JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ahli agama dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Amin Suma menceritakan tentang kisah latar belakang turunnya surat Al Maidah ayat 51. Hal itu disampaikan Amin dalam sidang lanjutan kasus dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Salah satunya terkait dengan salah seorang yang berpura-pura mengaku memeluk Islam, padahal dia tidak. Namanya Abdullah bin Ubai bin Salul,” kata Amin dalam sidang di aula Kementerian Pertanian (Kementan), Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Senin (13/2/2017).
Amin mengatakan Abdullah itu hidup di zaman Nabi Muhammad SAW. Saat itu, lanjut Amin, Abdullah melakukukan kerja sama dengan orang-orang non muslim meski mengaku memeluk agama Islam.
“Di sebelah lain ada juga tokoh yang tidak sependapat dengan Abdullah bin Ubai, itu yang saya katakan. Berbeda-beda termasuk sikapnya saat itu,” ujar Amin.
“Abdullah bin Ubai menyatakan saya tidak ikut bersama Muhammad, karena saya begini-begini, masing-masing punya alasan,” tutur Amin.
Menurut Amin, Abdullah sering bertentangan dengan Muhammad meski mengaku Islam. Saat itulah, kata Amin, turun surat Al Maidah ayat 51.
“Di saat ada sesuatu yang diperlukan, nabi memerlukan, kalau istilah sekarang itu bantuan, termasuk bantuan suara. Di mana Islam ini bisa eksis tanpa mengganggu orang lain. Abdullah bin Ubai bin Salul yang secara formal mengaku muslim tapi dia tidak mau, malah berpihak kepada yang non muslim. Itulah turunnya ayat itu,” ujar Amin.
MUI sendiri melalui sikap keagamaannya menyatakan pidato Ahok terkait Surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu termasuk menghina Al Quran dan ulama. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Penyidik KPK memanggil 2 orang hakim konstitusi terkait dengan kasus yang menjerat Patrialis Akbar. Kedua hakim itu adalah I Dewa Gede Palguna dan Mahanan MP Sitompul.
“Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PAK (Patrialis Akbar),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (13/2/2017).
Selain itu, penyidik juga memanggil seorang pihak swasta atas nama Pina Tamin. Namun KPK tidak mengungkap apa peran Pina dan keterangan apa yang akan digali darinya.
Sementara itu, 2 hakim konstitusi itu telah hadir sekitar pukul 09.50 WIB. Namun keduanya tidak memberikan keterangan apa pun ke wartawan.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Penangkapan itu terkait dengan putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 tentang uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
Dalam kasus itu, Patrialis dan tersangka yang menjadi perantara, Kamaludin, dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Tipikor. Kemudian terhadap pihak yang diduga pemberi suap, Basuki Hariman dan Ng Feni, KPK mengenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK memanggil pemohon judicial review UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, Mangku Sitepu dan Teguh Boediyana terkait dugaan suap Hakim MK, Patrialis Akbar. Mereka dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini.
“Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka PAK (Patrialis Akbar),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (6/2/2017).
Pemanggilan pihak pemohon untuk mengetahui relasi antara pemohon dengan Basuki Hariman yang diduga sebagai pemberi suap.
“(Untuk mendalami) Apakah ada relasi pemohon dengan BHR (Basuki Hariman) yang diduga sebagai pemberi suap,” ujarnya.
Selain dua orang tersebut, KPK juga memanggil ajudan Patrialis Akbar, Eko Basuki Teguh Argo Wibowo. Dia juga dipanggil sebagai saksi untuk Patrialis Akbar.
Sebelumnya, KPK menemukan draf putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 tentang uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi saat menangkap Kamaludin di Lapangan Golf Rawamangun. Penangkapan itu merupakan rangkaian dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkait dengan kasus dugaan suap yang melibatkan hakim konstitusi Patrialis Akbar.
Saat ini, Patrialis telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dia diduga menerima hadiah atau janji senilai USD 20 ribu dan SGD 200 ribu dari Basuki Hariman.
Dalam kasus itu, Patrialis dan tersangka yang menjadi perantara, Kamaludin, dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Tipikor. Kemudian terhadap pihak yang diduga pemberi suap, Basuki Hariman dan Ng Feni, KPK mengenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK memanggil Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar (Donny) Moenek terkait kasus dugaan suap pembangunan pasar di Cimahi, Jawa Barat. Donny dipanggil sebagai saksi.
“Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka AST (Atty Suharti),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (6/2/2017).
Dalam kasus suap pembangunan tahap II Pasar Atas Baru Cimahi, penyidik KPK menetapkan 4 orang tersangka. Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan suaminya, Itoc Tochija diduga menerima suap Rp 500 juta dari pengusaha bernama Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan sebelumnya mengatakan rencananya kesepakatan suap yang akan diberikan kepada pasutri ini sebesar Rp 6 miliar. Triswara dan Hendriza memberikan suap untuk ijon proyek pasar Cimahi. Proyek itu bernilai Rp 57 miliar.
Penahanan dua tersangka yakni Triswara Dhanu Brata dan Hedriza Soleh Gunadi dipindahkan ke Lapas Sukamiskin. Sebab sidang keduanya akan digelar di Pengadilan Tipikor Bandung. (ADI)
SURABAYA,khatulistiwaonline.com
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan batal menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada pengadaan mobil listrik. Dahlan sakit dan juga belum menunjuk pengacara.
“Pak Dahlan tidak hadir, karena belum menunjuk pengacaranya. Kedua, kami menerima panggilan melalui faksimile. Ketiga, kondisi kesehatan Pak Dahlan juga kurang baik,” kata KH Mi’ratul Mukminin-kerabat Dahlan Iskan kepada wartawan di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jalan A Yani, Surabaya, Senin (6/2/2017).
Pria yang biasa disapa Gus Amik ini mengatakan, dirinya mendatangi kantor Kejati Jawa Timur untuk menyampaikan surat keterangan bahwa Dahlan Iskan sakit. Sehingga rencana pemeriksaan hari ini tidak dapat dipenuhi.
Kapan akan memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung, Gus Amik mengaku belum mengetahuinya. “Belum tahu. Nanti direschedule lagi,” jelasnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Jatim Richard Marpaung membenarkan bahwa Dahlan Iskan tidak bisa memenuhi pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada pengadaan mobil listrik.
“Tadi dari pihaknya Pak Dahlan menyampaikan bahwa yang bersangkutan hari ini tidak bisa hadir,” kata Richard.
Richard belum tahu kapan mantan Menteri BUMN itu akan menjalani pemeriksaan atas perkara dugaan korupsi mobil listrik. “Belum tahu. Yang tahu dari penyidik kejaksaan agung. Kami (Kejati Jatim) hanya sebagai tempat pemeriksaan saja. Karena yang bersangkutan menjadi tahanan kota,” tuturnya.
Sebelumnya, sejak 26 Januari 2017 lalu, Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik. Hari ini, rencananya diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi mobil listrik.
Dahlan yang juga tersangka kasus dugaan korupsi penyelewengan aset PT PWU (badan usaha milik daerah Provinsi Jawa Timur) ini tidak bisa diperiksa ke kantor kejagung, karena menjadi tahanan kota. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Polres Jakarta Timur masih menyelidiki kasus pelemparan molotov di pos Front Pembela Islam (FPI) di kawasan Pasar Rebo, Jaktim, dini hari tadi. Dua orang saksi telah dimintai keterangan polisi.
“Saksi iya baru satu-dua orang lah,” ujar Kapolres Jakarta Timur Kombes Agung Budijono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Agung menjelaskan, berdasarkan keterangan warga, pelemparan molotov tersebut sempat menimbulkan kebakaran kecil. Tetapi pos itu tidak sampai terbakar.
“Ada asap gitu, tapi kecil kok. Yang terbakar hanya kursi aja,” imbuh Agung.
Ia menambahkan, tidak ada orang di dalam pos tersebut saat kejadian berlangsung. “Situasinya (saat pelemparan) sepi,” ucap Agung.
Pihak kepolisian telah mendatangi lokasi kejadian dan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Saat ini polisi masih menyelidiki motif pelemparan tersebut.
“Motifnya ya belum tahu, masih diselidiki,” ujar Agung.
Sedangkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, mengatakan objek pelemparan molotov tersebut berbentuk seperti pos ronda atau bale-bale yang biasa dijadikan tempat kumpul anggota FPI.
“Bukan markas, seperti bale-bale begitu. Itu kayak pos ronda, kayak rumah-rumah bedeng itu lho,” ujar Argo di Mapolda Metro Jaya. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan ketua KPK, Antasari Azhar mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya. Antasari menemui pejabat Polda untuk mempertanyakan kelanjutan kasus SMS misterius terkait pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
“Saya ketemu dengan pejabat berwenang yang pernah tangani kasus saya, ternyata masih stuck,” ungkap Antasari di Direskrimsus Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (1/2/2017).
Antasari berharap kasus ini segera diselesaikan. “Beliau berjanji akan segera dituntaskan. Mudah-mudahan sesuai dengan janjinya,” sambungnya.
Dia datang bersama pengacaranya, Boyamin Saiman dan adik dari Nasrudin, Andi Syamsuddin. Andi menegaskan kedatangannya bersama Antasari ke Diteskrimsus adalah untuk mempertanyakan kejelasan kasus SMS misterius yang menyeret Antasari ke penjara.
“Nah masuknya di bawah Pak Antasari gitu karena masalah SMS tersebut, jadi kita minta untuk segera lah. Dalam hal ini pimpinan Polri segera lah untuk menindaklanjuti hal tersebut karena laporan ini sudah dari 2011,” pungkas Andi.
Sementara itu, Boyamin mengatakan SMS itu disalahgunakan oleh seseorang. Maka dari itu, dia meminta agar kasus ini cepat digulirkan.
“Pak Antasari mengaku dan merasa tidak pernah mengirim itu, dan sudah terkonfirmasi di pengadilan tidak terbukti. Berarti kan yang melaporkan orang yang menyalahgunakan IT, entah hacker, entah server, entah clonning itu dengan cara mengirimkan SMS seakan-akan dari Pak Antasari,” ucap Boyamin. (ADI)
MEDAN,khatulistiwaonline.com
Polisi menangkap 4 orang jaringan pengedar narkoba di Asahan, Sumatera Utara. Polisi menyita 7 kg sabu sebagai barang bukti.
“Pelaku empat orang. Dua orang laki-laki berinisial BT dan AL, sementara dua wanita berinisial E dan A. Pelaku BT ini merupakan pecatan polisi dari Polres Tanah Karo pada tahun 2015,” ujar Kapolres Asahan AKBP Tatan Dirsan Atmaja, Jumat (27/1/2016).
Penangkapan yang dilakukan pada Kamis (26/1) malam merupakan hasil operasi gabungan Polres Metro Jakarta Barat yang dibantu Polda Sumut dan Polres Asahan. Para pelaku ini merupakan jaringan narkotika Malaysia-Medan-Jakarta.
“Polres Metro Jakarta Barat sudah melakukan pengintaian beberapa hari yang merupakan pengembangan dari Jakarta. Hingga tadi malam, tim gabungan melakukan pengintaian di wilayah Asahan dan Tanjungbalai dan akhirnya diketahui narkoba jenis sabu-sabu tersebut dibawa oleh empat orang pelaku dengan menggunakan mobil Avanza dari Tanjungbalai menuju Medan. Kemudian, mobil Avanza yang membawa sabu-sabu tersebut akan melintas di depan Polres Asahan, dan kita langsung melakukan razia didepan Mapolres Asahan,” ujar Tatan Dirsan.
Mobil pelaku yang sudah dekat dengan lokasi razia kemudian diminta untuk berhenti. Namun mobil tersebut tidak berhenti dan melarikan diri dengan kecepatan tinggi.
Polisi kemudian melepaskan tembakan peringatan namun tidak dihiraukan. Petugas terpaksa menembak ke arah mobil tersebut.
“Kemudian kita perintahkan pelaku untuk menyerah. Dari situ kita geledah ditemukan sabu-sabu seberat 7 kilogram. Pelaku dua orang mengalami luka tembak yakni BT dan AL,” terang Tatan.
Saat ini, pelaku dan barang bukti sudah diamankan. Polisi tengah melakukan pengembangan penyidikan. (DON)
PEKANBARU,khatulistiwaonline.com
Seorang PNS tertangkap tim Saber Pungli Polresta Pekanbaru, Riau. Pungli tersebut melibatkan dua warga lainnya sebagai calo mengurus KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pemkot Pekanbaru.
“Tim Saber Pungli kita sudah bekerja terkait adanya pungli pengurusan kartu Keluarga dan KTP. Satu PNS Disdukcapil Pekanbaru tadi ditangkap tim Saber Pungli Polresta Pekanbaru,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Pekanbaru Edwar Sanger kepada khatulistiwaonline, Rabu (25/1/2017).
Edwar menjelaskan oknum PNS berinisial F itu ditangkap bersama istrinya RA dan seorang warga lainnya RO selaku orang yang turut serta dalam pengurusan KTP.
“Satu sisi saya apresiasi tim Saber Pungli kita telah bekerja sejak saya lantik dengan menangkap kasus pungli dalam pengurusan KTP,” ujarnya.
Namun, Edwar yang Kamis (26/1) ini akan dilantik dari Plt menjadi Pejabat Wali Kota Pekanbaru, menyayangkan adanya PNS yang terlibat kasus pungli.
“Padahal saat kita melantik tim Saber Pungli, saya sudah pesan ke seluruh jajaran, jangan coba-coba melakukan pungli. Tapi ternyata masih ada yang berani melakukan itu,” katanya.
Karena itu, Kepala BPBD Provinsi Riau ini meminta agar kasus tersebut tetap ditindaklanjuti. Proses hukum harus ditegakkan agar menimbulkan efek jera terhadap PNS lainnya.
“Harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Ini peringatan keras buat jajaran lainnya, agar jangan coba-coba melakukan pungli dalam bidang apa pun,” tegas Edwar.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bimo Aryanto yang dikonfirmasi khatulistiwaonline tidak bersedia menerima telepon.
Informasi yang dihimpun, dalam kasus pungli pengurusan KTP ini, tim Saber Pungli menyita uang Rp 2 juta dan sejumlah dokumen kartu keluarga. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK menangkap Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar. Mantan anggota DPR itu menjadi hakim konstitusi sejak tahun 2013.
Patrialis lahir di Padang, 31 Oktober 1958. Dilansir dari website mahkamahkonstitusi.go.id, Kamis (26/1/2017), diketahui Patrialis besar dari keluarga veteran. Setelah lulus STM, ia memutuskan merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Indonesia.
Niatnya untuk masuk ke Universitas Indonesia kandas setelah modal yang dibawanya, yakni surat keterangan dia adalah anak veteran, dibuang ke tempat sampah oleh seorang pegawai TU UI. Akhirnya Patrialis masuk dan diterima di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta tahun 1983. Ia mendapat banyak kesempatan dan cukup dianggap di kampus tersebut.
“Saya langsung menjadi asisten dosen filsafat hukum di Ilmu Filsafat Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta. Di situlah saya menggali ilmu,” ungkap Patrialis seperti tertulis di Website Mahkamah Konstitusi.
Aktif di berbagai organisasi seperti Pemuda Muhammadiyah dan Lembaga Keadilan Hukum Universitas Muhammadiyah, membuat kemampuan Patrialis sebagai pengacara mulai terasah. Ia menangani beberapa kasus, di antaranya kasus mengenai Hotel Citra. Patrialis juga mulai memasuki dunia politik pada era ini.
Lulusan S2 program Magister Hukum Universitas Gajah Mada (2010) itu ditawarkan bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1998 setelah berkenalan dengan Amien Rais. Patrialis langsung ditawari menjadi Wakil Sekretaris Jenderal. Partai inilah yang membawanya menjadi anggota DPR dan MPR selama dua periode.
Di periode 1999-2004, Patrialis menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi Reformasi DPR RI. Ia juga duduk sebagai anggota Komisi III yang salah satunya menangani bidang hukum. Di MPR, Patrialis tercatat sebagai salah satu pelaku perubahan UUD 1945 dengan menjadi salah satu Anggota Panitia Ad Hoc I BP MPR.
Untuk periode 2004-2009 di Senayan, Patrialis menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN MPR, Pimpinan Sub Tim Kerja I MPR RI, Anggota Komisi III DPR, dan Kuasa Hukum DPR. Setelah dua periode, lulusan S3 Doktor (Hukum) Universitas Padjadjaran tersebut memutuskan berhenti.
Namun ia kembali aktif di dunia politik dengan tergabung dalam tim sukses Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono pada tahun 2009 sebagai anggota tim advokasi dan bantuan hukum. Pada periode kedua Presiden SBY, Patrialis diangkat sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) di Koalisi Indonesia Bersatu Jilid II dari Oktober 2009 hingga Oktober 2011. Ia digantikan oleh Amir Syamsuddin hingga periode KIB II habis. Bapak lima anak ini juga pernah menjadi anggota Kompolnas.
Jejak Patrialis sebagai pejabat publik sempat terhenti. Hingga akhirnya pada 2013, ia terpilih sebagai Hakim Konstitusi. Pria berdarah Minang itu mengucap sumpah jabatannya pada Selasa (13/8/2013) di Istana Negara. Masa jabatannya baru akan habis pada 2018 mendatang.
Untuk menjadi Hakim Konstitusi yang melengkapi jejak kariernya di eksekutif, legislatif dan yudikatif itu, Patrialis sempat kalah saing dengan rekannya sesama pelaku perubahan UUD 1945 saat MK terbentuk tahun 2003 yaitu Harjono. Suami dari Sufriyeni ini baru bisa mewujudkan harapannya menjadi Hakim Konstitusi pada tahun 2013.
Perjuangan Patrialis menjadi Hakim Konstitusi pada 2013 tidak lah mudah. Banyak tudingan yang terlontar dari berbagai pihak terhadap dirinya berkaitan dengan independensi mengingat riwayat Patrialis yang berlatar belakang dari dunia politik dan dekat dengan pemerintah saat itu.
“Saya jauh mundur (dari partai politik) sebelum menjadi hakim konstitusi. Jadi itu tidak masalah. Saya paham betul bagaimana menjadi hakim dan tak mungkin memihak kepada pihak manapun. Saya bertekad untuk menegakkan keadilan,” ujar Patrialis.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengonfirmasi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Penangkapan itu dilakukan di Jakarta.
“Benar, informasi sudah kami terima terkait adanya OTT yang dilakukan KPK di Jakarta,” kata Agus saat dikonfirmasi, Kamis (26/1).
Agus menyebut ada sejumlah pihak lain yang juga ditangkap. Agus menyebut para pihak itu saat ini sudah diamankan.
“Ada sejumlah pihak yang diamankan saat ini. Terkait dengan lembaga penegak hukum,” ujar Agus. (DON)