JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menegaskan bahwa penyidikan kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat ini sudah memasuki tahap akhir. Tito menyebut dalam waktu tidak lama lagi berkas perkara akan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum.
“Saya ingin menekankan bahwa untuk proses hukum kasus Pak Ahok sudah mendekati tahap akhir, 2 minggu lagi akan diserahkan ke jaksa,” kata Tito saat menggelar konferensi pers di Markas Besar Kepolisian RI, jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (21/11/2016).
Sehingga, kata Tito, bila masih ada yang bermaksud menggelar unjuk rasa sampai menutup jalan, maka dia menyerahkan penilian itu kepada masyarakat. “Saya yakin masyarakat sudah cerdas,” kata Tito. (NOV)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
AKBP Raden Brotoseno dititipkan di Rutan Polda Metro Jaya setelah menjadi tersangka kasus dugaan suap Rp 1,9 miliar guna penanganan perkara dugaan korupsi cetak sawah. Meski berpangkat perwira menengah polisi, namun Brotoseno tidak mendapatkan keistimewaan atau pun sel khusus di dalam tahanan tersebut.
“Tidak ada yang istimewa, sama saja dengan tahanan yang lainnya, tidak ada yang dibeda-bedakan,” ujar Direktur Tahanan dan Penitipan Barang Bukti (Tahti) Polda Metro Jaya, AKBP Barnabas, kepada khatulistiwaonline, Sabtu (19/11/2016).
Penyidik Bareskrim Polri menitipkan penahanan Brotoseno di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya pada Jumat 18 November pagi. Sementara rekannya yang juga polisi berinisial D, dititipkan penahanannya karena Gedung Bareskrim Polri sedang direnovasi.
“Karena gedung Bareskrim sedang direnovaai, kemudian dititipkan di sini (Rutan Polda Metro Jaya). Bukan cuma dia, tapi ada sekitar 60-an tahanan Bareskrim yang dititipkan ke Rutan Polda Metro Jaya,” terang Barnabas.
Meski mendapat titipan tahanan, namun kapasitas Rutan Polda Metro Jaya masih mencukupi.
“Tahanan kita itu kapasitas totalnya 500 orang, jadi masih cukup,” sambungnya.
Brotoseno ditetapkan sebagai tersangka setelah tertangkap menerima suap sebesar Rp 1,9 miliar. Selain Brotoseno, polisi juga menahan Kompol D dan pengacara berinisial H dan perantara berinisial K.
Uang Rp 1,9 miliar itu diserahkan secara bertahap pada Oktober dan awal November. Polisi menyebut pengacara H sebenarnya menjanjikan uang total Rp 3 miliar.
Brotoseno, Kompol D, H dan L dijerat dengan Pasal 5 juncto Pasal 12 a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karo Penmas Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto sebelumnya menyebut uang suap tersebut dimaksudkan untuk memperlambat proses penyidikan dugaan korupsi cetak sawah di Kalimantan pada tahun 2012-2014. (HAR)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Tim Sapu Bersih Pungutan Liar ternyata menangkap dua orang anggota polisi saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) AKBP Raden Brotoseno. Selain Brotoseno, seorang oknum anggota polisi berinisial D juga ikut diamankan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengatakan, OTT ini bermula saat tim mendapatkan informasi adanya anggota Polri yang menerima suap pada Jumat (11/11/2016) pekan lalu. Suap itu terkait perkara yang ditangani, yaitu kasus korupsi cetak sawah.
“Kemudian didalami Tim Saber bekerjasama dengan Tim Paminal. Diketahui jelas oknum ini inisialnya D,” kata Rikwanto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (18/11/2016).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, D mengakui menerima uang suap dari seorang pengacara inisial HR.
“Didalami lagi D tidak sendiri, tapi bersama BR, anggota Polri juga,” ujarnya.
Tim Saber lalu memeriksa intensif kedua anggota polisi. Keduanya mengakui menerima suang suap sebesar Rp 1,9 miliar terkait perkara dugaan korupsi cetak sawah di Kalimantan periode 2012-2014.
“Perkara ini masih berlangsung dan masih ditangani. Dari pemeriksaan kami sita Rp 1,9 miliar,” tuturnya. (RIF)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap seorang anggota Polri bernama Yusman Haryanto. Yusman akan diperiksa sebagai saksi atas Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Yusman Haryanto Anggota Polri diperiksa sebagai saksi atas tersangka SAS (Samsu Umar Abdul Samiun),” kata Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jumat (18/11/2016).
Di kasus ini, Bupati Buton diduga menyuap Akil sebesar Rp 2,989 miliar. Uang suap itu diberikan Samsu Umar guna pemulusan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada tahun 2011. Uang diberikan kepada Akil saat ia masih menjabat sebagai Ketua MK.
Pimpinan KPK sebelumnya sudah berjanji akan menuntaskan kasus-kasus lama. Termasuk kasus suap penanganan sengketa Pilkada di MK ini. Dalam kasus ini, masih tersisa kasus sengketa pilkada di Jawa Timur dan Kabupaten Buton.
Akil Mochtar sendiri telah dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup. Dalam kasus-kasus yang menjerat Akil Mochtar, penyidik KPK sudah menjerat kepala daerah dan pihak-pihak terkait yang memberi suap ke Akil. Sejauh ini ada 7 sengketa Pilkada yang dimainkan Akil.
Beberapa di antaranya yaitu mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah bersama adiknya Tubagus Chaeri Wardhana dalam Pilkada Lebak dan Banten. Selain itu KPK juga menjerat Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri, dan istrinya Suzanna.
Dalam upaya penelusuran kasus ini, KPK sudah pernah memanggil mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva. Seorang panitera MK, Kasianur Sidauruk juga pernah diperiksa pada Rabu (26/10). Pada 2 Juli 2015 lalu, Kasianur juga pernah diperiksa sebagai saksi atas kasus pilkada di Kabupaten Morotai dan Kabupaten Empat Lawang. (RIF)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mabes Polri menargetkan penyidikan kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) rampung dalam waktu 3 pekan. Polisi akan mempercepat pemberkasan pemeriksaan para saksi termasuk Ahok yang berstatus tersangka.
“Mudah-mudahan bisa secepatnya, targetnya paling lama 3 minggu. Pemberkasannya saja, termasuk pemeriksaan Ahok sendiri itu kan harus dijadwalkan lagi,” kata Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Boy Rafli Amar kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (17/11/2016).
Boy menjelaskan, penyidik tindak pidana umum Bareskrim Polri tengah melengapi berkas perkara Ahok yang jadi tersangka penistaan agama. Berkas perkara tersebut di antaranya berita acara pemeriksaan (BAP) para ahli.
“Sebenarnya saksinya sudah lengkap semua. Sekarang ini tinggal fokus sama format berita acara, karena bisa jadi kemarin itu belum mengikuti format. Kemarin ada beberapa berita acara yang hanya interview,” sambung Boy.
Ahok ditetapkan tersangka atas dugaan penistaan agama karena menyebut surat Al Maidah ayat 51 saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Dalam penyelidikan polisi sudah memeriksa 29 orang saksi dan 39 orang ahli, termasuk Ahok yang 2 kali diperiksa.
Ahok dikenakan sangkaan pidana dengan Pasal 156 a KUHP. Polisi memutuskan tidak menahan Ahok, namun mencegahnya keluar negeri.
“Dalam proses (penyusunan surat permohonan cegah), sudah dipersiapkan dari kemarin,” ujar Boy. (NOV)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Tujuh terdakwa pembunuhan pengikut Dimas Kanjeng Ismail Hidayah dan Abdul Ghani kembali menjalani sidang lanjutan. Pengamanan di Pengadilan Negeri Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur tetap ketat.
Sidang ketiga ini beragendakan tanggapan atas eksepsi. Selain itu pada persidangan terpisah, jaksa penuntut umum menghadirkan dua orang saksi yakni Sutopo dan Saniman.
Polres Probolinggo mengerahkan 500 personel, di antaranya 1 SSK Brimob dari Polda Jatim dan personel Polres Probolinggo.
“Tetap kita terjunkan 500 personel untuk antisipasi kedatangan massa dari pengikut Taat Pribadi. Namun, kali ini semua pasukan baik Brimob dan Sabhara memakai tameng dan senjata lengkap,” ujar Kapolres Probolinggo AKBP Arman Asmara Syarifuddin, Kamis (17/11/2016).
Pengamanan menurut Arman terus ditingkatkan dalam sidang lanjutan. “Sebagai antisipasi saja, semakin mendekati putusn, biasanya suasana tidak seperti biasanya. Kita tingkatkan pengamanan,” imbuhnya.
Terdakwa yang disidangkan adalah Suari alias Samsudi, Wahyu Wijaya, Mishal Budianto, Tukijan, Achmad Suryono dan Wahyudi.
Namun Wahyudi tidak hadir dalam persidangan karena masih menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim medis di rumah tahanan (rutan) Kraksaan.
“Terdakwa Wahyudi tidak bisa mengikuti jalannya persidangan ketiga hari ini. Dia sedang sakit dan masih dilakukan pemeriksaan kesehatannya di rutan,”jelas Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kabupaten Probolinggo, Joko Wuryanto. (HAR)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Hakim Partahi Tulus Hutapea dicecar jaksa KPK terkait skandal suap perkara perdata. Nama Partahi dikenal publik saat menjadi anggota majelis Jessica Kumala Wongso.
Duduk sebagai terdakwa yaitu panitera pengganti PN Jakpus Santoso dan pengacara Raoul A Wiranatakusumah. Santoso menerima suap dari Raoul yang rencananya akan diserahkan ke Casmaya dan Partahi.
“Sekedar mengingatkan sekitar tanggal 22 Juni 2016, saat putusan? Bertemu?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2016).
“Karena waktu itu saya ingat Pak Raoul ngomong ‘tunda satu minggu ya Pak’. Lalu saya bilang ‘oh iya ya, tunda 1 minggu.’ Hanya itu nanya ‘tunda satu minggu ya pak?’ Ya hanya itu. Tidak ada pembicaraan lain,” jawab Partahi.
Partahi membantah semua pertanyaan jaksa bila ia melakukan lobi perkara dengan penghubung Santoso. Partahi juga membantah membicarakan nilai suap terkait putusan perdata tersebut.
“Bicara perkara saja tidak pernah, apalagi masalah uang,” cetus Partahi.
Partahi juga menyangkal menerima tamu di ruangannya untuk membahas perkara. Ia bertemu Raoul di lorong pengadilan, saat sedang berjalan untuk sidang. Kecuali pertemuan satu kali membahas penundaan sidang putusan.
“Kalau pun bertemu di lorong. Di lorong dari ruangan hakim ke ruang panitera. Saya mau jalan ke ruang panitera nah ketemu di lorong,” ucap Partahi.
Sebagaimana diketahui, Santoso ditangkap KPK di Jalan Pramuka dengan bukti SGD 25 ribu dengan kode HK serta amplop bertuliskan SAN yang berisi SGD 3 ribu pada Juni 2016. Uang itu rencananya akan diberikan Santoso ke hakim Casmaya dan hakim Partahi. Uang itu tidak gratis, tetapi sebagai balas budi atas putusan perkara yang menguntungkan Raoul. (NGO)
PEKANBARU,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara terhadap anggota DPRD Riau, Siswadja Muljadi alias Aseng. Politikus Gerindra itu melakukan tindak pidana kegiatan perkebunan sawit tanpa izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Demikian disampaikan, Kejari Rokan Hilir (Rohil), Bima Suprayoga didampingi Kasi Intelijen, Odit Megonondo dan Kasi Pidum, Sobrani Binzaer kepada khatulistiwaonline, Rabu (16/11/2016).
Odit menjelaskan hukuman Asen dijatuhkan dalam putusan MA bernomor 2510.K/PID.SUS/2015 tanggal 31 Agustus 2016. Dalam putusan itu, MA menilai Aseng dalam membuka perkebunan sawit tidak memiliki izin usaha perkebunan. Karenanya Aseng dipidana penjara satu tahun dan denda Rp1 miliar.
“Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar makan diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Odit.
Atas putusan MA tersebut, lanjut Odit, pihaknya sudah mengeksekusi Aseng pada 11 November 2016. Saat dieksekusi hari pertama, Aseng dititipkan di Rutan Cabang Bengkalis di Bagansiapiapi.
“Belakangan terpidana dipindahkan ke Lapas di Bangkinang, Kampar. Jadi sekarang terpidana menjalani masa tahanan di Lapas Bangkinang,” ucap Odit.
Odit menjelaskan, kasus ini bermula Aseng membuka lahan perkebunan sawit di kawasan hutan lindung. Pembukaan lahan itu tanpa ada izin pelepasan kawasan hutan dari Kementrian KLHK.
Dalam sidang di PN Rokan Hilir, memutuskan onslag van rechvervolging/putusan lepas segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan JPU telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena perbuatan tersebut bukan merupakan tidak pidana.
“Atas putusan onslag itu, kita langsung mengajukan kasasi. Dan putusan kasasi terdakwa dihukum 1 tahun penjara denda Rp1 miliar subsidair 3 bulan kurungan,” kata Odit. (HAR)