JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Dalam beberapa tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerukan adanya indikasi aliran ‘uang haram’ di wilayah sumber daya alam. Namun beberapa kali KPK melancarkan operasi tangkap tangan di ranah tersebut tampaknya tidak membuat para pihak terkait jera.
Di masa kepemimpinan Agus Rahardjo Cs, misi pembersihan tindak pidana korupsi di wilayah itu pun masih terus dilakukan. Salah satunya terlihat ketika seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta bernama Muhammad Sanusi digiring ke KPK.
Sanusi tertangkap tangan menerima uang Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja yang saat itu menjadi bos perusahaan properti ternama, PT Agung Podomoro Land. Uang itu disampaikan Ariesman melalui anak buahnya, Trinanda Prihantoro.
Kasus ini pun sangat mencuri perhatian publik. Apalagi saat itu banyak nama-nama tenar yang muncul ke permukaan yang disebut-sebut terlibat arus pusaran korupsi itu. Sebut saja ada nama Sugianto Kusuma alias Aguan hingga Sunny Tanuwidjaja.
Aguan yang menyandang status sebagai bos PT Agung Sedayu Grup itu beberapa kali ‘mampir’ ke KPK. Anak kandung Aguan, Richard Halim Kusuma, turut pula dicecar berbagai pertanyaan oleh penyidik KPK.
Tak kalah mengejutkan, Sunny juga dipanggil penyidik KPK untuk menjelaskan kasus tersebut. Saat itu Sunny disebut sebagai staf khusus dari Basuki Tjahaja Purnama yang saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta nonaktif karena kembali mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2017.
Sunny pun disebut turut andil membahas tentang dua rancangan Peraturan Daerah (raperda) yaitu Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSPJ) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Dua raperda itu menjadi latar belakang penyuapan yang dilakukan Ariesman ke Sanusi.
Berbagai spekulasi bermunculan ketika KPK meminta surat cegah ke Direktorat Jenderal (Ditjen Imigrasi) agar mencegah Aguan, Richard, dan Sunny untuk bepergian ke luar negeri. Dari pengalaman sebelumnya, orang-orang yang dicegah ke luar negeri oleh KPK berpotensi untuk menjadi tersangka.
Apalagi saat itu pimpinan KPK kerap memberi sinyal bahwa ada tersangka lain dalam kasus tersebut. Di tanggal 1 April, Ketua KPK Agus Rahardjo sampai menegaskan tentang kepastian adanya orang-orang yang berpotensi sebagai tersangka.
“Pasti ada,” kata Agus singkat saat itu.
Bahkan, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat itu sampai mengatakan bahwa kasus itu termasuk dalam kategori grand corruption. Syarif pun mengibaratkan kasus itu sebagai gurita dengan banyak tentakel.
“Jadi jangan dilihat dari nilai suapnya yang Rp 1 miliar itu, tapi betul grand corruption karena tentakelnya banyak,” kata Syarif.
Publik pun menunggu gertakan pimpinan KPK itu menjadi nyata. Tunggu punya tunggu, pengusutan KPK dalam kasus itu nyatanya melempem.
Di meja hijau, penuntut umum KPK hanya mengajukan tuntutan untuk Ariesman selama 4 tahun penjara. Hingga akhirnya Ariesman hanya divonis hukuman pidana penjara selama 3 tahun. Angka yang dianggap masih jauh dari harapan.
Tak berhenti di situ saja, status cegah yang awalnya disematkan pada Aguan dan Richard pun tidak diperpanjang. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan beralasan bahwa kesaksian keduanya dirasa sudah cukup.
“Sesuai dengan pertimbangan dari penyidik maka pencekalan terhadap Aguan tidak diperpanjang. (Karena) kesaksian yang diperlukan dari yang bersangkutan menurut penyidik sudah cukup,” kata Basaria, Jumat, 30 September.
Pengusutan kasus yang melempem ini semakin diperparah ketika Ahok kembali mengajukan 2 raperda yang sarat dengan ‘permainan’ itu untuk kembali dibahas di DPRD DKI Jakarta. Meski demikian, KPK memberikan syarat apabila raperda itu akan dilanjutkan.
Bagaimana dengan nasib Sanusi? Adik dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik itu masih belum selesai menjalani persidangan. Sanusi dituntut 10 tahun hukuman penjara dan dijerat pula dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Melihat perjalanan kasus tersebut, mungkin bisa disebut drama yang digarap KPK dengan menyebut grand corruption itu berakhir antiklimaks apabila hanya berhenti di Sanusi dan Ariesman saja. Pengusutan kasus itu pun bisa jadi menjadi pekerjaan rumah KPK di tahun mendatang. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli pada tahun 2016 sudah melakukan 41 kali operasi tangkap tangan (OTT). Ketua Satgas Saber Pungli Komjen Dwi Priyatno mengatakan semua kasus OTT tersebut sudah ditangani oleh aparat keamanan.
“Sudah ada OTT 41 kasus. Kasus itu ditangani baik Polda, Polres dan Bareskrim. Ada juga yang sudah diserahkan ke kejaksaan,” kata Komjen Pol Dwi Priyatno di Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa(27/12/2016).
Dia mengatakan Satgas Saber Pungli bekerja on the track sesuai dengan Perpres nomor 87 tahun 2016. Dia juga menyebut kebanyakan kasus OTT terjadi di sektor pelayanan publik.
“OTT ada perizinan, di sertifikat pelayanan publik, retribusi dan sebagainya. Dari 41 kasus OTT kurang lebih pelayanan publik,” katanya.
Lebih jauh dia menjelaskan pelayanan publiknya itu antara lain pengurusan STNK, Pengurusan KTP, pengurusan pasport di kantor imigrasi, pungutan pengambilan sertifikat prona di kantor desa, pungutan retribusi untuk sopir dan lain-lain. Namun ditanya jumlah nominal dari 41 kasus OTT, dia belum tahu jumlah keseluruhan namun ada kasus OTT beralokasi dana besar.
“Belum kita jumlah secara keseluruhan tapi ada dana besar. Misalnya alokasi dana desa itu kan yang di Sampang ratusan juta, di pelabuhan Tanjung Perak itu tercatat sebesar Rp 15 Miliar. Pada waktu tertangkap memang hanya Rp 500 ribu sampai Rp 2 juta lalu dikembangkan ternyata ada benang merahnya,” sebut Dwi.
Dia menambah hasil dari kerja Satgas Saber Pungli ini akan evaluasi dan dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Kita melaksanakan perintah saja. Selama 3 bulan ini kita evaluasi dan dilaporkan ke Presiden,” pungkasnya. (MAD)
PEKANBARU,khatulistiwaonline.com
Polisi Air (Polair) Polres Dumai mengamankan satu unit kapal sarat muatan bawang merah sebanyak 200 karung. Bawang merah ini dibawa dari Malaysia tujuan Riau.
Demikian disampaikan Kapolres Dumai AKBP DH Ginting kepada khatulistiwaonline, Selasa (27/12/2016). DH Ginting menjelaskan, kapal tanpa nama tersebut ditangkap tim kapal Patroli Sat Polair Polres Dumai, di perairan Tianjung Kel Batu Teritip Kec Sei Sembilan, Dumai.
“Tim kita mengamankan kapal tanpa nama dengan speed boad Patroli IV-1202 di perairan Dumai dengan titik koordinat 02 40 050 N-101 17″ 540″,” kata DH Ginting.
Dia menjelaskan, saat diperiksa petugas kapal tersebut diketahui membawa bawang merah. Pihak nakhoda kapal tidak bisa menunjukkan dokumen resmi. Kapal tersebut ditangkap pada Senin (26/12).
“Dalam kapal setelah diperiksa ada 200 kampit (karung) berisikan bawang merah. Bawang ini dibawa dari Kuala Linggi, Malaysia,” kata DH Ginting.
Masih menurut DH Ginting, dalam kasus ini menetapkan satu orang inisial S sebagai tersangka .
“Kini kapal dan bawang merah tersebut sudah kita amankan ke dermaga Sat Polair Polres Dumai untuk proses lebih lanjut,” tutup DH Ginting. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com –
Enam orang tewas dalam peristiwa perampokan di Pulomas, Jakarta Timur. Para korban diduga tewas akibat kehabisan oksigen setelah disekap di kamar mandi oleh kawanan perampok.
“Para korban meninggal diduga akibat kehabisan oksigen,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono Raden Prabowo dalam keterangannya, Selasa (27/12/2016).
Argo mengatakan, polisi menerima laporan kejadian ini pukul 09.25 WIB pagi tadi dan segera merapat ke lokasi. Semua korban dimasukkan dalam satu kamar mandi ukuran 1,5 m X 1,5 m.
“Posisi terkunci dari luar,” ujarnya.
Setelah pintu kamar mandi dibuka, 6 orang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
“5 orang masih hidup dan rawat di rumah sakit,” tuturnya. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP masih terus ditelusuri soal pihak lain yang terlibat. Sejauh ini, penyidik KPK baru menetapkan 2 orang tersangka dari proyek yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 trilun tersebut.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik KPK sudah memperoleh nama-nama yang diduga turut menikmati aliran dana tersebut. Dan kini, penyidik KPK terus mengkonfirmasi informasi-informasi soal dugaan adanya pihak lain yang menerima dana dari proyek Kementerian Dalam Negeri tersebut.
“Informasi-informasi itu pasti akan kita kroscek. Apakah benar ada penerimaan atau tidak. Karena tidak cukup misalnya keterangan itu hanya dari satu pihak bahwa ada pemberian, sudah ada penerimaan aliran dana. Kita pastikan kalau ada pemberian, ada penerimaan. Dan proses alurnya juga jelas, berdasarkan bukti-bukti yang cukup,” kata Febri di kantornya Rabu (21/12/2016).
“Itu kita lakukan kepada orang-orang yang informasi awal diterima oleh KPK ada indikasi penerimaan dana. Namun kalau memang tidak ada informasi sama sekali, tentu kita lebih memeriksa sesuai pada kewenangan masing-masing,” sambung Febri.
Febri menjelaskan, kewenangan masing-masing yang dimaksudnya ialah soal kapasitas para saksi yang diperiksa oleh penyidik KPK. Febri mengatakan dalam kasus korupsi proyek bernilai total sekitar Rp 5,9 triliun ini, penyidik intensif memeriksa saksi dari berbagai instansi seperti anggota DPR RI, PNS Kemendagri maupun pihak swasta.
“Mereka dikonfirm sesuai dengan kapasitas masing-masing. Di DPR tentu terkait kewenangannya di DPR atau proses-proses pembahasan yang pernah ada di DPR. Kalau yang di Kemendagri yang diperiksa soal posisinya pada saat indikasi kejahatan korupsi. Jadi memang dipilah kapasitasnya masing-masing terkait kasus e-KTP ini,” jelas Febri.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin sempat menyebut nama-nama orang yang ikut menikmati aliran dana tersebut. Di antara mereka ada mantan Mendagri Gamawan Fauzi, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat periode 2010-2012 Jafar Hafsah, mantan Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri hingga mantan Bendum Partai Golkar Setya Novanto yang kini menjadi Ketum Golkar dan Ketua DPR RI.
Terhadap keterangan tersebut, Febri mengatakan penyidik KPK terus melakukan pengecekan, konfirmasi dan mengumpulkan kesesuaian bukti-bukti yang ada. Febri sepaham dengan Pimpinan KPK yang masih sanksi bila proyek sebesar ini hanya ada 2 orang tersangka yang harus bertanggung jawab. Secara tersirat, Febri mengatakan bisa jadi akan ada pihak lain yang menjadi tersangka baru.
“Tersangka baru dua orang. Dan kemungkinn adanya tersangka baru itu sangat digantungkan pada apakah nanti info dan bukti yang ada cukup untuk meningkatkan pihak tertentu di pihak penyidikan. Tapi kami ingin pastikan kita dalami. Seperti yang pernah disampaikan, dua tersangka ini tidak mungkin sebagai penanggung jawab sebuah proyek yang sangat besar. Namun sebagai penegak hukum kami harus yakin betul sebelum menetapkan tersangka,” ujar Febri.
Dalam kasus ini, penyidik KPK telah menetapkan status tersangka kepada mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil). Dalam proyek ini, Sugiharto adalah pejabat pembuat komitmen telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2014 lalu.
Seorang lagi adalah mantan Dirjen Dukcapil, Irman. Irman dalam proyek ini menjabat sebagai kuasa pengguna anggaran. Irman sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak Jumat (30/9). Pada Rabu (21/12) malam, Irman resmi ditahan oleh penyidik KPK di Rutan KPK. (ADI)
PAYAKUMBUH,khatulistiwaonline.com
Selain di Tangerang Selatan, Tim Densus 88 Antiteror juga menangkap terduga teroris di Payakumbuh, Sumatera Barat. Pria yang ditangkap ini merupakan jaringan teroris Solo.
Penggerebekan dilakukan di Desa Balai Nan Duo, Payakumbuh, Sumatera Barat, pada pukul 09.30 WIB tadi, Rabu (21/12). Operasi penyergapan Densus 88 dibantu personel Satuan Brimob Polda Sumbar dan Polres Payakumbuh.
Terduga teroris yang ditangkap ini berinisial JT alias H (39) dan asli merupakan warga Payakumbuh. JT diketahui terkait dengan jaringan teroris Solo.
“Iya benar,” ujar Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul membenarkan saat dikonfirmasi terkait hal ini, Rabu (21/12/2016).
Saat ini JT dibawa ke Detasemen Brimob Padang panjang untuk dilakukan pemeriksaan. Di waktu yang hampir bersamaan, Densus 88 juga menyergap tempat persembunyian teroris yang berencana beraksi di Tangerang Selatan.
Tiga orang teroris yakni Omen, Helmi dan Irwan tewas karena melakukan perlawanan. Sedangkan satu orang yakni Adam ditangkap dalam keadaan hidup. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Polisi melakukan gelar olah tempat kejadian perkara (TKP) penemuan bom aktif di rumah kontrakan RT 02, Kecamatan Setu, Tangsel, Banten. Belum ada informasi soal jenis bom aktif yang ditemukan.
“Belum bisa dipastikan (jenisnya). Lagi olah TKP dulu,” kata Kabag Mitra Biro Penmas Divhumas Polri Kombes Awi Setiyono saat dikonfirmasi khatulistiwaonline, Rabu (21/12/2016).
Penyergapan di rumah kontrakan ini dilakukan Tim Densus 88 Antiteror pada sekitar pukul 09.30 WIB. Mulanya Tim Densus menangkap terduga teroris berinisial A.
“Yang ditangkap pertama adalah A, kemudian dikembangkan karena ada 3 orang lain di kontrakan RT 02 itu,” sebut Awi.
Namun ketiga terduga teroris lainnya berinisial O, I dan H melakukan perlawanan dengan menembak hingga akhirnya dilakukan tindakan represif oleh anggota Densus 88.
“3 terduga teroris meninggal, 1 orang masih hidup,” ujar Awi. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Kombes Agus Rohmat menghadirkan saksi ahli ITE dari Kemenkominfo dalam sidang lanjutan praperadilan Buni Yani di PN Jakarta Selatan. Saksi ahli ini diharapkan mampu menjelaskan apakah ada unsur kesengajaan dalam postingan Buni Yani.
“Begitu seseorang memasukkan informasi itu, dia sadar bahwa ini kemungkinan ada dampaknya atau bahkan bisa ada tujuannya, dengan sadar ditujukan untuk hal tertentu,” papar Teguh Arifiyadi dalam persidangan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jumat (16/12/2016).
Teguh yang merupakan Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Direktorat Keamanan Informasi di Kemenkominfo ini, menjelaskan unsur-unsur penyebaran dalam suatu konten publik.
“Kita lihat terlebih dahulu apakah dalam konten itu memenuhi unsur pornografi, berita bohong, SARA, penghinaan atau kebencian. Di Facebook sendiri ada fitur yang bisa memfilter seseroang pada saat akan menggunggah sebuah informasi, apakah untuk pertemanan saja, publik atau hanya untuk diri sendiri,” papar Teguh.
Selain Teguh, rencananya Polda Metro Jaya akan menghadirkan dua saksi ahli lain dan dua saksi fakta. Adapun dalam persidangan kali ini, Buni Yani tampak tidak hadir dan hanya diwakilkan oleh kuasa hukumnya, Aldwin Rahadian.
Buni Yani mengajukan praperadilan atas status tersangka pada dirinya. Penyidik Polda menjerat Buni dengan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).(NOV)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut Fahmi Darmawansyah berada di luar negeri. Tersangka pemberi suap itu rupanya telah berada di luar negeri sebelum KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT).
“Untuk 1 tersangka yang belum ditangkap pada OTT sebelumnya, informasi yang kami terima, FD (Fahmi Darmawansyah) masih di luar negeri. Berangkat sebelum OTT dilakukan,” kata Febri saat dikonfirmasi, Jumat (16/12/2016).
Fahmi telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap oleh KPK. Dia disangka memberi suap kepada Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi sebesar kurang lebih Rp 2 miliar untuk memenangkan proyek di Bakamla.
Febri mengimbau agar Fahmi segera kembali ke Indonesia dan menyerahkan diri. Dia menyebut KPK belum berniat untuk koordinasi dengan Interpol dan menjemput Fahmi.
“Kami belum sampai pada kesimpulan itu (koordinasi dengan Interpol). Saat ini segera kembali ke Indonesia dan menyerahkan diri merupakan pilihan terbaik bagi FD,” ujar Febri tanpa menjelaskan detail di negara mana Fahmi berada.
Dalam kasus itu, KPK menetapkan 4 orang tersangka yaitu Eko Susilo Hadi, Fahmi Darmawansyah dan 2 pegawai PT Melati Technofo Indonesia yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta. Eko menerima suap Rp 2 miliar dalam pecahan uang USD dan SGD yang disebut KPK sebagai pemberian pertama dari commitment fee yang dijanjikan sebesar 7,5 persen dari nilai proyek. Saat dicek di lpse.bakamla.id, nilai proyek satelit monitoring sebesar Rp 402 miliar.
Namun sebelumnya Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut bahwa nilai proyek itu telah dipangkas dalam APBN-P 2016 menjadi sekitar Rp 200 miliar. KPK pun masih mempelajari tentang besaran commitment fee yang dijanjikan kepada Eko apakah dari nilai proyek awal atau nilai proyek setelah dipotong. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ketua KPK Agus Rahardjo sangat menyesalkan terjadi tindakan suap menyuap yang diduga dilakukan Deputi Bidang Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi. Agus merasa sangat prihatin.
“Saya ingin menyampaikan juga kita lagi-lagi prihatin dengan kejadian seperti ini. Apalagi kalau kita melihat kronologisnya nanti ini anggaran APBNP 2016, Anda semua mungkin tahu APBN direvisi dikurangi karena memang negara sedang mengalami mengumpulkan penerimaan,” ujar Agus dalam konferensi pers di kantornya, Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (15/2/2016).
Agus mengatakan seharusnya semua pihak melakukan efisiensi anggaran karena negara sedang ‘prihatin’. Di saat kondisi sedang seperti itu, Agus menyesalkan ada pihak yang sengaja mengkorupsi.
“ABBNP mestinya betul-betul menjadi prioritas. Tapi malah kejadian ABPNP kemudian ada korupsi di dalamnya. Jadi kita prihatin betul dengan kejadian ini,” ujar Agus.
Dalam konferensi pers ini, Agus menyatakan KPK menetapkan Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi sebagai tersangka penerima suap. Eko Susilo menerima uang Rp 2 miliar diduga terkait pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
“Setelah melakukan pemeriksaan 1 kali 24 jam pasca penangkapan dan gelar perkara, KPK meningkatan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan 4 orang sebagai tersangka. Mereka adalah HST, MAO, FD Direktur PT MTI dan ESH,” kata Agus.
Operasi tangkap tangan ini dilakukan pada Rabu (14/12) di dua lokasi terpisah. Mulanya petugas KPK menangkap HST dan MAO di parkiran kantor Bakamla Jl Soetomo, Jakpus sekitar pukul 12.30 WIB. Penangkapan dilakukan setelah HST dan MAO menyerahkan uang kepada Eko Susilo Hadi. (ADI)