SIDOARJO,KHATULISTIWAONLINE.COM
Kementerian Perdagangan akan melarang minyak goreng curah dijualbelikan di pasaran karena dianggap tidak higienis dan bersih. Larangan itu akan berlaku mulai 1 Januari 2020.
Menurut salah seorang pengusaha minyak curah di Sidoarjo Amin S, kebijakan itu sudah digembor-gemborkan pemerintah mulai 2016. Kini pihaknya sudah mulai menjual secara kemasan.
“Sebenarnya itu wacana tahun yang lalu, kemudian tahun depan akan diberlakukan. Kalau benar diberlakukan sangat merugikan pengusaha,” kata Amin, Rabu (9/10/2019).
Menurutnya kalau minyak curah harus dikemas, berarti harus melalui prosedur izin pengemasan yang berstandar SNI. Sementara perizinan yang dikelola pihak swasta terkait kemasan berstandar SNI itu terbilang mahal.
“Izin pertama yang bersandar SNI sebesar Rp 50 juta. Sedangkan setiap tahun izin itu harus diperbarui dengan biaya Rp 28 juta, inilah yang diberatkan oleh pengusaha,” tambah Amin.
Di lain tempat, pedagang gorengan Terminal Porong Dwi (41) mengaku, kebijakan itu tidak membantu pedagang kecil. Karena setiap hari ia selalu menggunakan minyak curah yang mudah didapat di pasaran dengan harga Rp 9 ribu per kg.
Setiap hari berjualan di terminal Porong ini total keseluruhan modalnya sekitar Rp 600 ribu. Kemudian setelah dagangan habis ia mengantongi uang Rp 750. Ia keberatan jika harus mengeluarkan budget untuk membeli minyak dengan harga lebih mahal.
“Kalau minyak curah tidak boleh dipasarkan, kemudian pedagang gorengan harus beralih ke minyak kemasan. Itu sangat merugikan karena pedagang bakal mengalami kerugian,” kata Dwi.
Keluhan yang sama disampaikan oleh Sri Rahayu (36) pedagang gorengan pohong keju. Dengan adanya rencana minyak curah dilarang dipasarkan, menurutnya akan banyak pedagang gorengan yang gulung tikar.
Di hari biasa ia menghabiskan 200 kg pohong. Sementara pada Sabtu dan Minggu mampu menghabiskan 250 kg hingga 300 kg pohong. Setiap hari ia menghabiskan sekitar 46 kg minyak curah.
“Kalau pedagang ini harus menggunakan minyak kemasan, bakal merugi karena untungnya sedikit. Belum lagi memberikan upah ke pekerja. Kami berharap kalau memang itu benar, harga minyak kemasan harus murah,” kata Sri.(MAD)
MEDAN,KHATULISTIWAONLINE.COM
Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi minta maaf karena tak bisa mengevakuasi warganya dari Wamena, Papua dengan pesawat terbang. Edy mengatakan, ada keterbatasan yang dialami sehingga melakukan evakuasi lewat jalur udara dan laut.
“Kita, maaf saudara-saudara yang di Sumatera Utara ini, tak bisa itu kita fasilitasi dengan pesawat. Ini ribut-ribut orang, harus pakai pesawat. Bukan begitu. Kami siapkan bus, kami siapkan kapal laut. Karena memang kemampuan kita itu,” kata Edy kepada wartawan di Medan, Selasa (8/10/2019).
Dengan kemampuan yang ada itu, kata Edy, pihaknya berkomitmen kuat untuk membantu proses pemulangan seluruh warga yang minta dipulangkan. Selain itu, Edy juga memastikan kebutuhan mereka terpenuhi hingga tiba di kampung halamannya masing-masing.
“Kita fasilitasi rakyat kita, yang memang ingin kembali ke kampungnya,” katanya.
Disebutkan Edy, saat ini ada 38 orang warga Sumut yang eksodus dari Wamena sedang dalam perjalanan menuju Medan dan kemungkinan tiba pada Rabu (9/10) pagi. Mereka sebelumnya eksodus dari Papua, dengan transit di Surabaya dan Jakarta, seterusnya lanjut menggunakan bus.
“Besok kembali di sini, kita terima di Pemprov di Jalan Diponegoro, di situ kita cek kesehatan. Saya berharap kabupaten dan kota yang memiliki rakyatnya, untuk mengambil, untuk menampung, tapi kalau tak mau juga itu, nanti kita akan fasilitasi,” kata Edy.
Edy menjelaskan, data terakhir menunjukkan ada sekitar 800-an warga Sumut di Wamena, dan sebanyak 309 di antaranya menyatakan ingin kembali ke Sumut. Saat ini tim bentukan Pemprov Sumut masih terus bekerja di Papua untuk mendata dan memastikan warganya yang ingin pulang.
“Sudah delapan hari tim itu bekerja, dan mereka akan terus bekerja sampai ini selesai,” katanya.(MAD)
SAMARINDA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Badan Narkotika Nasional (BNN) menggagalkan penyelundupan 38 kg sabu di Kalimantan Timur. Ada 4 orang yang ditangkap terkait penyelundupan.
Kabid Pemberantasan BNNP Kaltim AKBP Halomoan Tampubolon, mengatakan empat bandar narkoba yang ditangkap beroperasi di Samarinda. Pengungkapan peredaran narkoba dilakukan tim BNN pusat dan BNNP Kaltim.
“Ada yang ditangkap di Bandara Sepinggan Balikpapan, orang ini diduga sebagai pengatur. Lalu tim bergerak ke Kutai Timur untuk menjemput barang sabu yang dibawa salah seorang pelaku yang tercatat sebagai mahasiswa,” kata Halomoan kepada wartawan, Senin (7/10/2019).
Tim gabungan kemudian bergerak ke Samarinda dan menangkap 2 orang di mal Jl Untung Suropati. Dua orang ini disebut sebagai pemesan narkoba.
Diduga sabu selundupan ini dibawa dari Malaysia lewat Kaltara lalu ke Kaltim. Barang bukti sabu dan para pelaku dibawa ke Jakarta untuk diproses BNN pusat.
“Masalah alurnya ini masih kami dalami, termasuk pasar mereka yang ada di sini, karena 38 kilogram itu jumlah yang besar,” kata Halomoan.(VAN)
DENPASAR,KHATULISTIWAONLINE.COM
Pria asal Jakarta yang ditemukan tewas di hotel di Jl Raya Uluwatu, Kuta, Badung, Bali, meninggalkan surat wasiat untuk istrinya. Dalam surat wasiatnya, SS (47) membuat sejumlah permintaan.
Surat wasiat itu ditulis dalam secarik kertas putih. SS menuliskan surat itu kepada pasangannya, Chris, dalam bahasa Inggris.
“Saya memintamu untuk menyebarkan abu saya ke laut Bali,” tulisnya dalam surat itu sebagaimana dilihat, Senin (7/10/2019).
Pria yang tinggal di Kelapa Gading, Jakarta Utara, itu juga meminta agar anak mereka dirawat dengan baik. Dia mengucapkan selamat tinggal.
“Tolong jaga dengan baik anak kita,” tutup SS.
Jenazah SS ditemukan pada Minggu (6/10) pukul 15.30 Wita di hotel di kawasan Uluwatu. Saat ditemukan, pria tersebut tewas dengan mulut berbusa dan tidak ada tanda-tanda kekerasan.
“Dengan adanya surat wasiat yang diduga dibuat oleh korban dalam bahasa Inggris dan ditemukannya serbuk putih diduga potas (racun), dan kamar terkunci dari dalam. Sementara korban meninggal dunia diduga karena bunuh diri,” jelas Kanit Reskrim Polsek Kuta Iptu Putu Ika Prabawa kepada wartawan, Minggu (6/10).(DAB)
MEDAN,KHATULISTIWAONLINE.COM
Warga asal Sumatera Utara (Sumut) yang eksodus akibat kerusuhan di Wamena, Papua, terus bertambah. Jumlahnya kini mencapai 80 orang.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengatakan warga yang keluar dari Wamena kini berada di Rindam XVII Cenderawasih, Sentani.
“Ini jumlah yang ada di Rindam. Ada juga yang mengungsi ke rumah kerabatnya,” kata Edy saat penggalangan dana “Sumut Peduli Wamena” di kantornya, Jalan Diponegoro, Medan, Kamis (3/10/2019).
Untuk sementara, warga Sumut yang eksodus dari Wamena itu memang dipusatkan di Rindam. Lokasi itu merupakan alternatif yang terbaik hingga saat ini dan sarana yang tersedia di sana juga memadai untuk para pengungsi.
Edy terus berkomunikasi dengan pemangku kepentingan di Papua, termasuk Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw yang sebelumnya pernah bertugas sebagai Kapolda Sumut.(DAB)
SOLO,KHATULISTIWAONLINE.COM
Presiden Joko Widodo menghadiri puncak acara peringatan Hari Batik Nasional 2019 di Pura Mangkunegaran, Solo, hari ii. Jokowi hadir ditemani ibu negara Iriana.
Presiden tampak mengenakan batik warna cokelat. Sedangkan Iriana mengenakan kebaya warna merah.
Jokowi dan Iriana tiba di lokasi sekitar pukul 10.00 WIB, Rabu (2/10/2019). Jokowi langsung meninjau kegiatan membatik massal di halaman Pura Mangkunegaran.
Dia juga ikut membatik dengan menggunakan cap. Belasan kali Jokowi menimpakan cap di atas kain putih bertuliskan ‘Membatik untuk Negeri’.
Tampak hadir bersama Jokowi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Dewan Kehormatan OJK Wimboh Santoso dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Dalam acara yang digelar Yayasan Batik Indonesia itu, Jokowi juga berkesempatan menyerahkan penghargaan kepada tokoh-tokoh yang telah mengembangkan batik.(VAN)
JAYAPURA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw menjelaskan kondisi terkini Wamena usai kerusuhan. Paulus mengatakan kejadian rusuh itu meluas hingga dirasakan warga.
“Sejak 2-3 hari lalu sejak pascakejadian itu satu hari setelahnya aman, sebenarnya cuma karena memang begitu ya karena kejadian pada saat itu cukup meluas di sekitar Kota Wamena itu sehingga terasa saudara-saudara kita,” kata Paulus di Yonif 751/Rider, Sentani, Jayapura, Selasa (1/9/2019)
Paulus mengatakan pihaknya memahami rasa takut yang dimiliki warga Wamena. Menurut Paulus, rasa takut warga memang tak bisa dihindari namun aparat segera melakukan tindak cepat.
“Kami juga mengecek TKP di situ, tempat kejadian pembakaran dan lain-lain, ya kami juga bisa pahami tentang ketakutan dan rasa… tapi prinsipnya itu situasional itu sebuah kontingensi yang semua tidak bisa kita hindari,” ujarnya.
Penanganan dari aparat keamanan yang diambil adalah menempatkan di sejumlah titik Wamena. Paulus menegaskan para perusuh berasal dari luar Wamena.
“Dan kita udah membayangkan untuk menempatkan pasukan terutama anggota TNI Polri di beberapa titik agar membatasi masuknya pihak-pihak yang akan melakukan kekerasan di sekitar Wamena. Memang sudah diindikasikan tidak oleh warga Wamena, mereka yang berasal dari luar Wamena saya pikir itu,” imbuhnya.
Sebelumnya, polisi menetapkan 5 tersangka terkait kerusuhan di Wamena, Papua. Para tersangka disebut kebanyakan berasal dari luar Wamena.
“Dari hasil pemeriksaan 5 tersangka yang sudah ditetapkan oleh Polres Wamena, pelakunya sebagian besar bukan pelaku dari Wamena sendiri, tapi juga berbaur dengan pelaku dari luar Wamena,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (30/9).(MAD)
DENPASAR,KHATULISTIWAONLINE.COM
Massa aksi #BaliTidakDiam diberi setangkai mawar oleh para polwan. Beberapa pelajar SMA-SMK peserta aksi pun terlihat mencium tangan polwan tersebut.
Pantauan di lokasi, Senin (30/9/2019), beberapa polwan dan polisi lelaki (polki) terlihat membawa beberapa tangkai mawar merah. Mawar itu dibagikan ke para peserta aksi #BaliTidakDiam.
“Adik-adik ini (sambil mengulurkan bunga mawar),” kata seorang polwan sambil tersenyum.
Sejumlah pelajar SMA yang melewati polwan itu pun menerima bunga mawar tersebut. Beberapa pelajar yang melewati polwan-polwan itu mencium tangan meski tak semua mendapatkan bunga mawar itu.
Massa pun melanjutkan long march menuju gedung DPRD Bali. Massa lalu menyuarakan aspirasinya dan menggelar aksi teatrikal di halaman gedung DPRD Bali.
Seusai aksi teatrikal, massa juga mengingatkan rekannya untuk tidak membuang sampah sembarangan. Beberapa di antara mereka lalu berkeliling dengan membawa kantong plastik hitam besar untuk memunguti sampah.
Ada tujuh tuntutan para peserta aksi di antaranya menolak RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan; mendesak Pembatalan UU KPK dan UU SDA; mendesak pengesahan RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga; membatalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR; menolak TNI & Polri menempati jabatan sipil; setop militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan politik Papua segera.
Kemudian, usut pelaku kekerasan dan menghalang-halangi kerja jurnalis hentikan intimidasi dan kriminalisasi jurnalis, pegiat HAM, dan aktivis; hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh korporasi, pidanakan korporasi pembakar hutan, dan cabut izinnya; serta tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan; dan pulihkan hak-hak korban segera.(DAB)
KANDARI,KHATULISTIWAONLINE.COM
Tim Inafis dari Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama tim dari Mabes Polri melakukan olah TKP yang diduga menjadi lokasi tewasnya mahasiswa Universitas Halu Oleo, Randi. Ada tiga selongsong peluru yang ditemukan.
Olah TKP digelar di Jalan Abdullah Silondae, Kendari, Sultra, Sabtu (28/9/2019), mulai pukul 09.30 Wita, polisi menemukan tiga buah selongsong peluru di saluran drainase di depan kantor Disnakertrans Sultra.
Tiga selongsong itu ditemukan pada jarak yang berdekatan. Polisi kemudian memasukkan tiga selongsong itu dalam tiga kantong berbeda.
Sebelumnya, Randi tewas tertembak dalam demo berujung bentrok dengan polisi di depan gedung DPRD Sultra, Kendari, Kamis (26/9). Gabungan tim dokter forensik yang melakukan autopsi memastikan Randi tewas karena terkena tembakan senjata api.
Ketua Tim Forensik dr Raja Alfatih Widya, yang melakukan autopsi, membenarkan lubang pada dada Randy akibat tembakan. “Tidak ada peluru lagi, tapi itu dipastikan dari senjata api,” terang Raja, Jumat (27/9/2019).
“Bagaimana hasil autopsinya?” tanya wartawan kepada Raja.
“Iya, dia ditembak dari ketiak kiri keluar ke dada kanannya,” ucap Raja.
Selain Randi, ada mahasiswa lain, Muh Yusuf Kardawi (19), yang tewas karena luka di kepala saat berdemonstrasi. Kapolda Sultra Brigjen Iriyanto mengatakan Yusuf tewas karena terkena benda tumpul.
“Hasil visum (Yusuf), kena benda tumpul,” kata Iriyanto, Jumat (27/9).
Iriyanto menegaskan, saat pengamanan, tidak seorang pun anggotanya membawa senjata. Dia menjelaskan anggota tak dibekali senjata sesuai dengan instruksi Kapolri.(DAB)
SLEMAN,KHATULISTIWAONLINE.COM
Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril, mengkritisi penangkapan sutradara film dokumenter Sexy Killers, Dandhy Laksono dan cucu tokoh bahasa Indonesia JS Badudu, Ananda Badudu. Meski pada akhirnya Dandhy dan Ananda tak ditahan polisi.
“Saya kira model-model penangkapan seperti itu, itu cara-cara Orde Baru ya. Itu mengingatkan kita kembali pada situasi di zaman Orde Baru (Orba) ,” kata Oce kepada wartawan di UGM, Jumat (27/9/2019).
“Di mana kritik kemudian dijawab dengan penangkapan, kemudian orang-orang kritis diperkarakan secara hukum, dikriminalkan, kemudian ditangkap. Itu sebetulnya menggambarkan situasi yang tidak demokratis,” sambungnya.
Oce heran mengapa di zaman reformasi seperti sekarang ini masih terjadi gaya pemerintah yang otoritarian. Ia menduga cara-cara pemerintah yang otoritarian tersebut sengaja dipelihara oleh rezim, sehingga gaya-gaya di masa Orba terulang di masa kini.
“Menurut saya cara-cara seperti itu harus ditinggalkan, tidak boleh lagi diterapkan oleh penegak hukum. Pemerintah juga tidak boleh menggunakan cara-cara itu untuk membungkam kritik. Karena pada dasarnya menyampaikan pendapat, kemudian mengkritik pemerintah, kemudian juga berkumpul, berserikat, berdemonstrasi itu semua dijamin dalam konstitusi,” tuturnya.
Peristiwa penangkapan terhadap Dandhy dan Ananda, lanjut Oce, merupakan model pemerintahan yang diterapkan di masa Orba. Menurutnya, model pemerintahan yang otoritarian seperti itu harus segera diakhiri.
“Model-model di Orde Baru kan begitu, orang tidak boleh mengkritik pemerintah, mengkritik pemerintah adalah hal yang tabu. Kemudian berdemonstrasi dilarang, menyebarkan kritikan kepada pemerintah dianggap makar, dianggap melawan pemerintah, atau dianggap ingin menjatuhkan kewibawaan pemerintah,” sebutnya.
“Itu kan sebetulnya alasan-alasan yang digunakan pada rezim otoriter ya, pada rezim Orde Baru, dan rezim otoriter yang lain. Nah, semestinya tidak boleh ada di zaman demokrasi sekarang,” tutupnya.(VAN)