JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Beberapa waktu lalu, beredar boradcast soal penculikan anak di Depok. Korban diambil ginjalnya. Broadcast itu mencatut nama Kepala Tim Jaguar Polresta Depok, Ipda Agus Winam. Agus disebut-sebut menangani kasus tersebut. Ternyata broadcast ini hoax.
Belakangan muncul broadcast senada. Dikabarkan, bocah SD Sukatani, Cimanggis, Depok, jadi korbannya. Bocah kelas 6 SD itu dilaporkan hilang dari kediamannya pada Minggu (6/11/2016). Info ini beredar di media sosial dan grup ibu-ibu.
Polisi membenarkan kabar hilangnya bocah tersebut. Kata mereka, berselang 4 hari, bocah tersebut ditemukan.
“(Bocah DL) Sudah ditemukan,” ujar Kasatreskrim Polresta Depok Kompol Teguh Nugroho, ketika dikonfirmasi, Sabtu (12/11/2016).
Menurut Teguh, personel dari Polsek Cimanggis juga telah memeriksa bagian tubuh bocah tersebut. Tidak ditemukan adanya luka dan bagian tubuh yang diindikasikan hilang.
“Nggak ada luka apa-apa, (kabar ginjalnya hilang) hanya hoax. (Bocah) Itu dibuka bajunya,” kata Teguh.
Teguh menambahkan, bocah tersebut diculik oleh 2 orang. Bocah perempuan tersebut dibawa ke kawasan Senen, Jakarta Pusat. Akhirnya bocah tersebut telah ditemukan dan dijemput orangtunya pada (10/11/2016).
Kabar bocah hilang di Depok dan sudah ditemukan, menyebar di media sosial. Postingan itu ditulis netizen bernama Riza Tanzil Deandra pada (11/11/2016) lalu. Berikut isi postingan tersebut:
Berbagi info ya bunda-bunda Dunia Wanita. Hati-hati dan selalu waspadalah dalam menjaga anak-anak kita. Ini kejadian dekat rumahku. 3 Hari anak hilang. Kemarin (11/11/2016) ditemukan dalam kondisi ginjal hilang satu. Bagian pinggangnya bekas operasi begitu. Kasihan banget bun. (RIF)
JAKARTA,KHATULISTIWWAONLINE.COM
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) akan mengadukan Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) M Iriawan ke Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri sore ini. Aduan ini terkait video pada saat pengamanan aksi demo 4 November lalu.
“Kita akan melaporkan Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) M Iriawan karena telah menghasut dan mencemarkan nama baik organisasi HMI,” ujar Ketua Umum PB HMI Mulyadi P Tamsir kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (10/11/2016).
Menurut Mulyadi, pernyataan Irjen Iriawan dalam sebuah rekaman video yang tersebar luas di media sosial itu telah merugikan HMI.
“Saya kira rekan wartawan juga sudah tahu. Dia menyampaikan bahwa ‘kejar HMI, pukul dia, HMI provokatornya’ kita merasa dirugikan dengan pernyataan-pernyataan itu,” imbuh Mulyadi.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Tim Kuasa Hukum HMI Muhammad Syukur Mandar memastikan pelaporan dilakukan sore ini.
“Setelah ketum diperiksa, kami akan ke Bareskrim kemudian ke Propam secara etik, Irwasum, dan besok kami ke Kompolnas untuk membuat laporan. Ketua umum tadi menjelaskan kepada kami bahwa yang bersangkutan tidak akan menyampaikan keterangan apapun sebelum Kapolda juga diberlakukan sama dengan konteks penegakan hukum,” jelas Syukur.
Syukur mengatakan, PB HMI akan melaporkam mantan Kapolda Jawa Barat itu atas dugaan penghasutan dan pencemaran nama baik.
“Pertama laporan kita terkait dengan (Pasal) 160 dan 310 KUHP. Kita sudah diberi kuasa oleh PB HMI dan keluarga besar HMI tentu tokoh-tokoh Islam terkait dengan video yang beredar di media sosial yang menjelaskan pernyataan kapolda yang sangat tendensius, provokator dalam video itu sehingga kita memandang ada unsur menghasut di dalam video itu dan ada unsur pencemaran nama baik di dalam pernyataan itu,” papar Syukur. (RIF)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Sengketa tanah seluas 6.000 hektar di Desa Pelangiran, Katemanan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, memasuki babak baru. Budin Baki dengan kawan-kawan (dkk) melalui kuasa hukumnya Alisati Siregar,SH.MH, Mangabar Simorangkir SH dari Law Office Gracia menggugat PT. Multi Gambut Industri (MGI) dan PT. TH Indo Plantation (THIP).
Gugatan tersebut diajukan Budin Baki dkk, setelah adanya putusan Kasasi yang membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Riau dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan yang membatalkan “Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama Budin Baki dkk tersebut.
Sehingga dengan dibatalkan oleh MA dalam putusan Kasasi maka kedua putusan tersebut, menurut kuasa hukum Budin Baki dkk, Alisati Siregar dan Mangabar Simorangkir maka secara hukum hak masyarakat sebagaimana dalam SK tersebut sah menurut hukum. Sehingga tindakan PT. MGI atau PT. THIP yang menguasai, memanfaatkan dan mengelola lahan Budin Baki dkk adalah perbuatan melawan hukum.
Dalam gugatannya meminta agar kedua perusahaan tersebut mengembalikan lahan seluas 6.000 hektare tersebut atau membayar ganti rugi sebesar Rp25 juta per hektar, dan bagi hasil berupa sewa kepada masyarakat selama 13 tahun dengan total tuntutan materil sebesar Rp.222.000.000.000.
Menurut Alisati Siregar dan Mangabar Simorangkir kepada Khatulistiwa, Rabu (9/11-2016), sengketa tanah antara warga dan kedua pengusaha itu akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan pada 14 November 2016 mendatang. Budin Baki dkk telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kapolres Tembilahan untuk menduduki lahan sampai ada pengembalian lahan atau perdamaian dalam perkara ini.
“Sebagai kuasa hukum warga, kami telah meminta bantuan bapak Presiden RI Joko Widoro untuk menyelesaikan masalah ini, agar tidak terjadi konflik agraria antara masyarakat dengan pihak swasta maupun negara di kemudian hari,” ujar Alisati Siregar. (NGO)
Pembangunan Tiga Puskesmas dan RSUD Tangsel
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Jakarta Corruption Watch ( JCW ) mengecam vonis ringan Tubagus Chaeri Ardana alias Wawan dalam kasus korupsi pembangunan tiga puskesmas dan RSUD Tangerang Selatan pada 2011- 2012. Padahal korupsi yang dilakukanya mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 9,6 miliar.
Koordinator JCW Manat Gultom mengatakan, vonis yang diputuskan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang, Epiyanto terhadap adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Choisyah pada 19 Oktober lalu itu sangat melukai keadilan masyarakat. Putusan atau hukuman yang hanya satu tahun kepada suami Wallkota Tangerang Selatan tersebut, menurut JCW sudah didesain sejak awal. Jaksa Penunut Umum ( JPU ) dari Kejaksaan Agung hanya menuntut terdakwa dengan hukuman 18 bulan.
“Dengan tuntutan itu, kata Manat, hakim pun mempunyai dasar untuk memvonis Wawan dengan hukuman setahun. Jadi menunut minimal, begitu juga hakim. Padahal, jika menagcu pada pasal- pasal Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , perbuatan Wawan jelas merugikan keuangan negara sebesar Rp 9,6 miliar seharusnya divonis 15 tahun sampai 20 tahun jika JPU melihat pasal 3, 5 dan Pasal 12 butir a dan butir b UU No. 20/ 2001.
Wawan selaku suami Airin Rachmi Diany yang serta merta sebagai Walikota Tangsel yang adalah berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah beriringan terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri ( Permendagri ) Nomor 32 Tahun 2011 dan Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan / Pelaksanaan APBD disebut kekuasaaan atas pengelolaan keuangan pembangunan tiga gedung pusat kesehatan masyarkat ( Puskesmas ) dan RSUD Tangsel. Otoritas sebagai kekuasaan atas pengelolaan keuangan adalah otoritasnya selaku Kuasa Pengguna Anggaran ( KPA ).
Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari bukti abuse of discretion ( penyalahguanaan jabatan/ wewenang ) KPA terhadap suami. Buktinya, tambah Manat, Wawan mengatur mulai penganggaran , lelang proyek hingga pelaksanaan pembangunan. PT. Bali Pasific Pragama ( BPP ) terungkap melakukan transaksi publik tetapi menggunakan perusahaan sendiri, keluarga, dengan menggunakan jabatan yang dipegangnya. Hakikatnya, Airin RD selaku KPA dan Kekuasaan atas pengelolaan dana pembangunan tiga puskesmas dan Rumah Sakit Daerah ( RSUD ) pasca tahun 2011 dan 2012 lalu itu harus diusut JPU didukung Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Serang.
Tuntutan hukum dengan penjatuhan vonis 4 tahun kepada dadang Priatna Manager Operasional PT. BPP dan Dadang M. Epid mantan Kepala Dinas Kesehatan ( Dinkes ) Pemkot Tangsel sangat melukai rasa keadilan masyarakat Indonesia. Hukuman penjara terhadap keduanya menunjukkan bahwa aparat penegak hukum korupsi di Provinsi Banten tergolong berkompromi secara kepentingan politik dalam tanda kutip dua ( “ ) terhadap dinasty Ratu Atut Choisyiah.
Sejatinya, JPU dan Hakim menggarisbawahi dengan secara yang berlaku umum atau hukum seperti kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ( MK ) Akil Mochtar. Penyuap adalah kakak beradik yang digolongkan masyarakat sebagai penguasa di Banten. Demikian juga kasus pencucian uang yang sekarang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). Semestinya, dengan kasus yang pernah dilakukan Wawan, hakim sebenarnya dan sepatutnya memvonis Wawan dengan hukuman berat. Sebab, unsur- unsur atau bentuk korupsi aktif/ pasif misalnya, seperti briber commission ( menyuap/ menyogok), extortion ( pemaksaan pemerasan ), favoritism ( pilih kasih ),( menerima komisi ), serta penyalahgunaan jabatan atau wewenang ( abuse of discretion ) adalah rentan dalam peristiwa tindak pidana korupsi tiga puskesmas dan RSUD Tangsel tersebut.
Tetapi hal itu tidak diupayakan Pengadilan Tipikor Serang. Dan tindakan Hakim Epiyanto patut dicurigai dalam permainan hukum. Dan JCW mengancam melaporkan kasus tersebut ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan ke Komisi Yudisial. (TIM)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Setelah Jakarta Corruption Watch (JCW) melaporkan dugaan penyelewengan dana bantuan sosial ( Bansos ) Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2015 sebesar Rp 105, 5 miliar ke Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Banten hingga ke Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia ( KKRI ) serta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan ( Jamwas ), pihaknya mendesak dua instrumen negara bidang eksternal dan internal pengawasan kejaksaan itu berkeinginan kuat untuk mengusut penyaluran dana menjelang pemilukada serentak, 7 Desember lalu tersebut.
Hal itu dikatakan Koordinator JCW, Manat Gultom kepada SK Khatulistiwa di areal Kejagung Jalan Sulatan Hasanuddin No. 1 Kebayoran Baru jakarta Selatan, Selasa, (8/11). Menurutnya, KKRI dan Jamwas harus prisnsip best practices ( penerapan kaidah kaidah yang baik ) dalam rangka membangun sistem integritas, mendirikan penguatan pengawasan internal pemerintahan, serta memberi contoh melakukan hukum. Iringanya, kedua lembaga negara itu, harus melihat kasus- kasus markanya korupsi di Pemerintahan Daerah Banten yang disiebut masyarakat sebagai dinasty mantan Gubernur Ratu Atut Choisiyah.
Ketua KKRI dan Jamwas Kejagung harus menyelisik secara hati nurani hukum seperti aksus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar. Penyuap Akil Mochtar adalah mantan Gubernur Ratu Atut Choisyiah dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Demikian juga kasus pencucian uang yang sekarang ditangani komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) harus menjadi pijakan berkeadilan kepada KKRI dan Jamwas Kejagung,”ujar Manat.
Publik menanti gebrakan Ketua KKRI dan Jamwas Kejagung dalam integritasnya serta kapabiltasnya untuk mengungkap bentuk- bentuk korupsi yang berkait dan terkait penyokongan secara kekuatan politik di Banten termasuk pada Tangerang Selatan.
Seperti dalam pelaporan atau pengaduan pihak JCW, dana bansos semula dianggarkan pada APBD Reguler hanya berjumlah Rp 29,5 miliar. Tetapi, pada APBDP melonjak nilainya menjadi Rp 105,5 miliar. Hampir 255% lonjakanya sejak Agustus- November 2015. Sebanyak 22 organsisai atau lembaga kemasyarakat didindiskasikan penyokong petahana pada Pemilukada, 7 Desmeber 2015 lalu. Kepentingan kepentingan politik dalam penyaluran dana bansos rentan dilakukan.
Pertentangan kepentingan, seperti Komunitas Ukhuwah Remaja Madani , Yayasan KAHFI, dan Karang Taruna mendapatkan dana masing- masing Rp 100 juta, Rp 90 juta dan Rp 500 juta. Padahal ketiga ormas atau lembaga kemasyarakatan tersebut adalah pimpinan Abdul Rosyid. Dan Abdul Rosyid sendiri merupakan salah satu kader partai politik pendukung Airin- Benyamin. Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Pemkot Tangsel ini pernah menjadi sekretaris pribadi Airin Rachmi Diani ( ARD ).
Selain terungkapnya pertentangan kepentingan kader parpol penyokong Airin-Benyamin dipenerimaaan dana bansos, diketemukan juga Kepala salah satu SKPD Pemkot Tangsel selaku penerima aliaran dana. Heli Sulaiman selaku pimpinan ormas Dewan Masjid Indonesia ( DMI ) Tangsel, sebesar Rp 5,6 miliar, dianya adalah selaku Kepala Bagian ( kabag ) Kesejahteraaan Rakyat ( Kesra ) Pemkot Tangsel. Hal sama kepada KNPI. Sementara pengurus KNPI Tangsel adalah salah satu kader parpol pendukung nomor urut 3 pada Pemilukada, 7 Desember 2015 silam. Sedangkan, PMI Tangsel yang juga menerimakan kucuran dana Rp 250 juta, pengusurnya adalah Walikota Airin RD.
Intinya, tambah Manat, korupsi pada penyaluran bansos Rp 105,5 milair Pemkot Tangsel jelang pemilikada itu, tergolong secara masif dalam struktural kelembagaan dengan bentuk bentuk pertentangan kepentingan politik. KKRI dengan Jamwas Kejagung selaku pemangku UU No. 16 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 dituntut pemegang kontrak sosial ( masyarkat/publik ) mengusut korupsi dana bansos tersebut, yang dicibir masyarakatsebagai bahagian penyaluran dana kepada kelempok kelompok penyokong dinasty Tubagus Chaeri Wardana alias wawan. Korupsi politik seperti korupsi berjenjang berkelompok kekeluargaan secara sosiologis membutuhkan keberanian yang kuat untuk mengusutnya,” sindir JCW. ( TIM )
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Kepala Seksi (Kasi) Dinas Penataan Kota Kecamatan Cilandak, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Widodo Soeprayitno diperiksa pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat terkait pelanggaran Undang-Undang Bangunan Gedung dengan dugaan gratifikasi.
Menurut Koordinator Jakarta Corruption Watch (JCW) Manat Gultom, Widodo Soeprayitno selaku terperiksa dan pengumpulan keterangan dalam kebenaran jaksa penyelidik sudah turun ke objek rumah toko yang dilaporkan.
Dijelaskan Manat, sebenarnya pengaduan lembaga yang dipimpinnya terhadap pelanggaran Ruko Jalan Lebak Bulus Raya No.33 Kavling 14 Blok Z Kompleks Adhyaksa itu sudah yang kedua kalinya. Pertama pada April lalu, anehnya, pada pelaporan pertama dan kedua, pihak Kejari Jakarta Selatan justru penyelidikan hukum. “Akan tetapi, kepastian hukum beriringan terhadap profesionalitas penatausahaan penanganan perkara tak dijalankan penyidik. Ini aneh,” geram Manat.
Sejatinya, menurut Manat, pihak Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) selaku penyidik tertinggi dapat mengadukan Kasi DPK Kecamatan Cilandak tersebut ke pihak Inspektorat dalam rangka pencerminan penerapan kaidah hukum yang baik. Inspektorat selaku lembaga pengawasan berwenang memberi sanksi dan perintah bongkar ruko rata tanah.
“Menurut UU 30/ 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa pemeriksaan jaksa yang tidak kuat membuktikan penerimaan gratifikasi itu, maka pelanggaran hukum bangunan yang harus direferensikan jaksa kepada inspektorat. Inspektorat dapat memeriksa Perda 7/ 2010 dan Nomor 1/ 2014 tentang IMB dan RDTR. Sebab, pendirian ruko tiga lapis tersebut melanggar kedua Perda dengan UUBG 28/2002. Simpulnya demikian, jikalau pihak Kejari Jaksel tidak ingin tertuduh bermain kasus hukum,” jelasnya. (NGO)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto memastikan Polri menyelidiki dugaan adanya aktor politik yang menunggangi kericuhan usai demo 4 November. Penelusuran dilakukan dengan menggali keterangan dari para pelaku perusakan dan penganiayaan.
“Kalau kegiatan penyelidikan masih dilaksanakan, berangkat dari satu peristiwa kemudian rangkaian ada perusakan, penganiayaan. Kenapa dia lakukan? siapa yang suruh? Itu nanti yang kita dalami,” kata Komjen Ari kepada wartawan di Auditorium STIK-PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2016).
Polisi menurut Ari masih melakukan pengumpulan keterangan untuk mendapatkan bukti-bukti dugaan adanya dalang di balik kericuhan yang merusak 21 kendaraan aparat keamanan gabungan.
“Belum,” jawab Ari saat ditanya soal bukti yang sudah dikantongi polisi.
Dugaan adanya aktor politik di balik ricuh di Jl Medan Merdeka Barat, menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Menurut Jokowi aksi damai 4 November terkait pelaporan dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok ternodai kericuhan yang terjadi setelah pukul 19.00 WIB, Jumat (4/11).
“Dua-duanya, kalau nanti Polri sudah menemukan bukti-buktinya,” kata Jokowi menjawab pertanyaan wartawan mengenai pengungkapan identitas aktor politik secara langsung dari dirinya atau meminta penegak hukum melakukan penelusuran.
Terkait kericuhan 4 November, polisi pada Senin (7/11) menangkap Sekjen HMI Ami Jaya Halim. Selain itu ditangkap pula anggota HMI berinisial II, AH, RR, MRD dan RM.
“Semua sama, terkait penyerangan kepada petugas saat demo kemarin (4 November),” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono. (HAR)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ami Jaya dan anggota HMI Ismail Ibrahim ditangkap polisi di tengah malam yang sunyi. Mereka diduga kuat terlibat menyerang polisi saat demonstrasi 4 November yang berakhir ricuh.
Demonstrasi yang digelar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) pada 4 November di Jakarta seharusnya berlangsung tertib dan damai. Namun, kerusuhan terjadi saat massa dibubarkan polisi.
“Terkait perkembangan kasus, tim masih bekerja keras untuk mengungkap aktor-aktor di balik kerusuhan yang terjadi pada tanggal 4 November 2016,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Awi Setiyono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (7/11/2026).
Pengusutan berlanjut dan polisi mengantongi sejumlah barang bukti. Polisi bahkan memamerkan ke publik aksi anarkis lewat foto-foto pelaku kerusuhan aparat yang terluka hingga kendaraan yang dibakar massa.
Salah satunya, foto seorang pria yang mengenakan kemeja batik warna hijau dan putih dan celana jeans warna biru itu bagai dibakar amarah saat berhadapan dengan aparat yang mengenakan tameng. Dia membawa bambu runcing yang digunakannya untuk menyerang aparat ketika pecahnya ricuh 4 November.
Usut punya usut, pria misterius itu merupakan anggota HMI bernama Ismail Ibrahim (23). Polisi menyebut Ismail merupakan mahasiswa semester 5 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Sosiologi di Universitas Nasional (Unas) Jakarta Selatan.
Ismail diringkus di rumah anggota DPD RI Basri Salama di kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan, Selasa 8 November 2016 sekitar pukul 20.00 WIB. Sejumlah barang bukti juga diamankan saat polisi menangkap Ismail. Ada baju dan atribut yang digunakannya saat aksi demo 4 November.
“Yang bersangkutan melakukan penyerangan kepada petugas karena ikut teman yang lain yang sudah melempari dan menyerang serta terprovokasi oleh kata-kata dari orator di atas mobil komando untuk tidak takut dan terus maju,” kata Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Hendy F Kurniawan.
Selain menciduk Ismail, polisi menangkap Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ami Jaya. Dia dijemput polisi di Sekretariat PB HMI, Jalan Sultan Agung No 25A, Jakarta Selatan, sekitar pukul 00.00 WIB dini hari.
Polisi datang dengan membawa surat penangkapan dan penggeledahan di gedung tersebut. Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Rudy Herianto Adi Nugraha menegaskan Ami Jaya ditangkap karena melawan aparat saat demo.
Selain Ami Jaya dan Ismail, ada 3 anggota HMI lainnya yang ditangkap. Sementara itu, Ketua Umum PB HMI Mulyadi P Tamsir memprotes penangkapan dua anggotanya. Dia berencana mengadu kepada Komnas HAM dan Kompolnas. (RIF)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com –
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan menunda sidang terdakwa M Sanusi. Sidang ditunda karena ibunda Sanusi meninggal dunia pagi tadi.
Kuasa hukum Sanusi, Krishna Murti, mengajukan penundaan sidang kepada majelis hakim. Dia juga meminta izin agar kliennya diberi waktu untuk menghadiri pemakaman sang ibunda.
“Kami kabulkan permohonan itu. Mengabulkan permohonan terdakwa dan memberikan izin keluar sementara keluar tahanan untuk menghadiri pemakaman ibu kandung,” kata hakim di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2016).
Hakim meminta agar setelah selesai upacara pemakaman, Sanusi segera kembali ke Rutan Guntur. Selama berada di luar rutan, Sanusi akan menerima pengawalan.
“Setelah selesai pemakaman segera ke Rutan Guntur dengan pengawalan sebaik-baiknya,” ujar hakim.
Sidang berikutnya akan digelar pada Kamis (10/11) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi ahli.
Sanusi didakwa menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari eks Presdir Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Uang suap yang diterima secara bertahap itu dimaksudkan untuk memuluskan pembahasan Raperda Reklamasi di pantai utara Jakarta. Sanusi juga didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar. (NOV)