JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sidang perkara dugaan korupsi proyek e-KTP memasuki agenda pemeriksaan saksi. Para saksi yang akan dimintai keterangan dalam persidangan berasal dari berbagai unsur yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Keuangan (Kemkeu) dan DPR.
Ketua majelis hakim John Halasan Butar Butar membuka sidang dan menanyakan kepada jaksa KPK tentang berapa saksi yang dihadirkan. Jaksa KPK menyebut sebenarnya ada 8 saksi yang dipanggil tetapi seorang saksi tidak bisa hadir.
“Rencananya kami memanggil 8 saksi, namun yang sudah hadir baru 6, Yang Mulia. Satu orang menuju ke sini, yang berhalangan ada 1 orang, Yang Mulia yaitu Agus Martowardojo dan akan direncanakan dipanggil ulang di persidangan lainnya,” ujar jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2017).
Para saksi yang telah hadir dan akan diperiksa yaitu Gamawan Fauzi (mantan Menteri Dalam Negeri), Diah Anggraeni (mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri), Elvius Dailami (Direktur Fasilitas Dana Perimbangan Ditjen Keuangan Kemdagri), Winata Cahyadi (Direktur Utama PT Karsa Wira Utama), Chairuman Harahap (mantan Ketua Komisi II DPR), dan Yuswandi A Temenggung (Kabiro Perencanaan Kementerian Dalam Negeri 2004-2010/Sekjen Kementerian Dalam Negeri).
Sedangkan seorang saksi yang masih dalam perjalanan ke sidang yaitu Rasyid Saleh. Dia merupakan Dirjen Administrasi Kependudukan 2005-2009.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa dua eks pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Irman dan Sugiharto, melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sejumlah orang. Kerugian keuangan negara dalam kasus ini sebesar Rp 2,3 triliun.
“Dari rangkaian perbuatan para terdakwa secara bersama-sama tersebut di atas memperkaya para terdakwa, yakni memperkaya terdakwa I (Irman) sejumlah Rp 2.371.250.000, USD 877.700, dan SGD 6.000 serta memperkaya terdakwa II (Sugiharto) sejumlah USD 3.473.830,” sebut jaksa saat membacakan surat dakwaan pada sidang sebelumnya. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jessica Kumala Wongso menangis menelan kekecewaan setelah banding atas vonis 20 tahun ditolak Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun, Jessica tidak patah arang dan segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Nama Jessica Wongso menjadi buah bibir masyarakat menyusul kematian sahabatnya, Wayan Mirna Salihin. Mirna tewas usai meminum es kopi Vietnam yang dipesan Jessica Wongso saat mereka bertemu di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada Rabu, 6 Januari 2016.
Setelah polisi mengantongi bukti yang kuat, Jessica Wongso ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Mirna pada Jumat, 29 Januari 2016. Jejak Jessica Wongso yang tiba-tiba menghilang dari kediamannya dicari polisi. Pada Sabtu 30 Januari 2016, Jessica Wongso ditangkap polisi di kamar nomor 822 Hotel Neo Mangga Dua Square, Jakarta Utara. Jessica Wongso saat itu sedang bersama kedua orang tuanya dan dia langsung digelandang ke Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
Proses hukum Jessica Kumala Wongso terus bergulir. Tibalah Jessica Wongso duduk di kursi pesakitan. Sidang perdana Jessica Wongso digelar
di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta, pada Rabu 15 Juni 2016. Sidang yang diketuai majelis hakim Kisworo ini menyedot perhatian khalayak ramai dan pengunjung sidangnya membludak. Sidang Jessica Wongso ini digelar maraton bahkan hingga dini hari.
Persidangan Jessica Wongso digelar terbuka bahkan disiarkan live oleh media massa. Jessica dijerat Pasal 340 KUHP yang mengatur tentang pembunuhan berencana. Sidang demi sidang dilalui Jessica Wongso hingga 32 kali persidangan.
Akhirnya, Jessica Wongso menghadapi palu hakim. Surat vonis atas perkara pembunuhan berencana Mirna yang akan dibacakan majelis hakim sebanyak 377 halaman. Majelis hakim memvonis Jessica Wongso 20 tahun penjara pada Kamis 27 Oktober 2016. Perbuatan Jessica Wongso sesuai dengan yang tertuang dalam pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Perbuatan Jessica disebut keji dan sadis karena meracuni Mirna dengan racun sianida. “Menurut saya putusan ini sangat tidak adil dan memihak,” ujar Jessica lirih menanggapi vonis tersebut.
Jessica Wongso kemudian dijebloskan ke Rutan Pondok Bambu. Di dalam bui, Jessica Wongso mengisi hari-harinya dengan sejumlah aktivitas antara lain mengajar Bahasa Inggris dan menjadi instruktur senam untuk penghuni Rutan.
Hari demi hari dilalui Jessica Wongso di dalam bui. Perjuangan Jessica Wongso mencari keadilan jalan terus. Jessica Wongso melalui kuasa hukumnya yang dikomandani Otto Hasibuan memutuskan mendaftarkan memori banding setebal 148 halaman ke Pengadilan Tinggi Jakarta pada
pada Rabu 7 Desember 2016.
Dalam penantian putusan banding tersebut, Jessica Wongso kerap menangis pilu dan mengaku sudah tidak betah mendekam di tahanan. Jessica Wongso bertanya-tanya kapankah putusan banding tersebut dikeluarkan oleh pengadilan.
Setelah menanti beberapa bulan, Pengadilan Tinggi Jakarta akhirnya memutuskan menolak banding Jessica Wongso. Putusan itu diketok oleh ketua majelis Elang Prakoso Wibowo dengan anggota Sri Anggarwati dan Pramodhana KK Atmadja. Majelis tinggi sependapat dengan PN Jakpus dalam perkara tersebut. “Menguatkan putusan PN Jakpus Nomor 777/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst tanggal 27 Oktober 2016,” demikian bunyi putusan banding yang didapat khatulistiwaonline, Senin (13/3/2017).
Mendengar bandingnya ditolak, Jessica Wongso kaget dan semakin sedih. “Dia sebenarnya kaget waktu sebulan lalu. Nah waktu itu dia kaget, menangis dan sedih sekali. Tetapi karena dari awal, saya sudah sampaikan dan tadi pagi sudah kuat. Karena kita sudah berulang kali, sudah kita persiapkan dari awal sudah disampikan, jangan berharap di PT kita berharap di MA,” ungkap Otto.
Namun, perjalanan Jessica Wongso mencari keadilan tidak berhenti. Jessica Wongso akan mengajukan kasasi dalam empat belas hari ke depan. Jessica Wongso dan kuasa hukumnya meyakini putusan MA akan lebih objektif dan lebih bijaksana. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jaksa penuntut umum pada KPK menyebut ada banyak pihak yang menerima aliran dana dari dugaan korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Terkait hal itu, KPK menyebut uang tersebut lebih baik dikembalikan.
“Uang negara dikembalikan itu baik,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada khatulistiwaonline, Kamis (9/3/2017) malam.
Hal serupa diungkapkan oleh Kabiro Humas KPK Febri Diansyah. Dia menyatakan pengembalian kerugian keuangan negara menjadi salah satu fokus KPK dalam kasus ini.
“Dalam kasus ini salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah penelusuran aliran dana,” ucap Febri saat dikonfirmasi secara terpisah, Kamis (9/3).
“Terutama untuk kepentingan memaksimalkan asset recovery. Apalagi kerugian keuangan negara yang cukup besar,” imbuhnya.
Febri juga mengatakan KPK tidak menghiraukan bantahan dari para pihak yang namanya disebut dalam dakwaan. Menurutnya, KPK bertugas untuk membuktikan hal yang sebenarnya terjadi.
“Dalam banyak perkara memang sejumlah pihak membantah. Dan menjadi tugas KPK untuk membuktikan yang sebenarnya. Kami tentu tidak bergantung pada bantahan. Namun, sebagai pengingat, akan lebih baik jika koperatif dengan penegak hukum,” jelas Febri.
Sebagai informasi, 2 terdakwa kasus e-KTP, yaitu Irman dan Sugiharto menerima uang yang disebut hasil korupsi sebesar Rp 60 miliar. Irman mengantongi Rp 2.371.250.000 dan USD 877.700 serta SGD 6 ribu atau setara Rp 14 miliar, sedangkan Sugiharto mendapatkan USD 3.473.830, setara Rp 46 miliar.
Selain kedua terdakwa ada pula pihak-pihak lain yang disebut menerima duit dari dugaan korupsi e-KTP ini. Berikut ini para pihak yang disebut jaksa KPK dalam surat dakwaan:
1. Gamawan Fauzi USD 4,5 juta dan Rp 50 juta
2. Diah Anggraini USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta
3. Drajat Wisnu Setyaan USD 615 ribu dan Rp 25 juta
4. 6 orang anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu
5. Husni Fahmi USD 150 ribu dan Rp 30 juta
6. Anas Urbaningrum USD 5,5 juta
7. Melcias Marchus Mekeng USD 1,4 juta
8. Olly Dondokambey USD 1,2 juta
9. Tamsil Lindrung USD 700 ribu
10. Mirwan Amir USD 1,2 juta
11. Arief Wibowo USD 108 ribu
12. Chaeruman Harahap USD 584 ribu dan Rp 26 miliar
13. Ganjar Pranowo USD 520 ribu
14. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR USD 1,047 juta
15. Mustoko Weni USD 408 ribu
16. Ignatius Mulyono USD 258 ribu
17. Taufik Effendi USD 103 ribu
18. Teguh Djuwarno USD 167 ribu
19. Miryam S Haryani USD 23 ribu
20. Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu
21. Markus Nari Rp 4 miliar dan USD 13 ribu
22. Yasonna Laoly USD 84 ribu
23. Khatibul Umam Wiranu USD 400 ribu
24. M Jafar Hapsah USD 100 ribu
25. Ade Komarudin USD 100 ribu
26. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar
27. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
28. Marzuki Ali Rp 20 miliar
29. Johanes Marliem USD 14,880 juta dan Rp 25.242.546.892
30. 37 anggota Komisi II lain seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang USD 13-18 ribu
31. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
32. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
33. Perum PNRI Rp 107.710.849.102
34. PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022
35. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp 148.863.947.122
36. PT LEN Industri Rp 20.925.163.862
37. PT Sucofindo Rp 8.231.289.362
38. PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36
KPK pernah menyebut ada pengembalian uang senilai Rp 250 miliar dari 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 individu. Namun, KPK belum menyebut siapa saja pihak-pihak yang mengembalikan uang tersebut. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jaksa KPK mengungkap 3 anggota DPR dan seorang pengusaha telah membikin rancangan pembagian uang proyek e-KTP. Ketiga anggota DPR itu adalah Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin, sedangkan pengusaha itu adalah Andi Agustinus alias Andi Narogong.
“Guna merealisasikan pemberian fee tersebut, Andi Agustinus alias Andi Narogong membuat kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin tentang rencana penggunaan anggaran KTP Elektronik yang kurang lebih senilai Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen,” kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaannya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/3/2017).
Selain itu, mereka juga bersepakat agar proyek itu digarap oleh BUMN dengan tujuan mudah diatur.
Berikut kesepakatan antara Andi Narogong, Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin, seperti tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa KPK:
a. Sebesar 51 persen atau sejumlah Rp 2.662.000.000.000 dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek
b. Sedangkan sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah 2.558.000.000.000 akan dibagi-bagikan kepada:
– Beberapa pejabat Kemdagri termasuk para terdakwa sebesar 7 persen atau sejumlah Rp 365.400.000.000
– Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp 261.000.000.000
– Setya Novanto dan Andi Narogong sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000
– Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000
– Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen atau sejumlah Rp 783.000.000.000
(ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jaksa KPK menyebut ada peran Setya Novanto di balik mega korupsi e-KTP. Selain itu, jaksa KPK juga menyebut uang hasil korupsi jadi bancakan banyak pihak.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017), 2 terdakwa yaitu Irman dan Sugiharto disebut memperkaya orang lain atau korporasi. Ada banyak pihak yang disebut mulai dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), DPR, hingga pihak swasta.
“Yaitu memperkaya para terdakwa dan memperkaya orang lain yakni Gamawan Fauzi, Diah Anggraini, Dradjat Wisnu Setyawan beserta 6 orang anggota panitia pengadaan, Husni Fahmi beserta 5 orang anggota tim teknis, Johannes Marliem, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Lindrung, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, Agun Gunandjar Sudarsa, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna Laoly, dan 37 anggota Komisi II DPR,” ujar jaksa KPK.
Kemudian, jaksa KPK juga menyampaikan uang haram e-KTP juga mengalir ke korporasi. Perusahaan-perusahaan yang menerima aliran dana itu merupakan perusahaan yang menangani pengadaan e-KTP tersebut.
“Serta memperkaya korporasi yakni Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI), PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo, manajemen bersama Konsorsium PNRI,” imbuh jaksa KPK.
Dalam kasus itu, jaksa KPK menyebut 2 terdakwa yaitu Irman dan Sugiharto melakukan korupsi bersama-sama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang dan jasa pada Kemendagri, Isnu Edhi Wijaya selaku ketua konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia atau PNRI, Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri, Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, dan Drajat Wisnu Setyawan selaku ketua panitia pengadaan barang dan jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil tahun 2011. Namun sejauh ini, nama-nama selain 2 terdakwa itu belum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.(MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Pagi ini, jaksa KPK akan membacakan surat dakwaan untuk dua terdakwa kasus e-KTP. Ketua KPK Agus Rahardjo sampai berharap pembacaan dakwaan tidak akan menyebabkan guncangan politik. Seberapa besarkah kasus ini?
Agus sudah mewanti-wanti dari beberapa hari lalu bahwa perkara itu menyeret nama-nama besar. Siapa nama-nama besar itu? Agus enggan merincinya.
“Iya (beberapa di antaranya nama tokoh besar). Nanti Anda tunggu. Kalau Anda mendengarkan tuntutan yang dibacakan, Anda akan sangat terkejut. Banyak orang yang namanya akan disebutkan di sana,” kata Agus saat ditemui wartawan setelah bertandang ke Kantor Staf Presiden, 3 Maret lalu.
Bahkan Agus sempat menyampaikan kekhawatirannya. Dia menyebut surat dakwaan itu bisa saja membuat suatu guncangan politik di negeri ini.
“Anda dengarkan kemudian Anda akan melihat ya mudah-mudahan tidak ada guncangan politik yang besar, karena namanya yang disebutkan banyak sekali,” ucap Agus.
Terkait dengan kasus ini, KPK selalu menyebut ada 3 klaster atau kelompok di pusaran uang haram proyek e-KTP. Ketiga sektor itu adalah politikus, birokrat, dan swasta.
Proyek itu memang menyentuh 3 sektor itu sedari awal. Dari awal, proyek itu berada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Proses lelang dilakukan dan melibatkan perusahaan-perusahaan yang akan menggarap proyek. Anggarannya dibahas di Komisi II DPR selaku mitra kerja Kemendagri. Pusaran itu tentunya menjadi perhatian KPK untuk merunut peristiwa-peristiwa terkait dengan korupsi megaproyek yang menelan hampir Rp 6 triliun uang negara itu.
“Ada tiga klaster besar dalam kasus e KTP ini, dan ketiganya itu mulai dari sektor politik, birokrasi, dan swasta,” ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, 3 Maret 2017.
Meski proyek itu menyentuh 3 klaster tersebut, KPK baru menetapkan 2 tersangka dari sisi birokrat saja, yaitu Irman dan Sugiharto. Keduanya merupakan mantan pejabat di Kemendagri yang mengurusi proyek itu.
Sugiharto paling lama menyandang status sebagai tersangka, sekitar 2 tahun lebih. Sedangkan Irman dijerat sebagai tersangka pada tahun lalu. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Santa alias Aliang (43) divonis mati oleh Pengadilan Jakarta Barat (PN Jakbar) karena terlibat dalam sindikat peredaran sabu 20 kg. Padahal menurut kuasa hukumnya Santa hanya seorang translator atau penerjemah bagi 4 WN China yang mengedarkan narkoba.
“Santa ini tidak terlibat, karena perannya sendiri hanya sebagai sopir dan penerjemah. Tapi malah divonis mati, sementara yang lainnya divonis seumur hidup. Ini tidak fair,” ujar Koordinator Advokasi LBH Masyarakat, Muhammad Afif, saat dihubungi khatulistiwaonline, Rabu (8/3/2017).
Dalam kasus ini, peran pria itu adalah translator bagi 4 WN China yang ingin menyewa ruko di daerah Dadap, Tangerang pada 2016. Empat WN China itu adalah:
1. Chen Shaoyan alias Xiao Yan Zi.
2. Tan Welming alias Aming.
3. Qiu Junjie alias Junji.
4. Shi Jiayi alias Jia Bo.
Namun karena keterbatasan bahasa 4 orang itu, Santa yang akhirnya mengurus surat perjanjian sewa menyewa itu.
“Karena keterbatasan bahasa, jadi Santa yang diminta untuk membantu mengurus surat perjanjiannya. Kebetulan, Santa fasih berbahasa mandarin,” sebut Afif.
Aparat yang mengendus pergerakan komplotan itu lalu menggerebek pada Juni 2016. Kelimanya lalu diproses secara hukum dan dihadirkan ke meja hijau. Jaksa menuntut kelimanya dengan tuntutan mati.
PN Jakbar kemudian menyatakan kelimanya melanggar Pasal 114 ayat 2 UU Narkotika dengan hukuman pidana mati bagi Santa dan penjara seumur hidup untuk keempat WN China. Atas putusan itu, Afif mengajukan banding bagi kliennya. Karena tidak terlibat dalam kasus peredaran narkoba itu.
“Tidak terkait sama sekali. Dia hanya bantu saja karena keterbatasan bahasa dan lainnya,” tutup Afif. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kasus korupsi e-KTP yang akan segera disidangkan di Pengadilan Tipikor disebut melibatkan nama-nama besar. Wakil Ketua MPR yang juga politikus Golkar, Mahyudin berpendapat tidak ada orang yang kebal hukum, termasuk dalam kasus ini.
“Jangan dibuat gaduh dalam wacana dan opini. Biarlah diselesaikan secara hukum dan tanpa tekanan. Toh, di negara Indonesia ini nggak ada yang kebal dengan hukum,” ujar Mahyudin saat dihubungi, Rabu (8/3/2017).
Rekan separtai Mahyudin yaitu Setya Novanto sebelumnya merasa prihatin karena namanya dibawa-bawa dalam kasus korupsi e-KTP dan meminta agar pengusutan tidak gaduh. Mahyudin mengatakan bahwa kasus ini memang sebaiknya tidak dibawa ke ranah politik.
“Yang dimaksud Pak Novanto itu kasus ini jangan dibawa ke ranah politik untuk membangun opini. Jangan terlalu dibawa statement, tapi diproses saja secara hukum. Karena ini kasus kan baru 2 orang yang jadi tersangka, tapi banyak politikus yang disebut namanya,” sambungnya.
Sebagai sesama politikus Golkar, Mahyudin mengaku sudah bertemu dengan Novanto. Menurutnya, Novanto merasa tidak terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
“Beberapa waktu lalu saya bertemu beliau. Beliau merasa tidak terlibat dan tidak tahu-menahu. Jadi, biar nanti semua terungkap di fakta persidangan, tidak perlu banyak statement apalagi dari penegak hukum,” jelas Mahyudin.
KPK menyebut salah satu klaster yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP adalah politikus. Mahyudin menjelaskan siapa pun harus diproses secara hukum tanpa tebang pilih.
“Nggak ada masalah, siapa pun dia orang politik harus diproses secara hukum. Jangan terlalu banyak digoreng dalam wacana,” jelas Mahyudin.
Sidang perdana kasus ini akan diselanggarakan pada Kamis (9/3) pekan ini. KPK telah melimpahkan berkas perkara e-KTP itu ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta pada Rabu (1/3) lalu. Berkas itu setebal 24 ribu halaman, yang nantinya akan disarikan dalam surat dakwaan.
Berkas itu terdiri dari 13 ribu lembar berkas untuk Sugiharto, yang berasal dari 294 saksi dan 5 ahli, serta 11 ribu lembar untuk Irman, yang berasal dari 173 saksi dan 5 ahli. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sidang dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan dilanjutkan dengan mendengarkan saksi-saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum. Rencananya, akan ada 3 saksi fakta yang dihadirkan kali ini.
“Sidang besok (hari ini) awal menentukan membuktikan Ahok tidak melakukan penodaan agama,” kata salah satu kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat, saat dimintai konfirmasi, Senin (6/3/2017).
Ketiga saksi tersebut adalah Bambang Waluyo D, Analta Amier, dan Eko Cahyono. Humphrey menyebut ketiganya sudah siap bertempur di pengadilan.
“Persiapannya sangat matang, saksi-saksi sudah siap bertempur di pengadilan,” ujar Humphrey.
Bambang Waluyo merupakan Wakil Ketua Tim Pemenangan Ahok-Djarot di Pilkada DKI 2017. Sedangkan Analta Amier merupakan kakak angkat Ahok.
Ahok didakwa melanggar pasal penodaan agama terkait dengan pidatonya di Kepulauan Seribu. Ahok dianggap telah menodai agama melalui pernyataannya terkait dengan Surat Al-Maidah ayat 51. (DON)