JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Januari 2017 menjadi bulan terakhir Marsekal Agus Supriatna menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU). Pengamat militer Al Araf berpesan agar Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Presiden Joko Widodo memilih perwira tinggi yang kompeten dan teruji integritasnya dalam menentukan pengganti Agus.
“Yang paling penting dalam pergantian kepala staf, mereka punya kompetensi dan integritas yang baik,” kata pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Imparsial ini di kantor Center for Strategic and International Studies (CSIS), Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2017).
Pesan selanjutnya, KSAU yang baru diharapkan mampu menciptakan iklim transparansi dan dan akuntabilitas di tubuh TNI. “Lalu penghormatan terhadap hukum dan HAM,” ujar Al Araf.
Terakhir, Al Araf berharap siapapun yang terpilih menjadi pemimpin tertinggi TNI AU, bisa melanjutkan komitmen Agus untuk memodernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista). Ia menilai kondisi alutsista TNI AU dari rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Joko Widodo, cukup memprihatinkan.
“Maka penting memasukkan modernisasi alutsista TNI AU untuk pembelian barang-barang baru. Nggak boleh bekas. Oleh karenanya KSAU yang baru harus melanjutkan kebijakan KSAU yang lama, kan KSAU yang lama berkomitmen pembelian alutsista AU harus baru,” ungkap Al Araf.
Seperti diketahui, Marsekal Agus Supriatna akan memasuki masa pensiunnya pada akhir bulan nanti. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sudah memberikan tiga nama marsekal bintang tiga kepada presiden untuk dipilih menjadi KSAU yang baru.
Adapun para perwira tinggi bintang tiga TNI AU yang diajukan adalah Marsdya Hadi Tjahjanto, yang kini menjabat Irjen Kementerian Pertahanan, Wakil KSAU Marsdya Hadiyan Sumintaatmadja, dan Marsdya Bagus Puruhito, yang kini mengemban tugas sebagai Wagub Lemhanas.
“Saya tidak memberikan (siapa yang paling) potensi (dipilih), itu hak prerogatif presiden. Saya hanya mengajukan, silakan beliau yang memilih,” tutur Jenderal Gatot, Rabu (11/1).
Presiden Jokowi sendiri belum mengumumkan siapa yang akan dipilihnya menjadi KSAU. Belum ada tanda-tanda kapan pelantikan pengganti Agus dilakukan. (DON)
PEKANBARU,khatulistiwaonline.com
Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau kembali terbakar diduga dilakukan para pembuka lahan. TNI AU mengerahkan pesawat dan helikopter untuk melakukan pemantauan.
“Dari hasil pemantauan kita di udara, kawasan TNTN kembali terbakar. Tapi kita menilai kawasan tersebut sengaja dibakar,” kata Kadis Ops, Kol Firman Dwi Cahyono kepada khatulistiwaonline, Kamis (12/1/2017).
Firman mengatakan, pihak TNI AU Pekanbaru sudah melakukan pengawasan udara dengan pesawat tempur dan helikopter. Dari pantauan udara, terlihat sejumlah titik api.
“Kita memang belum menerjunkan pasukan ke lokasi. Tapi paling tidak, dengan mengerahkan pesawat tempur dan heli di atas TNTN, agar memberi penekanan terhadap pelaku pembakar lahan,” kata Firman yang pernah menjadi Komandan Skadron F16 Lanud Roesmin Nurjadin itu.
Menurut Firman, jika dilihat dari pantauan udara, sangat jelas sekali di lokasi TNTN ada gubuk. Dugaan kuat, gubuk tersebut dihuni para perambah hutan.
“Kawasan yang telah dirambah sengaja dibakar. Karena kawasan yang dibakar itu bersebelahan dengan perkebunan sawit. Satu sisi kebun sawitnya tidak terbakar,” kata Firman yang pernah menjadi copilot pesawat F16 yang diboyong dari Amerika ke Indonesia.
Firman menyebutkan, hasil pantauan udara di TNTN akan menjadi pembahasan di rapat koordinasi.
“Hasil pantuan udara yang kita lakukan nantinya akan menjadi bahan dalam rapat koordinasi terkait Karhutla. Saat ini memang Satgas Karhutla belum dibentuk,” kata Firman.
Hari ini tim Lanud Roesmin Nurjadin akan kembali menerbangkan pesawat tempur dan helinya di kawasan TNTN. “Kita terus memberikan penekanan agar pelaku pembakaran segera keluar dari kawasan itu,” kata Firman. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Di tengah bergulirnya revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), muncul wacana untuk menambah jumlah pimpinan DPR dan MPR tak hanya menjadi 6 melainkan jadi 7. Gayung bersambut dari beberapa fraksi, salah satunya NasDem.
“Supaya tidak genap apakah tambah satu atau dua. Kita enggak masalah ini cuma masa peralihan selanjutnya representasi,” ujar Ketua DPP NasDem Johnny G Plate di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Adanya tambahan pimpinan DPR diakui Johnny memang menambah anggaran. Namun jika hal itu bermanfaat untuk menambah efektivitas kinerja DPR, hal itu patut dipertimbangkan.
“Yang jadi ketakutan kan semakin nambah jumlah pimpinan, biaya membengkak, kalau di balik inefisiensi dengan perbaikan manajemen DPR RI kenapa tidak,” ucapnya.
Saat ini, ada 5 orang pimpinan DPR. Mereka adalah Setya Novanto (Golkar), Fadli Zon (Gerindra), Agus Hermanto (Demokrat), Taufik Kurniawan (PAN), dan Fahri Hamzah (PKS).
Rencana penambahan kursi pimpinan DPR awalnya datang dari PDIP yang merasa berhak sebagai pemilik suara terbanyak saat Pileg 2014. Belakangan, muncul usulan agar kursi pimpinan jadi 7.
Urutan perolehan suara saat Pileg 2014 adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, PKS, PPP, NasDem, dan Hanura. NasDem menyebut PKB sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak ke-5 juga berpeluang jadi pimpinan DPR.
“Kalau melihat jumlah suara PKB punya hak. Kita lihat sidang paripurna batal karena jumlahnya gak kuorum, karena penugasan pimpinan yang tidak terwakili. Demikian pula bamus atau pengganti pimpinan jumlahnya terbatas,” beber Johnny.
Dia menyoroti tugas pimpinan DPR sebagai pengagenda kebijakan. Oleh karena itu menurut Johnny penting untuk ada representasi dari tiap partai.
“Visi misi pimpinan DPR adalah juru bicara, tapi praktiknya bisa mengangedakan kebijakan. Harusnya representasi partai di pimpinan. Yang jadi soal fraksinya kebanyakan,” pungkas dia. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyebut mayoritas kader partainya mendorong Prabowo Subianto untuk menjadi calon presiden dalam Pilpres 2019. Partai Amanat Nasional (PAN) belum membahas soal Pilpres.
“Kalau PAN nanti, Belanda masih jauh,” ujar Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2017).
PAN sendiri menghormati keputusan Gerindra. Seperti diketahui, pada Pilpres 2014 lalu, PAN dan Gerindra sempat berkoalisi untuk mengusung Prabowo menjadi calon presiden.
“Kita hormati penuh haknya Gerindra untuk mendukung Pak Prabowo. Kita ucapkan selamat,” jelas Zulkifli, yang juga menjabat Ketua MPR.
Apakah keputusan Gerindra terlalu dini? Zulkifli menjawab itu hak tiap partai politik.
“Itu hak masing-masing. Tapi kalau kami belum (bahas Pilpres), nanti pada saatnya momentum yang tepat,” tutupnya.
Sebelumnya, Fadli menyebut mayoritas kader partainya mendorong Prabowo untuk menjadi calon presiden dalam Pilpres 2019. Gerindra siap berjuang habis-habisan.
“Saya kira Partai Gerindra perlu mencalonkan kembali, mayoritas ingin mencalonkan Pak Prabowo di 2019,” kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/1). (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Tahun 2017 diawali para wakil rakyat dengan membahas tambahan jatah kursi di DPR maupun MPR. Substansi pembahasan revisi UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD Dan DPD atau disebut UU MD3 pun semakin luas.
Wacana revisi UU MD3 menjadi makin nyata sejak PDIP meminta tambahan kursi pimpinan DPR dan MPR saat Setya Novanto menjadi Ketua DPR lagi. PDIP sebagai fraksi dengan jumlah anggota terbanyak di DPR merasa seharusnya mendapat kursi pimpinan DPR.
Untuk menambah kursi pimpinan DPR, UU MD3 harus lebih dahulu direvisi. PDIP membentuk tim lobi hingga mengadu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Saat masa reses, Badan Legislasi (Baleg) pun rapat untuk membahas poin-poin yang akan direvisi dari UU MD3.
Dalam pembahasan di Baleg, pembahasan revisi UU MD3 makin luas. Selain penambahan kursi pimpinan DPR dan MPR yang merupakan aspirasi PDIP, ada pula permintaan dari PKS yang ingin mendapatkan kembali kursi pimpinan MKD. Wacana itu dicetuskan PKS lantaran kadernya yang duduk di kursi pimpinan MKD didrop dan diganti oleh Gerindra.
Tak hanya itu, kini datang pula permintaan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sudah punya 1 kursi di pimpinan MPR, DPD meminta tambahan jatah karena merasa sebagai fraksi dengan jumlah anggota terbanyak di MPR.
“Karena kan kedaulatan rakyat, pimpinan di DPD itu ini kan namanya juga usul. Kalau memang ada penambahan, tidak masalah dari satu jadi dua (di MPR). Harapannya asas keterwakilan,” kata Ketua DPD Muhammad Saleh.
Saleh juga meminta poin-poin utusan Mahkamah Konstitusi (MK) masuk dalam revisi UU MD3. DPD lalu mengirim surat ke DPR agar dilibatkan dalam pembahasan revisi UU MD3 dan surat itu sudah dibacakan di rapat paripurna.
Fokus revisi UU MD3 yang awalnya hanya untuk menambah jumlah pimpinan DPR dan MPR kini makin meluas. Di saat yang sama, pembahasannya justru diundur.
Seharusnya, revisi UU MD3 disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada Selasa (10/1/2017) kemarin. Namun, pengesahan itu ditunda dan pimpinan DPR hanya membacakan surat dari Badan Legislatif.
“Belum (disahkan jadi inisiatif DPR hari ini). Mungkin rapat paripurna berikutnya,” kata Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merayakan ulang tahun ke-44. Sejumlah tokoh hadir dalam acara ini termasuk Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Jokowi dan JK memasuki Assembly Hall JCC, Senayan, Jakarta, bersama dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri pukul 10.00 WIB, Selasa (10/1/2017). Jokowi kemudian duduk di antara JK dan Megawati. Jokowi tampak memakai batik bernuansa merah dan hitam.
Seskab Pramono Anung terlihat mengiringi saat mereka masuk. Tampak pula mantan Wapres Try Sutrisno bersama mereka. Acara kemudian dimulai dengan pertunjukan tari-tarian adat Indonesia.
Hadir pula sejumlah menteri Kabinet Kerja di antaranya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Mendikbud Muhadjir Effendy, Menteri Koperasi dan UMKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menkum HAM Yasonna Laoly, Menlu Retno Marsudi, Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan, Menko Polhukam Wiranto, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Ada pula Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie. Pimpinan parpol yang tampak hadir adalah Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Hanura Oesman Sapta Odang, serta Ketum PPP Romahurmuziy.
Jokowi dijadwalkan akan memberikan sambutan pada acara ini sebagai Presiden RI. Setelah itu dia akan kembali ke Istana untuk memimpin rapat terbatas kabinet. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Polisi Australia meningkatkan pengamanan di seluruh perwakilan RI di negara kangguru itu. Hal ini dilakukan pasca insiden pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) di KJRI Melbourne.
“Kepolisian Federal Australia meningkatkan pengamanan untuk seluruh perwakilan RI di Australia,” jelas Juru Bicara KBRI Canberra Sade Bimantara.
Hal itu dinyatakan Sade dalam pernyataan tertulis saat dikonfirmasi khatulistiwaonline tentang peningkatan pengamanan di KJRI Melbourne pasca insiden pengibaran bendera OPM, Senin (9/1/2017).
Mengenai apakah identitas pelaku penyusupan dan pengibar bendera OPM di KJRI Melbourne sudah terkuak, Sade mengatakan polisi Australia sedang melakukan investigasi.
“Polisi sudah mendapatkan sejumlah informasi dan video pelanggaran yang dilakukan oleh anggota/simpatisan kelompok separatis Papua (KSP) juga sedang diselidiki,” tutur Sade.
Insiden penyusupan dan pengibaran bendera OPM di KJRI Melbourne ini terjadi pada Jumat (6/1/2017) sekitar pukul 12.52 siang waktu setempat. Insiden terjadi ketika sebagian besar staf KJRI sedang melakukan ibadah salat Jumat.
Sebelum memanjat pagar tembok KJRI setinggi lebih dari 2,5 meter, pelaku menerobos halaman gedung apartemen tetangga KJRI.
Aksi penyusupan itu tampak sengaja direkam oleh rekan si penyusup. Video penyusupan itu sudah beredar luas.
Indonesia telah menyampaikan protes pada Australia terkait aksi yang menginjak kedaulatan negara itu dan minta pelakunya yang sudah berbuat kriminal itu dihukum.
“Otoritas Australia harus segera menuntaskan investigasi dan memproses hukum pelaku kriminal penerobos KJRI Melbourne,” ucap Menteri Luar Negeri, Retno LP Marsudi seperti dilansir dari situs Kemlu (7/1) lalu.
Insiden ini tentu menjadi perhatian pemerintah, apalagi beberapa hari terakhir hubungan pemerintah Indonesia dengan Australia tengah memanas. Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir menyebutkan, merupakan tanggung jawab pemerintah Australia untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler yang ada di Australia sesuai dengan Konvensi Wina pada 1961 dan 1963.
“Pemerintah RI mengingatkan bahwa menjadi tanggung jawab Pemerintah Australia untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler yang ada di Australia sesuai dengan Konvensi Wina tahun 1961 dan 1963 mengenai hubungan diplomatik dan konsuler. Untuk itu, Pemerintah RI meminta kepada Pemerintah Australia untuk memastikan dan meningkatkan perlindungan terhadap semua properti diplomatik dan konsuler Indonesia,” Tata menegaskan. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Pemerintah Republik Indonesia (RI) memprotes keras insiden berkibarnya bendera Bintang Kejora di KJRI Melbourne, Australia. Pelaku teridentifikasi sebagai warga setempat.
“Pemerintah mengecam keras tindakan kriminal yang dilakukan simpatisan kelompok separatis di KJRI Melbourne,” ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Arrmanatha Nasir, ketika dimintai konfirmasi khatulistiwaonline, Sabtu (7/1/2017).
Pelaku melakukan tindakannya itu sekitar pukul 12.52 siang waktu setempat pada Jumat kemarin, ketika sebagian besar staf KJRI sedang melakukan ibadah salat Jumat. Sebelum memanjat pagar tembok KJRI setinggi lebih dari 2,5 meter, pelaku menerobos halaman gedung apartemen tetangga KJRI.
“Pemerintah RI telah menyampaikan protes ke Pemerintah Australia dan meminta agar pelaku segera ditangkap dan dihukum secara tegas sesuai hukum yang berlaku,” kata pria yang karib disapa Tata itu.
Insiden ini tentu menjadi perhatian pemerintah apalagi beberapa hari terakhir hubungan pemerintah Indonesia dengan Australia tengah memanas. Tata pun menyebutkan bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah Australia untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler yang ada di Australia sesuai dengan Konvensi Wina pada 1961 dan 1963.
“Pemerintah RI mengingatkan bahwa menjadi tanggung jawab Pemerintah Australia untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler yang ada di Australia sesuai dengan Konvensi Wina tahun 1961 dan 1963 mengenai hubungan diplomatik dan konsuler. Untuk itu, Pemerintah RI meminta kepada Pemerintah Australia untuk memastikan dan meningkatkan perlindungan terhadap semua properti diplomatik dan konsuler Indonesia,” Tata menegaskan. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Tertangkapnya Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Hartini dan Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, Atty Suharti oleh KPK menambah kegelisahan publik atas dinasti politik. Sebab dinasti politik ikut memicu budaya koruptif dalam pemerintahan.
Kegelisahan itu ditangkap pemerintah dengan melarang dinasti politik untuk ikut Pilkada lagi. Hal itu dituangkan dalam Pasal 7 huruf r UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Dalam Pasal 7 huruf r disebutkan:
Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.
Lalu apa yang dimaksud dengan ‘kepentingan dengan petahana’? Dalam penjelasan UU tersebut disebutkan:
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 kali masa jabatan.
Tapi pasal ‘dinasti politik’ itu digugat anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan 2014- 2019, Adnan Purichta Ichsan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015. Di depan 9 hakim konstitusi, pemerintah berargumen perlunya pasal ‘dinasti politik’ di atas.
“Upaya yang dilakukan Pemerintah dengan merumuskan norma Pasal 7 huruf r UU 8/2015 semata-mata untuk upaya memutus mata rantai dinasti politik, tindakan koruptif, dan tindakan penyalahgunaan wewenang. Namun hal ini disadari oleh Pemerintah bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan karena banyak sekali upaya-upaya yang ingin tetap melestarikan politik dinasti dan upaya-upaya untuk melaksanakan Pilkada tidak dalam keadaan yang fairness,” kata pemerintah sebagaimana dikutip dari putusan MK Nomor 33/PUU-2015 yang dikutip detikcom dari website MK, Kamis (5/1/2016).
Menurut pemerintah, dalam relasi di masyarakat, kedudukan antara keluarga petahana dengan kedudukan calon yang lain tidaklah berada dalam kondisi yang equal. Kedudukan petahana dipandang memiliki akses dan sumber daya yang lebih tinggi terhadap keadaan atau potensi yang dimiliki negara dan potensi yang dimiliki oleh swasta karena kedudukannya.
Maka petahana beserta keluarganya dapat memperoleh keuntungan yang lebih. Baik dari aspek fasilitas maupun dukungan dari kelompok-kelompok, baik dari institusi negara maupun swasta, walaupun secara hukum, hal ini kadang-kadang sulit untuk dibuktikan.
“Ketentuan untuk menjalankan atau melaksanakan Pilkada secara fairness inilah yang mendorong Pemerintah untuk mengatur ketentuan Pasal 7 huruf r UU 8/2015 agar kontestasi politik berjalan secara equal. Agar dapat berjalan equal maka diaturlah dengan ketentuan satu periode berikutnya baru boleh untuk mengajukan diri di dalam Pilkada di wilayah yang sama,” papar pemerintah.
Pemerintah merujuk survei yang dilakukan oleh IFES dan Lembaga Survei Indonesia terhadap dinasti politik. Hasilnya, masyarakat memberikan respons 64 persen masyarakat menyatakan politik dinasti berdampak negatif, 9 persen menyatakan 71 berdampak positif, 7 persen menyatakan tidak berdampak, dan 38 persen menjawab tidak tahu.
“Politik dinasti ini diatur sedemikian rupa karena petahana mempunyai akses terhadap kebijakan dan akses terhadap alokasi anggaran, sehingga dapat memberikan keuntungan pribadi untuk memenangkan pemilihan kepala daerah atau memenangkan kelompok-kelompoknya. Dalam praktik, hal yang paling banyak dilakukan oleh petahana adalah memperbesar dana hibah, dana bantuan sosial, program kegiatan yang diarahkan ke dalam upaya memenangkan salah satu pasangan calon,” terangnya.
Petahana secara alamiah memiliki berbagai fasilitas dan tunjangan yang melekat kepada dirinya, sehingga untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, fasilitas dan tunjangan itu melekat terus-menerus. Sehingga dalam banyak hal sering dilihat ada banyak spanduk yang menuliskan program-
program dan menuliskan kegiatan-kegiatan yang di dalamnya ada gambar incumbent atau nama incumbent yang terkait dengan pemilihan pada saat itu.
“Karena sedang menjabat maka petahana memiliki keunggulan terhadap program-program, terhadap kegiatan-kegiatan yang seluruhnya atau sebagian dapat didapat diarahkan untuk memenangkan dirinya atau memenangkan dinastinya,” katanya.
“Yang banyak pula terkait dengan netralitas PNS maka petahana mempunyai akses yang lebih besar untuk memobilisasi PNS untuk memberikan dukungan yang menguntungkan kepada dirinya,” sambung pemerintah.
Banyaknya argumen itu dimentahkan tim hukum penggugat yang terdiri dari Heru Widodo, Supriyadi Adi, Novitriana Arozal, Dhimas Pradana Aan Sukirman, Mappinawang, Sofyan Sinte dan Mursalin Jalil. MK menghapus pasal ‘dinasti politik’.
“Bukan berarti MK menafikan kenyataan di mana kepala daerah petahana (incumbent) memiliki berbagai keuntungan. Namun, pembatasan demikian haruslah ditujukan kepada kepala daerah petahana itu, bukan kepada keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu tersebut,” putus MK.
Vonis itu diketok oleh sembilan hakim konstitusi secara bulat. Yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Wahiduddin Adams, Patrialis Akbar, Aswanto, Suhartoyo dan Manahan MP Sitompul.
“Sebab, keuntungan-keuntungan itu melekat pada si kepala daerah petahana sehingga kemungkinan penyalahgunaannya juga melekat pada si kepala daerah petahana,” ujar majelis dengan suara bulat. (MAD)