JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan pimpinan PT BNI Persero Tbk, Susilo Prayitno dihukum 8 tahun penjara di kasus korupsi proyek rebranding. Hukuman itu jauh di atas tuntutan jaksa yang meminta vonis 2,5 tahun penjara.
Kasus bermula saat BNI hendak melakukan program rebranding pada 2004 senilai Rp 15 miliar. Rebranding itu dilakukan untuk pemulihan dan perbaikan citra akibat BNI dilanda krisis kasus L/C Kabayoran Baru.
Rebranding itu dilakukan dengan cara:
1. Renovasi interior
2. Pengadaan perabotan meja dan kursi.
3. Pengadaan pelengkap lainnya antara lain flat monitor dan tv plasma.
4. Pengadaan signage.
Belakangan, lelang rebranding itu dililit masalah karena dilakukan tidak sesuai aturan. Susilo sebagai Manager Proyek Rebranding yang juga Pemimpin Divisi Jaringan/Project Manager BNI dimintai pertanggungjawaban.
Pada 8 Juli 2013, jaksa menuntut Susilo selama 2,5 tahun penjara. Atas tuntutan itu, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana 2 tahun penjara pada 28 Agustus 2013.
Hukuman Susilo diperberat menjadi pidana 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 15 Januari 2014. Atas vonis itu, Susilo mengajukan kasasi. Tapi apa kata MA?
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun,” putus majelis yang dilansir website MA, Selasa (15/11/2016).
Duduk sebagai ketua majelis yaitu hakim agung Dr Salman Luthan dengan anggota Prof Dr Abdul Latief dan Cyamsul Rakan Chaniago. Majelis berkeyakinan akibat perbuatan Susilo mengakibatkan kekayaan dirinya atau kekayaan orang lain–Koperasi Swadharma) bertambah Rp 693 juta dan PT QAB sebesar Rp 4,9 miliar. Perbuatan itu mengakibatkan negara menanggung kerugian.
“Kerugian negara sebesar Rp 4,9 miliar berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara tanggal 20 Februari 2012,” ucap majelis dengan suara bulat pada 26 Januari 2016. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Aparat Polsek Mampang Prapatan dan Polres Jakarta Selatan akhirnya menangkap pelaku penembakan airsoft gun ke anggota Dishubtrans Jaksel, Andry Irwansyah. Pelaku ternyata adalah oknum anggota sebuah organisasi masyarakat (ormas) pemuda.
Kapolsek Mampang Prapatan Kompol Syafe’i membenarkan penangkapan pelaku berinisial AS (36).
“Betul sudah ditangkap di rumahnya di Jl Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jaksel tadi malam sekitar pukul 21.30 WIB,” ujar Syafe’i saat dikonfirmasi, Senin (14/11/2016).
Saat diinterogasi, AS mengakui perbuatannya itu. Namun apa motif AS dan bagaimana dia mendapatkan airsoft gun tersebut, Syafe’i enggan menjelaskan secara detail.
“Nanti mau dirilis sama Kasat Reskrim Polres Jaksel,” ungkapnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Eko Hadi Santoso membenarkan bahwa pelaku adalah oknum anggota ormas.
“Iya dia anggota sebuah ormas. Nanti ya, kami tunggu pelimpahan kasusnya dari Polsek Mampang,” ujar Eko.
Dari pelaku, polisi menyita motor Honda CBR merah bernopol B 3682 SWD berikut helm warna merah yang digunakannya saat kejadian. Sementara airsoft gun jenis MP-654 K warna hitam dan gelang akar bahar yang dipakai pelaku telah diamankan pada saat kejadian.
Peristiwa terjadi pada Rabu (9/11) lalu. Saat itu Andry sedang bertugas melakukan sterilisasi di jalur busway di dekat Halte Mampang Prapatan. Tiba-tiba pelaku datang hendak menerobos portal busway.
Namun kemudian ia berbalik dan mengambil jalan arteri. Saat melintas di dekat korban, pelaku mengeluarkan kata-kata kasar, sehingga kemudian dihardik oleh korban.
Pelaku kemudian mengeluarkan airsoft gun dan meletuskan sebanyak 5 kali. Akibat peristiwa itu, korban mengalami luka memar di tangannya karena terkena peluru karet airsoft gun. (HAR)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung (MA) melepaskan anggota polisi Briptu Wahyu Sigit Ariwibowo dari jerat pidana. Pangkalnya, ia telah mengaku kecanduan narkoba tetapi tidak ditindaklanjuti atasannya. MA menyebut proses hukum itu sebagai kriminalisasi.
Kasus bermula saat anggota Sabhara Polres Pangkalpinang itu sedang tugas jaga pada 21 November 2012 dini hari. Wahyu menerima telepon dari Angky yang menawarkan paket sabu dengan harga Rp 750 ribu. Wahyu mengiyakan dan mereka transaksi di dekat sebuah SPBU dan paket itu disembunyikan sarung HP di pinggang sebelah kiri.
Pembelian itu diketahui atasan Wahyu dan sekitar pukul 08.00 WIB, Wahyu ditangkap Sat Narkoba Polres Pangkal Pinang. Wahyu diadili dengan tuntutan jaksa selama 8 tahun penjara.
Pada 29 Agustus 2013, Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang menjatuhkan hukuman rehabilitasi kepada Wahyu. Hukuman itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi Bangka Belitung menjadi 18 bulan penjara.
Wahyu kaget dan mengajukan kasasi. Terungkap bila Wahyu sebetulnya telah mengakui sebagai pecandu tetapi tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan.
“Judex faxtie (PN Pangkalpinang dan PT Bangka Belitung) telah mengabaikan fakta hukum tentang Surat Permohonan Rehabilitasi Narkoba tertangal 27 September 2012 yang diajukan oleh istri terdakwa, Ratna Pratiwi kepada Kepolres Pangkalpinang yang tidak mendapat tanggapan sebagaimana mestinya,” ucap majelis sebagaimana dilansir website MA, Senin (14/11/2016).
Berdasarkan Pasal 55 ayat 2 UU Narkotika, pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit atau lembaha rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan.
“Walaupun Ratna Pratiwi tidak mengajukan permohonan rehabilitasi narkotika sesuai Pasal 55 ayat 2 UU Narkotika akan tetapi menurut Ketentuan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika, menyebutkan bahwa petugas yang menerima laporan meneruskannya kepada isntitusi penerima wajib lapor,” ujar majelis.
Berdasarkan fakta persidangan, surat permohonan rehabilitasi Briptu Wahyu tidak mendapat tanggapan dari Kapolres, bahkan tidak meneruskan surat itu. Perbuatan Kapolres tersebut merupakan pelanggaran pasal 55 Ayat 2 UU Narkotika Jo PP 25/2011, karena kesengajaan atau kealpaan. Hal itu mengakibatkan terdakwa Briptu R Wahyu Sigit Ariwibowo kehilangan hak-hak hukum untuk mendapatkan assesment dan hak untuk mendapatkan rehabilitasi.
“Polisi pada Polres Pangkalpinang seperti membiarkan Briptu Wahyu dalam ketergantungan tanpa rehabilitasi dan mencari kesempatan agar momentum untuk mengkriminalisasikan Briptu Wahyu sebagai pelaku tindak pidana narkotika,” cetus majelis.
Secara tegas, MA menyebutkan akibat pembiaran oleh Kapolres Pangkalpinang secara tidak langsung menyebabkan Briptu Wahyu terkriminaliasasi.
“Perbuatan aparat Kepolisian Pangkaplinang yang mengetahui keadaan terdakwa yang dalam kondisi ketergantungan narkotika dan mencari kesempatan terdakwa menguasai narkotika dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka merupakan tindakan kriminalisasi terhadap terdakwa,” tegas MA.
Atas pertimbangan itu, maka MA melepaskan Briptu Wahyu dari semua jerat hukum. Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Dr Salman Luthan dengan anggota hakim agung Dr Andi Samsan Nganro dan hakim agung Dr Syarifuddin.
“Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle rechtvervolging),” putus majelis pada 8 Juli 2015.(NGO)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik Bareskrim Polri terkait proses hukum pidato kontroversialnya di Kepulauan Seribu. Dia yakin polisi profesional.
“Saya percayakan kepolisian itu pasti profesional. Jadi apapun yang dilakukan polisi, saya pasti ikut termasuk kalau dijadikan tersangka pun saya percaya polisi memutuskan yang baik. Ini pasti secara profesional jadi saya akan terima,” kata Ahok di Rumah Lembang, Jl Lembang No. 27, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2016).
Dalam pernyataannya, Ahok menegaskan dirinya tidak mungkin menistakan agama. Ahok juga tetap yakin dirinya tidak bersalah terkait pidato kontroversial surat Al-Maidah ayat 51.
“Dan kami tentu harapkan segera dilimpahkan ke pengadilan supaya waktu di pengadilan semua bisa live, bisa melihat dan saya percaya saya tidak bersalah,” ujar Ahok.
Gelar perkara rencananya akan digelar Bareskrim Polri pada Selasa 12 November 2016. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan gelar perkara akan mengundang pihak-pihak yang terkait mulai dari pelapor dan terlapor. Saksi ahli yang diajukan ke penyidik juga akan dihadirkan. Sebanyak 20 saksi ahli diundang saat gelar perkara besok.
Tidak hanya itu, polisi akan menghadirkan pihak-pihak yang dianggap netral di antaranya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ombudsman. Namun, kehadiran Kompolnas dan Ombudsman hanya mengawasi, tidak memiliki hak bicara. (MAD)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Badan Narkotika Nasional (BNN) memuji kebijakan Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Sugianto Sabran menghadiahi uang bagi aparat yang menembak bandar narkoba.
“Petugas mengambil langkah tegas ketika pelaku membahayakan,” kata Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) BNN Komisaris Besar Polisi Slamet Pribadi di Jakarta Sabtu.
Slamet mengatakan peredaran narkoba di Indonesia cukup tinggi sehingga perlu langkah yang tepat dan terukur untuk memberantas jaringan barang haram itu.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi langkah Gubernur Kalteng untuk mendukung pemberantasan narkoba dengan cara memberi hadiah bagi petugas yang melumpuhkan pelaku pengedar narkoba membahayakan.
“Namun, petugas tetap harus mengikuti aturan, prosedur dan undang-undang,” ujar Slamet.
Perwira menengah kepolisian itu mengharapkan pemerintah daerah lain dapat meniru kebijakan Sugianto dalam menegakkan hukum positif.
Slamet mengungkapkan Gubernur Sugianto sempat bertemu Kepala BNN Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso.
Sebelumnya, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran menjanjikan hadiah Rp50 juta bagi petugas yang menembak mati bandar narkoba dan Rp25 juta menembak kaki pelaku.
“Siapa (aparat) yang menembak akan saya kasih Rp50 juta kalau (bandar narkoba) meninggal,” tutur Sugianto.
Perihal kebijakan itu, Sugianto mengaku telah berkoordinasi dengan BNN, Polda Kalteng dan Danrem TNI setempat. (MAD)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Beberapa waktu lalu, beredar boradcast soal penculikan anak di Depok. Korban diambil ginjalnya. Broadcast itu mencatut nama Kepala Tim Jaguar Polresta Depok, Ipda Agus Winam. Agus disebut-sebut menangani kasus tersebut. Ternyata broadcast ini hoax.
Belakangan muncul broadcast senada. Dikabarkan, bocah SD Sukatani, Cimanggis, Depok, jadi korbannya. Bocah kelas 6 SD itu dilaporkan hilang dari kediamannya pada Minggu (6/11/2016). Info ini beredar di media sosial dan grup ibu-ibu.
Polisi membenarkan kabar hilangnya bocah tersebut. Kata mereka, berselang 4 hari, bocah tersebut ditemukan.
“(Bocah DL) Sudah ditemukan,” ujar Kasatreskrim Polresta Depok Kompol Teguh Nugroho, ketika dikonfirmasi, Sabtu (12/11/2016).
Menurut Teguh, personel dari Polsek Cimanggis juga telah memeriksa bagian tubuh bocah tersebut. Tidak ditemukan adanya luka dan bagian tubuh yang diindikasikan hilang.
“Nggak ada luka apa-apa, (kabar ginjalnya hilang) hanya hoax. (Bocah) Itu dibuka bajunya,” kata Teguh.
Teguh menambahkan, bocah tersebut diculik oleh 2 orang. Bocah perempuan tersebut dibawa ke kawasan Senen, Jakarta Pusat. Akhirnya bocah tersebut telah ditemukan dan dijemput orangtunya pada (10/11/2016).
Kabar bocah hilang di Depok dan sudah ditemukan, menyebar di media sosial. Postingan itu ditulis netizen bernama Riza Tanzil Deandra pada (11/11/2016) lalu. Berikut isi postingan tersebut:
Berbagi info ya bunda-bunda Dunia Wanita. Hati-hati dan selalu waspadalah dalam menjaga anak-anak kita. Ini kejadian dekat rumahku. 3 Hari anak hilang. Kemarin (11/11/2016) ditemukan dalam kondisi ginjal hilang satu. Bagian pinggangnya bekas operasi begitu. Kasihan banget bun. (RIF)
JAKARTA,KHATULISTIWWAONLINE.COM
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) akan mengadukan Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) M Iriawan ke Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri sore ini. Aduan ini terkait video pada saat pengamanan aksi demo 4 November lalu.
“Kita akan melaporkan Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) M Iriawan karena telah menghasut dan mencemarkan nama baik organisasi HMI,” ujar Ketua Umum PB HMI Mulyadi P Tamsir kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (10/11/2016).
Menurut Mulyadi, pernyataan Irjen Iriawan dalam sebuah rekaman video yang tersebar luas di media sosial itu telah merugikan HMI.
“Saya kira rekan wartawan juga sudah tahu. Dia menyampaikan bahwa ‘kejar HMI, pukul dia, HMI provokatornya’ kita merasa dirugikan dengan pernyataan-pernyataan itu,” imbuh Mulyadi.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Tim Kuasa Hukum HMI Muhammad Syukur Mandar memastikan pelaporan dilakukan sore ini.
“Setelah ketum diperiksa, kami akan ke Bareskrim kemudian ke Propam secara etik, Irwasum, dan besok kami ke Kompolnas untuk membuat laporan. Ketua umum tadi menjelaskan kepada kami bahwa yang bersangkutan tidak akan menyampaikan keterangan apapun sebelum Kapolda juga diberlakukan sama dengan konteks penegakan hukum,” jelas Syukur.
Syukur mengatakan, PB HMI akan melaporkam mantan Kapolda Jawa Barat itu atas dugaan penghasutan dan pencemaran nama baik.
“Pertama laporan kita terkait dengan (Pasal) 160 dan 310 KUHP. Kita sudah diberi kuasa oleh PB HMI dan keluarga besar HMI tentu tokoh-tokoh Islam terkait dengan video yang beredar di media sosial yang menjelaskan pernyataan kapolda yang sangat tendensius, provokator dalam video itu sehingga kita memandang ada unsur menghasut di dalam video itu dan ada unsur pencemaran nama baik di dalam pernyataan itu,” papar Syukur. (RIF)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Sengketa tanah seluas 6.000 hektar di Desa Pelangiran, Katemanan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, memasuki babak baru. Budin Baki dengan kawan-kawan (dkk) melalui kuasa hukumnya Alisati Siregar,SH.MH, Mangabar Simorangkir SH dari Law Office Gracia menggugat PT. Multi Gambut Industri (MGI) dan PT. TH Indo Plantation (THIP).
Gugatan tersebut diajukan Budin Baki dkk, setelah adanya putusan Kasasi yang membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Riau dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan yang membatalkan “Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama Budin Baki dkk tersebut.
Sehingga dengan dibatalkan oleh MA dalam putusan Kasasi maka kedua putusan tersebut, menurut kuasa hukum Budin Baki dkk, Alisati Siregar dan Mangabar Simorangkir maka secara hukum hak masyarakat sebagaimana dalam SK tersebut sah menurut hukum. Sehingga tindakan PT. MGI atau PT. THIP yang menguasai, memanfaatkan dan mengelola lahan Budin Baki dkk adalah perbuatan melawan hukum.
Dalam gugatannya meminta agar kedua perusahaan tersebut mengembalikan lahan seluas 6.000 hektare tersebut atau membayar ganti rugi sebesar Rp25 juta per hektar, dan bagi hasil berupa sewa kepada masyarakat selama 13 tahun dengan total tuntutan materil sebesar Rp.222.000.000.000.
Menurut Alisati Siregar dan Mangabar Simorangkir kepada Khatulistiwa, Rabu (9/11-2016), sengketa tanah antara warga dan kedua pengusaha itu akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tembilahan pada 14 November 2016 mendatang. Budin Baki dkk telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kapolres Tembilahan untuk menduduki lahan sampai ada pengembalian lahan atau perdamaian dalam perkara ini.
“Sebagai kuasa hukum warga, kami telah meminta bantuan bapak Presiden RI Joko Widoro untuk menyelesaikan masalah ini, agar tidak terjadi konflik agraria antara masyarakat dengan pihak swasta maupun negara di kemudian hari,” ujar Alisati Siregar. (NGO)
Pembangunan Tiga Puskesmas dan RSUD Tangsel
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Jakarta Corruption Watch ( JCW ) mengecam vonis ringan Tubagus Chaeri Ardana alias Wawan dalam kasus korupsi pembangunan tiga puskesmas dan RSUD Tangerang Selatan pada 2011- 2012. Padahal korupsi yang dilakukanya mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 9,6 miliar.
Koordinator JCW Manat Gultom mengatakan, vonis yang diputuskan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang, Epiyanto terhadap adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Choisyah pada 19 Oktober lalu itu sangat melukai keadilan masyarakat. Putusan atau hukuman yang hanya satu tahun kepada suami Wallkota Tangerang Selatan tersebut, menurut JCW sudah didesain sejak awal. Jaksa Penunut Umum ( JPU ) dari Kejaksaan Agung hanya menuntut terdakwa dengan hukuman 18 bulan.
“Dengan tuntutan itu, kata Manat, hakim pun mempunyai dasar untuk memvonis Wawan dengan hukuman setahun. Jadi menunut minimal, begitu juga hakim. Padahal, jika menagcu pada pasal- pasal Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , perbuatan Wawan jelas merugikan keuangan negara sebesar Rp 9,6 miliar seharusnya divonis 15 tahun sampai 20 tahun jika JPU melihat pasal 3, 5 dan Pasal 12 butir a dan butir b UU No. 20/ 2001.
Wawan selaku suami Airin Rachmi Diany yang serta merta sebagai Walikota Tangsel yang adalah berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah beriringan terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri ( Permendagri ) Nomor 32 Tahun 2011 dan Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan / Pelaksanaan APBD disebut kekuasaaan atas pengelolaan keuangan pembangunan tiga gedung pusat kesehatan masyarkat ( Puskesmas ) dan RSUD Tangsel. Otoritas sebagai kekuasaan atas pengelolaan keuangan adalah otoritasnya selaku Kuasa Pengguna Anggaran ( KPA ).
Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari bukti abuse of discretion ( penyalahguanaan jabatan/ wewenang ) KPA terhadap suami. Buktinya, tambah Manat, Wawan mengatur mulai penganggaran , lelang proyek hingga pelaksanaan pembangunan. PT. Bali Pasific Pragama ( BPP ) terungkap melakukan transaksi publik tetapi menggunakan perusahaan sendiri, keluarga, dengan menggunakan jabatan yang dipegangnya. Hakikatnya, Airin RD selaku KPA dan Kekuasaan atas pengelolaan dana pembangunan tiga puskesmas dan Rumah Sakit Daerah ( RSUD ) pasca tahun 2011 dan 2012 lalu itu harus diusut JPU didukung Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Serang.
Tuntutan hukum dengan penjatuhan vonis 4 tahun kepada dadang Priatna Manager Operasional PT. BPP dan Dadang M. Epid mantan Kepala Dinas Kesehatan ( Dinkes ) Pemkot Tangsel sangat melukai rasa keadilan masyarakat Indonesia. Hukuman penjara terhadap keduanya menunjukkan bahwa aparat penegak hukum korupsi di Provinsi Banten tergolong berkompromi secara kepentingan politik dalam tanda kutip dua ( “ ) terhadap dinasty Ratu Atut Choisyiah.
Sejatinya, JPU dan Hakim menggarisbawahi dengan secara yang berlaku umum atau hukum seperti kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ( MK ) Akil Mochtar. Penyuap adalah kakak beradik yang digolongkan masyarakat sebagai penguasa di Banten. Demikian juga kasus pencucian uang yang sekarang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). Semestinya, dengan kasus yang pernah dilakukan Wawan, hakim sebenarnya dan sepatutnya memvonis Wawan dengan hukuman berat. Sebab, unsur- unsur atau bentuk korupsi aktif/ pasif misalnya, seperti briber commission ( menyuap/ menyogok), extortion ( pemaksaan pemerasan ), favoritism ( pilih kasih ),( menerima komisi ), serta penyalahgunaan jabatan atau wewenang ( abuse of discretion ) adalah rentan dalam peristiwa tindak pidana korupsi tiga puskesmas dan RSUD Tangsel tersebut.
Tetapi hal itu tidak diupayakan Pengadilan Tipikor Serang. Dan tindakan Hakim Epiyanto patut dicurigai dalam permainan hukum. Dan JCW mengancam melaporkan kasus tersebut ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan ke Komisi Yudisial. (TIM)