JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Polisi melakukan gelar olah tempat kejadian perkara (TKP) penemuan bom aktif di rumah kontrakan RT 02, Kecamatan Setu, Tangsel, Banten. Belum ada informasi soal jenis bom aktif yang ditemukan.
“Belum bisa dipastikan (jenisnya). Lagi olah TKP dulu,” kata Kabag Mitra Biro Penmas Divhumas Polri Kombes Awi Setiyono saat dikonfirmasi khatulistiwaonline, Rabu (21/12/2016).
Penyergapan di rumah kontrakan ini dilakukan Tim Densus 88 Antiteror pada sekitar pukul 09.30 WIB. Mulanya Tim Densus menangkap terduga teroris berinisial A.
“Yang ditangkap pertama adalah A, kemudian dikembangkan karena ada 3 orang lain di kontrakan RT 02 itu,” sebut Awi.
Namun ketiga terduga teroris lainnya berinisial O, I dan H melakukan perlawanan dengan menembak hingga akhirnya dilakukan tindakan represif oleh anggota Densus 88.
“3 terduga teroris meninggal, 1 orang masih hidup,” ujar Awi. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Kombes Agus Rohmat menghadirkan saksi ahli ITE dari Kemenkominfo dalam sidang lanjutan praperadilan Buni Yani di PN Jakarta Selatan. Saksi ahli ini diharapkan mampu menjelaskan apakah ada unsur kesengajaan dalam postingan Buni Yani.
“Begitu seseorang memasukkan informasi itu, dia sadar bahwa ini kemungkinan ada dampaknya atau bahkan bisa ada tujuannya, dengan sadar ditujukan untuk hal tertentu,” papar Teguh Arifiyadi dalam persidangan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jumat (16/12/2016).
Teguh yang merupakan Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Direktorat Keamanan Informasi di Kemenkominfo ini, menjelaskan unsur-unsur penyebaran dalam suatu konten publik.
“Kita lihat terlebih dahulu apakah dalam konten itu memenuhi unsur pornografi, berita bohong, SARA, penghinaan atau kebencian. Di Facebook sendiri ada fitur yang bisa memfilter seseroang pada saat akan menggunggah sebuah informasi, apakah untuk pertemanan saja, publik atau hanya untuk diri sendiri,” papar Teguh.
Selain Teguh, rencananya Polda Metro Jaya akan menghadirkan dua saksi ahli lain dan dua saksi fakta. Adapun dalam persidangan kali ini, Buni Yani tampak tidak hadir dan hanya diwakilkan oleh kuasa hukumnya, Aldwin Rahadian.
Buni Yani mengajukan praperadilan atas status tersangka pada dirinya. Penyidik Polda menjerat Buni dengan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).(NOV)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut Fahmi Darmawansyah berada di luar negeri. Tersangka pemberi suap itu rupanya telah berada di luar negeri sebelum KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT).
“Untuk 1 tersangka yang belum ditangkap pada OTT sebelumnya, informasi yang kami terima, FD (Fahmi Darmawansyah) masih di luar negeri. Berangkat sebelum OTT dilakukan,” kata Febri saat dikonfirmasi, Jumat (16/12/2016).
Fahmi telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap oleh KPK. Dia disangka memberi suap kepada Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi sebesar kurang lebih Rp 2 miliar untuk memenangkan proyek di Bakamla.
Febri mengimbau agar Fahmi segera kembali ke Indonesia dan menyerahkan diri. Dia menyebut KPK belum berniat untuk koordinasi dengan Interpol dan menjemput Fahmi.
“Kami belum sampai pada kesimpulan itu (koordinasi dengan Interpol). Saat ini segera kembali ke Indonesia dan menyerahkan diri merupakan pilihan terbaik bagi FD,” ujar Febri tanpa menjelaskan detail di negara mana Fahmi berada.
Dalam kasus itu, KPK menetapkan 4 orang tersangka yaitu Eko Susilo Hadi, Fahmi Darmawansyah dan 2 pegawai PT Melati Technofo Indonesia yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta. Eko menerima suap Rp 2 miliar dalam pecahan uang USD dan SGD yang disebut KPK sebagai pemberian pertama dari commitment fee yang dijanjikan sebesar 7,5 persen dari nilai proyek. Saat dicek di lpse.bakamla.id, nilai proyek satelit monitoring sebesar Rp 402 miliar.
Namun sebelumnya Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut bahwa nilai proyek itu telah dipangkas dalam APBN-P 2016 menjadi sekitar Rp 200 miliar. KPK pun masih mempelajari tentang besaran commitment fee yang dijanjikan kepada Eko apakah dari nilai proyek awal atau nilai proyek setelah dipotong. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ketua KPK Agus Rahardjo sangat menyesalkan terjadi tindakan suap menyuap yang diduga dilakukan Deputi Bidang Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi. Agus merasa sangat prihatin.
“Saya ingin menyampaikan juga kita lagi-lagi prihatin dengan kejadian seperti ini. Apalagi kalau kita melihat kronologisnya nanti ini anggaran APBNP 2016, Anda semua mungkin tahu APBN direvisi dikurangi karena memang negara sedang mengalami mengumpulkan penerimaan,” ujar Agus dalam konferensi pers di kantornya, Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (15/2/2016).
Agus mengatakan seharusnya semua pihak melakukan efisiensi anggaran karena negara sedang ‘prihatin’. Di saat kondisi sedang seperti itu, Agus menyesalkan ada pihak yang sengaja mengkorupsi.
“ABBNP mestinya betul-betul menjadi prioritas. Tapi malah kejadian ABPNP kemudian ada korupsi di dalamnya. Jadi kita prihatin betul dengan kejadian ini,” ujar Agus.
Dalam konferensi pers ini, Agus menyatakan KPK menetapkan Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi sebagai tersangka penerima suap. Eko Susilo menerima uang Rp 2 miliar diduga terkait pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
“Setelah melakukan pemeriksaan 1 kali 24 jam pasca penangkapan dan gelar perkara, KPK meningkatan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan 4 orang sebagai tersangka. Mereka adalah HST, MAO, FD Direktur PT MTI dan ESH,” kata Agus.
Operasi tangkap tangan ini dilakukan pada Rabu (14/12) di dua lokasi terpisah. Mulanya petugas KPK menangkap HST dan MAO di parkiran kantor Bakamla Jl Soetomo, Jakpus sekitar pukul 12.30 WIB. Penangkapan dilakukan setelah HST dan MAO menyerahkan uang kepada Eko Susilo Hadi. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ketua DPD DKI PAN Eko Patrio dipanggil Bareskrim Mabes Polri untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait pernyataannya di media. Sekretaris Fraksi PAN di DPR, Yandri Susanto membenarkan hal tersebut.
“Ada salah satu anggota Fraksi PAN, yaitu saudara Eko Patrio dipanggil Bareskrim Mabes Polri utk dimintai keterangan mengenai pernyataan beliau di salah satu media online,” kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2016).
Yandri menegaskan kadernya tidak merasa mengeluarkan pernyataan tersebut. Bahkan Eko, kata Yandri, tidak merasa diwawancarai.
“Yang perlu kami sampaikan bahwa saudara Eko tidak pernah memberi pernyataan seperti itu, tidak pernah merasa diwawancarai,” tegas Yandri.
Dia menyebut polisi gegabah untuk melakukan pemanggilan kepada anggota DPR. Yandri pun meminta Eko tidak memenuhi panggilan tersebut.
“Oleh karena itu, menurut kami Mabes Polri terlalu gegabah, terlalu terburu-buru untuk memanggil seorang anggota DPR. Oleh karena itu kami meminta saudara Eko Patrio untuk tidak memenuhi panggilan tersebut,” tegas dia.
Yandri beralasan seorang anggota dewan hanya dapat dipanggil pihak luar dengan seizin presiden. Menurut dia tidak gampang seorang anggota dewan dipanggil kecuali untuk kasus terorisme dan korupsi.
“Karena dari sisi prosedural, seorang anggota DPR dapat dipanggil para pihak di luar DPR harus seizin presiden kecuali terorisme dan korupsi. Mas Eko tidak termasuk dua pengecualian itu,” katanya.(DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Bonaran Situmeang. Bonaran menyuap Akil agar dimenangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) dan menjadi Bupati Tapanuli Tengah.
Skandal Akil terungkap saat mantan anggota DPR itu dicokok KPK usai menerima suap di rumah dinasnya pada 2013 lalu. Dari penangkapan itu, terungkap dagang perkara ala Akil Mochtar. Belasan nama diperiksa, dan di antaranya dijatuhi hukuman, termasuk Akil dan Bonaran.
Di tingkat pertama, Bonaran dihukum 4 tahun penjara tanpa pencabutan hak politik. Jaksa lalu banding dan hasilnya Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta mengabulkan pencabutan hak politik selama 5 tahun pada 16 Agustus 2015. Adapun hukuman pidana badan tetap, yaitu 4 tahun penjara.
Atas vonis itu, Bonaran tidak mengajukan kasasi dan langsung mengajukan peninjauan kembali (PK). Apa kata MA?
“Menolak permohonan PK Raja Bonaran Situmeang,” ucap majelis dalam putusan yang dilansir website MA, Kamis (15/12/2016).
Majelis PK beralasan, Bonaran terbukti menyuap Akil Mochtar sebesar Rp 1,8 miliar agar dalam perkaranya di MK dimenangkan. Bagaimana caranya? Bonaran menyuruh orang mentransfer ke rekening tabungan CV Ratu Semangat atas nama istri Akil Mochtar yaitu Ratu Rita Akil.
Sidang panel Bonaran diadili oleh hakim konstitusi Achmad Sodiki, hakim konstitusi M Ali dan hakim konstitusi Harjono. Meski tidak ada nama Akil di sidang itu, MA meyakini Bonaran telah mempunyai niat jahat menyuap Akil.
“Sesuai dengan janji Akil sehingga Bonaran percaya dan menaruh harapan dengan pemberian uang tersebut akan memengaruhi hakim dan memenangkan perkaranya,”
Kesalahan Bonaran tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 UU Tipikor yang menyatakan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud mempengaruhi putusan putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
“Mens rea (niat jahat-red) Bonaran memberikan uang kepada Akil Mochtar sebagai hakim konstitusi sekaligus sebagai Ketua MK tujuannya adalah untuk mempengaruhi agar perkara Pilkada dimenangkan Bonaran. Berdasarkan fakta yang terungkap, terdapat huungan kausul yang erat antara kepentingan dan keinginan Bonaran dengan Akil Mochtar dalam memenangkan perkara Pemilukada Bonaran di MK,” ucap majelis.
Hal itu dibuktikan dengan SMS Akil ke Bonaran:
Perkara pemilukada di MK sudah beres. Insya Allah tidak ada hambatan.
Putusan itu diketok oleh ketua majelis Prof Dr Surya Jaya dengan anggota Suhadi dan LL Hutagalung. Vonis dibacakan pada 26 Juli 2016 dengan suara bulat.
Lalu bagaimana dengan Ratu Rita yang menerima uang itu? KPK telah memanggil Ratu Rita dan anaknya beberapa waktu lalu terkait suaminya itu.
Berikut daftar orang yang dihukum di kasus Akil:
1. Akil Mochtar, dijatuhi penjara seumur hidup.
2. Gubernur Banten Ratu Atut, dihukum 7 tahun penjara.
3. Adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana divonis 7 tahun penjara.
4. Pengacara Susi Tur Andayani, divonis 7 tahun penjara.
5. Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih dihukum 4 tahun penjara.
6. Pengusaha Cornelis Nalau Antun dihukum 3 tahun penjara.
7. Pengacara Chairun Nisa, dihukum 4 tahun penjara
8. Wali Kota Palembang, Romi Herton dihukum 7 tahun penjara.
9. Istri Romi, Masyito dihukum 5 tahun penjara.
10. Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Al-Jufri, dihukum 4 tahun penjara.
11. Istri Budi, Suzana, dihukum 4 tahun penjara.
12. Bupati Tapanuli Tengah, Bonaran Situmeang dihukum 4 tahun penjara.
13. Bekas calon Bupati Lebak, Amir Hamzah, dihukum 3,5 tahun penjara.
14. Bekas calon Wakil Bupati Lebak, Kasmin dihukum 3 tahun penjara.
15. Bupati Morotai, Rusli Sibua dihukum 4 tahun penjara.
16. Muhtar Ependy, dihukum 5 tahun penjara. (NOV)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jenazah beauty blogger terkenal, Rini Cesilla (27), yang ditemukan tewas di Bali belum diserahkan ke keluarga. Polisi masih menunggu hasil visum.
“Kan baru diidentifikasi, artinya kan nunggu visum, kan enggak cepat, iya (masih akan dilakukan visum),” kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Anak Agung Made Sudana saat dihubungi khatulistiwaonline, Rabu (14/12/2016).
Namun begitu, lanjut Agung, kepolisian telah menghubungi pihak keluarga Rini untuk proses lebih lanjut. “Mungkin Polres (Denpasar) sudah koordinasi (sama keluarga),” ujar Agung.
Rini diketahui beralamat di sebuah apartemen di wilayah Cengkareng Jakarta Barat. Rini dan rekannya sedang berwisata di Bali.
Rini ditemukan tewas dalam keadaan tanpa busana di dalam kamar mandi di Jalan Tukad Badung, Renon, Denpasar, Bali, Selasa (13/12/2016) siang. Polisi menemukan ada bekas luka bakar di tubuh rini.
“Terdapat luka bakar di dada berbentuk selang,” ujarnya.(ADI)
SURABAYA,khatulistiwaonline.com
Dukungan moril terhadap Dahlan Iskan terdakwa dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) terus mengalir dari tokoh nasional, Selasa (13/12/2016).
Saat sidang pembacaan dakwaan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD hadir untuk memberikan dukungan.
Kini, sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota keberatan atas dakwaan dihadiri 3 tokoh yakni mantan Ketua KPK Abraham Samad, mantan anggota tim ekuin Kepresidenan Faisal Basri dan pakar komunikasi Universitas Indonesia Effendi Ghazali.
Ketiganya datang satu mobil bersama Dahlan Iskan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda, Sidoarjo. Tidak ada pernyataan yang keluar dari ketiga tokoh tersebut.
Menurut ketua tim kuasa hukum Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra, kedatangan ketiganya hanya memberikan dukungan moril pada sahabatnya yang sedang menjalani sidang dugaan korupsi.
“Tidak ada apa-apa, kebetulan ketiganya sahabat Pak Dahlan, iya memberikan dukungan saja di persidangan ini,” kata Yusril.
Dahlan Iskan didakwa menguntungkan orang lain sehingga merugikan negara sebesar Rp 10 Miliar dan dijerat Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Rohadi, PNS PN Jakut pemilik 19 mobil divonis 7 tahun penjara. Rohadi terbukti menerima suap total Rp 300 juta terkait pengurusan perkara Saipul Jamil.
“Mengadili menyataan terdakwa Rohadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” kata ketua majelis hakim Sumpeno saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (8/12/2016).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa saudara Rohadi dengan pidana penjara selama 7 tahun serta membayar denda Rp 300 juta dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar denda tersebut dipidana dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” lanjutnya.
Rohadi yang sehari-hari bekerja sebagai panitera pengganti di PN Jakarta Utara terbukti menerima suap Rp 50 juta dan Rp 250 juta dari kakak Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah yang pemberiannya melalui pengacara Saipul, Berthanatalia Ruruk Kariman.
Pemberian Rp 50 juta terkait pengurusan penunjukkan majelis hakim diberikan Bertha kepada Rohadi pada April 2016. Sedangkan uang Rp 250 juta diberikan pada 15 Juni 2015 di depan kampus 17 Agustus di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Pemberian dilakukan di hari yang sama dengan pembacaan vonis perkara Saipul Jamil.
Rohadi tak terbukti menerima suap secara bersama-sama dengan hakim Ifa Sudewi yang merupakan ketua majelis hakim perkara Saipul Jamil. Meski begitu, hakim meyakini ada 2 kali pertemuan antara Bertha dengan hakim Ifa dan Ifa kemudian menyanggupi untuk memberikan bantuan.
Akibat perbuatannya, Rohadi terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b UU Tipikor. (MAD)