JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengemukakan dirinya merasa disadap. Hal itu mencuat setelah namanya disebut dalam persidangan ke-8 Ahok pada Selasa (31/1) lalu. Badan Intelijen Negara (BIN) menjelaskan ada aturan untuk melakukan penyadapan yakni jika ada kasus tertentu.
“Penyadapan itu harus ada kasus. Kalau polisi juga harus ada laporan polisi. Kemudian harus ada pendalaman. Pendalaman itu harus terkait dengan kasus, kalau di luar kasus tidak boleh,” kata Pengamat Intelijen Wawan Hari Purwanto saat berbincang dengan khatulistiwaonline, Jumat (3/2/2017).
Wawan pun mengambil contoh kasus lembaga negara yang melakukan prosedur penyadapan yakni BNN dan KPK. Kedua lembaga tersebut harus memiliki kasus jika akan melakukan penyadapan. Selain itu, ia juga menambahkan, tidak dibenarkan secara hukum apabila penyadapan dilakukan oleh pribadi.
“Kalau BNN harus ada masalah narkoba. Kalau KPK ya ada kasus korupsi,” ujar Wawan.
Bahkan menurutnya, BIN sekalipun tidak bisa sembarangan dalam melakukan penyadapan. Penyadapan yang dilakukan oleh BIN harus ada izin dari pimpinan BIN dan laporan kepada presiden. Lalu secara berkala, diadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI.
“BIN itu harus ada case (kasus), ada masalah dan harus ada izin pimpinan, dan laporannya kepada presiden. Hanya kepada presiden. Terus nanti secara berkala di DPR ada Rapat Dengar Pendapat, nanti ditanyakan kepada DPR, tanggung jawab kepada rakyat,” imbuhnya.
Jika ada suatu institusi atau bahkan pribadi melakukan penyadapan tanpa izin, Wawan menjelaskan yang bersangkutan dapat dipidana paling lama 15 tahun penjara. Hal itu mengacu pada UU Telekomunikasi No. 36/1999 dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11/2008 dengan sanksi kurungan penjara maksimal 15 tahun.
“Kalau itu sampai terjadi kesalahan (penyadapan), kena undang-undang 15 tahun penjara, kena UU ITE 10 tahun dan denda Rp 800 juta rupiah,” ujar Wawan.
Terkait isu penyadapan SBY, Wawan menjelaskan bahwa seorang mantan presiden memilki sistem pengamanan. Namun sistem pengamanan yang disebut scrambler itu bisa digunakan dan bisa juga tidak digunakan. Wawan pun mengatakan sepertinya tidak mungkin jika SBY disadap karena tidak ada satu kasus yang menyeret namanya.
“Kalau presiden mestinya sudah pakai scrambler, alat pelacak gitu, ada enkripsi. Tapi rasanya kok nggak (disadap), kecuali kalau tidak digunakan enkripsinya. Cuma kan kadang-kadang terserah mau dipakai atau nggak,” tuturnya. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK kembali menetapkan anggota Komisi V DPR menjadi tersangka kasus dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yaitu Yudi Widiana Adia dan Musa Zainuddin. Komisi V DPR menyerahkan semua proses ke KPK.
“KPK bekerja secara profesional dan KPK memiliki bukti yang real. Karena selama ini mereka profesional melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujar Muhidin saat dihubungi, Jumat (3/2/2017).
Yudi sendiri merupakan Wakil Ketua Komisi V DPR, sementara Musa merupakan anggota Komisi V DPR. Muhidin sendiri mengakui kedua nama itu kerap diduga menerima suap saat persidangan.
Sebenarnya nama Yudi dan Musa kerap disebut-sebut terlibat dalam kasus tersebut. Salah satunya ketika Aseng dihadirkan menjadi saksi dalam persidangan pada tanggal 18 April 2016.
“Saya sendiri belum tahu persis. Saya belum tahu penetapannya, yang saya tahu nama mereka selalu disebut-sebut kan?” ujar politikus Golkar tersebut.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Januari 2016. KPK menangkap Damayanti Wisnu Putranti, yang saat itu merupakan anggota Komisi V DPR.
“Kan ini kasus sudah lama bergulir sejak Damayanti ditetapkan, itulah yang dikembangkan KPK. Saya kira ini bagus, proses yang profesional, sehingga tidak sembarangan menetapkan sesuatu karena KPK punya bukti,” jelas Muhidin.
Sebelumnya diberitakan, penyidik KPK menetapkan Yudi dan Musa sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Penetapan tersangka keduanya merupakan pengembangan kasus yang sebelumnya menjerat anggota Dewan juga.
“Sudah (ditetapkan sebagai tersangka),” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat dikonfirmasi khatulistiwaonline, Jumat (3/2).
Para tersangka lain yang ditetapkan dalam pengembangan kasus adalah Budi Supriyanto, Amran H Mustary, Andi Taufan Tiro, dan So Kok Seng. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Presiden Joko Widodo ingin agar dunia pendidikan bisa menyiapkan sumber daya manusia yang siap pakai dan bisa memajukan ekonomi. Namun kini jurusan-jurusan di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) hingga perguruan tinggi dianggap tak mengikuti perkembangan zaman.
“Saya lihat, jurusan-jurusan yang ada sama saja di universitas. Mohon maaf kalau di SMK saya lihat jurusannya dari saya kecil misalnya jurusan mesin, jurusan bangunan, jurusan listrik. Ya itu-itu saja saya lihat. Padahal dunia sudah berubah cepat sekali,” kata Jokowi dalam pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia 2017, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
Perlu ada percepatan dalam memperbaharui kemampuan sumber daya manusia. Tentu konteksnya harus sesuai dengan kondisi terkini. Jokowi usul agar jurusan-jurusan di SMK bisa lebih inovatif, contohnya jurusan khusus membuat video blog alias vlog yang juga banyak digandrungi akhir-akhir ini lewat internet.
“Mestinya jurusannya misalnya jurusan mengenai jaringan IT, misalnya membuat video blog, kan gitu dong, jurusan membuat aplikasi-aplikasi, jurusan animasi misalnya, yang ‘in’ gitu,” kata Jokowi.
Perlu kepekaan menangkap hal-hal yang sedang ‘in’ alias sedang banyak diperhatikan masyarakat akhir-akhir ini, termasuk dalam berinovasi dalam dunia pendidikan. Tak hanya dalam tataran SMK, dalam tataran universitas juga didorong Jokowi untuk lebih inovatif.
“Di Universitas juga misalnya harus mulai mengubah hal-hal yang berkaitan dengan jurusan. Kenapa tidak ada jurusan logistik yang sangat dibutuhkan sekarang ini, jurusan retail, jurusan khusus mengenai toko online,” tutur Jokowi.
Acara ini dihadiri Ketua Forum Rektor Indonesia Suyatno, para rektor perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia, juga sejumlah menteri yang hadir. Tema acara ini adalah ‘Mewujudkan Amanat Konstitusi Pendidikan Nasional’.
Dan tak kalah penting, perhatian dunia terhadap masalah krusial juga harus disikapi oleh kalangan cerdik pandai ini. Kini dunia sedang menghadapi problem terorisme dan radikalisme. Jokowi usul agar ada jurusan terorisme dan radikalisme untuk mengkaji permasalahan ini secara ilmiah dan sampai ke akar-akarnya.
“Tantangan ke depan saya kira ya sangat berat. Hampir semua negara menempatkan pada ranking yang pertama, mengenai terorisme dan radikalisme. Mengapa tidak ada jurusan (anti) terorisme dan radikalisme? Karena sekarang semua bergerak cepat sekali,” tutur Jokowi. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes) Eko Putro Sandjojo mendatangi KPK. Dalam kunjungannya itu, Eko mengajak KPK dan masyarakat untuk turut serta mengawal pengeluaran dana desa.
“Nah dalam pengawalan ini kita minta bantuan KPK dan KPK mendukung penuh untuk ikut mengawasi penggunaan dana desa itu,” ujar Eko di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (1/2/2017).
Tujuan pengawasan itu, menurut Eko, agar tidak ada penyelewengan dana. Sebab, Presiden Joko Widodo terus menaikkan anggaran yang diterima oleh Kementerian Desa dari tahun 2015 hingga di tahun depan nanti.
“Dari tahun 2015 yang besarnya Rp 20,8 triliun naik menjadi Rp 46,96 triliun sekarang dinaikkan menjadi Rp 60 triliun dan tahun depan akan dinaikkan lagi oleh Bapak Presiden menjadi Rp 120 triliun,” lanjut Eko.
Dari nominal anggaran Rp 60 triliun yang diterima tahun ini, Kementerian Desa akan membagikannya ke 74.910 desa di Indonesia. Setiap desa akan mendapat anggaran sebesar Rp 800 juta atau lebih.
“Setiap desa mendapatkan dana desa sekitar Rp 800 juta rupiah plus ADD-nya antara Rp 200 juta sampai Rp 3 miliar,” terang Eko.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyambut baik ajakan Mendes untuk mengawal pengeluaran dana desa. Basaria menerangkan bahwa dana desa bisa digunakan sesuai kebutuhan.
“Jadi semua nanti dana-dana ini supaya bisa penggunaannya sesuai kebutuhan masyarakat itu sendiri, bermanfaat untuk mereka sendiri, kita sepakat mendampingi full dari Kementerian Desa,” jelas Basaria.
Untuk ikut mengawasi penggunaan dana desa, masyarakat bisa melakukan pengaduan Satgas Dana Desa di nomor 1500040 atau ke Satgas KPK. Selanjutnya Satgas akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penodaan Pancasila. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyerahkan kasus itu ke pihak penegak hukum.
“Ini masalah, masalah hukum. Kita serahkan kepada hukum,” ujar Wapres JK di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2017).
Polda Jabar telah menetapkan Habib Rizieq sebagai tersangka kasus dugaan penodaan Pancasila. Penetapan Habib Rizieq sebagai tersangka berdasarkan hasil rangkaian gelar perkara tahap penyidikan yang dilakukan tim penyidik Ditreskrimum Polda Jabar.
“Penyidik meningkatkan status Rizieq Syihab dari saksi terlapor menjadi tersangka,” kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus.
Gelar perkara ketiga ini berlangsung kemarin selama tujuh jam atau mulai pukul 11.00 hingga pukul 18.00 WIB. Sebelumnya, kemarin pagi, penyidik meminta keterangan tambahan kepada satu saksi ahli. Tercatat, menurut Yusri, sebanyak 18 saksi sudah didengarkan keterangannya oleh penyidik berkaitan dengan kasus tersebut.
Usai Habib Rizieq ditetapkan sebagai tersangka, FPI pun menyerukan kepada kader dan simpatisan untuk tetap tenang.
“Kepada seluruh aktivis, simpatisan FPI, dan umat Islam pada umumnya, untuk tetap tenang, tetap (jaga situasi) kondusif. Tetap menunggu komando dari ulama-ulama kita. Kita imbau untuk segera lakukan konsolidasi tiap daerah semaksimal mungkin,” kata juru bicara FPI Slamet Maarif.
FPI mengatakan kader dan simpatisannya akan terus membela Habib Rizieq dalam kasus tersebut. Mereka pun akan tetap datang jika Habib Rizieq diperiksa sebagai tersangka di Polda Jawa Barat (Jabar).
“Mereka akan tetap membela ulama. Mereka akan membela Habib sampai habis-habisan. Kita akan bela beliau,” ujar Slamet. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) juga membahas kondisi terkini saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan menegaskan pentingnya nilai keindonesiaan dalam menyelesaikan persoalan.
Zulkifli mengatakan, dalam pertemuan itu, pimpinan MPR dan Presiden Jokowi sepakat bahwa Indonesia merupakan keluarga besar NKRI, yang terdiri atas beragam suku dan bangsa. Untuk itu, yang harus dikhawatirkan bukanlah sesama warga Indonesia, melainkan perkembangan dunia internasional.
“Semua sepakat bahwa kita ini adalah bersaudara. Kita ini memang beragam. Tetapi kita sudah sepakat 70 tahun lalu bahwa kita ini bersaudara, kita ini keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan orang lain. Oleh karena itu, yang harus kita khawatirkan bukanlah sesama saudara. Yang harus kita khawatirkan adalah bagaimana dunia internasional. Tentu di antara sesama negara ada kompetisi,” ujar Zulkifli di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Melihat perkembangan terakhir ini, Zulkifli mengatakan, sebagai negara hukum, Indonesia tentu harus selalu menghargai proses hukum. Meski demikian, nilai keindonesiaan harus tetap diutamakan. Nilai yang dimaksud adalah mengedepankan musyawarah mufakat dan dialog yang jujur tanpa kebencian.
“Tentu sebagai negara hukum kita menghargai proses hukum. Tapi kadang-kadang hukum itu bisa juga meninggalkan luka, bisa juga meninggalkan marah yang panjang. Oleh karena itu, tadi sepakat, mari kita mengembalikan kepada nilai-nilai keindonesiaan kita, musyawarah mufakat, dialog dengan jujur, saling menghargai, saling menghormati, dialog tanpa kebencian,” katanya.
“Kalau ada perbedaan sebagai saudara, maka dialog, musyawarah mufakat. Mungkin kalau ada yang marah, begitu bertemu, marahnya akan hilang. Pertemuan kedua akan ketemu, separuh mungkin. Pertemuan ketiga saya kira akan kita ketemu akan apa yang menjadi soal-soal kita, sehingga kita bisa selesaikan, bisa kita musyawarahkan. Kita kembali fokus membangun negeri ini agar lebih adil, lebih sejahtera,” tambah Zulkifli.
Selain Zulkifli Hasan, hadir dalam pertemuan hari ini seluruh pimpinan MPR. Mereka yakni Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang, Wakil Ketua MPR EE Mangindaan, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua MPR Mahyudin, dan Wakil Sekjen MPR Selfi Zaini. Sementara itu, Jokowi didampingi oleh Menko Polhukam Wiranto, Menteri-Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menginginkan agar kebijakan yang diambil pemerintah daerah selaras dengan program kebijakan pemerintah pusat. Sinergi dibutuhkan agar program yang dicanangkan berjalan optimal.
“Hari ini saya mohon eselon I, II, III dan IV sampai malam untuk berada di ruangan ini. Acaranya dengarkan apa pengarahan ketum APPSI, supaya nyambung dengan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ujar Tjahjo saat memberikan pembekalan kepada jajaran Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Sasana Bhakti Praja Gedung C Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).
Di hadapan pejabat eselon I-IV Kemendagri, Tjahjo menyebut pihaknya menahan sejumlah keputusan pemerintah pusat agar tidak menimbulkan kebijakan sentralistik. Tjahjo menginginkan adanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah melalui peran gubernur untuk menanggulangi timbulnya permasalahan tata kelola pemerintahan.
“Beberapa keputusan kami tahan agar tidak terlalu sentralistik di pusat karena peran bupati dan wali kota ini harus lebih banyak diperankan seorang gubernur yang memahami daerah,” ucapnya.
“Banyak menteri menunjuk kanwil tanpa sepengetahuan gubernur, berkunjung tanpa lapor sekda atau gubernur. Jangan sampai menimbulkan permasalahan,” sambungnya.
Dalam acara itu, hadir pula Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) yang juga merupakan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Komisi III DPR akan rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung (MK) siang ini. Salah satu pokok bahasan yakni fungsi pengawasan terhadap MK pasca tertangkapnya hakim konstitusi Patrialis Akbar.
“Sekarang dewan etik sudah ada, eksistensi nya kita sebut ad hoc karena personel dan anggaran terbatas. Kebetulan Komisi III akan rapat konsultasi dengan MK dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan akan menjadi pokok bahasan,” ujar Anggota Komisi III DPR Arsul Sani kepada wartawan, Senin (30/1/2017).
Pertemuan akan dilangsungkan di Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pukul 14.00 WIB. Pimpinan Komisi III akan bertandang langsung ke MK.
Salah satu hal yang menjadi sorotan di tubuh MK adalah proses seleksi dan pengawasan hakim konstitusi. DPR akan menunggu naskah akademik dan draf revisi UU MK dari pemerintah karena termasuk dalam Prolegnas prioritas 2017.
“Saya kira hal-hal yang dirasakan dari kalangan masyarakat, harus diselesaikan di revisi UU MK yang masuk Prolegnas prioritas 2017. Karena revisi ini inisiatif pemerintah, posisi DPR menunggu naskah akademik dan draf dari pemerintah. Tentu nanti dalam kesempatan rapat dengar pendapat dengan Menkum HAM berikutnya, kita akan desak ini karena memang sekarang MK sedang mendapat sorotan,” ujar pria yang menjabat sebagai sekjen PPP ini.
“Ini kan seleksi yang terjadi untuk 3 jalur berbeda. DPR sistem sendiri, presiden sistem sendiri, dan MA sistem sendiri. Walaupun saya catat, zaman Presiden Jokowi ada proses yang lebih baik ketika pemerintah memutuskan memilih Palguna itu proses melalui pansel yang transparan. Saya kira model itu, kemudian bisa juga diangkat normanya sebagai ketentuan UU,” lanjutnya.
Mengenai wacana pembatasan calon hakim MK dari bekas politikus, Arsul mengatakan hal tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan. Tetapi, dia mengajak kepada masyarakat agar tidak langsung berburuk sangka kepada politikus yang menjadi hakim MK.
“Itu juga bisa menjadi pertimbangan, tapi jangan suuzon kalau yang dari politisi itu brengsek. Buktinya Pak Mahfud MD baik-baik saja,” tegasnya.
Selain proses seleksi, pengawasan terhadap kinerja hakim MK juga perlu dibicarakan. Arsul juga berharap saat disusun uji materi mengenai revisi UU MK sebaiknya dengan hakim ad hoc.
“Saya kira harus kita atur, kalau ada uji materi tentang MK atau UU MK yang memutuskan, jangan hakim tetap. Mungkin perlu dibentuk hakim ad hoc khusus yang menyangkut MK. Sebab ada prinsip itu, hakim tidak boleh mengadili perkara sendiri,” ujar Arsul.
Pengawasan terhadap MK menjadi sorotan setelah KPK menetapkan Patrialis Akbar sebagai tersangka kasus dugaan suap. KPK menduga Patrialis Akbar menerima hadiah atau janji senilai USD 200 ribu dan SGD 200 ribu. KPK turut menyita dokumen pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan nomor perkara uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
Mereka yang dijadikan tersangka dalam kasus ini adalah Patrialis Akbar dan Kamaludin, selaku penerima suap. Kamaludin merupakan perantara dalam kasus ini. Sedangkan dua orang lain yang menjadi tersangka adalah Basuki Hariman dan Ng Feny selaku penyuap.
Sebelumnya, Ketua MK Arief Hidayat menyebut pihaknya siap disadap KPK. “Dan sudah saya katakan HP kami itu sudah pasti disadap oleh KPK dan kami juga mempersilakan KPK untuk menyadap,” ujar Arief di Gedung MK Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (26/1) lalu.(DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Siapa sangka, foto di atas adalah pucuk pimpinan Mahkamah Agung (MA) yang juga hakim agung. Mereka menyamar dalam rangka sidak ke berbagai pengadilan di Jabodetabek.
“Benar Mas, itu foto persiapan sebelum sidak ke pengadilan 4 lingkungan pengadilan di wilayah Jakarta pada hari Kamis, 26 Januari 2017,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Dr Ridwan Mansyur saat dikonfirmasi khatulistiwaonline, Senin (30/1/2017).
Dalam foto yang beredar terbatas tersebut, tampak para hakim agung menyamar dan nyaris tidak bisa dikenali sebagai pejabat tinggi negara. Penyamaran ini dilakukan agar tidak dikenali oleh bawahannya saat melakukan sidak.
“Pimpinan melakukan penyamaran sebagai pencari keadilan kepada petugas pengadilan dalam memberikan pelayanan publik di pengadilan,” ujar Ridwan.
Tampak dalam foto yang berdiri paling ujung kiri memakai topi cokelat adalah Ketua Muda MA bidang Agama/Ketua Kamar Agama Prof Dr Abdul Manan. Adapun yang memakai kopiah putih, bersorban, bersarung dan sandal jepit yaitu Ketua Muda MA bidang Pidana/Ketua Kamar Pidana Artidjo Alkostar.
“Memastikan tidak ada oknum pungli dan penyimpangan,” ujar Ridwan menyatakan maksud tujuan dilakukan sidak itu.
Adapun yang memakai kemeja putih lengan panjang adalah Ketua MA Prof Dr Hatta Ali. Untuk semakin mengelabui bawahannya, Hatta Ali memakai brewok palsu serta bertopi. Sehari-hari, Hatta Ali tidak berjenggot dan hanya memiliki kumis tipis.
Di sebelah Hatta Ali, tampak Suwardi, Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial itu memilih memakai topi dan kumis palsu. Ada pula Wakil Ketua MA bidang Yudisial yang memakai wig/rambut palsu dan memakai kaca mata hitam. Dan terakhir di ujung paling kiri yang memakai topi putih yaitu Ketua Muda MA bidang Militer/Ketua Kamar Militer Mayjen Timur Manurung.
Ternyata penyamaran tersebut cukup berhasil. Banyak aparat pengadilan yang tidak mengenali para ‘bos’ mereka. Alhasil, ada aparat pengadilan yang akhirnya main mata dengan ‘bos’ sendiri sehingga bawahan tersebut akhirnya diberi sanksi tegas saat itu juga.
“Saat itu ditemukan (pelanggaran) dan langsung ditindak lanjuti oleh Bawas untuk diberi sanksi. Kegiatan ini akan dilakukan terus menerus oleh Satgas Bawas bersama pimpinan,” pungkas Ridwan. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Presiden Joko Widodo menyesalkan kasus suap yang melibatkan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Namun Jokowi mengapresiasi penegakan hukum yang dilakukan KPK dengan menangkap tangan Patrialis.
“Ini bukan kali pertama, menjadi keprihatinan kita semua, termasuk Presiden Joko Widodo. Presiden prihatin sekali karena Mahkamah Konstitusi ini kan benteng terakhir konstitusi, yang berkaitan dengan hukum. Ini yang kedua kalinya,” kata juru bicara presiden, Johan Budi saat ditemui di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017).
Keprihatinan Presiden tersebut, lanjut Johan bertambah karena kasus ini terjadi di tengah upaya semua pihak untuk memberantas korupsi.
“Di tengah upaya semua pihak untuk memberantas korupsi, ternyata masih ada hakim yang tertangkap oleh KPK. Presiden prihatin, sangat prihatin,” kata mantan Jubir KPK ini.
Meski demikian, kata Johan, Presiden Jokowi mengapresiasi KPK yang konsisten dalam melakukan upaya penegakan hukum untuk memberantas korupsi.
“Presiden memberikan apresiasi kepada KPK yang secara konsisten dan terus menerus melakukan upaya-upaya penegakan hukum terkait pemberantasan korupsi,” sambungnya.
KPK menetapkan Patrialis Akbar sebagai tersangka karena menerima suap terkait permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Selain Patrialis, KPK juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya yakni Kamaludin (perantara) dan pihak penyuap yakni Basuki Hariman, dan Ng Feni.
KPK mengamankan uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu dari tangan Patrialis. Selain itu, KPK menyita dokumen pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan nomor perkara uji materi UU Nomor 41 Tahun. (DON)