JAKARTA, KHATULISTIWA – Kepala BNN Komjen Budi Waseso tak menampik gembong narkoba Freddy Budiman masih menjalankan aksinya di balik jeruji besi. Buwas mengaku tidak akan menyentuh Freddy agar bisa segera dieksekusi.
“Freddy Budiman, tidak dipungkiri bahwa dia masih melakukan kegiatan operasi jaringan melalui lapas-lapas. Kita juga sudah bisa membuktikan,” kata Buwas di acara peringatan Hari Anti Narkoba Internasional di Tamansari, Jakarta Barat, Minggu (26/6/2016).
Meskipun tahu Freddy masih menjalankan aksinya, Buwas tak akan menyentuh Freddy. Tujuannya, agar mafia narkoba itu bisa segera dieksekusi mati.
“Kita tidak mau ‘menyentuh’ yang bersangkutan, karena nanti jadi alasan yang bersangkutan bisa melakukan upaya hukum untuk PK sehingga akan memperpanjang daripada proses eksekusi,” tegas Buwas.
Freddy Budiman memang sudah masuk incaran untuk segera dieksekusi mati. Namun, menjelang eksekusi, Freddy mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Berkas PK Freddy sudah disidangkan di PN Cilacap dan saat ini sudah sampai ke MA untuk segera diputuskan.
Freddy Budiman menjalai sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cilacap, Rabu (25/5/2016). Sidang ini mendapat penjagaan ketat dari aparat kepolisian.
Sebelumnya Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Kamis (22/6) lalu menggagalkan upaya penyelundupan narkotika jenis sabu di sebuah gudang di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Narkoba seberat 33 kg tersebut dimasukkan ke dalam sebuah kotak besi seberat 800 Kg.
Kasus ini sebagai pengembangan atas ditemukannya sabu seberat 45 Kg di Rawa Bebek. Pengungkapan tersebut mempunyai keterlibatan dari jaringan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman. (BAS)
SERANG, KHATULISTIWA
Penegakan hukum di NKRI masih lemah akibat ulah para cukong pengusaha yang berlindung di belakang oknum penegak hukum korup. Seperti yang terjadi awal tahun 2015 lalu, seorang pengusaha limbah di daerah Cikande, Serang, Banten diduga menjadi penguasa oknum-oknum penegak hukum di Provinsi Banten.
Pengusaha limbah bernama H. Nurdin yang berdomisili di daerah Tangerang itu ditengarai telah mendanai Madohir sang Preman Besar Wilayah Cikande untuk menghabisi nyawa Alaya Uriyana. Alaya Uriyana korban pembantaian sekelompok preman yang dipimpin Madohir tumbang dan tergeletak bersimbah darah oleh pedang, samurai serta benda tumpul lainnya.
Dalam keadaan sekarat Alaya Uriyana dilarikan ke rumah sakit di daerah Serang.
Peristiwa yang nyaris merenggut nyawa Alaya Uriyana dan disaksikan Kapolsek dan anggotanya terjadi di Desa Barengkok, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang. Alaya Uriyana di keroyok segerombolan preman dan disaksikan oleh Kapolsek setempat dan sejumlah anggotanya.
Alaya Uriyana dilarikan ke rumah sakit sementara Madohir ditahan di Mapolres Serang. Saat kejadian saksi mata sangat banyak dan menyaksikan bahwa preman suruhan H. Nurdin yang melakukan pembantaian kepada korban Alaya Uriyana sekitar delapan orang. Perkara berlanjut sampai ke persidangan. Madohir selaku terdakwa disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Serang. Madohir sendirian diperiksa oleh majelis hakim yang mulia, sementara teman-teman dan anak buah Madohir tidak dihukum. Padahal, pelakunya lebih dari satu orang dan kejadian itu juga disaksikan Kanit Reskrim Polsek Cikande dan Kapolsek serta aparat lainnya. Atas kejadian tersebut, Joshrius, Direktur Eksekutif Lembaga Pemberantas Korupsi dan Penyelamat Indonesia (LPKPI) yang berkantor pusat di Komplek Zeni AD V No 22, Kalibata, Jakarta Selatan dan memiliki kantor perwakilan Provinsi Banten yang berkantor di belakang Terminal Pakupatan Serang selaku aktivis bersama anggotanya melakukan investigasi.
Menurut Joshrius, pada saat itu H. Nurdin pengusaha limbah sangat melanggar aturan dan etika terhadap surat undangan Kepala Desa (Kades) Barengkok. Joshrius dibantu istrinya Mei Sartika Sitorus kemudian melakukan investigasi ke tempat kejadian perkara (TKP) untuk mencari sumber masalah terjadinya pembantaian terhadap Alaya.
Joshrius tidak dibiaya oleh negara untuk melakukan investigasi dalam mengumpulkan sejumlah informasi. Ternyata di PT. Mitsuba 2 dan Mitsuba 3 diduga telah terjadi pelanggaran hukum yang merugikan perusahaan dan negara. Disetiap truk pengangkut limbah milik H. Nurdin dari pabrik PT. Mitsuba 2 dan Mitsuba 3 hanya berisi atau memuat sedikit limbah sebagai bahan menutup barang produksi perusahaan yang diangkut secara Ilegal. Permasalahan lain adalah alat timbangan di pabrik tersebut segel teranya rusak.
Setelah melakukan investigasi di lokasi pabrik, Mei Sartika Sitorus, SE selaku istri Johrius memberikan laporan lisan kepada pejabat Kantor Metrologi di Serang. Pelanggaran lain bahwa perusahaan H. Nurdin yang dipakai sebagai alat untuk melakukan pengangkutan limbah diduga tidak pernah membayar pajak secara baik.
Terkait temuan itu, Joshrius meminta kepada Pemprov Banten melakukan kontrol timbangan yang ada di PT. Mitsuba 2 dan Mitsuba 3. Masih menurut Joshrius, sekitar pertengahan bulan Maret 2015, LPKPI membuat surat pemberitahuan aksi damai di Polda Banten. Sebelum surat pemberitahuan aksi damai LPKPI Provinsi Banten, perkara tersebut sudah merebak luas oleh berita di koran Khatulistiwa, dan oknum-oknum penegak hukum seperti Kapolres Serang dan pejabat Polres serta Polsek Cikande dilaporkan ke Irwasda Polda Banten.
Setelah mendapat izin demonstrasi besar-besaran dari Polda Banten dikantongi oleh LPKPI, yakni waktu diberikan adalah hari Jumat tanggal 20 Maret 2015 pukul 07.00 WIB, lokasi mimbar bebas di lokasi pabrik PT Mitsuba Komplek Modern, Desa Barengkok, tanggal 19 Maret 2015 atau sehari sebelum hari “H” izin demo, Joshrius bersama istrinya Mei Sartika Sitorus ditangkap di Kantor LPKPI Prov. Banten. Josrius dan Mei Sartika dipersangkakan melakukan tindak pidana korupsi pengadaan kapal 30 GT di Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pandeglang.
Sementara kaitan dengan aksi demo,Joshrius dan rombongan dari Desa Barengkok pulang dan menemui Jasria selaku Kepala Desa (Kades). Ketika itu semua yang ditawarkan H. Nurdin dapat diterima oleh Jasria dan warga desa. Namun, tenggat waktu yang diberikan H. Nurdin untuk pertemuan melakukan kesepakatan menuju perdamaian, H. Nurdin ingkar janji. Berulang-ulang pihak tim mediasi dari H. Nurdin menghubungi Jasria dan warga Desa Barengkok, tapi pengusaha limbah itu malah menghindari perdamaian. H. Nurdin meminta kepada Joshrius untuk bertamu di rumah nya di wilayah Tangerang. Joshrius tanpa didampingi oleh istri maupun staf LPKPI benar berkunjung ke rumah H. Nurdin. Saat pertemuan dengan H. Nurdin yang disaksikan oleh anak buahnya, Joshrius ditawari kemitraan. Seperti meminta kepada pihak desa melalui Joshrius agar limbah tetap dipegang oleh H. Nurdin, dan biaya perobatan Alaya Uriyana ditanggung oleh H. Nurdin.
Pergerakan Direktur Eksekutif LPKPI yang didampingi oleh istri dan stafnya sangat mengkhawatirkan H. Nurdin akan terungkapnya permasalahan-permasalahan yang selama ini keuntungannya dibagi-bagi kepada oknum penegak hukum dan preman-preman yang mampu menjaga usaha H. Nurdin. (RAIT/NGO)
TANGERANG, KHATULISTIWAONLINE.COM –
PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk harus memotong dan menyetorkan 10 persen dari total Rp5.231.503.000.000 atau senilai Rp 523.150.300.000 ke kas negara sebagai pajak penghasilan atas persewaan tanah/bangunan Penyelidikan dugaan tindak pidana perpajakan yang merugikan negara sebesar kurang lebih Rp 523.150.300.000,- oleh PT Alfaria Trijaya, sepertinya akan memasuki babak baru. Jika selama ini informasi tersebut tidak digubris dan terkesan dianggap angin lalu oleh Ke jaksaan Negeri (Kejari) Tangerang selaku pihak yang menerima laporan dari kalangan LSM, pernyataan atau dukungan untuk segera melakukan penyelidikan datang dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Sekarang ini kita (Kejagung RI Red) telah memberikan kewenangan kepada setiap kejaksaan untuk menangani setiap laporan dari masyarakat. Karena dugaan tindak pidana perpajakan ini sejak awal dilaporkan ke Kejari Tangerang, biarlah mereka yang melakukan penyelidikan sejauh mana kebenaran informasi dari LSM tersebut,” kata Hendrik, Staf Penkum Kejagung kepada KHATULISTIWA belum lama ini.
Sebelumnya, pihak Ditjen Pajak yang namanya enggan disebut mengatakan merasa senang mendapat informasi seperti ini. “Nanti akan kami beritahu kepada pimpinan langkah apa yang harus dilakukan terkait temuan LSM ini,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Pemantau Pendapatan dan Kerugian Negara (PPKN) yang diketuai Holmes, BJ mensinyalir adanya indikasi kerugian keuangan negara dari sektor Pajak Penghasilan Atas Persewaan Tanah dan/atau bangunan yang bersifat final di lingkungan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk yang beralamat di Jalan MH. Thamrin No. 9 Cikokol, Tangerang, Banten.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan PPKN yang diterima koran ini, untuk periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 ditemukannya danya dugaan kerugian pada pendapatan negara sebesar kurang lebih Rp 523.150.300.000 dari Pajak Penghasilan Atas Persewaan Tanah dan Bangunan.
Dalam telaah indikasi kerugian negara menurut PPKN, Penghasilan Atas Persewaan Tanah dan atau Bangunan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk periode 31 Desember 2009 s/d 31 Desember 2013, sebagai berikut.
- Tahun 2009 Penghasilan dan Persewaan Tanah dan Bangunan sebesar Rp462.260.000.000, pajak Persewaan Tanah dan Bangunan (10%) yakni Rp 46.226.000.000,-
- Tahun 2010 Penghasilan dari Persewaan Tanah dan Bangunan Rp653.590.000.000, Pajak Persewaan Tanah/Bangunan (10%) yaitu Rp65.359.000.000,-.
- Tahun 2011 Penghasilan dari Persewaan Tanah/ Bangunan Rp825.600.000.000,- Pajak Persewaan Tanah/Bangunan (10%)sebesar Rp82560.000.000,-.
- Tahun 2012 Penghasilan dari Persewaan Tanah/Bangunan Rp 1.373.414.000.000 dengan Pajak Penghasilan Persewaan Tanah/Bangunan (10%) Rp137.341.400.000,- dan
- Tahun 2013 Penghasilan dari Persewaan Tanah/Bangunan Rp 1.916.639.000.000,- Pajak Persewaan Tanah/Bangunan Rp191.663.900.000,-.
Jadi menurut temuan PPKN, total Penghasilan dan Persewaan Tanah/Bangunan selama periode tahun 2009 s/d 2013 sebesar Rp5.231.503.000.000,- dan Pajak Persewaan Tanah/Bangunan Rp 523.150.300.000,-
Sesuai dengan UU RI Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2008, dan UU RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 28 Tahun 2007 serta Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 Tentang pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan.
Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang berrtindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa. Dalam Pasal 2 menurut PPKN, disebutkan dalam hal penyewa bukan sebagai pemotong pajak maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan. Pasal 3 besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10 persen, dan jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dalah bersifat final.
“PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk harus memotong dan menyetorkan 10 persen dari total Rp5.231.503.000.000 atau senilai Rp 523.150.300.000 ke kas negara sebagai pajak penghasilan atas persewaan tanah/bangunan,” demikian disebutkan PPKN.
Masih menurut PPKN, berdasarkan hasil telaah cash flow yang terdapat dalam laporan keuangan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, untuk periode tahun 2009 s/d 2013, perseroan ini hanya membayar pajak sebesar Rp 283.554.000.000,- yang merupakan pajak penghasilan perusahaan /badan.. “Tidak ditemukan adanya pembayaran pajak final atas persewaan tanah/bangunan dalam cah flow laporan keuangan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Dari uraian tersebut maka terdapat kekurangan pembayaran pajak atas penghasilan dari persewaan tanah/bangunan senilai Rp 523.150.000.000,” paparnya seraya berharap agar Kejaksaan Negeri Tangerang dan pihak pajak melakukan penyelidikan.
Terkait temuan PPKN ini, KHATULISTIWA telah berupaya meminta klarifikasi dan konfirmasi kepada pihak Menejemen PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk di Kantornya Jalan MH. Thamrin, Cikokol, Tangerang, Senin (27/4) lalu. Anton Sihotang selaku staf Humas PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk yang menerima KHATULISTIWA mengaku belum pernah mendengar informasi sekitar temuan PPKN itu, dan akan menyampaikan masalah itu kepada pimpinannya. “Selain tidak mengerti permasalahannya, saya belum bisa memberikan keterangan dan akan saya laporkan kepada atasan saya dan hasilnya akan kita beritahukan kepada Kha tulistiwa melalui email,” kata Anton. Namun hingga saat ini penjelasan melalui email belum juga diterima koran ini.
Menangapi dugaan tindak pidana perpajakan ini, Alisati Siregar, SH, MH dan Edwin Salhuteru, SH dari Law Office Gracia mengatakan agar pihak PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk melakukan ke wajibannya sesuai dengan yang disebutkan oleh PPKN. “Kalau memang temuan PPKN itu tidak benar, silahkan memberikan bantahan atau somasi kepada pihak PPKN. Kita juga berharap adanya keseriusan Kejari Tangerang yang telah mendapat dukungan dari Kejagung untuk me nyelidiki dugaan tindak pidana perpajakan ini,” kata Alisati Siregar dan Edwin Salhuteru. (NIH/NGO)
JAKARTA, KHATULISTIWA – Penyidik menduga pelaku dan korban satu keluarga sehingga memiliki kedekatan. Krishna menuturkan saat ini polisi membawa tersangka ke lokasi penemuan jasad korban di Jasinga.
Polisi dari Kepolisian Daerah Metro Jaya meringkus seorang pria berinisial RZ yang diduga membunuh dan memperkosa seorang bocah berumur 12 tahun yang jasadnya dibuang di Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.“Pelaku ditangkap di Pandeglang, Banten,”
kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombespol Krishna Murti di Jakarta, Selasa.
Krishna mengatakan RZ membawa korban dari Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, ke Jasinga. Penyidik menduga pelaku dan korban satu keluarga sehingga memiliki kedekatan. Krishna menuturkan saat ini polisi membawa tersangka ke lokasi penemuan jasad korban di Jasinga.
Warga menemukan jasad korban di hutan produksi pohon Akasia Mangium di Jasinga, Jumat (23/10), namun keluarga korban baru melihat jasad korban pada Senin (26/10) usai mendatangi Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur.(RIF)
JAKARTA, KHATULISTIWA –
Betul, keduanya saat ini sedang diperiksa,” kata Brigjen Agus Rianto di Mabes Polri
Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri memeriksa dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan “Uninterruptible Power Supply” (UPS) pada APBDP DKI Jakarta 2014 yakni Fahmi Zulfikar dan M Firmansyah. “Betul, keduanya saat ini sedang diperiksa,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Agus Rianto di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Keduanya diperiksa dalam status tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan UPS setelah gelar perkara dan ditemukannya dua alat bukti. FZ dan MF diduga melakukan korupsi saat berada di Komisi E DPRD DKI Jakarta. FZ adalah anggota Komisi E, sedangkan MF Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta.
Sebelum menetapkan kedua tersangka, penyidik sudah memeriksa enam saksi yakni S, MG, FS, DR, E, dan L. Keenamnya adalah anggota DPRD DKI Jakarta priode 2009-2014.Dengan demikian, kasus tindak pidana korupsi UPS telah menyeret empat orang yakni dua pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yakni Alex Usman dan Zaenal Soleman serta dua anggota DPRD DKI Jakarta FZ dan MF.
Kasus Alex sudah masuk tahap persidangan Pengadilan Tipikor, sedangkan Zaenal berstatus tahanan rutan Breskrim yang berkas kasusnya masih berproses di kejaksaan.(DON)