sampai saat ini baru PDIP melalui Sekjennya, yakni Hasto Kristiyanto dan Capres yang diusungnya di PILPRES 2024, yakni Ganjar Pranowo yang terus menerus bersikap kritis pada PS, wabil khusus pada Presiden Jokowi.Apalagi di waktu yang hampir bersamaan dengan Rakornas PAN,
Ganjar Pranowo telah mendeklarasikan dirinya akan mengambil sikap Oposisi pada Pemerintahan Jokowi dan Prabowo. Mungkin karena hal ini, PS yang mewarisi karakter kepemimpinan
Soeharto di era Orde Baru (ORBA) yang anti kritik, PS sudah panik duluan, dan memberikan peringatan untuk tidak mengganggu apa yang akan dilakukannya nanti ketika PS sudah dilantik menjadi Presiden R.I ke 8. Padahal kritik itu sehat dan hanya orang-orang anti kritiklah yang menganggap kritik itu sebagai gangguan.
Selain itu, melalui bahasa isyaratnya, PS juga mengatakan, bahwa PS tidak memiliki tanggal merah, semuanya biru. Bagi orang-orang yang kurang peka intuisi politiknya, mungkin akan menerjemahkan biasa-biasa saja, yang maksudnya PS akan terus bekerja tanpa mengenal hari libur (tanggal merah).
Namun jika dicermati lebih jauh, ini juga bisa jadi merupakan bahasa isyarat PS, bahwa ia tidak akan bekerjasama dengan PDIP (biasa dikenal dengan istilah Partai Merah), sebab bagi PS PDIP selain tidak mendukungnya di Pilpres 2024,
PDIP juga memiliki sejarah panjang sebagai partai terdepan yang membela kaum pinggiran (Wong Cilik) dan yang paling tegas mengkritisi pemerintahan yang korup dan tak berempati pada penderitaan kaum marginal.
PS mungkin sadar bahwa pidatonya yang menyatakan akan memperjuangkan nasib rakyat kecil hanyalah omon-omon saja, sebab nyatanya PS dan adiknyalah yang selama ini banyak menguasai lahan-lahan milik negara, yang seharusnya diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat. PS mungkin juga sadar, bahwa ia terpilih sebagai Presiden R.I ke 8, juga berkat dukungan dari Presiden Jokowi yang telah terlebih dahulu mengacak-acak Mahkamah Konstitusi dan KPU.
Maka tidak heran, dalam pidatonya PS juga mengatakan telah didukung oleh Jokowi, SBY, Gus Dur, Soeharto dan Bung Karno tanpa menyebut sama sekali nama Bu Megawati Soekarnoputri.
Bahkan PS sempat menyindir Bung Karno milik semua orang dan tidak bisa diklaim sebagai milik satu partai tertentu. Inilah karakter asli PS yang lupa dengan jasa Ibu Megawati Soekarnoputri, yang memintanya pulang kembali ke Tanah air setelah PS diincar oleh rakyat Indonesia atas peristiwa Penculikan Aktivis ’98 dan Kerusuhan Nasional tahun 1998.Bu Megawati Soekarnoputrilah yang telah mengangkat kembali kehormatan PS sebagai pecatan TNI, dengan menjadikannya Cawapres di Pilpres 2009.
Kalau tidak karena jasa Ibu Megawati ini, PS mungkin masih akan terus menjadi warga negara yang tidak jelas identitasnya di Yordania. Namun PS rupanya seolah lupa dengan itu semua, dan lebih mengingat jasa Jokowi yang telah melahirkan anak haram konstitusi, dan memberikan jalan yang mulus bagi PS untuk menjadi Presiden R.I ke 8.Saya khawatir apa yang dikatakan PS dalam pidatonya, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, akan menjadi kenyataan.
Bahwa Jokowi yang memulai mengobrak-abrik konstitusi dan lembaga-lembaga negara akan diikuti kemudian oleh PS juga. Bukankah PS selama ini telah terang-terangan, bahwa PS banyak belajar dari Jokowi?.
Namun karakter tetaplah karakter, jika dari mudanya saja sudah temperamental, selamanya akan tetap begitu juga. Begitu pula dengan politik, jika seorang politisi tidak terlatih hidup dari kecil dengan semangat pengabdian pada negara, melainkan semangat mencari penghidupan dari kekuasaan, maka selamanya sampai tua akan begitu juga. Ketika kekuasaan menjadi satu-satunya tujuan, maka seorang penguasa akan terusik ketika ada penguasa bayangan di sampingnya.
Inilah mengapa saya haqul yakin hingga hari ini, bahwa kerjasama PS dan Jokowi itu tidak akan bertahan lama, ketika Jokowi nantinya tak lagi menjadi Presiden, PS akan membuangnya. Terlebih ketika kedua-duanya sepertinya memiliki karakter yang sama, yakni mudah melupakan jasa orang-orang yang pernah membesarkannya, dan membuat keduanya menjadi terhormat di mata masyarakatnya.
Tak terasa puntung rokok di asbakku penuh dan kopi di gelasku tinggal ampasnya. Aku kemudian termenung mengingat teman-teman seperjuangan yang masih tak ku ketahui dimana keberadaan jasadnya, setelah peristiwa Penculikan Aktivis menjelang Reformasi ’98 yang sangat mengerikan itu.
Dan sekarang saya seolah dipaksa oleh suatu peristiwa, bahwa saya harus menerima kenyataan bangsa dan negeri ini akan segera dipimpin oleh orang yang dahulu menculiknya. Semoga Allah SWT menjaga dan melindungi bangsa ini. Aamiin…(SHE).
10 Mei 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik, serta mantan Aktivis ’98.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Bukan Jokowi namanya kalau dia tak bisa bersiasat untuk menutupi keculasannya, termasuk bersiasat untuk mengatasi ancaman ketakutan akan kekalahannya di medan pertarungan politik maupun hukum.
Saat sekarang ketika semua mata politisi, akademisi, budayawan, kelompok-kelompok masyarakat sipil kritis hingga para purnawirawan jenderal TNI dan POLRI sedang melawan penyalah gunaan kekuasaannya melalui rentetan persidangan PHPU di MK, Jokowi kembali melakukan manuver Drama Politik yang kesekian kalinya.
Jokowi sangat panik dan mungkin pula gemetar di istana negara yang dikangkanginya, betapa tidak ini baru pertamakalinya dalam sejarah perpolitikan dan penegakan hukum di Indonesia, ribuan mahasiswa turun ke jalan memprotes Jokowi, dan 303 Guru Besar, Akademisi dan Masyarakat Sipil melayangkan Surat Amicus Curiae (AC) ke MK, sebagai bentuk perlawanan dahsyat Kaum Intelektual pada Presiden Jokowi dan para penyelenggara PILPRES 2024 yang sangat curang, penuh intrik, rekayasa dan atraksi penabrakan Konstitusi yang sangat berbahaya bagi tatanan hukum dan Demokrasi di Indonesia.
Tak hanya itu, saat ini telah terjadi momentum dahsyat terjadinya pertemuan termanis antara tokoh reformis nasionalis, penjaga konstitusi yang sangat tangguh dan pelopor perlawanan terhadap kediktatoran Rezim Orde Baru yang sangat legendaris, yakni Putri Proklamator Bung Karno, Ibu Megawati Soekarnoputri dengan tokoh kubu Islam Politik Garis Keras, yakni Habib Rizieq Shihab.
Dua tokoh nasional yang awalnya bagai air dan minyak yang susah sekali untuk dipertemukan itu, kini keduanya memiliki tekad yang sama untuk menghadapi Rezim Jokowi yang telah sangat terang benderang melakukan Abuse of Power, penyalah gunaan kekuasaan !.
Baik itu Ibu Megawati maupun Habib Rizieq Shihab telah sama-sama melayangkan Amicus Curiae ke MK.
Amicus Curiae jika disederhanakan maknanya, adalah konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga, atau yang tidak berperkara memberikan pendapat hukum yang berupa opini pada pengadilan yang dalam hal ini Mahkamah Konstitusi.
Jadi silahkan dibayangkan saja, seorang mantan Presiden, Ketua Umum Partai Politik terbesar dan Pemenang Pemilu 3 kali berturut-turut, telah ikut memberikan pendapat hukum di MK, bersamaan dengan para tokoh nasional dan para pemuka agama lainnya.
Selain itu, beberapa purnawirawan Jenderal TNI seperti mantan KSAD dan mantan Danjen Kopasus serta ratusan Guru Besar dan Mahasiswa dari berbagai Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari kampus-kampus besar dan ternama seperti UGM, UNPAD, UI, UNJ, UNAIR dll.
Begitu juga tokoh-tokoh jurnalis senior juga turut melayangkan Amicus Curiae ke MK, apa semua kenyataan ini tidak menjadikan Presiden Jokowi kebingungan? Ini baru pertamakalinya terjadi di sepanjang sejarah Indonesia loh.
Sedangkan dari kubu Capres-Cawapres Prabowo-Gibran saja hanya bisa mengklaim akan ada 10 ribu orang yang akan turut melayangkan Amicus Curiae ke MK namun kenyataannya hanya omon-omon saja alias ngedabrus tak ada buktinya !.
Fakta menarik dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 inilah, yang mau tidak mau, suka tidak suka telah mendekatkan pikiran para pengamat politik dan hukum pada prediksi dikabulkannya permohonan para pemohon dalam peradilan Sengketa Hasil Pilpres 2024 di MK.
Siapapun yang tajam analisanya, akan menyatakan bahwa mayoritas para Hakim Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan gugatan para pemohon, kecuali jika Presiden dan Paman Usman memiliki ilmu ghaib yang bisa merasuki pikiran dan hati para Hakim MK untuk menolak gugatan para pemohon.
Jokowi sangat faham dengan kemungkinan kekalahan putra kesayangannya di persidangan PHPU di MK, karenanya istana mulai membuat drama sinetron ala Ram Punjabi untuk mengalihkan kasus itu dengan isue-isue keinginan berkunjung Presiden Jokowi ke Ibu Megawati yang ditolak dll nya.
Padahal pada kenyataannya, karakter dan perbuatan Jokowilah yang menghalangi pertemuan antara Jokowi dan Ibu Megawati.
Karakter Jokowi yang Smelekete kata Orang Jawa Tengah atau Mekitek ala Orang Jawa Timur, alias sok hebat Jokowi seperti ketika Jokowi dihadapan Andi Wijajanto yang mengatakan akan menurunkan perolehan suara PDIP, bahwa Pengurus PDIP hebat jika bisa mengalahkan dirinya dll nya itulah karakter asli Jokowi yang menghalanginya untuk bertemu dengan Ibu Megawati.
Jokowi itu bisa jadi orang hebat karena berpuluh tahun dibela oleh anggota-anggota dan simpatisan PDIP, mulai dari anak ranting, hingga DPP selama 23 tahun, masak Jokowi tega membakar rumah sendiri? Ini ilmu dari mana?.
Maka tidak berlebihan jika para pengurus di anak-anak ranting, dan seluruh kekuatan arus bawah PDIP tidak mau terima jika saja Ibu Megawati harus mau menerima permintaan Jokowi untuk bertemu.Mereka tentu sangat khawatir Ibu Megawati akan ditipu lagi untuk kesekian kalinya.
Karakter asli Jokowi juga nampak ketika Jokowi menggunakan Anwar Usman (adik iparnya) untuk meloloskan Gibran putranya sebagai Cawapres melalui Putusan MK No.90/2023.
Ini merupakan pelanggaran konstitusi, dan Ibu Megawati itu sangat dikenal setia menjaga Konstitusi, bagaimana pertemuan itu bisa mungkin terjadi?.
Kerusakan Demokrasi yang terjadi bekangan ini, juga tidak dapat dilepaskan dengan praktek Nepotisme yang dilakukan oleh Jokowi hingga melahirkan abuse of power.
Abuse of Power yang dilakukan oleh Jokowi ini berakibat kemudian pada rusaknya pula kultur dan budaya PEMILU yang demokratis.
Maka tak heran, Rezim Jokowi kini telah menghilangkan sejarah Partai Persatuan Pembangunan atau Partai Ka’bah dengan cara eksistensi di DPR RI nya menjadi terancam karena tidak memenuhi Parliamentary Treshold (PT).
Ini semua terjadi akibat adanya dugaan penggunaan sumber daya negara dan alat negara untuk menurunkan suara Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan partai pendukungnya: PDIP, PPP, Perindo dan Hanura.
Persoalan sudah sangat panjang lebar saya uraikan, sekarang semuanya tergantung kita semua dan para hakim Mahkamah Konstitusi yang menentukan.
Mau mendengarkan siasat pengalihan issue ala Jokowi yang takut dan cemas karena perbuatan buruknya yang dikemas ala drama sinetron itu, ataukah mau mendengar pandangan orang-orang pinggiran seperti saya dan ribuan para Guru Besar, Akademisi, Budayawan, Advokat, Tokoh-tokoh Agama, Tokoh-tokoh Jurnalis, para Mahasiswa dan para Purnawirawan Jenderal? Yang jelas saya ingin menutup pernyataan saya ini dengan pernyataan Amicus Curiae Ibu Megawati yang disampaikannya melalui Mas Hasto Kristiyanto di MK. “Rakyat Indonesia yang tercinta, marilah kita berdoa, semoga Ketuk Palu MK bukan merupakan Palu Godam melainkan Palu Emas !” Aamiin…(SHE).
Sabtu, 20 April 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.