Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Pada hari Selasa (21/1/2025) kemarin merupakan jadwal sidang perdana praperadilan, yang sebelumnya diajukan oleh tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto melawan KPK. Namun sayang sekali proses praperadilan yang diselenggarakan di PN Jakarta Selatan itu, tidak dihadiri oleh pihak KPK.
Kita bisa membayangkan, seandainya persidangan ini dilakukan oleh pihak KPK, lalu Hasto Kristiyantonya yang tidak hadir, pastilah akan banyak serangan dari para buzzer yang menyudutkan Hasto Kristiyanto yang dianggapnya takut, banyak alasan dll. Namun tidak begitu ketika kali ini pihak KPK nya yang tidak hadir, para buzzerpun diam saja.
Padahal sidang praperadilan ini merupakan upaya perlawanan hukum dari pihak Hasto Kristiyanto pada pihak penyidik KPK, yang dianggapnya sewenang-wenang dan sangat gegabah menentukan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka suap pada KPU yang dilakukan oleh Harun Masiku di tahun 2019 lalu.
Praperadilan yang dilakukan oleh Hasto Kristiyanto, itu juga merupakan bagian penting dari sejarah perjuangan mempertahan demokrasi melalui jalur hukum, sebagaimana yang disampaikan oleh koordinator tim hukum Hasto Kristiyanto, yakni Ronny Telapessy di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Tim hukum Hasto Kristiyanto dalam sidang praperadilan itu telah mengungkap sejumlah penemuannya terhadap dugaan cacat prosedural, termasuk diantaranya kesewenang-wenangan KPK dalam menerbitkan sprindik dan SPDP terhadap Hasto Kristiyanto.
Ada banyak kejanggalan dari aspek waktu, prosedur maupun substansi yang dilakukan oleh penyidik KPK terhadap penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka, karena itulah Hasto Kristiyanto melalui tim hukumnya mengajukan praperadilan untuk menguji semua itu, namun pihak KPK nya sendiri malah mangkir dari persidangan dengan alasan masih membutuhkan waktu untuk menyiapkan materi terkait gugatan praperadilan.
Hemmm…bukankah KPK jauh-jauh hari sudah sesumbar, akan siap menghadapi gugatan praperadilan Hasto Kristiyanto, lah kok begitu dipanggil untuk sidang praperadilan di PN Jaksel KPK malah mangkir?
Ingatloh, mengulur-ulur waktu untuk datang di persidangan itu merupakan bentuk pelanggaran dari Azas Persidangan, yakni adanya kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas dan penghormatan terhadap HAM.
Demikian pula dengan menunda-nunda untuk hadir di persidangan, dengan atau tanpa sadar itu sesungguhnya merupakan bentuk kecil dari pelanggaran HAM, karena KPK telah mengambil hak tersangka untuk mendapatkan kepastian hukum.
Absennya KPK dari persidangan ini akhirnya telah membuat hakim tunggal PN Jaksel, Djuyamto memutuskan untuk menunda sidang praperadilan dan melakukan penjadwalan ulang pada Februari 2025, dengan agenda memanggil kembali termohon (KPK).
Dari berbagai informasi yang saya terima, dengar-dengar pihak penyidik KPK sebetulnya masih sangat kesulitan untuk mencari bukti-bukti terbaru (novum), prihal keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam kasus suap KPU oleh Harun Masiku, yang sudah sangat lama telah mendapatkan keputusan tetap (inkracht) dari pengadilan Tipikor ini.
Namun KPK Edisi Mulyono ini seolah masih terus berusaha mencari-cari bukti untuk memperkuat penetapan status tersangkanya Hasto Kristiyanto. Beberapa orang yang terlibat dalam kasus ini didekati mulai dengan intimidasi hingga lobi-lobi dengan imbalan uang miliaran dll. agar mereka mau bersaksi yang memberatkan Hasto Kristiyanto. Benar tidaknya info ini wallahu a’lam.
Selain itu, saya juga baru saja mendapatkan informasi, bahwa salah seorang saksi yang bernama Agustiani Tio Fredelina, yang dahulu merupakan anggota Bawaslu yang divonis penjara dan sudah bebas, karena menerima suap dari pihak Harun Masiku sedang dicekal ke luar negeri oleh KPK. Padahal Tio ini sedang sakit keras dan memerlukan perawatan di RS Luar Negeri.
Tio dalam kesaksiannya terdahulu di Pengadilan Tipikor tahun 2020, juga sama sekali tidak pernah menyatakan Hasto Kristiyanto terlibat dalam perkara suap Harun Masiku. Ini benar-benar perlakuan dari KPK yang membahayakan nyawa seseorang, ini bentuk kekejaman KPK yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, yang kesekian kalinya dilakukan oleh KPK dalam perkara suap Harun Masiku ini…(SHE).
22 Januari 2025.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik, Aktivis ’98.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Sudah mulai berseliweran berita soal ditetapkannya Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh KPK, pada hari ini Selasa (24/12/2024). Hasto ditetapkan tersangka oleh KPK dalam perkara suap pada Komisioner KPU. Berita ini masih simpang siur, dan saya masih menunggu pernyataan resmi dari sahabat-sahabat saya di DPP PDIP.
Jika berita itu benar bahwa Hasto Kristiyanto sudah ditetapkan sebagai tersangka, yang sangat “menggelikan” bagi para praktisi hukum seperti saya itu adalah; kasus penyuapan ini terjadi sudah sangat lama, setelah Pemilu 2019 dan kasus itupun sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) oleh pengadilan Tipikor di tahun 2020.
Dalam keputusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di tahun 2020 itu, Hasto Kristiyanto juga sama sekali tidak mendapatkan vonis apapun, karena Hasto memang sama sekali tidak terlibat apapun dalam kasus penyuapan yang dilakukan oleh Harun Masiku pada Komisioner KPU itu.
Sedangkan untuk penerima suap, Wahyu Setiawan (mantan komisioner KPU) dan Agustiani Tio Fridelina (mantan anggota BAWASLU), serta mediator pemberi suap, Saeful Bahri sendiri sudah diadili, sudah divonis penjara dan sekarang semuanya sudah bebas.
Terkecuali Harun Masiku yang divonis sebagai pemberi suap, sampai detik ini masih menghilang atau disuruh oleh pemaksa kasus ini untuk menghilang? entahlah. Namun pertanyaannya, kenapa Hasto sekarang yang justru malah dijadikan tersangka? Ini jelas pemaksaan kasus namanya !.
Kami tidak habis pikir, kenapa kasus yang nilainya sangat kecil, tidak ada seujung kukunya dengan kasus-kasus korupsi dahsyat seperti korupsi tambang Nikel, Timah, Emas, Minyak Goreng, kasus perusakan hutan, atau kasus pengurangan luas hutan dan penghilangan hutan alam (Deforestasi) dll. kok terus dibesar-besarkan?
Selain itu, yang sangat perlu diperhatikan bahwa kasus Harun Masiku itu, sebetulnya tidak merugikan negara sama sekali baik secara materiil maupun imateriil. Memang ruginya apa negara dalam kasus itu? Apalagi keputusan untuk PAW Nazaruddin Kiemas pada Harun Masiku itu juga sudah sesuai dengan Fatwa Mahkamah Agung !.
Sedangkan kasus Jokowi yang melibatkan adik iparnya, yakni Anwar Usman yang ketika itu menjadi Ketua MK, dan membuat keputusan yang sangat menghebohkan, yakni Keputusan MK No.90 Tahun 2023, sama sekali tidak diproses hukum? Apakah kita benar-benar yakin tidak ada penyuapan disana?.
Penyuapan itu merupakan suatu pemberian atau penerimaan sesuatu yang bernilai, untuk mempengaruhi tindakan atau keputusan seseorang, dengan melanggar hukum atau etika.
Lantas apakah kita semua yakin, bahwa saat MK memutuskan untuk mengeluarkan Keputusan MK No. 90 Tahun 2023 itu tidak ada penyuapan disana pada salah satu atau beberapa Hakim Konstitusi yang menyetujuinya?
Tidak ada makan siang gratis dalam istilah pilitik itu sangat nyata –kecuali makan siang gratis Rp.10.000 untuk anak-anak masih adalah–. Artinya sangat mustahil, ada usaha besar untuk membuat keputusan besar, oleh sebuah institusi besar, namun tidak memberi apa-apa. Ah, yang benar saja?!.
Keputusan MK No.90 Tahun 2023 itu jelas sangat menguntungkan bagi Jokowi, khususnya bagi anaknya yakni Gibran Rakabuming Raka hingga ia lolos untuk menjadi Cawapres ketika itu. Ini jauh lebih besar pengaruh dan kepentingannya, dibanding soal kasus suap recehan Caleg Harun Masiku !.
Olehnya, hapus saja Pasal 12B ayat (1) UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jika kasus PENYUAPAN diinterpretasikan secara subjektif oleh penegak hukumnya sendiri.
Jokowi itu kasusnya jauh lebih besar dan lebih jelas, terang benderang daripada Hasto Kristiyanto yang kasusnya sangat terlihat dipaksakan, lalu kenapa Hasto yang malah ditarget, ditersangkakan sedangkan segudang kasus Jokowi malah diabaikan?.
Penegakan hukum tak seharusnya dijadikan alat politik oleh penguasa untuk memukul orang-orang yang kritis dan “vokal” pada penguasa, karena jika itu yang terjadi Republik ini hanya akan dipenuhi oleh para penjilat kekuasaan !…(SHE).
24 Desember 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer, Jurnalis, Analis Politik dan Aktivis ’98.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Tak jarang ada orang-orang yang komen di group-group Whats App, Tiktok dll. terhadap opini saya yang berjudul Segera Adili Jokowi Dan Jangan Ditunda-Tunda. Mereka kebanyakan meminta saya untuk segera melaporkan Jokowi pada institusi penegak hukum, jika menurut saya ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Jokowi.
Lalu bagaimana saya menanggapi pertanyaan-pertanyaan atau anjuran-anjuran tersebut? Untuk menjawab hal itu, saya akan memulainya dengan penjelasan mengenai tindak pidana.
Pertama, tidak semua tindak pidana tergolong sebagai Delik Aduan karena ada tindak pidana yang dapat ditindaklanjuti oleh pihak berwenang tanpa perlu adanya laporan dari korban.
Tindak pidana yang tidak termasuk Delik Aduan tersebut, disebut sebagai tindak pidana atau Delik Biasa. Lalu apa yang menjadi pembeda antara tindak pidana yang termasuk Delik Aduan dan tindak pidana atau Delik Biasa tersebut? Jika Delik Aduan proses hukum hanya bisa dilanjutkan jika ada pengaduan dari korban.
Korbanpun dapat mencabut laporan jika ada perdamaian antara korban dan tersangka. Contoh dari Delik Aduan ini misalanya penghinaan, perzinahan dan pengancaman.
Sementara itu tindak pidana biasa atau Delik Biasa adalah aparat hukum bisa langsung menindak pelaku pidana tanpa harus menunggu adanya pengaduan. Misalnya seperti korupsi, gratifikasi dan suap.
Ada beberapa karakteristik dalam Delik Aduan, yakni antara lain: Hanya bisa diproses jika ada pengaduan dari korban; korban dapat menarik pengaduan kapanpun dia inginkan; korban memiliki kendali atas proses hukum; digunakan untuk pidana yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
Nah, kembali ke soal pertanyaan atau anjuran dari banyak orang terhadap saya agar segera melaporkan Jokowi pada pihak berwajib, jika saya meyakini ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Jokowi.
Bagi saya beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Jokowi, baik saat ia masih menjabat atau sudah tidak lagi menjabat sebagai Presiden RI, haruslah ditinjau terlebih dahulu untuk kasus apa.
Sebab tidak semua pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Jokowi itu masuknya ke ranah Delik Aduan. Dan pelanggaran hukum itu masuk Delik Aduan atau Delik Biasa, itu juga tergantung dari jenis pelanggarannya.
Jika yang dimaksudkan adalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Jokowi itu adalah soal korupsi, maka saya tidak perlu lagi melaporkannya, melainkan institusi penegak hukum (POLRI, KEJAGUNG dan KPK) itu sendiri yang harus pro aktif memproses hukumnya.
Sebab korupsi itu ranahnya bukan Delik Aduan, melainkan tindak pidana khusus yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang melanggar hukum dan yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Terkecuali jika saja misalnya saya mendapatkan ancaman dari Jokowi atau gerombolannya, maka saya bisa langsung melaporkannya pada pihak berwajib (Kepolisian), karena ini ranahnya Delik Aduan.
Oh ya, Pak KAPOLRI sekarang orangnya siapa dan bagaimana track record kinerjanya? Nah itu masalahnya. Baiklah, untuk sementara hanya sebatas demikian yang bisa saya jelaskan.
Semoga Pak Presiden Prabowo Subianto bisa turut memperhatikan, hingga Indonesia bisa kembali aman, damai dan sejahtera, tidak seperti ORBA namun seperti Orde Kesejahteraan Rakyat yang kita cita-citakan bersama. Terimakasih…(SHE).
19 Desember 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer, Analis Politik dan Aktivis ’98.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Mendengar berita tentang penyitaan uang korupsi yang pernah terjadi pada Bupati Indragiri Hulu sebesar Rp. 288 Miliar, saya jadi mengelus dada, kok bisa di negeri yang didiami penduduk yang semuanya beragama ini terjadi korupsi yang begitu dahsyat?.
Itu baru di satu kasus, di satu tempat, bagaimana dengan kasus-kasus korupsi yang jauh lebih besar lainnya, dan yang terjadi di masa Pemerintahan Jokowi? Seperti adanya kasus pencucian uang yang merugikan negara ratusan Triliun Rupiah dan uangnya dibuat foya-foya !.
Apakah karena sebagian orang yang masih mengagungkan pikiran sempitnya, bahwa membicarakan kesalahan orang itu merupakan perbuatan dosa, hingga kebanyakan orang memilih mingkem untuk tidak berani angkat bicara?.
Jika yang dibicarakan itu kesalahan orang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan nasib orang lain, terlebih nasib jutaan rakyat, hal itu bisa dibenarkan.
Namun bila kesalahan orang itu sudah berhubungan dengan nasib jutaan rakyat yang dimiskinkan dan ditenggelamkan hak-haknya, maka mingkem adalah suatu kesalahan fatal !.
Menjadi orang yang beragama tidak berarti kita harus apatis, tidak mau tahu soal keadaan bangsa dan negara, terlebih itu negara dan bangsa kita sendiri. Sebab jika itu yang terjadi maka, pemikiran Karl Marx menemukan kebenarannya. Apa itu?
Marx berkata,”Die Religion ist der Seufzer der bedraengten Kreatur, das Gemuet einer erzlosen Welt, wie sie der Geist geistloser Zustaende ist. Sie ist das Opium des Volkes”.
“(Agama adalah keluh kesah makhluk yang tertindas, nurani dunia yang tidak bernurani, nyawa keadaan yang tidak bernyawa. Ia adalah candu masyarakat)”.
Memperhatikan keadaan negeri seperti ini, saya juga merasa seolah ada kecendurangan yang sangat masif, dimana orang-orang sudah tidak lagi mempercayai Tuhan melainkan lebih mempercayai uang dan kepentingan.
Karenanya, selama orang masih dihujani Bansos dan kepentingan-kepentingan jangka pendeknya diakomudir, maka mereka menjadi permisif pada hal-hal yang berbau koruptif dan manipulatif, yang dilakukan oleh mereka yang pro oligarki dan pro penghancuran tatanan hukum dan demokrasi.
Memperhatikan kondisi masyarakat yang seperti itu, dahulu Friedrich Nietsche kemudian mengumandangkan pernyataannya yang sangat populer,”Tuhan telah mati ! Tuhan sudah kubunuh !”.
Padahal meskipun Nietsche seorang ateis, namun ateisnya Nietsche bukanlah pengingkaran terhadap eksistensi Tuhan. Tetapi ateis yang melihat Tuhan sebagai musuh kebebasan dan penentu moralitas.
“Dengan mengesampingkan Tuhan, manusia memperoleh kebebasan untuk menentukan nilai, memilih baik dan buruk. Dalam bahasa Sartre, hanya dengan meniadakan Tuhan kita baru bertindak “otentik”. (Jalaluddin Rahmat, Agama Marx, O. Hashem, Nuansa Cendekia, Bandung 2021).
Mungkin karena hal yang seperti itu, dimana tafsir manusia beragama terhadap kitabnya tidak sesuai pada konteksnya, atau terjebak pada tekstualis semata, hingga ajaran-ajaran agama tak lagi membumi, Marx dan Nietsche marah dan mengambil inisiatif untuk membredel tuhan dalam perspektif pemikiran sempit manusia.
Padahal Tuhan sejatinya menurunkan firman-firman-Nya bukan untuk menjadikan manusia pasif, melainkan malah ingin menjadikan manusia lebih aktif, dinamis dan revolusioner dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
Oleh sebab itu, jika ada segolongan orang-orang yang gemar membodohi, memiskinkan dan menenggelamkan hak-hak rakyat, harusnya dilawan dengan cara-cara yang sesuai dengan kapasitas atau kemampuannya, demi tegaknya keadilan itu sendiri. Sapere aude ! Beranilah berpikir !…(SHE).
5 Desember 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer, Jurnalis, Analis Politik dan Aktivis ’98.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Yang pasti pada PEMILU 2024 ketika rakyat tahu bagaimana manipulatifnya Jokowi, kemudian rakyat melakukan perlawanan habis-habisan untuk “menghajar” Jokowi, PDIP tanpa Jokowi, ternyata berhasil keluar lagi sebagai pemenang PEMILU untuk yang ketiga kalinya berturut-turut.
Kenyataan politik yang demikian menunjukkan, bahwa sebenarnya kedaulatan dan kejayaan itu menjadi miliknya rakyat, dan Jokowi tanpa dukungan rakyat terbukti kemudian turun derajat, dari Presiden dua periode menjadi Makelar PILKADA.
Kalau masih sangsi dengan logika politik saya itu, maka silahkan lagi pikirkan tentang PILKADA Jakarta, Jateng dan Jatim serta Sumut, calon dari PDIP (Pramono Anung, Andika Perkasa, Tri Rismaharini dan Edy Rahmayadi) dikeroyok oleh nyaris semua partai yang dikomandani Jokowi.
Jika kemudian nantinya Pramono Anung, Andika Perkasa, Tri Rismaharini dan Edy Rahmayadi kalah tipis suaranya, maka berarti “gigi” Jokowi sudah rontok semua dihajar oleh kekuatan rakyat melalui pergerakan civil society, karenanya calon yang didukungnya hanya menang tipis.
Namun sebaliknya, jika Pramono Anung, Andika Perkasa, Risma Triharyani dan Edy Rahmayadi menang baik itu unggul jauh atau unggul tipis, itu berarti Jokowi sudah benar-benar busuk, masuk ke tong sampah sejarah dan dipenuhi belatung-belatung kemuakan rakyat.
Meski demikian apapun yang terjadi, dengan gerakan masyarakat sipil yang semakin kuat dan berteriak lantang memprotes keterlibatan Partai Coklat, maka saya meyakini bahwa tamatnya Jokowi tinggal menunggu waktu.
Oh ya, ini sedikit saya tambahkan penjelasan untuk opini-opini politik yang saya tulis selama beberapa tahun ini: Dari 2011 sampai 2023 (12 thn) saya tiap hari menulis opini politik dengan mengangkat hal-hal yang positif dari Jokowi, dari mulai Jokowi masih menjadi Walikota Solo, Gubernur Jakarta hingga jadi Presiden. Nah masak baru satu tahun ini saya menulis penuh kritikan untuk Jokowi dibilang saya tidak objektif?
Yang benar saja. Apa yang dimaksud tulisan objektif itu tulisan yang hanya boleh memuja muja Jokowi saja? Keliru sekali itu, terlihat tidak siap untuk menyikapi sesuatu secara sportif, jernih dan proporsional. Itu zhalim namanya. (SHE).
26 November 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Advokat, Jurnalis, Analis Politik & Aktivis ’98.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Di hadapan ribuan Kepala Daerah se Indonesia yang hadir saat acara Penutupan RAKORNAS Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah (PEMDA), di Sentul Bogor Kamis (7/11/24) lalu, Wapres Gibran Rakabuming Raka menyatakan,”Tidak ada Visi-Misi PEMDA selain Visi-Misi Presiden Pak Prabowo”.
Kalimat yang keluar dari mulut seorang Wapres yang lahir sebagai Anak Haram Konstitusi ini menunjukkan, bahwa ia sangat tidak memahami dengan benar makna Otonomi Daerah (OTDA) yang diatur dalam Undang-Undang Tentang Otonomi Daerah.
Dalam UU No.23 Tahun 2014 Tentang Otonomi Daerah disebutkan, “bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem NKRI”.
Lebih parah dari itu, pernyataan Wapres Gibran ini merupakan bentuk pelanggaran dari UU Tentang OTDA itu sendiri, yang memberikan keleluasaan bagi Kepala-Kepala Daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan visi dan misinya yang telah disepakati oleh DPRD setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan Konstitusi atau Peraturan Perundang-Undangan.
Pernyataan Wapres yang menyatakan tidak ada Visi-Misi PEMDA selain Visi Presiden Pak Prabowo, juga merupakan kekeliruan besar, sebab Pak Prabowo bukanlah Presiden yang usianya akan panjang seumur hidupnya bangsa dan negara ini ke depan, melainkan hanya sebatas presiden yang masa jabatannya dibatasi oleh Konstitusi, yakni satu periode (lima tahun) yang selanjutnya bisa dipilih kembali maksimal satu periode lagi (lima tahun berikutnya).
Itupun dengan catatan jika nantinya Presiden Prabowo tidak dikudeta oleh Wapres Gibran, yang memiliki jaringan Genk Solo dan menduduki pos-pos strategis di Pemerintahan Prabowo. Masak lupa, jangankan keluarganya, mantan-mantan ajudan dan kenalan-kenalan dekat Mulyono dan istrinya juga banyak yang menduduki posisi-posisi penting di Pemerintahan Prabowo.
Menyatakan tidak ada Visi-Misi PEMDA selain Visi-Misi Presiden Pak Prabowo, itu seolah Pak Prabowo juga akan hidup selamanya, sampai kiamat. Padahal usia manusia semuanya sudah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Lalu bagaimana jika presiden nantinya sudah berganti tidak lagi Pak Prabowo, apakah Kepala-Kepala Daerah juga akan tetap menggunakan Visi-Misi Pak Prabowo?.
Karena itu, pernyataan Wapres Gibran yang seperti demikian adalah hal yang sangat ngawur, yang menunjukkan Wapres Gibran tidak memahami dengan benar Ilmu Hukum, khususnya Ilmu Hukum Tata Negara (HTN) atau sistem tata kelola negara dan pemerintahan.
Jika saja para Kepala Daerah tidak diberikan kewenangan untuk menjalankan program-program kerja sesuai dengan visi dan misinya, kenapa harus ada debat publik Kepala-Kepala Daerah, yang diliput oleh banyak media, yang dilihat dan dinilai oleh rakyat di daerah, yang nantinya akan memilihnya dalam PILKADA?.
Cobalah Wapres Gibran merenungkan hal tsb., agar semua orang jadi percaya bahwa Ijazah Sarjana Gibran dari Kampus di Luar Negeri itu benar-benar asli, tidak palsu, abal-abal, dan orang-orang yang mengirim pengaduan ke Wapres Gibran ke no Hp nya, juga tidak dipenuhi pengaduan tentang tuntutan pada Wapres Gibran agar segera menemukan pemilik Akun Fufufafa.
Selain itu, pernyataan tidak ada Visi-Misi PEMDA selain Visi-Misi Presiden Pak Prabowo, juga berarti sama halnya dengan Wapres Gibran ingin menghilangkan fungsi dan peran Kepala-Kepala Daerah, yang harus memajukan dan mensejahterakan warga di daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing.
Semua Kepala Daerah di seluruh Indonesia seolah disuruh Wapres Gibran untuk berpikir dan bertindak sebagaimana pikiran dan tindakan Presiden Prabowo. Ini maksudnya Wapres Gibran mau mengangkat Presiden Prabowo ataukah malah mau merendahkan Presiden Prabowo?
Kok mirip dengan Mulyono, yang meminta Presiden Prabowo –secara tidak langsung– untuk turun level menjadi Jurkam PILKADA Jateng dengan mendukung Komjen Purn. (Polisi) Luthfi?. Serius saya ingin bertanya, Wapres Gibran ini masih layak untuk dipertahankan ataukah segera dimakzulkan saja?…(SHE).
15 November 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Sniper Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Pertarungan Dua Cagub terdahsyat di Jateng antara Jenderal Purn. (TNI) Andhika Perkasa Vs. Komjen Purn. (Polisi) Luthfi, bukanlah pertarungan antara Jokowi dan PDI Perjuangan. Bagi saya itu sesungguhnya merupakan pertarungan politik antara Kekuatan Pro Kedaulatan Rakyat Vs. Kekuatan Pendukung dan Peternak Oligarki (Keluarga FUFUFAFA) yang “meminjam tangan” Presiden Prabowo.
Jenderal Purn. (TNI) Andhika Perkasa dan Hendrar Prihadi (Hendi) yang hasil surveinya semakin naik meninggalkan Komjen Purn. (Polisi) Luthfi dan Taj Yasin, nampaknya semakin membuat gentar Jokowi, hingga Jokowi mulai gusar, tidak bisa hidup tenang di Solo lalu ke Jakarta dengan dalih menengok cucu, serta bolak-balik memanggil Presiden Prabowo, sambil “mengajari” Wapres Gibran yang tak memahami manajemen ketatanegaraan.
Jokowi dan kekuatan koalisi KIM Plus sepertinya lupa, bahwa Provinsi Jawa Tengah merupakan Kandang Banteng terbesar di Indonesia. Ideologi pemikiran Nasionalis Marhaenisme Bung Karno pun sangat menancap kuat disana. Rakyat Jatengpun dikenal sangat kritis pada pemerintahan yang kerap menyimpang. Mereka ini sangat faham makna kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan di tangan Oligarki.
Tak hanya itu, Jokowi dan KIM Plus pun nampaknya lupa, bahwa tingginya sentimen negatif masyarakat pada institusi POLRI karena terlalu banyaknya Oknum Polisi yang melakukan pelanggaran hukum, tidak menjadi pertimbangan utama bagi Jokowi dan KIM Plus untuk mengusung Komjen Purn. (Polisi) Luthfi sebagai Cagub Jawa Tengah.
Maka yang terjadi kemudian, semakin Cagub Luthfi melakukan kampanye keliling daerah, semakin banyak masyarakat Jateng yang tahu jika Luthfi merupakan seorang Purnawirawan Polisi. Dan ketika masyarakat Jateng semakin banyak yang mengetahui hal itu, maka semakin banyaklah Warga Jateng yang meninggalkannya.
Di sisi lain, Warga Jateng juga mulai semakin banyak yang tahu, bahwa Andhika Perkasa merupakan Jenderal Purn. (TNI), dan mantan Panglima TNI. Sedangkan Jenderal TNI itu merupakan impian atau cita-cita banyak orang disana, khususnya Warga etnis Jawa, karena mengingatkan orang dengan hal-hal yang bersifat kepahlawanan.
Sebagai seorang Presiden yang berlatar belakang militer (TNI), Prabowo tentunya juga akan mengalami keterbelahan jiwa, di satu sisi Andhika Perkasa merupakan Cagub yang didukung oleh PDIP (lawan politiknya semenjak PILPRES 2014 sampai 2024), tetapi Andhika Perkasa lahir dan besar dari TNI. Sedangkan Luthfi merupakan Cagub yang didukung oleh partai dan koalisi partainya, namun Luthfi berlatar belakang Polisi.
Jokowi nampaknya melihat kegalauan Presiden Prabowo ini, yang sepertinya bimbang untuk mendukung Luthfi. Maka dengan kemahirannya bersilat lidah dan melobi dengan intimidasi tersembunyinya, Presiden Prabowo nampak bisa ditundukkan oleh Jokowi untuk segera mengumumkan dukungannya pada Cagub Luthfi.
Apa yang tak bisa dilakukan oleh Jokowi, membolak balik konstitusi bisa, mengobrak-abrik tata bahasa Indonesia dari kata; “sudah tapi belum” juga bisa, apalagi hanya sekedar meminta pada Presiden Prabowo untuk menyatakan dukungan terbuka pada Cagub Komjen. Purn. (Polisi) Luthfi, pasti sangat mudah sekali.
Masalahnya Jokowi saat ini sudah tidak lagi menjadi presiden, kebohongan-kebohongannya selama masih menjadi presiden juga sudah diketahui dan dicatat oleh jutaan orang. Jokowi sudah tidak lagi berpengaruh seperti dahulu. Ia hanya mempunyai banyak rahasia gelap orang-orang yang saat ini berkuasa, yang sewaktu-waktu bisa dibukanya. Itu saja tiada yang lain.
Jadi? Warga Jateng harus mulai tegas lagi menentukan dukungan dan pilihannya, calon yang didukung oleh Jokowi dan kekuatan Oligarki sudah selayaknya ditinggalkan, agar Warga Jateng benar-benar menikmati kebebasan dukungan politiknya, sebagai lambang dari direbutnya kembali Kedaulatan Rakyat dari tangan mereka.
Bersikap sama dengan Warga Jakarta, yang perlahan-lahan namun pasti meninggalkan dukungan untuk Ridwan Kamil-Suswono yang didukung Keluarga Fufufafa dan Oligarki, dan yang pernah gagal memimpin Provinsi Jawa Barat.
Kemenangan Andhika Perkasa di Jateng nantinya, akan menjadi modal politik berharga bagi Warga Jateng untuk mengusung Capres/Cawapres 2029 dari kekuatan murni rakyat, bukan kekuatan Keluarga Fufufafa yang ditopang Oligarki atau Mafia-Mafia Negara, yang ternyata terbukti memelihara banyak Tuyul Judol di institusi yang dipimpin orang kepercayaannya Jokowi.
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur itu pusat peradaban Nusantara pada zamannya. Banyak orang-orang hebat lahir dari sana (Kerajaan Mataram dan Kerajaan Majapahit). Dua provinsi ini harus dibangkitkan kembali kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan penataan daerah-daerahnya.
Jika Ibu Tri Rismaharini (Bu Risma) pernah sukses besar memajukan Kota Surabaya menjadi kota berkelas dunia ketika beliau menjadi Walikota Surabaya, harusnya sekarang Warga Jatim mendukung untuk kemenangannya sebagai Cagub Jawa Timur. Jika Ganjar Pranowo pernah sukses membangun Jawa Tengah, harusnya Warga Jateng mendukung penuh Cagub Andhika Perkasa untuk membuat Jateng jauh lebih maju dan sejahtera…(SHE).
11 November 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Kebenaran ditebarkan-Nya melalui pikiran-pikiran siapapun, maka pintu-pintu jiwa harus dibuka untuk menerima pendapat positif, tanpa melihat siapa orangnya.
Dahalu anak-anak negeri ini disuguhi pemikiran-pemikiran briliant dari manusia-manusia berpengetahuan dan cemerlang dari Timur dan Barat.
Perbincangan dari komunitas ke komunitas tak jauh dari pemikiran Jalaluddin Rumi, Gibran Kahlil Gibran, Franz Kafka, Leo Tolstoy, Marxim Gorky, Friedrich Nietzsche, William Shakespeare dll.
Tak jauh dari Anthony Giddens, Albert Camus, Erich Fromm, John Neisbit, Alvin Toffler, Sigmund Freud, Ali Syari’ati, Sachiko Murata, Samuel P. Huntington, Marx Weber, Francis Fukuyama, Karen Amstrong, Antonio Gramsci dll.
Manusia-manusia Indonesia saat itu sangat bermutu, diskusi-diskusinya sangat berbobot, nyaris tak ada yang berbicara soal mobil mewah, privat jet mewah, tas mewah, jam tangan mewah, rumah mewah, skincare bermerk dll.
Tokoh-tokoh yang dibahaspun sangat menginspirasi, mulai dari H.O.S Tjokroaminoto, KH. Hasyim Al-Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri, KH. Ahmad Dahlan, Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, Moh.Yamin, RMP. Sosrokartono, Sayuti Melik, Sukarni dll., bukan Gibran Rakabuming, Bahlil, Budi Arie dll.
Sebagai sebuah bangsa yang besar dan berpuluh tahun berproses setelah Kemerdekaan RI 1945 ini, kita harus benar-benar melakukan kontemplasi, kenapa bangsa yang besar dan yang berdiri dari hasil keringat-keringat dan darah para pejuang kemerdekaan ini mengalami kemunduran jauh di bidang pengetahuan, ekonomi, politik dan kebudayaan.
Kenapa jiwa-jiwa kepahlawanan itu terasa sangat sulit lagi kita temukan? Kenapa Indonesia kini lebih banyak ditempati manusia-manusia penghianat negerinya?. Semua jabatan sudah diberikan padanya, namun bukannya bersyukur malah tambang-tambang, nikel, timah, emas dll. dilahapnya. Berapa tahun kita bertahan hidup di dunia ini?…(SHE).
10 November 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
.Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Banyak kasus dugaan korupsi besar yang masih baru dan hangat, serta ditengarai merugikan negara hingga triliunan rupiah. Seperti kasus dugaan penyelewengan Dana Haji tahun 2024 (nilainya mencapai Rp.7,8 Triliun), dugaan kasus korupsi Minyak Goreng 2021-2022 (nilainya Rp.6,7 Triliun) dll., anehnya semuanya didiamkan, alias tidak dilanjutkan proses hukumnya.
Tetapi kasus penyalah gunaan Impor Gula yang dituduhkan pada Thomas Lembong itu sudah lama, terjadi di tahun 2015 dan nilai kerugiannyapun tidak sampai Rp.400 Miliar, lah kok langsung secepat kilat diungkap dan orangnya ditahan?.
Saya jadi bertanya-tanya dalam hati, kenapa Thomas Lembong begitu cepatnya ditangkap dan ditahan, sementara gembong-gembong koruptor lainnya yang kasusnya masih hangat dan segar-segar itu kok dibiarkan saja, tidak dilanjutkan proses hukumnya?
Ternyata anggota PANSUS Dana Haji dari Partai Gerindra dalam Raker dan RDP yang membahas soal Evaluasi Haji 2024 di Komisi VIII DPR RI mengakui, kalau Kasus Kuota Haji 2024 tidak diungkap karena mereka takut dengan Jokowi.
Apakah hal yang sama juga terjadi pada Kejagung yang tidak juga menuntaskan kasus Kelangkaan Minyak Goreng (2021-2022) karena takut dengan Jokowi?.
Jokowi memang sudah tidak lagi menjadi presiden dan sudah digantikan oleh Presiden Prabowo Subianto, namun kita semua juga tahu, banyak posisi-posisi jabatan penting dan strategis di Kabinet Merah Putih sekarang ini yang masih diduduki oleh orang-orang Jokowi.
Mungkinkah karena itu koruptor-koruptor yang sudah “berbaiat” mendukung Jokowi itu aman dan tidak dipersoalkan lagi?.
Penegakan hukum haruslah adil, tidak boleh memandang siapapun yang melawan hukum. Jika penegakan hukum hanya diarahkan pada orang-orang yang berani bersikap kritis pada Pemerintah, itu artinya hukum hanya menjadi alat penggebuk lawan-lawan politik pemerintah. Ini berbahaya !.
Presiden Prabowo Subianto sebaiknya terus mencermati pergerakan politik Jokowi yang tercermin melalui operator-operator politiknya di lingkaran istana, Jokowi yang sudah lama melemahkan KPK dan ingin menggeser peranan penindakan hukum untuk soal pemberantasan korupsinya hanya pada Kejaksaan dan Polri, sebaiknya dikaji lagi.
KPK, KEJAGUNG dan POLRI adalah tiga institusi yang harus dijaga marwahnya dan dikuatkan fungsi dan perannya, tidak boleh ada salah satu darinya yang dilemahkan.
Subjek dan Objek penegakan hukumnya juga tidak boleh dipilah-pilah hanya pada ranah lawan-lawan politik pemerintah saja. Sebab jika itu yang terjadi, maka hukum akan berubah tujuannya yang tak lagi menjadi alat untuk terciptanya keadilan, dan ketertiban serta kesejahteraan hidup bagi masyarakat, melainkan hanya sebagai alat untuk menghantam lawan-lawan politik pemerintah yang harus disikat. Bahaya…(SHE).
30 Oktober 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik.
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Baru beberapa hari berada di AKMIL Magelang, Wapres Gibran Rakabuming Raka sudah meninggalkan tempat dan langsung menuju ke Pasar Gotong Royong Kota Magelang untuk bertemu dengan para pedagang disana, yang nampaknya sudah dikondisikan terlebih dahulu. Padahal Presiden Prabowo dan para Menteri, Wamen dan Kepala-Kepala Badan Negara saat itu masih berada di AKMIL Magelang.
Sebelumnya, baru sehari setelah dilantik menjadi Wapres, Gibran, Senin (21/10/2024) sudah menerima kunjungan kehormatan dari Wakil Presiden Rakyat Tiongkok (RRT), Han Zheng bersama para pejabat tinggi Negara RRT lainnya di istana Wapres. Bayangkan, pertemuan kenegaraan yang sebegitu penting langsung “disambar” Wapres tanpa melibatkan Presiden.
Lalu kemarin kita juga mendengar berita, bahwa tidak lama lagi organ relawan yang selama ini gigih mendukung Jokowi sampai mati, Projo, menyatakan akan segera membentuk partai politik. Sudah dapat ditebak, partai politik ini nantinya pastilah akan dufungsikan untuk memperkuat posisi politik Keluarga Jokowi di Pemerintahan Prabowo dan ke depannya.
Yang menarik lagi untuk kita cermati, adalah pernyataan adik kandung Presiden Prabowo, yakni Hasyim Djoyohasikusumo, yang menyatakan akan ada monitoring untuk para anggota Kabinet Merah Putih, bahwa bila dalam waktu 6 bulan atau 1 tahun kedepan ada dari mereka yang tak dapat melakukan tugasnya dengan baik, akan segera diganti.
Tidak hanya hal itu, dalam Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo di hadapan Majelis Anggota Permusyawaratan Rakyat (MPR), Minggu (20/10/2024) juga terang-terangan menyindir presiden sebelumnya, yakni Jokowi. “Jangan bangga Indonesia masuk anggota Group of Twenty (G 20), jika kenyataannya Rakyat Indonesia masih banyak yang miskin !”.
Semua kejadian di atas bagi saya bisa diperumpamakan sebagaimana Puzzle, masing-masing peristiwa kelihatannya berdiri sendiri-sendiri, berlainan konteksnya, namun sejatinya semua peristiwa itu jika kita padukan dan kita cari benang merahnya, maka akan terlihat garis yang terang, bentuk yang jelas, konteks yang sebangun, yakni persaingan diam-diam antara Prabowo dan Gibran !.
Sebelum menyusun Kabinet Merah Putih, Prabowo telah dipanggil Presiden Jokowi. Hasilnya setelah pertemuan tertutup itu, Prabowo memanggil orang-orang untuk didudukkan sebagai anggota kabinetnya. Janggalnya ternyata ada tidak kurang dari 17 orang mantan anggota Kabinet Jokowi yang masuk di Kabinet Merah Putihnya Prabowo.
Masuknya orang-orang Jokowi ke Kabinetnya Prabowo ini bak Kuda Troya, yang disusupkan oleh Jokowi untuk persiapan mengambil alih kepemimpinan nasional Prabowo di masa depan. Mau percaya atau tidak silahkan, namun dari semua pergerakan politik Jokowi dan Gibran yang sudah saya jelaskan itu, sudah bisa menjadi gambaran, betapa ada kekuatan yang tidak tinggal diam di antara kekuatan Prabowo. Kekuatan itu adalah kekuatan persiapan pengambil alihan kekuasaan dari Prabowo ke Gibran dalam waktu yang tidak akan berlangsung lama.
Projo jika sudah berubah menjadi Partai Politik, akan segera mengumpulkan para simpatisan militan Jokowi dan Gibran. Setelah itu Projo akan menarik operator-operator politik Jokowi di PDIP, GOLKAR dll. Dari sini dukungan untuk Prabowo akan dilumpuhkan, dan nyaris tersisa hanya pendukungnya dari kader-kader Partai GERINDRA. Sementara itu, PDIP akan kehilangan sebagian kecil kader-kader penghianatnya yang sudah berhasil ditarik ke Projo melalui Maruar Sirait dan Budiman Sudjatmiko, serta tentu saja Budi Arie.
Dalam situasi seperti itu, Presiden Prabowo akan kembali menyatu dengan Ketum PDIP Ibu Megawati Soekarno Putri, lalu mengeluarkan operator-operator politik Jokowi dari Kabinet Merah Putih, dan menggantinya dengan kader-kader PDIP, sehingga ke depan Kabinet Merah Putih akan praktis dikuasai oleh kader-kader idelogis dan militan PDIP dan Gerindra.
Di Magelang Menteri Bahlil bersalaman biasa-biasa saja pada Presiden Prabowo tapi kemudian bersalaman dan mencium tangannya Wapres Gibran. Tak seberapa lama lagi, menteri-menteri operator politik Jokowi lainnya akan mengikuti jejak yang sama dengan Bahlil. Sebelum semuanya terlambat, Presiden Prabowo sebaiknya merapat ke Ibu Megawati Soekarno Putri, lalu menyingkirkan Wapres Gibran bersama para menteri operator-operator politik Jokowi. Kuda Troya yang dikirim dari Raja Mulyono, harus segera dibumi hanguskan !…(SHE).
29 Oktober 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik.