JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Jakarta Corruption Watch ( JCW ) salah satu LSM bidang antikorupsi tengah menelisik dugaan korupsi pengadaan 10 unit Bus Rapid Transit (BRT) di Pemerintahan Kota Tangerang tahun 2015.
Koordinator JCW Manat Gultom, kepada Khatulistiwa, Selasa (6/12) mengungkapkan tidak beroperasinya 10 unit BRT tersebut sesuai jadwal yang ditentukan menunjukkan penyelengaraan negara di Pemkot Tangerang tergolong tak menjalankan fungsi pemerintahan secara penuh sesuai undang-undang.
Walikota Tangerang berlandaskan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Pemda ) berkolaborasikan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dengan UU No. 1 Tahun 2004 Diperbendaharaan Negara serta oleh PPRI No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah berikut Permendagri tentang Penyusunan APBD, kata Manat, pada hakikatnya adalah selaku kepala pemerintahan atau chief operational officer( COO ) dan selaku Chief operational financial ( CFO ) atau kekuasaaan atas pengelolaan keuangan daerah.
Akan tetapi kata Manat, otoritas perundang- undangan yang melekat pada tugas dan tanggungjawab kewenangan Walikota Tangerang tersebut justru ditampakkan oleh sikapnya mengkangkangi tatanan undang- undang itu. “Artinya, Walikota selaku pembuat kebijakan dan keputusan publik untuk mencegah kemacetan akut di kota Tangerang tak dijalankan. Padahal, 10 unit BRT tersebut diharapkan terintegrasi dengan APTB TransJabodetabek,” terangnya.
Dimata JCW, jelas Manat, tidak beroperasinya selama hampir 10 bulan 10 unit BRT menunjukkan pengadaan bus dari sebahagian pengumpulan pajak masyarakat adalah klasifikasi mangkrak. Dan mangkrak peruntukan barang jasa adalah tergolong dari bahagian sifat- sifat/ cara- cara, dan ciri- ciri silih korupsi dalam bentuk korupsi dengan korupsi yang bersifat terselubung maupun korupsi dengan korupsi yang bersifat ganda.
Publik seharusnya melaporkan perkara ini ke aparat hukum. Dimungkinkan ada peristiwa korupsi rahasia melibatkan elemen keuntungan timbal balik, “ tegas Manat.
Hakikatnya, Walikota semestinya mencopot Kepala Dinas Perhubungan selaku Kuasa Pengguna Anggaran ( KPA ) dari Pengguna Anggaran ( PA ) dalam hal ini Walikota yang pendelegasian anggaran satuan kerja kepada Engkos Zarkasih. Selain mencopot Kadis Perhubungan Engkos Zarkasih, Walikota menurut upaya penerapan secara penuh undang- undang, yakni melaporkan dugaan korupsi atas pengadaan 10 unit BRT . Hal ini sesuai perintah UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ( ASN ) dengan UU No. 23 Tahun 20014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sebab, ‘domain’ kolektif kolegial dua undang- undang tersebut secara jelas disebutkan, Walikota duduk dan berperan selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ) serta struktural yang berhak menghukum ( ‘ankum ). Prinsip best practices terhadap undang- undang itu harus diterapkan Walikota Tangerang jikalau tidak mau tertuduh secara psikologi politik dalam unsur ganda atau terafiliasi terhadap permainan pengabaian atau kelalaian maupun maladministrasi pengadaan dengan peruntukan 10 unit BRT.
Dan JCW mengancam mengadukan perkara ini ke KPK, berkesesuaian terhadap suburnya korupsi di Pemprov. Banten.Sebagaimana diberitakan, pengadaan BRT dan halte sudah dilakukan sejak tahun 2015 lalu dan selama berbulan-bulan belum beroperasi hanya terparkir di halaman Pusat Pemerintahan (Puspem) Kota Tangerang. Namun, sejak beberapa hari terakhir berdasarkan pengamatan Khatulistiwa, BRT yang seharusnya melayani trayek Terminal Poris Plawad-Jatiuwung itu terlihat beroperasi. Sejumlah pemilik dan pengemudi angkutan kota (angkot) yang selama ini melayani trayek Terminal Poris Plawad-Jatiuwung tak pelak mempertanyakan pengoperasian BRT itu. “Berdasarkan informasi, pengoperasian BRT terunda karena lelang operatornya gagal. Kita perlu tahu apakah lelang operator sudah dilakukan atau belum. Kalau belum, berarti BRT itu beroperasi secara ilegal.
Agar tidak menimbulkan hal tak diinginkan, Pemkot Tangerang harus menjelaskan secara transparan terkait pengoperasian BRT itu ,” ujar salah seorang pengusaha angkot.Dikatakan, dalam kondisi seperti sekarang ini pengoperasian BRT untuk melayani penumpang dengan trayek Poris Plawad-Jatiuwung tidak begitu mendesak, karena dengan jumlah angkot yang ada masih mampu mengangkut penumpang. “Pengadaan BRT dan halte terkesan dipaksakan dan hanya menghambur-hamburkan uang yang jumlahnya sangat besar,” kata pengemudi angkot lainnya. (Tim)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) pimpinan Agus Raharjo diminta mengedepankan prinsip best practices ( penerapan kaidah – kaidah hukum yang baik) untuk koordinasi dan supervisi terhadap dugaan korupsi bantuan sosial ( Bansos ) Rp 100,5 miliar tahun 2015 serta dana hibah 2014 sebesar Rp 20 miliar di Pemerintah Kota Tangerang Selatan ( Tangsel ).
Komisi antirasuah itu harus bergerak bersama Ombudsman Republiik Indonesia ( ORI ) dalam rangka mendirikan penguatan pemberantasan korupsi di Tangsel.
Hal tersebut dikatakan Koordinator Jakarta Corruption Watch ( JCW ) Manat Gultom kepada Khatuslistiwa di kantor KPK Jalan Haji Rangkoyo Rasuna Said Kavling C-1 Kuningan Jakarta Selatan, Selasa ,(6/12 ) seusai mengadukan penatausahaan penanganan perkara dugaan korupsi Bansos Tangsel di Kejaksaan Agung dengan peningkatan pengaduan masyarakat (dumas) pada KKRI dan Jamwas.
Manat, menjelaskan, sebenarnya kasus dugaan korupsi dana bansos dan hibah Pemkot Tangsel telah diadukan ke Jaksa Agung dengan peningkatan pengaduan kepada Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) serta ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan ( Jamwas ) Kejagung beberapa waktu lalu.
Tetapi, dua lembaga negara bidang pengawasan eksternal dan internal kejaksaan itu terkesan tidak berkeinginan kuat untuk mengusut dana bansos dan hibah Pemkot Tangsel tersebut. “Sehingga harus diadukan ke pihak ORI dengan ke KPK,” katanya.
Tujuan pengaduan ke pihak ORI adalah klasifikasi kewenangan lembaga negara berlandaskan UU No. 37 Tahun 2008 untuk mengusut pengabaian dan kelalaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pengusutan dugaan korupsi dana bansos dan hibah di Pemkot Tangsel.
Hal tersebut beriringan terhadap pelayanan dumas JCW kepada Kejagung yang disposisi kepada Kepala Kejati Banten. Disertai peningkatan dumas ke KKRI dengan Jamwas Kejagung. Akan tetapi, pengaduan- pengaduan tersebut justru tidak ada azas kepastian hukum dan profesionalime.
Sedangkan pengaduan kepada KPK yakni, sejalan dengan upaya menerapkan secara penuh Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di mana menurut pasal undang- undang tersebut, diatur kewenangan KPK untuk koordiansi dan supervisi ( Korsup ) atas penanganan suatu perkara korupsi pada instansi kejaksaan dan kepolisian. Dan, dumas JCW bernomor 1043/ LSM JCW/ XII/ 2016 itu, selain desakan korsup terhadap penatausahaan perkara dugaan korupsi dana bansos dan hibah Pemkot Tangsel, pihaknya juga mendesak KPK mengusut peristiwa tindak pidana korupsi lainnya di Pemerintah Provinsi Banten juga Permkot Tangsel.
Misalnya, jelas Manat, penanganan dugaan korupsi dan/ korupsi pengadaan alat kesehatan ( alkes ) kedokteran umum pada APBDP 2012, pembangunan tiga puskesmas dan satu RSUD di Tangsel berikut kasus tindak pidana pencucian uang ( TPPU ) kasus tersangka suami Walikota Tangsel, Tubagus Chaeri Ardana alias Wawan.
Demikian juga kasus dugaan korupsi pengadaan alkes Pemprov Banten 2011- 2013 yang menetapkan Wawan bersama kakaknya yang adalah mantan gubernur Pemprov Banten, Ratu Atut Chosiyah (RAC) sebagai tersangka. “Wawan dan RAC yang sudah berstatus terpidana pemberi suap Rp. 8,5 miliar kepada M. Akil Mochtar selaku hakim dan ketua Mahkamah Konstitusi ( MK ) untuk pengurusan sengketa Pilkada Lebak 2013 dan sengketa Pilgub Banten 2011 yang diikuti RAC- Rano Karno, Wawan bertindak sebagai ketua tim pemenangan kakaknya.
Penyerahan uang tersebut , menurut Manat, tidak bisa dilepaskan dari bentuk korupsi seperti bentuk penyalahgunaan wewenang ( abuse of discretion ) serta bentuk pertentangan kepentingan politik. Dijelaskannya, abuse of dicretion dan pertentangan kepentingan politik oleh putri/putra dan menantu Tb. Hasan ( almarhum ) itu, sangat tidak bisa dibantah. Seperti kasus korupsi di Tangsel. Biar bagaimanapun, suami dari Walikota Tangsel dipastikan secara psikologi politik sangat berpengaruh dalam fungsi penyelenggaaran pemerintahan di Tangsel. Pengungkapan di persidangan melaui media yaitu, Wawan yang divonis setahun dalam perkara korupsi pembangunan tiga puskesmas dan satu RSUD tahun 2011- 2012 secara jelas terungkap ke publik bahwa Wawanlah yang menjadi aktor utama dalam korupsi sebesar Rp 9,6 miliar tersebut.
“Wawan diketahui yang mengatur mulai penganggaran , lelang proyek hingga pelaksanaan pembangunan. Rapatnya dilakukan di kantor PT. Bali Pacific Pragama ( BPP ),” beber Manat.
Sementara menurut tatanan atau hukum anggaran, meliputi UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 Diperbendaharaan Negara, PPRI No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah berbanding lurus terhadap Peratuan Menteri Dalam Negeri ( Permendagri) tentang Pedoman Penyusunan APBD, menyebutkan dan mengatur bahwa Airin Rahmi Diany adalah selaku Chief Operational Officer dan Chief Finacial Officer. Penjabarannya, dianya selaku Pengguna Anggaran ( PA ) yang serta mengeluarkan/ menerbitkan dan menandatangani Surat Keterangan Otomatis ( SKO ) berkait dan terkait surat- surat maupun dokumen pelaksanaan anggaran ( DPA ) dalam kekuasaaanya atas pengelolaan sejumlah uang untuk pembangunan tiga puskesmas dan satu RSUD di Tangsel.
Ironisnya, dalam perkara itu, Jaksa dari Kejagung dan hakim di pengadilan Tipikor Serang justru tidak menyeret Airin. Melainkan, hanya menjerat dengan vonis 4 tahun kepada Dadang Priyatna selaku manager opersional PT. BPP dan mantan Kepala Dinas Kesehatan Pemkot Tangsel, Dadang M. Epid. Jaksa dan hakim ternilai mengkangkangi perundang – undangan demi kompromi mengikuti kekuatan uang dan politik dalam tanda petik dua ( “ ) keluarga Tb. Hasan.
“Karena itulah, pihak JCW harus mengadukan contoh penerapan hukum yang tidak semestinya tersebut kepada pihak ORI dan KPK, termasuk pengusutan korupsi pengadaan alkes Pemprov. Banten 2011 – 2013 yang melibatkan Wawan dan RAC selaku tersangka, tetapi belum berkepastian hukum,” tegas Manat. (Tim)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan Rudi sebagai tersangka penghadangan kampanye Cawagub (petahana) DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Petamburan, Jakarta Pusat. Tersangka Rudi akan dimintai keterangan.
“Sudah ditetapkan sebagai tersangka, nanti akan dimintai keterangan,” kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Ruddy Herianto Adi Nugroho kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Ruddy menambahkan, tersangka bernama Rudi itu segera dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan. Namun, apabila upaya itu tidak bisa dilakukan maka polisi akan melakukan penjemputan paksa. “Kalau tidak bisa hadir, ya kita upaya paksa,” imbuhnya.
Upaya paksa dilakukan mengingat penyidik hanya memiliki batasan waktu selama 14 hari untuk menyelesaikan perkara hingga berkas dinyatakan lengkap (P21).
“Kita kan cuma punya waktu sedikit, 14 hari harus sudah P21 sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan panggilan. Iya kalau datang, kalau enggak bagaimana?” tutur dia.
Kendati dilakukan upaya paksa, namun Ruddy memastikan pihaknya tidak akan melakukan penahanan. Sebab, ancaman pidana kasus itu di bawah 5 tahun penjara sehingga tidak dapat dilakukan penahanan. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Polisi mengungkap alasan tidak melakukan penahanan terhadap tujuh tersangka dugaan makar. Sebab dalam kasus ini, hanya tersangka Sri Bintang Pamungkas yang masih ditahan.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, tersangka ditahan atau tidak merupakan subjektifitas penyidik yang berlandaskan undang-undang. Ada tiga hal landasan penyidik untuk memutuskan menahan tersangka atau tidak. Tiga hal itu adalah:
1. Menghilangkan barang-bukti atau tidak.
2. ,Melarikan diri atau tidak.
3. Akan mengulangi perbuatannya atau tidak.
“Penilaian terhadap indikasi ini kan menurut penilaian penyidik. Penyidik diberikan otoritas untuk melakukan penilaian itu ditahan atau tidak,” kata Martinus di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2016).
“Namun ada sisi lain memang dari sisi kesehatan, sisi kemanusiaan itu juga diberikan oleh penyidik, saya kira itu yang menjadi dasar bagi penyidik untuk melakukan penahanan atau tidak,” sambungnya.
Sementara itu, Martinus mengungkapkan, polisi telah memiliki sejumlah atau bukti saat menangkap 8 tersangka makar tersebut pada Jumat (2/12) lalu. Bukti-bukti tersebut yakni adanya dokumen-dokumen, video-video yang diunggah ke internet, statement-statement ajakan serta bukti transfer adanya pengiriman sejumlah uang dari seseorang ke orang lain.
“Dan kemudian adanya indikasi lain yang mendukung terjadinya upaya permufakatan jahat dengan menempatkan mobil-mobil komando untuk mengajak orang-orang atau mempersiapkan orang-orang yang akan dibawa ke gedung DPR,” tuturnya.
Namun begitu, Martinus tidak bersedia membeberkan isi dokumen-dokumen yang dimaksud. Sebab, isi dokumen itu menjadi catatan penyidik dalam menelusuri kasus ini lebih jauh.
“Isi dokumennya apa ini jadi catatan penyidik,” sebutnya. (RIF)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kapolri Jenderal Tito Karnavian tengah mempertimbangkan pemindahan lokasi sidang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pemindahan lokasi dikaji untuk mempermudah sistem pengamanan yang disiapkan.
“Pengamanan siap, tapi kita akan bicarakan tempatnya dimana, kita berpikir ada tempat lain yang lebih mudah kita amankan,” ujar Tito kepada wartawan di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2016).
Sidang perdana Ahok pada Selasa (13/12) pekan depan dijadwalkan digelar di gedung Pengadilan Negeri Jakpus, Jl Gajah Mada. Sidang digelar di PN Jakpus karena bangunan PN Jakut sedang direnovasi.
Namun lokasi sidang di PN Jakpus dianggap terlalu dekat dengan sentra pemerintahan. Karena itu dikaji pemindahan lokasi sidang yang lain.
“Masih dikaji, masih dibicarakan, karena kan yang di Gajah Mada itu kan di (Jakarta) Pusat, mungkin kita coba yang agak menjauh sedikit dari sentra pusat pemerintahan dan lainnya, untuk kemudahan pengamanan,” imbuh Tito.
Ahok akan disidangkan terkait kasus penistaan agama karena menyebut surat Al Maidah ayat 51 saat bertemu warga di Kepulauan Seribu pada 27 September. Jaksa akan mendakwa Ahok dengan dakwaan yang disusun secara alternatif yakni dakwaan Pasal 156 a KUHP dan atau Pasal 156 KUHP.
Terkait dengan sidang Ahok, Ketua PN Jakut Dwiarso Budi Santiarto sudah menunjuk majelis hakim yakni Dwiarso Budi Santiarto, Jupriyadi, Abdul Rozak, Joseph V Rahantoknam, I Wayan Wirjan. (NOV)
JOMBANG,khatulistiwaonline.com
Ruang kerja Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jombang, Ita Triwibawati, digeledah oleh penyidik KPK. Sedikitnya ada 6 orang penyidik KPK yang melakukan penggeledahan tersebut.
Para penyidik KPK itu tiba di kantor Sekda Pemerintah Kabupaten Jombang, di Jalan Wahid Hasyim sekitar pukul 13.23 WIB, Senin (5/12/2016). Memakai rompi KPK, penyidik tersebut langsung masuk ke dalam ruangan Ita yang tak lain istri Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman. Di dalam ruang kerja tersebut, terlihat beberapa staf Sekda yang mendampingi para penyidik. Penggeledagan ini berlangsung tertutup.
“Mohon ruangan ini disterilkan, ini permintaan KPK,” kata Kepala Satpol PP Kabupaten Jombang, Fachrudin Widodo sembari meminta wartawan menjauhi ruangan sekda tersebut.
Disinggung terkait tujuan penyidik KPK melakukan penggeledahan ini, Fachrudin enggan menjelaskannya. Dia juga tak bisa memastikan keberadaan Ita Tribawati meski mobil dinasnya terparkir di lobi kantor Pemkab Jombang.
“Kami tidak tahu, nanti biar dijelaskan (pihak KPK),” ujarnya singkat.
Selain menyasar ruang kerja Sekda, seorang penyidik lainnya naik ke lantai dua menuju ke ruangan Bagian Administrasi Pembangunan. Hanya sekitar 10 menit di dalam ruangan tersebut, penyidik kembali turun ke ruangan sekda tanpa membawa apapun.
Hingga pukul 14.15 WIB, penyidik KPK belum keluar dari ruangan Sekda Jombang. Beberapa staf Sekda berseragam PNS terlihat membolak-balik berkas di dalam ruangan tersebut. Sementara polisi dan anggota Satpol PP terlihat berjaga di dekat ruangan. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Brigjen Teddy Hernayadi dihukum penjara seumur hidup oleh Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. ICW mengaku kaget dengan putusan tersebut.
“Kita dikejutkan dengan putusan dan kita tidak pernah tahu kapan jadi tersangka, alat buktinya apa, dan lain-lain,” ujar pegiat ICW, Adnan Topan Husodo di kantor Imparsial, Jalan Tebet Dalam IV J, Jakarta Selatan, Senin (5/12/2016).
“Daripada hukuman semur hidup oleh seseorang saja, ini tidak mewakili di pengadaan semua alutsista. Perbaikan sistematis dan tidak ada kata lain proses transparansi di peradilan,” sambung Adnan.
Adnan menyebut proses peradilan tersebut tidak transparan karena tidak melibatkan penyidik sipil. KPK pun tidak bisa masuk ke ranah militer dikarenakan terhalang oleh undang-undang.
“Kita tidak tahu apakah ada pelaku lain yang lolos. Karena proses hukum itu tidak berjalan transparan. Maka harus ada kehadiran institusi sipil dalam hal itu. Dalam hal ini KPK,” jelas Adnan.
“KPK tidak pernah hadir di militer sejak berdiri tahun 2003. Mengapa KPK tidak bisa masuk, ia mengatakan ia bukan wilayah kami. Karena ada UU No 31 tahun 1997, jadi tidak ada cara lain masuk proses peradilan selain diubah mekanismenya di uu tadi,” tambah dia.
Kordinator peneliti Imparsial, Ardimanto Adiputra mengatakan, putusan Brigjen Teddy memang menjadi hal baik di satu sisi. Bagi dia, putusan itu bukti nyata bahwa dugaan alutsista di beberapa kasus benar terjadi.
“Kami sering melakukan laporan ke KPK dan DPR tapi tidak ditindaklanjuti pada era yang lalu. Praktik ini tidak hanya tunggal. Oleh karenanya penting untuk menelusuri pihak lain yang diduga terlibat di kasus ini. Apakah atasannya memiliki keterlibatan, itu menjadi sangat penting,” urai Ardi.
Selanjutnya, agar kasus ini menjadi terang benderang, pihaknya menyarankan pelibatan KPK dalam pengungkapan kasus ini. Dan akan jauh lebih baik jika Brigjen Teddy berani mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat.
“Putusan ke dia dibarengi sikap dang langkah dia menyampaikan pihak-pihak diduga terlibat sehingga menjadi justice colaborator,” pungkas Ardi.
Brigjen Teddy divonis seumur hidup karena terbukti korupsi alat utama sistem pertahanan (alutista) 2010-2014. Salah satu yang dia korup adalah pembelian jet tempur F-16 dan helikopter Apache. Diakumulasi, total yang ia korupsi USD 12,4 juta. Atas pertimbangan itu, Brigjen Teddy akhirnya dihukum penjara seumur hidup, jauh dari tuntutan oditur yaitu 12 tahun penjara. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Dari 8 tersangka kasus dugaan makar, hanya aktivis Sri Bintang Pamungkas yang ditahan. Sementara tujuh tersangka lainnya tidak ditahan dengan alasan subjektifitas penyidik.
“Penahanan itu subjektifitas penyidik, memang seperti itu kewenangan penyidik yang dilakukan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (5/12/2916).
Meski yang tujuh orang lainnya tidak ditahan, Argo memastikan proses penyidikan kasus tersebut terus berlanjut. “Meski tidak ditahan, tapi kasusnya kan tetap berjalan,” imbuh Argo.
Sementara Argo menjelaskan, kasus tersebut masih dikembangkan oleh penyidik Polda Metro Jaya. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan oleh penyidik.
Untuk diketahui, polisi menangkap 11 orang sebelum aksi damai 2 Desember berlangsung, karena diduga melakukan makar. Dari 11 orang tersebut, 8 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka kasus makar, 2 orang tersangka kasus ITE dan satu lainnya yakni musisi Ahmad Dhani ditetapkan sebagai tersangka kasus penghinaan terhadap penguasa Pasal 207 KUHP. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar. Mereka diduga ingin menggiring massa aksi damai 2 Desember menduduki Gedung DPR/MPR.
Ketujuh tersangka tersebut Kivlan Zen, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko, Alvin Indra Al Fariz, dan Rachmawati.
“Ada 7 yang dipersangkakan melakukan upaya pasal 107 juncto pasal 110 KUHP. Dugaan ini berkaitan dengan rencana pemanfaatan massa untuk menduduki kantor DPR, pemaksaan agar bisa dilakukan Sidang Istimewa dan menuntut pergantian pemerintahan dan sebagainya,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan (3/12/2016).
“Makar di sini tindakan pemufakatan. Tidak harus dia menjadi sebuah kenyataan baru dihukum tetapi deteksi pertemuan, kegiatan, hasil penyidikan alat bukti yang dikumpulkan perumusan pemufakatan itu dapat perlahan dikumpulkan oleh penyidik,” ujar dia.
Menurut Boy, dugaan pemufakatan jahat itu dilandaskan kepada sejumlah alat bukti yang dikumpulkan penyidik Polri antara lain berupa percakapan, dan pertemuan.
“Ini harus diantisipasi apabila tidak menimbulkan kondisi yang tidak menguntungkan terjadi saat aksi 2 Desember karena disatukan dengan tujuan lain. Massa yang pulang untuk digiring ke DPR. Terima kasih GNPF-MUI, ulama yang akhirnya mengawal dan tidak ada penyelewengan massa yang akan pulang,” ungkap Boy.
Boy menegaskan penangkapan terhadap 7 tersangka sebagai langkah dan upaya Polri menjaga kemurnian ibadah di Silang Monas dan mengeliminir berbagai indikasi kerawanan yang dapat dimungkinkan terjadinya semacam pemanfaatan terhadap massa yang sedemikian rupa.
“Kami tidak ingin niat tulus alim ulama, seluruh masyarakat yang datang menggelar doa bersama di Silang Monas disusupi terhadap adanya niat lain daripada itu. Jadi ini kita cegah. Dalam upaya memurnikan kegiatan ibadah yang sedang berjalan maka tindakan hukum terpaksa diambil kepolisian untuk mengeleminimir kerawanan,” papar Boy. (DON)