Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
IKN belum diresmikan namun sudah dijadikan oleh Pemerintahan Jokowi sebagai tempat terselenggaranya upacara resmi Hari Kemerdekaan Indonesia. Dari sisi Hukum Tatanegara ini sangat tidak tepat, karena Kemerdekaan Indonesia dicapai dengan perjuangan hebat, penuh keringat, darah dan air mata, dan tentu melalui perjuangan hukum yang sangat meletihkan di forum-forum internasional, hingga Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sah menurut hukum dan diakui oleh dunia internasional.
Kemerdekaan Indonesia bukanlah hasil pemberian dari negara-negara kompeni, penjajah, bukan pula pemberian dari para habib yang belakangan semakin gigih mengklaim berjasa banyak untuk kemerdekaan Indonesia dengan pemberian nama-nama palsu yang diselip-selipkan di jajaran nama para pahlawan atau pejuang negara Indonesia seperti Pangeran Diponegoro Bin Yahya dll.
Sedangkan mengadakan upacara resmi kenegaraan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang belum diresmikan, bukan hanya seperti mendegradasi legalitas kemerdekaan Indonesia yang sah, memenuhi aspek yurudis formal Hukum Internasional, melainkan juga sama halnya dengan penghinaan terhadap marwah dan hasil perjuangan dari para pahlawan kemerdekaan Indonesia itu sendiri.
Ini diperparah lagi dengan kenyataan pemberian izin pengelolaan atas tanah dan bangunan oleh Rezim Jokowi di IKN terhadap para investor baik lokal maupun asing selama 190 tahun kedepan (hampir dua abad), dan penggusuran terhadap warga atau penduduk lokal, serta penggunaan pakain adat resmi Raja dan Permaisuri Kutai oleh Presiden Jokowi dan istrinya, namun di sisi lain Sultan Kutai Negara sendiri tak hadir karena tak diundang untuk mengikuti upacara resmi Hari Kemerdekaan Indonesia di IKN, seakan menjadi pelengkap dari sebuah penghinaan terhadap legalitas negara dan para pahlawan kemerdekaan Indonesia itu sendiri…(SHE).
18 Agustus 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Sudah banyak saksi yang membaca prediksi politik yang saya tulis melalui opini politik di tanggal 16 Februari 2024 yang lalu, bahwa sebenarnya bukan PSI melainkan Partai GOLKAR lah yang akan direbut dan dipersiapkan untuk menjadi benteng perlindungan politik terakhir Jokowi, melalui operator politiknya di GOLKAR yakni Agus Gumiwang Kartasasmita.
Ketika itu saya hanya menulis inisial namanya saja, yakni AGK. Lalu semua itu menjadi kenyataan ketika Ketum GOLKAR Airlangga Hartarto, seolah-olah tiba-tiba mengundurkan diri dari Ketum GOLKAR, Sabtu (10/8/2024), padahal itu nyatanya bukan tiba-tiba, namun sekenario drama politik Sang Nepotis yang sudah lama.
Penguasa yang sekarang bertahta di Kerajaan Siluman Kelelawar ini memang brutal dan sadis sekali dalam mengobrak-abrik tatanan hukum dan sendi-sendi Demokrasi, juga sangat pendendam dengan siapapun pengkritiknya.
Jika mereka tidak bersedia untuk patuh pada instruksinya, ia akan diganggu dengan berbagai teror kasus hukum yang dibuat-buat, dan jika bukan itu ya ia akan berusaha dikucilkan dari panggung politik nasional. Ini tidak hanya berlaku untuk personal sebagaimana yang ia lakukan pada Hasto Kristiyanto dan Anies Baswedan, melainkan juga berlaku untuk partai politik yang tidak mau mengikuti instruksinya.
Mungkin karena teror penguasa yang bertahta di Kerajaan Siluman Kelelawar itu begitu sadis, maka sampai detik ini masih belum ada partai politik yang dengan tegas bersedia mendukung Anies maupun Ahok dan kader-kader yang hendak diusung oleh PDIP lainnya, selain PDIP itu sendiri.
Semua ketum-ketum partai sepertinya gemetar jika tidak mau mendukung Ridwan Kamil dan Kaesang untuk Cagub/Cawagub di Jakarta misalnya, karena hanya dua nama itu yang ditawarkan oleh Sang Penguasa Kerajaan Siluman Kelelawar bersama Koalisi Indonesia Maju yang dikomandani oleh Prabowo.
Meski demikian, yang namanya partai politik tentu mempunyai kepentingan sendiri yang bisa dinegosiasikan, olehnya konon mereka (NASDEM, PKB dan PKS) ditawari masing-masing 3 menteri di kabinet Prabowo-Gibran mendatang.
Ini juga merupakan jebakan, tipu muslihat Sang Penguasa Siluman Kelelawar untuk menjauhkan partai-partai itu dari PDIP. Ibarat pepatah menyelam sambil minum air. Memberi umpan jabatan masing-masing 3 menteri untuk melumpuhkan kekuatan NASDEM, PKB dan PKS yang berarti pula tujuan akhirnya untuk “menghabisi” PDIP tercapai.
Bagi NASDEM, PKB dan PKS tentu itu merupakan tawaran yang menggiurkan sekaligus mengerikan, namun jika mereka tidak bersepakat dikhawatirkan mereka hanya akan bisa mendukung Cagub asal-asalan, yang diibaratkan dengan mendukung Kotak Kosong.
Risiko terbesarnya lagi, mereka harus siap diperkarakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kasus hukum. Hanya PDIP dengan Ketumnya Ibu Megawati Soekarno Putri bersama Sekjennya Hasto Kristiyantolah yang tidak mungkin bisa diteror dengan hal-hal semacam itu, karena selain karena beliau berdua sudah terkenal integritasnya, juga sudah memiliki riwayat perlawanan politiknya yang dahsyat dari waktu ke waktu.
Sayangnya, untuk konteks Pilkada di Jakarta, PDIP tidak memiliki cukup syarat untuk mengusung Cagub/Cawagub sendirian, PDIP harus bekerjasama dengan partai politik lainnya untuk dapat mengusung Cagub/Cawagubnya.
Kenyataannya politik yang demikian telah “dimanfaatkan” oleh penguasa di Kerajaan Siluman Kelelawar untuk membantai habis PDIP atau minimal mengucilkannya dan yang nantinya direbutnya, sebagaimana ia telah merebut Partai GOLKAR melalui sandiwaranya yang sekenarionya sangat mudah terbaca dari awal, semenjak menjelang PILPRES dan PILEG 14 Februari 2024 yang lalu. Dan ternyata sekenario mengucilkan PDIP ini juga akan ia lakukan di PILKADA di daerah-daerah strategis lainnya. Yang saya dengar ada di 5 Provinsi besar.
Ratusan Kota dan Kabupaten akan menyelenggarakan PILKADA serentak di bulan November 2024 mendatang, hanya ia yang memiliki kekuasaan besar yang sanggup membuat sekenario dahsyat dan curang untuk memperoleh kemenangan dengan cara-cara manipulatif, percis sebagaimana yang ia lakukan di PILPRES dan PILEG 2024.
Ini sungguh sebuah praktik pemberangusan Demokrasi yang sangat biadab sekali, yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Nepotis Norak dan gemar menyeret-nyeret aparat dan birokrat ke medan politik. Komprador kampungan yang menyerahkan tanah air ini pada negara asing dengan pemberian izin selama hampir dua abad mendatang. Seorang pemimpin tamak yang diam-diam memberi keleluasaan pada anak dan menantunya untuk berkomplot dengan mafia-mafia tambang !.
Maka renungkanlah hai Ketum-Ketum Partai Politik, khususnya Ketum NASDEM, PKB dan PKS, kalian harus berani menolak segala tawaran penguasa yang bertahta di Kerajaan Siluman Kelelawar itu, dan segera perkuat konsolidasi kekuatan politik bersama PDIP sebelum PDIP berhasil ia rebut setelah ia berhasil merebut GOLKAR. Sebab jika tidak, nasib kalian tidak akan jauh berbeda dengan nasib Airlangga Hartarto !. Percayalah, setelah Sang Nepotis nantinya turun tahta, peta politik akan berubah.
Arus balik itu akan terjadi ketika Presiden Prabowo nantinya siuman dari “pingsan” politiknya, dan sadar bahwa yang menjegalnya untuk jadi Presiden di 2019 dan 2024 itu Sang Nepotis, dan bahwa yang memintanya pulang dari Yordania dan memberinya karpet merah (kehormatan) itu bukan siapa-siapa, melainkan Ibu Megawati Soekarno Putri yang dikhianati orang yang sama, yang juga menghianati Prabowo.
Jika hal yang demikian itu tidak terjadi pada pemerintahan Prabowo di masa mendatang, itu berarti karakter Prabowo yang dinilai banyak kalangan sebagai seorang mantan prajurit yang kesatria, terbuka dan gentle ternyata hanyalah bualan-bualan saja !. Dan itu berarti pula sebagai deklarasi dari Prabowo untuk mengajak duel politik lagi dengan Rakyat Indonesia, khususnya para Aktivis ’98 seperti kami !.
Kita perlu perubahan 100 %, bukan 50 apalagi 0 % !. Dan tidak ada cara lain untuk terlaksananya perubahan itu, kecuali berani menyetop habis seluruh sekenario drama terburuk sepanjang perjalanan bangsa ini yang dilakukan oleh Sang Bapak Nepotis !.
Ibu Megawati Soekarno Putri itu pejuang sejati, tidak pernah tunduk pada kekuasaan. Apalagi tanggung jawabnya sebagai Putri Bung Karno, pasti akan menjaga Pancasila dan NKRI dengan pertaruhan jiwa raga. Semangat juangnya masih menyala dan kejernihan pemikiran dan jiwanya untuk terus mengobarkan perlawanan pada bandit-bandit negara itu sudah nyata teruji dari rezim ke rezim dari Orde Baru, Orde Reformasi hingga Orde Pinokio !
Hanya kepada Ibu Megawatilah kalian bisa saling taut menautkan tangan untuk bersama berjuang bagi kemajuan bangsa ini !. Sekarang beliau dan Sekjennya sedang diintai untuk direbut posisinya, lindungilah, agar Demokrasi terselamatkan dan Republik Indonesia segera terbebas dari Sang Nepotis NORAK dan TAMAK !…(SHE).
15 Agustus 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Oleh: Saiful Huda Ems.
Ingatan kita semua tentu masih sangat kuat, manakala Sang Cawapres Gibran Rakabuming Raka ketika itu dalam beberapakali acara Debat Cawapres 2024, selalu melontarkan isu kampanye Hilirisasi Nikel.
Bagi banyak orang dari yang awam hingga yang berpengetahuan sekalipun, pastinya takjub sekali dengan kampanye Hilirisasi Nikel yang dilontarkan ke publik semula oleh Presiden Jokowi hingga ke putranya, yakni Gibran Rakabuming Raka ini.
“Jokowi hebat, Gibran cerdas dan benar-benar mereka akan membawa Indonesia menuju era kemajuannya. Pantas saja Jerman atau Uni Eropapun dilawan oleh Jokowi yang dianggap telah merintangi proyek Hilirisasi Nikel ini”.
Mungkin seperti itu kira-kira yang ada di benak banyak orang kala itu. Namun satu hal yang perlu kita tau, bahwa tidak semua rakyat Indonesia ini dapat dibodohi oleh kampanye-kampanye cap Kadal seperti itu !.
Hilirisasi Nikel memang ide cerdas, jenius, tetapi jika ide ini diiringi dengan kepentingan pribadi yang terselubung, tentu ide ini menjadi hal yang haram dalam tinjauan etika berpolitik dan bernegara.
Terlebih lagi ketika kepentingan pribadi yang terselubung itu melibatkan putri dan menantu Sang Presiden Nepotis. Apa memang demikian kenyataannya? Entahlah, namun dari kesaksian persidangan kasus korupsi mantan Gubernur Maluku Utara, yakni Abdul Gani Kasuba di PN Ternate Kamis (1/Agustus/2024) telah terungkap sisi gelap bisnis tambang putri dan menantu Presiden Jokowi, yakni Kahiyang Ayu dan suaminya Bobby Nasution yang ketika itu menjadi Walikota Medan !.
Dalam kesaksiannya, mantan Gubernur Maluku Utara, yakni Abdul Gani Kasuba menyatakan bahwa ternyata putri Presiden Jokowi, yakni Kahiyang Ayu memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan kode Blok Medan.
Istilah atau kode ini ternyata digunakan untuk mempercepat proses izin tambang di wilayahnya, yakni di Halmahera Maluku Utara. Istilah Blok Medan sendiri pertamakali muncul di persidangan kasus korupsi Kepala Dinas Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) Maluku Utara, yakni Suryanto Andini pada sidang yang digelar di PN Tipikor Ternate Rabu (31/Juli/2024).
Ketika Hakim Tipikor mempertanyakan pada Suryanto Andini tentang apa yang dimaksud dengan Blok Medan? Dijawab oleh Suryanto,”Kalau tidak salah itu milik Bobby Nasution (Walikota Medan dan Menantu Presiden Jokowi)”.
Sementara itu saksi yang lain, yakni Abdul Gani Kasuba (Mantan Gubernur Maluku Utara) menjawab bahwa Blok Medan itu merupakan milik dari Kahiyang Ayu (Putri Presiden Jokowi dan Istri Bobby Nasution). Diperjelas pula, bahwa Blok Medan ini mengacu pada tambang yang ada di Halmahera Timur dan jenis tambangnya adalah Tambang Nikel.
Coba kembali kita ingat, adakah keterkaitan hal ini dengan kampanye Hilirisasi Nikel yang selalu digembar-gemborkan oleh Presiden Jokowi dan Gibran?. Seseorang yang kuat ingatannya dan jeli penelusurannya menyatakan di sebuah group Whats App yang terdiri dari para jurnalis senior di negeri ini menyatakan demikian.
“Nampaknya tuduhan ada ekspor nikel ilegal ke China 5 Juta ton yang disebut melibatkan nama Bobby, tahun lalu makin mendekati kebenaran. Indonesia sedang menerapkan Hilirisasi Nikel, dan melarang ekspor nikel dalam bahan mentah. Tapi tahun lalu ada laporan bahwa China melakukan impor nikel dari Indonesia sebanyak 5 juta ton, dan salah satunya menyebut-nyebut nama Bobby”.
Kampanye Hilirisasi Nikel memang enak sekali didengar, ia dapat membangkitkan gelora emosi nasionalisme yang membara, membangkitkan ledakan militansi juang dan rasa patriotisme yang penuh dentuman gairah kepahlawanan yang hebat, dapat membawa orang-orang pada suatu lompatan akan ingatan terhadap sosok pahlawan besar, proklamator tercinta Bung Karno yang selalu menekankan pentingnya kemandirian suatu bangsa yang bertekad untuk berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan (TRISAKTI).
Akan tetapi jika kampanye itu dilontarkan oleh Sang Nepotis dan putranya, yang selalu kontradiktif antara perkataan dan perbuatannya, maka hal itu tak lebih dan tak bukan hanyalah Kampanye Cap Kadal ! Berseloroh berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, berseloroh Hilirisasi Nikel, namun ternyata mereka pejamkan matanya ketika izin usaha pertambangan dimiliki dan disalahgunakan oleh anak-anak, menantu atau kakak iparnya sendiri.
Maka bersiap-siaplah, hai para Pejuang Keadilan untuk mempersiapkan diri memimpin amarah rakyat, karena jika kelak amarah rakyat tidak terpimpin dengan baik, maka Revolusi Sosial akan menghancur leburkan seluruh tatanan bernegara yang ada, dan pohon-pohon di Ibu Kota akan dipenuhi kepala-kepala mereka yang bergelantungan, dan yang selama ini korup dan tak tersentuh hukum.
Rezim Nepotis harus segera bertaubat dan jangan malah terus menyibukkan diri cawe-cawe ingin menggembosi PDI Perjuangan, dengan merevisi UU MD3 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), agar PDIP Sebagai Partai Pemenang tidak bisa mendudukkan kadernya menjadi Ketua DPR ! Masa berkuasamu sudah hampir tamat, hei Tuan Nepotis !…(SHE).
5 Agustus 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer and Journalist.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Di tengah gonjang-ganjingnya persoalan sosial, politik dan ekonomi nasional, dimana rakyat mulai marah dan mengalami krisis kepercayaan pada praktik-praktik penegakan hukum di Indonesia yang penuh rejakayasa dan tebang pilih.
Begitujuga persoalan dunia pendidikan yang mulai menyimpang jauh dari visi dan misinya, seperti berkembang biaknya trend komersialisasi kampus atau dunia pendidikan di dalam negeri, Presiden Jokowi bukannya tanggap, tangkas dan gesit merespon semua persoalan itu dengan baik, namun yang terjadi Presiden Jokowi malah semakin menjadi-jadi dan seolah-olah semakin mengukuhkan dirinya sebagai biang kerok dari semua persoalan nasional tersebut.
Betapa tidak rakyat yang marah karena super mahalnya biaya masuk Perguruan Tinggi dari yang Swasta hingga Negeri, rakyat dari segala lapisan dan dari segala profesi, mulai dari Tukang Bangungan, pedang-pedagang di Pasar hingga para Advokat, Politisi dan Akademisi juga mentertawakan proses hukum atas Kasus Kematian Vina di Cirebon yang sangat terang benderang namun masih ditutup-tutupi kebenarannya.
Pun demikian dengan kemarahan rakyat pada kasus-kasus korupsi raksasa yang sampai saat ini masih tidak jelas penangannya, Presiden Jokowi tidak berusaha tampil sebagai leader yang berwibawa dan cerdas untuk turut serta menyelesaikan persoalan kacau balaunya dunia pendidikan itu.
Presiden Jokowi juga tidak berusaha mendesak semua aparat penegak hukum agar lebih cepat dan lebih serius lagi menyelesaikan berbagai kasus-kasus hukum besar yang menyita perhatian publik itu, namun Presiden Jokowi malah semakin arogan mengacak-acak dan mengangkangi tatanan hukum dan demokrasi di negeri ini.
Ambil salah satu contoh saja, setelah Jokowi “berhasil” menghancur leburkan wibawa Mahkamah Konstitusi melalui Keputusan MK No.90 Tahun 2023 nya, hingga Sang Adik Ipar harus dipecat dari Ketua MK, lalu menghancur leburkan wibawa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU) melalui pemecatan Ketua KPK Firli Bahuri yang terlibat kasus pemerasan yang sebelumnya Firli telah membuka skandal-skandal korupsi kedua anak Sang Nepotis atas kasus korupsi dan gratifikasi proyek-proyek strategis nasional yang sampai kini ditutupinya, dan terakhir “berhasil” menghancur leburkan wibawa Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui skandal si Gundul Cabul hingga Ketua KPU nya dipecat.
Kini Presiden Jokowi seperti hendak menghancur leburkan Indonesia melalui RUU Dewan Pertimbangan Agung (DPA) !. Kenapa saya katakan Presiden Jokowi ingin menghancur leburkan Indonesia melalui RUU DPA? mau percaya atau tidak, bahwa di dalam draft RUU DPA ini para pejabatnya akan ditentukan oleh Presiden, dan mereka boleh rangkap jabatan, kedudukannya tidak lagi sebagai Lembaga Pemerintah melainkan sebagai Lembaga Negara, dan masa jabatannya jika dahulu ikut presiden, saat ini (dalam draft RUU DPA) tidak diatur.
Ini artinya masa jabatan pejabat DPA akan ditentukan semaunya sendiri.
DPA ini sudah dibubarkan semenjak tahun 2003 di masa Pemerintahan Ibu Megawati Soekarno Putri, kenapa sekarang mau dihidupkan lagi?. Kita patut curiga, lembaga ini (DPA) mau dihidupkan lagi karena Presiden Jokowi setelah Oktober 2024 nanti akan jadi pengangguran dan dikejar-kejar banyak persoalan hukum yang menjerat diri dan keluarganya, karena itulah sangat mungkin sekali Jokowi nantinya ingin menduduki sebagai Ketua DPA dan dari sana Jokowi bisa mengatur presiden sesuka hatinya.
Sudah menjadi rahasia umum, bisnis Martabak dan Pisang anak Sang Tuan bangkrut namun anehnya harta kekayaan Sang Pangeran Pangeran itu kok malah melesat menjadi ratusan miliar. Jika bukan karena pengaruh kedudukan Sang Papa Nepotis, mana bisa semua ini terjadi? Berfikir realistis dikitlah…
Mungkin karena Jokowi telah terilhami oleh sosok politisi senior mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew (1959-1990) yang dianggap sebagai Pahlawan Negara Singapura Modern, karena kepemimpinannya dalam mengubah Singapura dari negara baru dan miskin menjadi sebuah negara maju, hingga syahwat berkuasa Jokowi terpancing untuk mengikuti jejaknya.
Namun, sepertinya itu hanya khayalan, mana mungkin Jokowi sanggup menyamainya, sedangkan prestasi keduanya sangat jauh berbeda. Yang satu (Lee Kuan Yew) berhasil menorehkan tinta emas kemajuan Singapura, yang satunya lagi (Jokowi) hanya “berhasil” menumpuk hutang-hutang luar negerinya, “berhasil” memberikan contoh yang buruk bagaimana mengacak-ngacak tatanan hukum dan demokrasi Indonesia. Yang satu (Lee Kuan Yew) berhasil membuat kaya raya rakyatnya, yang satunya lagi (Jokowi) “berhasil” membuat miskin rakyatnya, hingga pengangguran di Indonesia tertinggi di ASEAN.Yang satu (Lee Kuan Yew) kaya prestasi yang satunya lagi (Jokowi) kemaruk (serakah) jabatan. Ini harus distop !…(SHE).
Jumat 26 Juli 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Lawan Politik Jokowi.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Dengan penuh sukacita saya menyambut kehadiran Imam Besar Al-Azhar Mesir, Yang Mulia Prof Dr Sheikh Ahmed el-Tayyeb, di Indonesia. Kunjungan Yang Mulia sungguh merupakan suatu kehormatan bagi kami, bukan saja umat muslim di Indonesia, tetapi juga bagi kami gereja-gereja di Indonesia.
Di tengah dunia yang makin tercabik-cabik oleh ragam konflik dan peperangan dan oleh peradaban yang makin mengedepankan kuasa dan harta, sebagai buah dari budaya kerakusan, acapkali perdamaian dan kemanusiaan sering tinggal menjadi slogan, karena ternyata berbagai tatanan ekonomi dan politik global terbukti tidak mampu mengatasi berbagai kontestasi dalam berbagai lapangan hidup.
Mereka yang lemah, miskin dan tak mampu bersuara, utamanya perempuan dan anak-anak, dari waktu ke waktu semakin terpinggirkan. Agama-agama yang sejatinya hadir untuk memanusiakan manusia ternyata juga sering bias oleh kepentingan sesaat, bahkan acap terjebak menjadi kendaraan bagi kepentingan ekonomi atau politik tertentu.
Akibatnya peran transformatif agama-agama yang menyejarah itu sering tinggal menjadi retorika karena hanya mengedepankan simbol-simbol agama dan kehilangan. Di tengah kecenderungan sedemikian, dunia sangat tertolong dengan komunike bersama Imam Besar Al-Azhar, Yang Mulia Prof Dr Sheikh Ahmed el-Tayyeb, dan Bapa Suci, Sri Paus Fransiskus, tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama.
Komunike yang dikenal dengan Dokumen Abu Dhabi ini menukik pada substansi hidup bersama sebagai umat manusia, yakni persaudaraan kemanusiaan, yang melewati batas-batas agama, suku bangsa, ras dan pilihan politik,dan karenanya sangat relevan dengan masyarakat dunia saat ini.
Pernyataan bersama Yang Mulia Imam Besar mestinya telah menohok masyarakat dunia, yang punya kecenderungan beragama secara artifisial.Segala simbol-simbol agama dikedepankan, tetapi substansi hidup beragama malah diabaikan, yakni persaudaraan kemanusiaan.
Yang Mulia Imam Besar telah memotivasi kita semua untuk lebih mengedepankan perdamaian dunia dan hidup bersama, dan ini tentu akan menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah masyarakat majemuk seperti kami, Indonesia, yang sangat beragam baik dari segi bahasa, suku bangsa dan agama. Sekalipun masyarakat kami sangat beragam, kami terus menerus membangun hidup bersama atas dasar kemanusiaan dan persaudaraan di tengah keragaman yang ada.
Dalam hal ini kami beruntung oleh dua hal: pertama, sebagai bangsa, kami berdasar pada ideologi Pancasila, yang merupakan kesepakatan bersama para pendiri bangsa ini, yang diikat oleh semangat Bhinneka Tungal Ika: meski berbeda-beda tetapi tetap satu adanya.
Dan kedua, kami beruntung memiliki saudara-saudara Muslim, sebagai penduduk terbesar di Indonesia, yang mengedepankan Islam sebagai “Rahmatan lil Alamin”, yang dalam syiar keagamaannya, selalu bergandengan tangan dengan agama-agama lain.
Tidaklah berlebihan bila saya katakan, Islam Indonesia yang adaptif dengan perubahan jaman, koeksistensi dalam keberagaman dan menjunjung HAM dan demokrasi bisa menjadi sumbangan bagi peradaban dunia kini dan di masa depan.
Dengan semangat seperti itu, melalui dialog dan kerjasama antar agama kami bersama-sama mengembangkan kehidupan beragama yang menukik kepada nilai-nilai substansial dari agama masing-masing dan tidak terjebak pada simbol-simbol maupun formalisme beragama.
Kami senantiasa mengajak umat untuk beragama secara substansial agar mudah mempertemukan para penganut agama dari agama apa pun, karena pada hakekatnya setiap agama ada dan hadir untuk mewartakan nilai-nilai yang kurang lebih sama yakni persaudaraan, perdamaian dan hidup bersama dengan rukun.
Bagi kami di Indonesia, ungkapan Dokumen Abu Dhabi yang menyebutkan “Tuhan tidak perlu dibela”, sudah sangat lama tertanam dalam sanubari kami, karena sekitar 25 tahun lalu, Presiden keempat Indonesia, dan juga mantan Ketua Umum PBNU, Abdurrachman Wahid atau Gus Dur pernah mengungkapkan, bahwa Tuhan itu tidak perlu dibela, karena Tuhan itu serba maha.
Ganti membela agama dan Tuhan, selayaknyalah kita semua membela yang lemah dan tersingkirkan, karena dengan merekalah Tuhan mempersonifikasikan diriNya (Matius 25:40).
Semoga kehadiran Yang Mulia di Indonesia, dan ditambah lagi dengan rencana kehadiran Bapa Suci, Sri Paus September yang akan datang, semakin memperkokoh komitmen kami, masyarakat dan bangsa Indonesia, untuk ikut membangun peradaban dunia yang damai dan menata hidup bersama yang lebih adil dan rukun.
Oleh Pdt Gomar Gultom
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Gubernur Lemhannas dan Sesjen Wantannas di Gedung Nusantara II DPR RI, Kamis (14/6/2024), Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang juga merupakan Wasekjen PDIP, yakni Utut Adianto memberikan pernyataan yang mengejutkan.
Menurutnya, Presiden Jokowi lebih mau mendengar suara dari para relawannya seperti Projo dan Bara JP daripada mendengar Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Dalam kesempatan tersebut, Utut juga menyinggung soal anggota tetap Wantannas RI yang dinilainya sulit untuk bertemu Presiden. Bahkan dalam kesempatan tersebut, Utut sampai menantang akan memberi uang Rp.100 juta jika anggota Watannas selama ini pernah diundang atau bertemu Presiden Jokowi.
Ututpun mempertanyakan akan dibawa kemana Lembaga Ketahanan Nasional ini. Kalau di zaman Pemerintahan Soeharto, Lemhannas merupakan salah satu requirement untuk jabatan Bupati, jabatan Gubernur hingga orang mau datang, namun sekarang siapa yang mau datang ke Lemhannas, apalagi mau datang ke Wantannas?
Menarik sekali pernyataan Utut Adianto ini, menarik karena yang pertama Utut menyinggung soal organisasi relawan Jokowi yakni Projo, dan kedua menariknya karena kita menjadi tersadarkan, bahwa Presiden Jokowi ternyata semakin lama semakin nampak tidak cakap dan profesional dalam kinerjanya.
Sebab bagaimana mungkin lembaga yang dahulu sangat strategis dan berwibawa seperti Lemhannas itu, kini menjadi tidak lagi seperti itu lantaran nyaris semua hal yang dahulu dilakukannya diambil alih oleh Presiden Jokowi.
Mungkin karena perubahan skenario politik itu, kita mungkin tak akan memiliki lagi Kepala Kepala Daerah yang qualified karena semua calon tak lagi diteliti secara cermat oleh Lemhannas melainkan langsung oleh Jokowi seorang diri.
Harus dicatat, sediktator-diktatornya Soeharto dulu, beliau tidak pernah mengizinkan anak-anaknya untuk menjadi Kepala Kepala Daerah, namun sekarang di era kepemimpinan Jokowi, anak-anak, menantu dan orang-orang terdekat keluarganya telah dipersiapkan dan sebagian telah dijadikan sebagai Kepala Daerah, meskipun pada akhirnya rakyatlah yang terpaksa atau setidaknya terkondisikan untuk memilihnya.
Sedangkan untuk hal mengenai Projo yang lebih didengar oleh Presiden Jokowi dari pada Gubernur Lemhannas dan Wantannas, saya pikir itu semata karena kecerdikan Ketua Umumnya yang lihai mempertontonkan “Gerbong Kosong” menjadi seolah-olah “Gerbong Penuh”. Padahal yang sesungguhnya terjadi ya Projo itu Gerbong Kosong sungguhan.
Masih ingat dengan MUSRA I yang menjaring aspirasi rakyat untuk memilih calon-calon Presiden dan Wakil Presiden? Setahu saya –juga menurut kesaksian banyak teman– yang digiring ke MUSRA itu ya organ-organ relawan lain seperti Rejo dimana H. Darmizal sebagai Ketua Umumnya dan Mudhofir sebagai Sekjennya.
Harimau Jokowi di Pilpres 2024 namanya saya ganti menjadi HARIMAU GANJAR (HAJAR) dimana saya menjadi Ketua Umumnya dan Dr. Soendoro Soepringgo sebagai Sekjennya, Moeldoko Center dimana Icha sebagai Ketua Umumnya dll,namun semuanya diklaim seolah-olah mereka itu Projo.
Saya khawatir jika klaim-klaim seperti ini diterus-teruskan, maka para pemimpin di negeri ini akan tertipu, dan yang menikmati hanya ketua umum dan para pengurus Projo itu sendiri. Sebagai bukti atau logika politik dari statement saya ini, saya mau mengajukan pertanyaan untuk bisa mereka jawab: Siapa dari pengurus Projo yang sukses menjadi anggota legislatif di Pileg 2024 yang lalu?. Tidak ada bukan? Bahkan Panel Barus yang merupakan Bendum Projo, Caleg di Pileg 2024, dan Ketua Badan Pemenangan Bacapres dari Projo, serta menjadi tim sukses dari Capres/Cawapres Prabowo-Gibran sendiripun gagal melenggang ke Senayan. Ini artinya Projo benar-benar tak lebih seperti halnya Gerbong Kosong.
Oleh karena itu, Panel Barus sebagai Bendum Projo lucu jika mengatakan ada gejala Baperan di elite PDIP, hingga seluruh pengurus PDIP masih juga belum move on dan mengkritik terus Presiden Jokowi, lantaran PDIP kalah di Pilpres 2024.
Pernyataan Panel Barus yang seperti ini justru malah menunjukkan dia masih awam dalam berpolitik, dan merasa tersinggung berat oleh pernyataan politisi PDIP Utut Adianto. Apa Panel Barus tidak tau, bahwa justru PDIP lah yang keluar sebagai pemenang Pileg 2024 yang lalu, bahkan tiga kali berturut-turut jika dihitung mulai dari Pileg 2014, 2019 dan 2024.
Apa Panel Barus tidak juga mengerti, bahwa sekarang Presiden Jokowi dan bahkan Prabowo sudah mulai mengerti tentang hikayat Gerbong Kosong Projo? Masak lupa, ketika Projo mau mendeklarasikan dukungan untuk Capres Prabowo, yang hadir hanya beberapa gelintir orang, dan rombongan liar (Romli) lainnya sudah pada kabur duluan? Memangnya ada gitu Kongres yang hanya 3 jam, jika bukan kongresnya organisasi relawan Gerbong Kosong?.
Maka dari itu Ketua Umum Projo Budi Arie dan Bendum Projo Panel Barus harus mulai berpikir dirinya itu siapa. Masak harus saya beri satu bukti lagi, bahwa Presiden Jokowipun sudah tak lagi meliriknya? Lihat pernyataan Kaesang, yang menyatakan mau tetap maju jadi Cagub DKI Jakarta bersama Anies Baswedan meskipun tidak direstui oleh Projo. Sapere aude !…(SHE).
21 Juni 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer and Journalist.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Tak perlu takut-takuti kami dengan penjara, tuan…Sebab keyakinan kami jauh lebih kuat dari jeruji besi, dan jauh lebih kokoh dari benteng-benteng serdadu.
Kepedulian kami pada negeri ini telah menyatukan pikiran dan hati, segala ancaman masuk penjara dengan berbagai modusnya tuan, tak kan membuat kami menyerah.
Orang yang serakah dengan jabatan dan kekuasaan seperti tuan, tak kan bisa menghentikan gelombang kritik yang kami selalu hempaskan.
Jikapun tuan coba hentikan kritik kami dengan berbagai ancaman hukuman, pikiran dan hati kami akan terus bergerak mencari bentuk perlawanannya sendiri.
Kedaulatan itu milik kami, jangan dirampas, tuan. Dan meskipun tuan dapat mempengaruhi independensi para penegak hukum, kami akan tetap tak kan pernah menyerah.
Tuan itu kepala negara bukan raja yang dengan bebas mempersilahkan anak-anak, adik ipar, menantu dan pamannya, orang dekat tuan dan istri menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan.
Tuan itu kepala pemerintahan bukan kepala genk, komplotan yang dengan semau-maunya sendiri memeras dan mengancam rakyat dengan dalih pajak dan revisi undang-undang.
Kami bersuara untuk membangunkan kesadaran revolusioner rakyat dan diri sendiri, agar tidak mudah tuan bius dengan candu-candu pembodohan, melalui tokoh-tokoh yang tuan beri mainan pengelolaan tambang…(SHE).
10 Juni 2024.
Saiful Huda Ems (SHE).
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Melalui Whats App yang dikirimkan oleh Mas Hasto Kristiyanto pada saya tadi malam pukul 00.00 WIB, Sekjen DPP PDIP Mas Hasto Kristiyanto memberitaukan pada saya, bahwa pada hari ini Selasa, (4/6/2024) beliau akan dipanggil ke Polda Metro Jaya atas tuduhan menghasut dan menyiarkan berita bohong yang mengakibatkan kerusuhan.
Sebuah tuduhan yang sepertinya tidak tepat untuk ditujukan pada Mas Hasto Kristiyanto, sebagai Sekjen DPP PDIP, dan memiliki hak bersuara untuk menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan yang dilindungi oleh UU Partai Politik dan Konstitusi (UUD 1945).
Mas Hasto Kristiyanto dipersoalkan saat beliau diwawancara oleh wartawan SCTV. Hal itu menurut saya tidaklah tepat, sebab wawancara dengan wartawan SCTV itu merupakan produk jurnalistik, yang harusnya diadukan ke Dewan Pers, bukannya ke Polda Metro Jaya.
Tuduhan pada Mas Hasto Kristiyanto yang dianggap menghasut dan menyiarkan berita bohong, hingga menciptakan kerusuhan, itu juga sebenarnya tidak tepat atau salah alamat.
Sebab, apa yang dilakukan oleh Mas Hasto Kristiyanto saat bersedia diwawancarai oleh wartawan SCTV itu berada pada konteks menjalankan tugasnya Mas Hasto Kristiyanto sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai yang sah karena berbadan hukum, dan menjalankan Undang-Undang Partai Politik utuk melakukan komunikasi dan pendidikan politik pada rakyat.
Oleh karena itu pada seluruh masyarakat, khususnya pada teman-teman pers, teman-teman Advokat dan teman-teman aktivis pergerakan, serta pada teman-teman politisi dan akademisi yang memiliki perhatian besar pada penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia, saya mohon untuk memberikan perhatian penuh pada jalannya proses hukum yang sedang dijalani oleh Mas Hasto Kristiyanto ini.
Mas Hasto Kristiyanto selama ini tidaklah bisa kita ragukan lagi sebagai sosok politisi yang sangat kritis dan berani menyuarakan pengetahuan dan pendapatnya pada rakyat dan penguasa, meskipun kita seringkali dibuat dag-dig-dug oleh ketegasan dan keberaniannya.
Hampir sangat jarang, bahkan bisa dikatakan sangat langka sekali ada elite partai apalagi dalam kedudukannya sebagai Sekjen, sangat berani bersuara apa adanya, tanpa tedeng aling-aling berbenturan dengan pernyataan-pernyataan penguasa, demi menegakkan kebenaran dan keadilan seperti yang dilakukan oleh Mas Hasto Kristiyanto.
Selain itu harus saya berani ungkapkan, bahwa Mas Hasto Kristiyanto merupakan politisi ternama dan sahabat senior yang sangat friendly (ramah) dan hormat pada orang. Selalu teringat di benak saya, setiap saya diajak bertemu beliau di Jakarta, saya selalu terlebih dahulu disuguhi bukan hanya kopi hitamnya yang pekat, melainkan pula disuguhi banyak buku untuk saya baca dan diskusikan hingga kita bisa bertukar pikiran dan bertambah wawasan.
Dengan modal inilah, kami bisa sama-sama meningkatkan dan menajamkan visi juang kerakyatan yang membebaskan dan mencerahkan.
Saya selalu mengingatkan pada siapapun khususnya pada para penegak hukum di negeri ini, agar kita selalu menghormati perbedaan pendapat.
Jangan selalu mempersoalkan apalagi main ancam pada anak-anak bangsa di Republik ini yang memiliki pemikiran-pemikiran kritis dan terbuka, apapun corak pandangannya.
Kalau hal seperti itu yang dilakukan, maka bangsa ini akan berada dalam kerugian. Perbedaan pendapat adalah Sunatullah, dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa, tidak boleh kita persoalkan dengan berbagai dalih atau tuduhan apapun.
Karena itu Konstitusi kita memberikan penghormatan pada rakyat yang menjadi salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia ini, yakni kebebasan bersuara melalui salah satu bentuk dan caranya di antaranya dengan berserikat, berkumpul dan menyuarakan pikiran atau pendapatnya baik secara lisan maupun tulisan.
Semoga Mas Hasto Kristiyanto selalu berada dalam bimbingan dan perlindungan Tuhan, dan kita semua tersadarkan akan bahayanya penghakiman atas pendapat orang yang kebebasannya dijamin oleh Konstitusi ini. Terimakasih…(SHE).
4 Juni 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Belum juga mau mengakhiri jabatannya, dan satunya lagi masih menunggu untuk dilantik, namun preman-preman dengan berbagai kemasan ormas dan seragamnya sudah bergentayangan dimana-mana, dan main ancam pemikir-pemikir kritis, yang terus berpikir dan menjelaskan pada masyarakat tentang persoalan negerinya, dan yang harus mendapatkan perhatian untuk dicari jalan keluarnya bersama. Sebetulnya mereka ini pemimpin rakyat atau pemimpin mafia sih?.
Sudah terbukti dalam berbagai sejarah, baik yang terjadi di negeri ini maupun di luar negeri, bahwa fasisme, otoriterianisme selalu akan memunculkan perlawanan dari rakyatnya sendiri, entah dari yang awalnya dari mereka yang mendukung atau apalagi dari mereka yang sejak awal mula kontra.
Entah dalam waktu singkat ataupun lama, yang jelas belum pernah rasanya ada seorang fasis atau diktator yang selamat, baik di usia muda maupun tua kepemimpinannya.
Negara yang modern dan ingin bergerak maju harusnya memberikan ruang kebebasan bagi rakyat kritisnya untuk terus berpikir dan bersuara, apapun arah kecenderungannya, mau pro ataupun kontra pemerintah, mau jernih maupun ada kepentingan pribadinya.
Sebab, sudah menjadi kodratnya, selain manusia itu daya pikirnya terbatas juga memiliki potensi kriminal yang olehnya harus terus saling ingat mengingatkan, dan bukan mengancam.
Saya pribadi pernah beberapakali diancam, namun bersyukur berkat luasnya jaringan persahabatan dari berbagai segmen dan profesi, saya relatif masih bisa mengatasinya.
Lalu bagaimana dengan orang-orang kritis namun tidak memiliki jaringan seperti itu, iya kalau mereka pemberani, namun mereka memiliki mental penakut, bagaimana? Bukankah akan rugi negeri ini jika menyia-nyiakan suara kritisnya?.
Sudahlah, jangan over acting menjadi manusia, biasa-biasa saja, tak perlu unjuk kekuatan jika mau melihat belakang kepalanya sendiri tanpa bantuan cermin tidak bisa.
Tak perlu pamer ormas-ormas semi militer dengan berbagai perangai bringas atau kegalakannya, jika untuk menghidupi organisasinya sendiri saja harus membuat proposal pendanaan ke pemerintah.
Tak perlu merasa sakti mandraguna, jika terpercik minyak goreng dari wajan yang panas sedikit saja meloncat-loncat. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri, sadarilah.
Hidup berdampingan dan rukun jauh lebih baik, meski pikiran kadang beda dan saling berkecamuk, penuh huru hara wacana dan hati saling menancapkan keyakinannya masing-masing.
Mau mendukung ataupun kontra terhadap kebijakan pemerintah juga tak masalah, yang terpenting harus logis dan berani mempertanggung jawabkan pilihannya secara rasional, argumentatif.
Ingatlah sikap seseorang itu selalu dipengaruhi oleh latar belakang hidupnya, pendidikannya, agamanya, referensi bacaannya, gurunya, pertemanannya, kepentingannya, pengalaman hidupnya dll.
Karena itu manusia harus melandaikan hatinya dan memperluas cakrawala berpikirnya, itulah yang akan menjadikan manusia semakin berumur semakin bijaksana…(SHE).
1 Juni 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA,
KHATULISTIWAONLINE.COM
Bikin program makan siang gratis, begitu sadar tidak ada dananya pakai alasan, siang itu waktunya anak-anak sekolah pulang, jadi diganti makan makanan bergizi saja, dan akan diatur lagi waktu pelaksanaannya.
Rakyat ribut karena biaya masuk perguruan tinggi mahal, Prabowo langsung mengatakan, biaya kuliah harusnya murah bahkan kalau bisa gratis.
Nanti juga kalau sudah sadar dananya tidak ada karena hutang Pemerintah sudah bertumpuk-tumpuk dan tidak jelas bagaimana dan kapan melunasinya, pernyataan Prabowo itu akan direvisi lagi.
Orang yang sudah terbiasa hidup kaya raya dan didapat dari kedekatannya dengan penguasa, tidak akan memiliki empati penderitaan rakyat, tidak akan pernah bisa membuat program-program strategis yang rasional dan dapat diimplementasikan.
Apa yang dikatakannya hanya sebatas omon-omon untuk meredam protes atau amarah rakyat belaka.
Walaupun demikian halnya dengan Jokowi yang semakin lama semakin kehilangan orientasi, tak jelas keberpihakannya kemana, kepada siapa, pada rakyat atau pada investor-investor besar asing yang seringkali tidak memberi keuntungan apa-apa pada rakyat kecil. Bahkan yang ada harga diri bangsa kerap tergadaikan.
Banyak menteri yang bermasalah dibiarkan saja, bahkan orang seperti SYL dan JGP sudah bertahun-tahun saya minta untuk direshuffle dan dijebloskan ke penjara, eee…baru dua tahun kemudian direshuffle dan di KPK kan.
Tragisnya Jokowi sekarang malah memanjakan beberapa menterinya yang bermasalah, hanya karena mereka mau menjadi pendukung-pendukung setianya.
Saya nyaris tak melihat ada Ketua Umum Partai Politik yang berani dengan lantang menyuarakan suara kebatinan rakyat ini kecuali Ibu Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDIP. Beliau dengan berani dan lantang menyuarakan berbagai persoalan kenegaraan dan kebangsaan yang ada.
“Saya yang membangun KPK, MK dll. kok semuanya begitu mudah dirusak. Harus kita apakan dia?” Lalu dijawab oleh peserta Rakernas PDIP, “Lawan !”.
Ketika saya melihat dan mendengar pidato Bu Megawati yang seperti itu, saya lihat Mas Hasto Kristiyanto matanya berkaca-kaca, sama, sayapun demikian, tak terasa air mata mengalir.
Memang benar apa yang dikatakan oleh Ibu Megawati Ketua Umum PDIP itu, kita dahulu yang mati-matian membenahi keadaan negeri ini, mulai dari pembangungan mentalitas bangsanya hingga institusi-institusi kenegaraannya, semuanya seakan-akan ambruk gara-gara sikap arogan dan bar-bar Jokowi.
Ingat juga loh, perjuangan kami dahulu ketika Soeharto masih berkuasa–untuk memisahkan peran TNI dengan POLRI melalui agenda Pencabutan Dwi Fungsi ABRI/TNI itu juga luar biasa, berkeringat dan berdarah-darah, namun oleh Jokowi malah dirusak lagi, semuanya ditarik-tarik ke politik praktis lagi.
Celakanya kebanyakan juga ditujukan untuk kepentingan keluarganya saja !.
Orang-orang seperti saya pasti sangat sedih atau geramnya luar biasa, kalau ada orang-orang yang ngaku-ngaku sebagai Aktivis ’98 terus santai-santai saja melihat kondisi negeri seperti ini, berarti dulunya mereka turun ke jalan hanya untuk dijepret kamera Wartawan Media Cetak atau hanya ingin dishoot media-media TV. Pasti itu !…
Setelah memaksakan anak, adik iparnya dan menantu jadi Walikota, Ketua Umum Partai, dan menguasai MK serta menghasilkan keputusan-keputusan yang mengobrak abrik tatanan bernegara, di Medan menantu Jokowi (Bobby) malah memaksakan pamannya (Benny Sinomba) menjadi Pelaksana Harian (Plh) Sekda.
Negara ini milik siapa sih? Dipimpin berdasarkan aturan apa sih? Kok semuanya dibikin mengarah dan menguntungkan keluarga Jokowi saja?…(SHE).
25 Mei 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Aktivis ’98. Penantang Rezim Soharto di Berlin Jerman (1991-1995).