JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Anggota Fraksi Gerindra di DPR M Syafii mengatakan fraksinya sudah menetapkan nama yang akan diutus masuk ke pansus angket KPK. Ada 4 nama yang sudah ditetapkan. Siapa saja?
“Saya sendiri, Desmond J Mahesa, Wenny Warouw, dan Supratman Andi Agtas ketua Baleg,” ujar Syafii di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/6/2017).
Syafii mengaku sudah diminta kesediaannya dari pimpinan F-Gerindra. Syafii menyerahkan kepada fraksinya terkait apakah nama wakil sudah dikirim atau belum ke sekretariat pansus.
“Yang pasti saya sudah diminta kesediaan. Apakah sudah dikirim atau belum, saya tak ingin mencampuri urusan fraksi,” kata Syafii.
F-Gerindra sempat walk out (WO) saat rapat paripurna pembentukan pansus angket KPK yang dipimpin Fahri Hamzah. Namun, sekarang Gerindra akan mengutus wakilnya ke pansus. Mengapa?
“Kita diberitahu karena kita ingin konsisten hormati hukum. Beda pendapat biasa, kalau sudah keputusan dah sah kita wajib hormati,” jelas Syafii.
Sejauh ini, sudah ada 5 fraksi yang mengirimkan wakil ke pansus angket KPK. Kelimanya adalah F-PDIP, F-Partai Golkar, F-Hanura, F-PPP, dan F-NasDem.(DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang gugatan UU Ketenagaankerjaan tentang larangan kawin dengan teman sekantor. Namun Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan perwakilan DPR tidak hadir di persidangan.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua MK, Arief Hidayat kali ini mengagendakan keterangan DPR dan SPSI. Namun belum masuk pada pokok penjelasan majelis hakim langsung menutup jalannya persidangan.
“Ya untuk para pemohon hadir semua, dan ini dari pemerintah hanya Kemenkumham yang lain tidak hadir ya,” ujar Arief dalam persidangan di Gedung MK, Jakan Medan Merdeka, Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2017).
Para pihak yang tidak hadir sendiri yakni Kementerian Tenaga Kerja, DPR dan pihak terkait yaitu SPSI. Majelis hakim sendiri hanya menerima surat permohonan tidak hadir DPR. Padahal, perwakilan DPR penting dimintai keterangan soal asal-usul larangan tersebut.
“DPR melalui keterangannya menyatakan tidak bisa hadir. SPSI tidak hadir dan tidak memberikan keterangan,” sambung Arief.
Dalam kesempatan itu, Arief juga memberikan kesempatan kepada para pemohon Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pegawai, Joni Boetja untuk ajukan ahli untuk memperkuaf argumentasi permohonan. Namun Joni sendiri memilih untuk tidak mengajukan ahli.
“Tidak Yang Mulia,” jawab Joni.
“Baik kalau begitu kita tinggal menunggu kesimpulan dari masing-masing pihak. Kesimpulan paling lambat selesai 13 juni 2017 pukul 10.00 WIB, untuk diserahkan langsung ke panitera MK, untuk menentukan hasil pemeriksaan dari perkara,” tutup Arief. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno menyayangkan adanya tindakan persekusi yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Ia mengatakan persekusi merupakan tindakan di luar hukum.
“Siapa yang mempersekusi? Nggak boleh. Orang yang mempersekusi, itu di luar hukum, apa status ormas itu? Kalau begitu bubar negara ini,” ujar Try di Kemenko Polhukam RI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2017).
Try menyatakan bahwa persekusi harus ditindak. Terlebih bila organisasi tersebut sudah terbukti melakukan tindakan persekusi.
“Ya harus ditindak itu. Kalau sudah ada bukti satu ormas mempersekusi, ya ditutup itu, dikumpulkan,” katanya.
Ia pun mencontohkan ISIS yang kini tengah diberantas. Selanjutnya, ia juga mencontohkan organisasi HTI yang dibubarkan oleh negara karena tidak sesuai dengan Pancasila.
“ISIS saja dikumpulkan, terus diberantas. Apa itu satu yang harus dilarang? HTI dilarang. Kemarin pidatonya Pak Jokowi kan tegas. Yang bertentangan, yang merusak negara, yang merusak Pancasila, yang merusak Undang-undang Dasar, yang merusak kebhinekaan, kan macam-macam,” katanya.
“Tuhan memberikan kita macam-macam. Sukunya macam-macam, budayanya macam, adatnya macam-macam, agamanya macam-macam. Kita berlindung pada satu negara yang utuh itu, hebat Pancasila,” sambungnya.
Try juga menilai tindakan persekusi melanggar Pancasila. Ia pun menginginkan tindakan seperti itu harus digempur.
“Tindakan persekusi itu tindakan apancasilais, melanggar nilai Pancasila. Harus digempur. Jangan ragu-ragu. Kobarkan yang baik lah,” ucapnya.
Menurutnya, organisasi tersebut tidak boleh melakukan tindakan seenaknya. Sebab ada nilai-nilai yang harus ditegakkan.
“Tidak boleh bertindak seenaknya begitu ya. Ada nilai-nilai yang harus kita tegakkan. Tertinggi nilai ketuhanan yang maha esa. Orang ber-Tuhan tidak boleh seperti itu, harus sopan santun,” tutupnya. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menjelaskan kronologi serangan ransomware WannCry. Serangan WannaCry terdeteksi sejak 12 Mei lalu. WannaCry masuk ke Indonesia pada 13 Mei dengan menyerang salah satu rumah sakit di Jakarta.
“Tanggal 13 itu juga kami memperoleh informasi virus kena ke RS Dharmais. Sabtu global main (WannaCry), Dharmais juga kena. Saya dengan Menkes waktu itu, malam minggunya kami siapkan dengan pegiat, stake holders, masyarakat, kita kan tahu ada hacker putih dan jahat, yang putih mencari solusi,” kata Rudi saat rapat kerja dengan Komisi I di kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Rudi menyebut di belahan bumi lain, di Inggris Raya misalnya, beberapa institusi kesehatan juga terkena serangan ini. Pihaknya kemudian mengambil langkah guna mengantisipasi penyebaran ransomware di kalangam masyarakat Indonesia.
“Tanggal 14 (Mei), Minggu, kami melakukan konferensi pers dan sengaja mengundang media, terutama media mainstream. Kalau masuk medsos bisa dibilang hoax. Media televisi jauh lebih dipercaya dari medsos,” jelas Rudi.
“Minggu malam, kami minta semua operator seluler mengirim SMS, apa yang harus dilakukan terkait ransomware. Rupanya yang paling dipercaya itu operator seluler dan orang percaya bukan hoax. Terima kasih kami ke operator seluler,” imbuhnya.
Rudi kemudian menjelaskan soal pesan yang dikirimkan setiap operator seluler ke masyarakat terkait cara pencegahan ransomware. Ada dua pesan.
“Pesannya dua, sederhana. Begitu sampai ke kantor, satu, putuskan hubungan dengan dunia maya. Dua, lakukan back up. Putuskan hubungannya gimana? Cabut kabel secara fisik, WiFi matikan, LAN matikan lalu back up secepatnya,” ucap Rudi.
Saat menjelaskan soal pesan operator seluler, ada anggota Komisi I Evita Nursanty yang menginterupsi. Pimpinan rapat, Meutya Hafid kemudian memberi izin.
“Soal SMS, saya tanya ke teman-teman belakang saya, kok nggak nerima. Coba jelaskan,” tanya Evita.
“Ya terima kasih, nanti kita catat,” jawab Rudi. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Penyidik POM TNI menetapkan 3 tersangka dari unsur militer dalam kasus dugaan penyimpangan pengadaan helikopter Agusta Westland (AW) 101. Instruksi Presiden Joko Widodo diketahui ada di balik pengungkapan kasus itu.
Presiden Jokowi memang menolak wacana pembelian heli pabrikan Inggris – Italia. Jokowi kemudian mengingatkan agar produksi dalam negeri.
“Sejak awal kalau dalam negeri bisa, ya dalam negeri. Kalau tidak, dari luar pun juga harus ada hitungannya, ada kalkulasinya,” kata Jokowi usai meresmikan pos lintas batas negara Motaain di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (28/12/2016) lalu.
Sejak wacana pembelian helikopter ini muncul sebelumnya, Jokowi juga sudah menolaknya. Jokowi memilih helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia jika itu untuk keperluan VVIP.
“Saya nanti akan tanyakan ke Kemenhan karena ini urusannya dari Kementerian Pertahanan. Yang jelas satu saja, kalau ada penyelewengan tahu sendiri,” imbuh Jokowi.
Senada dengan Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengingatkan bahwa pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan pembelian. JK mengungkap hasil rapat terbatas (ratas) memutuskan tidak membeli heli tersebut.
“Saya belum tahu proses pembeliannya. Tapi seperti disampaikan tadi, keputusan di ratas jangan beli,” ujar JK di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (28/12/2016).
Kini, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Tiga tersangka itu yakni Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; serta Pelda S, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait dengan pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, penyidikan ini dimulai dari investigasi yang dilakukan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dengan surat perintah pada 29 Desember 2016. Di samping itu, Presiden Joko Widodo juga memberikan perhatian terkait dengan pengadaan helikopter untuk TNI AU itu.
“Ini menjadi trending topic juga dan saya dipanggil oleh Presiden. Presiden menanyakan mengapa ini terjadi seperti ini, bagaimana ceritanya,” kata Gatot menceritakan awal investigasi pengadaan Heli AW 101 dalam jumpa pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2017).
Dalam rapat terbatas pada 3 Desember 2015, Gatot menerangkan, Presiden Jokowi berbicara soal kondisi perekonomian Indonesia dan meminta agar pembelian helikopter AW 101 ditunda. Meski Presiden Jokowi meminta menunda pembelian heli AW 101, perjanjian kontrak pengadaan sudah diteken pada 29 Juli 2016 antara TNI Mabes AU dan PT Diratama Jaya Mandiri.
Namun kemudian, Panglima TNI mengirim surat kepada Kepala Staf TNI Angkatan Udara pada 14 September 2016. Surat tersebut berisi pembatalan pembelian heli angkut AW 101. “Ini saya jelaskan kepada Presiden, tapi poin tidak secara keseluruhan,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu, sambung Gatot, Presiden Jokowi menanyakan kerugian keuangan negara akibat pengadaan helikopter. Saat itu, Gatot memperkirakan kerugian negara Rp 150 miliar.
“Setelah itu, Presiden bertanya kepada saya, ‘Kira-kira kerugian negara berapa Bapak Panglima?’ Saya sampaikan kepada Bapak Presiden, ‘Kira-kira kerugian minimal Rp 150 miliar’,” tutur Gatot.
“Presiden menjawab, ‘Menurut saya, lebih dari Rp 200 miliar’. Bayangkan kalau seorang Panglima TNI menyampaikan seperti itu presidennya lebih tahu, kan malu saya. Presiden memerintahkan, ‘Kejar terus Panglima, kita sekarang sedang berusaha mengumpulkan tax amnesty’,” terang Gatot soal perbincangannya dengan Jokowi.
Setelah itu, Gatot menyatakan akan membentuk tim investigasi dengan mengeluarkan surat perintah Panglima TNI pada 29 Desember 2016. Penyidikan ini, menurut Gatot, dimulai dari investigasi yang dilakukan KSAU, kemudian mengirim hasil investigasi pada 24 Februari 2017.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penanganan tersangka dari militer itu nantinya akan ditangani oleh TNI. “Sebetulnya tersangka dari TNI sudah dinaikkan,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/5).
Menurut Agus, penanganan kasus itu merupakan kerja sama antara KPK dengan TNI yang telah dilakukan dalam 3 bulan terakhir. Agus menyebut pengadaan helikopter AW 101 itu nilainya mencapai Rp 738 miliar. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Presiden Joko Widodo mendesak DPR untuk segera merampungkan pembahasan RUU Antiterorisme agar kejadian seperti teror Bom Kampung Melayu dapat dicegah. Pembahasan UU Terorisme ini mandek karena ada beberapa isu yang menjadi kontroversi.
Sejak mulai dibahas di DPR 2016 lalu, ada sejumlah pasal di RUU Terorisme ini yang menjadi kontroversi. Kontroversi tak hanya di internal DPR tapi juga di kalangan masyarakat dan stake holders terkait.
Pembahasan juga sempat mandek karena pembahasan definisi terorisme sendiri. Anggota panitia kerja (Panja) RUU Antiterorisme, Arsul Sani berkata, untuk definisi ‘terorisme’, Panja DPR telah meminta pemerintah untuk merumuskan. Selain itu, dia berkata bahwa ‘Pasal Guantanamo’ dan soal pelibatan TNI belum dibahas sampai akhir masa sidang lalu.
“Soal definisi, kami yang di Panja memang sepakat meminta tim pemerintah untuk merumuskannya. Sedang soal pasal ‘Guantanamo’ serta peran serta TNI, belum dibahas sampai dengan akhir masa sidang lalu karena masih fokus dengan soal perpanjangan waktu penangkapan dan penahanan,” jelas Arsul Jumat (26/5/2017) malam.
Berikut isu-isu kontroversi RUU Antiterorisme yang menjadi kontroversi:
Definisi Terorisme
Salah satu yang membuat pembahasan RUU Antiterorisme ini tak kunjung selesai ialah soal definisi teroris. Perdebatan terkait makna utuh teroris masih menjadi persoalan sendiri.
Anggota Panja RUU Antiterorisme, Arsul Sani menyebut, DPR telah meminta pemerintah untuk merumuskan definisi tersebut. Perihal definisi terorisme sendiri ada di pasal 1 UU Terorisme.
“Soal definisi, kami yang di Panja memang sepakat meminta tim pemerintah untuk merumuskannya,” kata Arsul saat dihubungi, Jumat (26/5/2017) malam.
Pelibatan TNI
Pelibatan TNI dalam menanggulangi teroris juga menjadi penyebab lamanya perampungan RUU Antiterorisme. Poin pelibatan TNI ini tercantum pada draf RUU Antiterorisme yang diusulkan pemerintah pada pasal 43 B yang berbunyi:
Ayat 1
Kebijakan dan strategi nasional penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian
yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme
Ayat 2
Peran Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal ini kemudian mendapat penolakan dari kalangan masyarakat. LSM Koalisi Masyarakat Sipil tidak setuju apabila RUU yang tengah dibahas mengatur pelibatan TNI secara aktif pada pemberantasan terorisme.
Koalisi yang terdiri dari Imparsial, ICW, Elsam, Kontras, LBH Pers, YLBHI, LBH Jakarta, Setara Institut, Lingkar Madani Indonesia, dan lainnya ini menyebut pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dapat diatur dalam undang-undang lain.
“Sebaiknya militer diatur dalam UU perbantuan. Untuk itu, kami berharap DPR membentuk UU perbantuan,” ujar perwakilan koalisi, Al Araf saat menyampaikan aspirasi di Ruang F-Golkar, gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2017) lalu.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berkata jika TNI dilibatkan dalam pemberantasan terorisme secara utuh, itu akan lebih baik. Pemberantasan terorisme akan lebih optimal.
“Saya optimis teroris bisa diatasi apabila undang-undangnya (seperti itu),” ungkap Gatot di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (21/10/2016) lampau.
‘Pasal Guantanamo’
Pasal 43 A dalam RUU Antiterorisme, yang mengatur soal masa penahanan seseorang yang diduga terkait jaringan teroris selama 6 bulan, juga menjadi perdebatan. Pasal ini disebut juga ‘Pasal Guantanamo’.
Disebut ‘Pasal Guantanamo’ karena merujuk pada nama penjara milik Amerika Serikat di wilayah Kuba, di mana ratusan orang ditangkap dan disembunyikan karena diduga terkait jaringan teroris. Pasal ini mengatur kewenangan penyidik maupun penuntut untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris selama 6 bulan.
Pasal itu berbunyi:
Dalam rangka penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, penyidik atau penuntut umum dapat melakukan pencegahan terhadap setiap orang tertentu yang
diduga akan melakukan Tindak Pidana Terorisme untuk dibawa atau ditempatkan pada tempat tertentu yang menjadi wilayah hukum penyidik atau penuntut umum dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan.
Salah satu pihak yang mempermasalahkan pasal tersebut ialah Hakim Agung Salman Luthan. Menurutnya, pasal 43 A itu sebaiknya dihapus karena tak relevan dengan kaidah hukum yang ada.
“Pasal 43 A ini harusnya dibuang saja karena tidak sesuai dengan kaidah hukum yang adil yakni terkait penahanan dan penangkapan. Ini tidak relevan,” kata Salman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/10/2016) malam.
Kembali ke arahan Presiden Jokowi yang meminta RUU Antiterorisme ini segera dirampungkan, DPR berjanji segera merealisasikannya. Janji mereka adalah RUU ini akan segera selesai tahun ini. Arsul menyebut DPR akan menggelar rapat maraton guna mewujudkan keinginan Jokowi.
“Pansus RUU Terorisme memang telah menyepakati untuk mengintensifkan pembahasan DIM-DIM yang belum dibahas di masa-masa sidang sebelumnya. Insya Allah mulai minggu depan kita rapat-rapat lagi. Ya strateginya mengintensifkan rapat pembahasan,” janji Arsul. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Presiden Joko Widodo meluapkan kekecewaan atas aksi bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur yang merenggut nyawa 3 polisi dan melukai 11 orang warga. Jokowi memberikan sejumlah jalan keluar mencegah serangan terorisme.
Bom dua kali meledak di Kampung Melayu pada Rabu 23 Mei 2017. Terduga pelaku terorisme beraksi saat Pawai Obor melintas di Kampung Melayu. Tiga polisi yang tengah mengawal Pawai Obor gugur. Sedangkan 11 orang mengalami luka-luka. Dua pelaku ditemukan tewas berinisial Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam. Polisi menduga pelaku terlibat jaringan ISIS.
Jokowi langsung merespos aksi bom di Kampung Melayu dengan tegas. Jokowi menyampaikan duka cita untuk para korban bom. “Saya sudah perintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas jaringan-jaringan pelaku yang melakukan. Saya perintahkan untuk mengejar sampai ke akar-akarnya, karena kita tahu korban yang ada, ini sudah keterlaluan,” kata Jokowi di kediamannya, di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Surakarta, Jawa Tengah, memberikan keterangan pada Kamis 25 Mei 2017.
Malam harinya, Jokowi menjenguk korban luka-luka yang dirawat di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur. Jokowi juga mendatangi lokasi bom di sekitar Halte TransJakarta Kampung Melayu.
Jokowi ingin agar pemerintah dan DPR segera menyelesaikan UU Antiterorisme. Dengan begitu, menurut Jokowi, aparat keamanan dimudahkan dengan regulasi yang kuat untuk melawan terorisme. Selain itu, Jokowi menyerukan kepada segenap masyarakat Indonesia bersatu melawan terorisme. “Saya tegaskan sekali lagi tidak ada tempat di Tanah Air kita bagi terorisme,” seru Jokowi.(MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) akan menggencarkan operasi pengecekan takjil saat Ramadan. Kegiatan dilakukan guna mengawasi ada tidaknya penggunaan bahan kimia berbahaya dalam makanan untuk berbuka puasa.
“Nanti saat Ramadan sudah mulai kita akan melakukan pemeriksaan takjil yang mengandung bahan berbahaya tentunya kita bekerja sama dengan pemerintah daerah,” ujar Kepala BPOM Penny K Lukito kepada wartawan di gedung BPOM, Jl Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2017).
Selain operasi takjil, BPOM juga akan mengecek produk makanan di toko, mini market dan pusat perbelanjaan. Produk makanan yang dijual akan dicek tanggal kedaluwarsa, kondisi produk serta izin edarnya.
“Targetnya pangan olahan kedaluwarsa, pangan yang rusak (penyok, kaleng berkarat). Pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara mandiri maupun terpadu di seluruh Indonesia pada 2 minggu sebelum Ramadan sampai dengan 1 minggu setelah lebaran,” imbuh Penny.
BPOM mengimbau masyarakat teliti saat membeli produk makanan. Konsumen harus mencermati kualitas produk termasuk tidak mudah tergiur dengan harga murah.
“Kalau barang mahal tapi dijual murah kita mesti curiga. Kita mesti hati-hati, teliti dan harus menjadi konsumen cerdas. Jangan cuma membeli dengan harga murah tapi efeknya yang panjang nanti kita rasakan,” kata Penny. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Hakim konstitusi Saldi Isra memberi nasihat kepada pemohon agar mempertajam data bahaya pernikahan dini. Hal ini disampaikan saat sidang UU Perkawinan yang meminta syarat minimal calon pengantin berusia 19 tahun. Saat ini, syarat minimal menikah yaitu 19 tahun bagi lelaki dan 16 tahun bagi perempuan.
“Mungkin kalau bisa ada data-data, baik secara psikologi maupun kesehatan bahwa angka 16 (usia 16 tahun) itu sebetulnya memang berisiko dari kesiapan mental untuk menghadapi perkawinan, kemudian dari segi kesehatan juga. Di sini tadi saya temukan, cuma pendapat salah seorang anggota Komnas Perlindungan Anak,” kata Saldi dalam sidang pendahuluan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (24/5/2017).
Selain itu, Saldi juga meminta perbandingan data dengan peraturan di luar negeri. Apakah di luar negeri dibatasi batas minimal menikah, atau diserahkan ke masyarakat untuk mengatur sendiri.
“Mungkin di tempat lain apakah 19, 17, 16, dan segala macam kalau ada angka-angka itu bisa juga membantu kami untuk melihat secara komprehensif permohonan ini,” ujar Saldi.
Permohonan ini merupakan permohonan kedua dengan kasus yang sama. Dalam kasus sebelumnya, MK menolak gugatan tersebut dengan alasan batas usia minimal perkawinan adalah masalah kebijakan negara, bukan masalah konstitusionalitas. Selain itu, permohonan pemohon diminta disederhanakan, tidak berputar-putar sehingga tidak fokus.
“Nah, banyak hal yang Saudara uraikan di poin-poin yang ada di dalam permohonan Saudara yang mungkin bisa lebih diringkas lagi sehingga lebih fokus. Apa yang Saudara inginkan, gitu, ya? Yang Saudara inginkan
kan, sederhana sekali bahwa usia kawin laki-laki itu 19, perempuan juga mestinya 19, gitu,” ujar hakim konstitusi Aswanto. (MAD)