JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Rapat paripurna akan digelar pada Kamis (19/9) pukul 09.30 WIB. Paripurna itu juga diagendakan mengambil keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun 2025.
“Pembicaraan tingkat II/pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden,” bunyi salah satu poin agenda.
DPR juga akan mengambil keputusan tingkat II terkait RUU tentang Kementerian Negara. Keputusan tingkat II juga termasuk untuk RUU Keimigrasian yang sebelumnya telah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Berikut daftar agenda paripurna ke-7 DPR pada Kamis (19/9):
1. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2025
2. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang- Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden
3. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
4. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
5. Persetujuan Permohonan Pertimbangan Pemberian Kewarganegaraan Republik Indonesia, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan
6. Penetapan Mitra Kerja Badan Gizi Nasional, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan
7. Penetapan Rancangan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Pemberian Penghargaan kepada Anggota DPR RI pada Akhir Masa Keanggotaan, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan. (MON)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Kesepakatan itu diperoleh dalam Rapat Kerja (Raker) Banggar DPR RI dengan pemerintah dalam Pembicaraan Tingkat I RUU APBN 2025, Selasa (17/9/2024). Rapat itu dipimpin langsung oleh Ketua Banggar DPR Said Abdullah.
“Apakah hasil rapat kerja pada hari ini kita sepakati dan akan kita lanjutkan ketika Rapat Paripurna tanggal 19 September yang akan datang? Setuju?,” kata Said sambil mengetok palu di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat.
Salah satu hal yang disepakati terkait pendapatan negara. Said mengatakan, pendapatan negara tahun depan ditetapkan Rp 3.005,12 triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 2.490,91 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 513,64 triliun.
Selanjutnya, belanja negara ditetapkan Rp 3.621,31 triliun. Untuk belanja pemerintah pusat Rp 2.701,44 triliun, terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) Rp 1.094,55 triliun dan belanja non-K/L Rp 1.606,78 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) Rp 919,87 triliun.
“Keseimbangan primer (Rp 633,31 triliun), defisit Rp 616,18 triliun alias 2,53% terhadap PDB,” ujar dia. (MON)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Isu pencucian uang lantas disinggung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut menilai banyak orang terlanjur berburuk sangka soal Family Office, padahal ia menegaskan pemerintah paham betul soal rencana tersebut.
“Kita langsung di luar bilang, wah nanti ada uang drug, nanti ada money laundry, terus buruk sangka. Emang kita bego apa? Kita juga tahu kok. Parameternya kita lihat, kita nggak mau juga kita jadi bermasalah,” katanya Temu Bisnis P3DN VIII di ICE BSD, Tangerang.
Menurut Luhut, ada 28 ribu orang kaya di dunia yang sedang mencari tempat untuk menyimpan kekayaan mereka. Indonesia, khususnya Bali, menjadi salah satu tempat yang potensial.
Oleh karena itu Luhut berharap pemerintah Indonesia bisa memberi kebijakan yang kompetitif demi mengejar potensi tersebut. Saingannya tak main main, mencakup Singapura, Hong Kong, hingga Uni Emirat Arab. (MON)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Sri Mulyani sendiri menjabat sebagai Menteri Keuangan selama 8 tahun lamanya, di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sekitar satu bulan lagi, atau tepatnya tanggal 20 Oktober masa tugasnya di Kabinet Indonesia Maju akan berakhir.
“Maaf bapak, tidak ingin membuat drama. Tapi saya ingin juga menyampaikan permohonan maaf secara pribadi, secara tulus. Saya yakin sebagai manusia, untuk agak keren sedikit menggunakan bahasa latin, errare humane est atau to err is human,” kata Sri Mulyani dengan suara sengau sembari menahan tangis, di Senayan, Jakarta.
“Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Saya mohon bapak dan ibu sekalian, pimpinan anggota Banggar, teman-teman saya di pemerintah, Bank Indonesia, untuk menyediakan samudera pengampunan dan maaf,” sambungnya.
Sri Mulyani mengatakan, anggaran adalah wujud janji pemerintah kepada bangsa dan seluruh rakyat. Karena itulah, ia berharap ke depan manfaatnya bisa terasa ke seluruh lapisan masyarakat. (DON)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor ikan Indonesia mencapai US$ 130,039 juta atau Rp 1,99 triliun (kurs Rp 15.334) pada periode Januari-Agustus. Nilai itu setara dengan 56,80 juta kilogram (kg).
“Nilai impor ikan Januari-Agustus 2024 sebesar US$ 130 juta. Volume impor ikannya dari Januari-Agustus 2024 sebesar 56,80 juta kg,” kata Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Selasa (17/9/2024).
Nilai itu naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$ 216,88 juta. Peningkatan nilai juga terjadi secara bulanan, di mana Agustus 2024 nilainya US$ 19,23 juta atau lebih besar dari Juli 2024 yang senilai US$ 15,63 juta.
Negara asal impor ikan Indonesia yakni dari Norwegia, China, Rusia, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Jenis ikan yang diimpor bervariasi mulai dari ikan makarel pasifik, ikan beku, trout, tuna skipjack, hingga salem Atlantik. (DON)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Ketua Umum Kadin Indonesia resmi, Arsjad Rasjid mengaku dilarang masuk Menara Kadin di Kuningan, Jakarta. Arsjad Rasjid mengatakan sangat sedih dan menyayangkan hal tersebut. Semula ia akan mengadakan konferensi pers di Menara Kadin, namun dilarang sehingga harus pindah lokasi.
“Sekarang ini memang kami sayangkan sekali bahwa apa yang terjadi, yang di mana kami tidak boleh masuk. Tadi pun di lantai 3 (Menara Kadin) rencana kita, ternyata tidak boleh, saya dilaporkan demikian, jadi kami sangat sedih dan menyayangkan hal itu,” kata Arsjad Rasjid dalam konferensi pers di Hotel JS Luwansa Jakarta, Minggu (15/9/2024).
Meski begitu, Arsjad Rasjid menegaskan akan tetap bekerja dengan mencari lokasi baru sebagai kantor Kadin Indonesia. Dia menegaskan pentingnya kemampuan beradaptasi dalam menghadapi situasi tak terduga alias agile.
“Itu merupakan bagian dari pada bahwa kita sangat agile. Saya sering katakan agility adalah kunci, kita pengusaha mesti agile. Jadi lihat hari Selasa (17/9) kan sudah mulai kerja, insya Allah sudah ada tempat lagi,” ucap Arsjad Rasjid.
Arsjad Rasjid memastikan program Kadin Indonesia akan tetap jalan. Salah satunya penyusunan white paper yang berisi usulan pengusaha untuk program pembangunan ekonomi dalam lima tahun ke depan.
“Kita agile, yang penting adalah bagaimana memastikan program kita jalan, kita kerja terus,” tegasnya. (DON)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
“Dalam 2 sampai 3 tahun, paling lambat 3 tahun swasembada. Sekarang (2024), berarti 2025, 2026, (berarti) 2027, paling lambat,” ungkap dia dalam wawancara, Senin (16/9/2024).
Ada dua strategi yang akan dilakukan. Pertama strategi intensifikasi lahan dengan memberikan benih unggul untuk petani, memperbaiki irigasi, pompanisasi untuk pengaira hingga optimalisasi lahan.
Kedua, dengan proyek cetak sawah baru 3 juta hektare (ha). Amran mengatakan cetak sawah baru lahan 3 juta ha ini dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia.
“Kenapa harus cetak sawah? Penduduk kita, tiap tahun bertambah 3,5 juta, 3 juta, 3,5 juta. Nah ini harus dipersiapkan pangannya. Jangan nanti 5 tahun, 10 tahun kesulitan lagi, ini menjadi persoalan tahunan. Nah untuk menyelesaikan persoalan ini, kita tanam, cetak sawah 3 juta ha. Mungkin 3 sampai 4 tahun selesai 3 juta ha, sudah luar biasa,” ungkapnya. (MON)
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM –
Sebagai informasi, awalnya KPU mencatat ada 43 wilayah yang hanya terdapat calon tunggal, pada masa pendaftaran 27-29 Agustus 2024. Sebanyak 43 wilayah itu terdiri dari 1 provinsi, 37 kabupaten dan 5 kota.
Kemudian, KPU memperpanjang masa pendaftaran pada 2-4 September. Dari masa perpanjangan pendaftaran itu, dua wilayah telah terdapat penambahan pasangan calon, sehingga total ada 41 wilayah dengan calon tunggal.
KPU lalu membuka penerimaan kembali dokumen pencalonan pada 11-16 September 2024 bagi wilayah dengan pasangan calon tunggal dan wilayah yang sempat mengajukan bakal pasangan calon tetapi ditolak, serta yang bersengketa di Bawaslu. Hasilnya, saat ini terdapat 35 wilayah dengan calon tunggal.
Adapun sebanyak 7 daerah melakukan penerimaan kembali dokumen pencalonan. Diantaranya Tapanuli Tengah, Empat Lawang, Lampung Timur, Manokwari, Kaimana, Dharmasraya, dan Labura.
Keenam daerah tersebut status dokumen pencalonannya diterima. Sedangkan untuk Dharmasraya status pencalonan dikembalikan. Sehingga, sebanyak 6 daerah terdapat penambahan satu pasangan calon.
Idham menyampaikan saat ini 6 KPU kabupaten tersebut sedang melakukan penelitian administrasi atas dokumen pencalonan yang diterima kembali. Selain itu, juga tengah dilakukan pemeriksaan kesehatan atas pasangan calon yang didaftarkan.
“Kami masih menunggu hasil penelitian administrasi atas dokumen pencalonan yang sedang dilakukan oleh ke-6 KPU Kabupaten tersebut,” ujarnya. (DON)
Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE.COM
Tidak penting Prabowo dan Jokowi akur atau tidak. Fokus kami hanya melawan penguasa yang melanggar Konstitusi dan “mengencingi” hasil perjuangan para pendiri bangsa, serta anak-anak bangsa yang berjuang mati-matian sampai terwujudnya Reformasi ’98.
Mau akur atau tidak antara Jokowi dan Prabowo itu soal mereka berdua, bukan soal kami sebagai rakyat yang terus berjuang untuk meloloskan diri dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan serta penindasan.
Penindasan seorang presiden bernama Jokowi, yang memeras kami (rakyat) dengan berbagai dalih kewajiban membayar pajak. Yang menipu kami dengan berbagai statement politiknya yang selalu bertolak belakang dengan kenyataan. Yang meludahi hasil perjuangan kami dengan berusaha menggiring kembali POLRI dan TNI ke ranah politik praktis melalui RUU TNI dan POLRI.
Benar atau tidaknya akun Fufufafa itu miliknya Gibran ataukah tidak, bagi kami juga sangat tidak penting, karena tanpa akun Fufufafa kami juga sudah melihat prilaku politik Gibran yang sangat manipulatif.
Hanya orang yang bodoh atau pura-pura bodohlah yang tidak mau mengakui ini semua, sebab Keputusan MK No.90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran untuk menjadi Cawapres 2024 merupakan bukti yang sangat terang benderang, hingga Sang Paman dicopot dari kedudukannya sebagai Ketua MK.
Persoalan ekonomi, politik, hukum dan sosial di Indonesia bukanlah persoalan yang remeh temeh. Ini persoalan yang sangat besar dan memerlukan perhatian serius dari semua kalangan. Celakanya, Jokowi sebagai presiden malah menjadi trigger dari semua persoalan kebangsaan dan kenegaraan ini.
Lingkungan hidup yang rusak oleh ulah para penambang rakus yang disupport oleh Pemerintahan Jokowi, benturan antar warga bangsa dan pemeluk agama yang tiada henti, eksploitasi alam yang hanya membuat kenyang dan kaya para lintah darat oligarki yang menghisap perekonomian rakyat dan lain sebagainya, merupakan bukti nyata betapa Jokowi tak lain dan tak bukan hanyalah sumber masalah kebangsaan dan kenegaraan kita.
Melalui teleponnya ke saya Jumat siang, Mas Ganjar Pranowo mengingatkan ke saya, bahwa kita tidak boleh lupa akan kejam dan parahnya kepemimpinan ORBA Soeharto, hingga Mas Ganjar seolah ingin menolak hipotesa saya yang menyatakan Jokowi lebih parah dari Soeharto.
Saya sebetulnya ingin mengatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan Mas Ganjar Pranowo pada saya tersebut, namun saya tiba-tiba tersadarkan, bahwa jika Soeharto dahulu memulai kepemimpinannya disaat Indonesia belum lama merdeka, disaat bangsa ini masih tengah belajar bagaimana menata negara ini dengan baik, sehingga ketika Soeharto menguasai negara melalui jalannya, yakni Kudeta Merangkak, Soeharto yang diktator itu memimpin dengan Tangan Besi untuk mewujudkan visinya sebagai Presiden.
Soeharto ketika itu hanya mewarisi visi nasionalisme kerakyatannya Presiden Soekarno dan para tokoh pendiri bangsa lainnya, namun Soeharto tidak pernah mendapatkan modal lainnya apapun lagi, selain modal kemerdekaan bangsa dan negara itu sendiri.
Soeharto tidak pernah mengerti bagaimana konsep negara demokrasi itu diwujudkan, hingga Soeharto tidak pernah tau bagaimana misalnya Pemilihan Presiden itu sebaiknya dilakukan, bagaimana DPR/MPR sebaiknya difungsikan.
Soeharto ketika itu juga belum tau bagaimana otonomi daerah itu sebaiknya dilaksanakan, bagaimana ABRI (TNI dan POLRI) itu sebaiknya diperankan, bagaimana Lembaga Yudisial itu dijalankan dengan benar, dan bagaimana Partai-Partai Politik itu melakukan tugas dan fungsinya dengan baik.
Pendek kata, karena Indonesia saat itu masih minim pengalaman manajemen kenegaraan, Soeharto ketika itupun hanya dapat memimpin dengan modal pengetahuannya yang minim dan menjaga semua kebijakan pemerintahannya hanya dengan modal bedil (senjata), maka hasilnya Rakyat hanya digiring Soeharto seperti bebek dan harus menerima kenyataan hidup apa adanya.
Ini berbeda jauh dengan Presiden Jokowi, yang memulai jabatannya sebagai presiden dengan banyak modal yang dihasilkan dari banyak pencapaian yang dilakukan oleh generasi-generasi pejuang dari tahun 1945 hingga 1998 dan sesudahnya.
Konstitusi sudah diperbaharui, berbagai produk perundang-undangan sebagai hasil reformasi politik, hukum dan ekonomi juga sudah diterbitkan, Presiden Jokowi sebenarnya tinggal melaksanakan semua konsepsi kenegaraan yang sudah ada dan sudah teruji, namun nyatanya Presiden Jokowi malah menutup mata dan telinganya, hingga Presiden Jokowi dengan angkuhnya gemar menabrak Konstitusi dan tidak pernah mau mendengar suara kebatinan rakyatnya.
Jokowi sepertinya tuli dari rintihan rakyat yang terhimpit persoalan mahalnya biaya pendidikan, terhimpit persoalan mahal dan langkanya pupuk oleh kaum petani, persoalan rendahnya daya beli masyarakat yang terjadi pada kaum pedagang dan nelayan serta rendahnya upah para buruh di segala sektor !.
Jokowi seperti masa bodoh dengan banyaknya korban penipuan online, pinjaman online, perjudian online, pembunuhan, pemerkosaan, bunuh diri karena terhimpit masalah ekonomi dan lain sebagainya yang korbannya mayoritas rakyat kecil !.
Kalau sudah seperti ini, apa peduli kami soal rukun tidaknya Jokowi dengan Prabowo?! Apa pedulinya kami dengan gemetar tidaknya Gibran dengan kepemilikan akun Fufufafa atau tidaknya?! Masa bodoh, karena kami rakyat hanya ingin Indonesia maju dan rakyatnya sejahtera, serta terbebas dari penjarahan kekayaan alam yang penjarahnya dilindungi penguasanya !…(SHE).
15 September 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.
.Oleh: Saiful Huda Ems.
JAKARTA, KHATULISTIWAONLINE. COM
Bagi pemerhati politik nasional dari mulai Orde Lama (Soekarno), Orde Baru (Soeharto), Orde Reformasi (BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri dan SBY) hingga Orde Nepotisme (Jokowi), sedikit banyak akan merasakan suka duka hidup sebagai warga negara yang dipimpin oleh para pemimpin nasional tersebut.
Jika dipikir secara mendalam, kelihatannya kepemimpinan yang terparah dan memiliki daya rusak sistem demokrasi yang sangat tinggi, mau diakui atau tidak adalah dimasa kepemimpinan Jokowi.
Mengapa?Pertama, baik di era Orde Lama (Soekarno) maupun di era Orde Baru (Soeharto) dan di era Orde Reformasi (BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri dan SBY), politik “sandera” untuk koruptor yang kemudian dijadikan “wayang” politik yang sepak terjang politiknya harus mengikuti instruksi penguasa itu nyaris tidak pernah ada.Bahkan sekuasa-kuasanya Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto, keduanya nampak lebih gentle menyikapi lawan-lawan politiknya. “Kalian korupsi atau memberontak ke saya, berarti kalian harus siap dengan semua konsekwensinya; masuk penjara atau kita berperang habis-habisan !”.
Begitu kira-kira apa yang ada di benak kedua pemimpin nasional tersebut (Soekarno dan Soeharto). Begitupun di era kepemimpinan nasional BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri maupun SBY, semuanya terlihat lebih gentle menyikapi pejabat-pejabat dan ketum-ketum partai politik yang bermasalah ataupun menyikapi lawan-lawan politiknya.
Meski demikian memang untuk kepemimpinan nasional Soeharto, ada yang harus digaris bawahi, yakni sikap-sikap otoriterianismenya, dan sikap-sikap politik yang lebih mendahulukan pendekatan keamanan (security approach) yang menjurus pada kekerasan.
Maka tak heran di masa kepemimpinan Soeharto terjadi banyak kasus konflik vertikal antara rakyat dan pemerintah yang berujung pada banyaknya korban kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan (Polisi dan Tentara yang dikenal dengan istilah Dwifungsi ABRI) terhadap warga sipil. Kedua, fakta politik berbicara, bahwa sengotot-ngototnya
Rezim Soeharto dalam memaksakan kebijakan-kebijakan pemerintahannya yang harus dipatuhi oleh rakyatnya, Soeharto terlihat sangat jarang memeras rakyat melalui berbagai macam peraturan pungutan pajak yang menjerat rakyat. Pun demikian dengan yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Lama (Soekarno) maupun di Pemerintahan Orde Reformasi.Ini sangat jauh berbeda dengan situasi di era Orde Nepotisme Jokowi sekarang ini, yang sangat tega memeras rakyat di segala sektor. Ketiga, di masa Presiden Soekarno, Soeharto, BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri maupun SBY, tidak ada satupun yang secara terang-terangan menabrak konstitusi untuk memuluskan dan mewujudkan rencana kepentingan pribadinya, semuanya taat aturan main (peraturan perundang-undangan) yang berlaku,
jikapun kemudian terbentur oleh peraturan peraturan itu, maka semua presiden itu menyiapkan peraturan baru yang harus melewati proses persetujuan dan pengesahan dari Lembaga Legislatif (DPR).
Ini jauh berbeda dengan apa yang selama ini dilakukan oleh Rezim Nepotis Jokowi, yang biasanya tabrak aturan dulu, baru kemudian mencari cara untuk mendapatkan legitimasinya.Keempat, tidak ada satupun dari presiden presiden Indonesia terdahulu itu yang menempatkan anaknya di posisi Ketua Umum Partai Politik apalagi menjadi Calon Wapres disaat semua pemimpin negara itu menjadi Presiden atau Kepala Negara dan Pemerintahan.
Hanya Presiden Jokowilah yang sepertinya lupa diri, tamak dan rakus jabatan, hingga anak-anaknya diizinkannya untuk jadi Cawapres, Ketum Parpol dan mendapat keistimewaan untuk dapat memiliki izin pertambangan yang sangat berpengaruh dan bermasalah, serta mendapatkan keuntungan dari berbagai proyek strategis nasional. Untuk dugaan yang terakhir itu, pernah diungkap oleh Firli Bahuri (mantan Ketua KPK), yang kemudian ia dijadikan tersangka untuk kasus yang lain. Rakyat Indonesia seperti mendapatkan kesialan ketika negara ini dipimpin oleh pembohong kelas berat, yakni Presiden Jokowi.
Rakyat banyak yang hidup susah, mencari nafkah hasilnya tak berimbang dengan kebutuhan hidup yang ditanggungnya, namun presiden dan anak-anaknya hidup dalam kemewahan, plesiran ke manca negara menggunakan privat jet yang ongkos sewanya miliaran, dan keluarganya banyak terindikasi kasus-kasus besar korupsi namun KPK masih belum juga berani memanggilnya karena mungkin sudah berhasil “dilumpuhkan” dan dikendalikannya.
Terus terang sebagai orang yang terus menerus mencermati situasi politik nasional dari zaman Soeharto, BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri hingga Jokowi ini, saya melihat banyak hasil pencapaian yang didapatkan oleh bangsa dan negara ini, namun kemudian semuanya seolah ambruk dan hancur justru di akhir masa jabatan Presiden Jokowi.
Kerukunan sesama warga negara menjadi terasa langka lagi, sesama umat beragama terjadi benturan yang tiada habis-habisnya, korupsi gila-gilaan, biaya pendidikan (masuk perguruan tinggi) meroket tak karu-karuan, penipuan dan perjudian semakin tak terkendali, pemerkosaan dan pembunuhan di kalangan masyarakat kecil kian menjadi Gila…(SHE).
14 September 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik 6 Zaman.