JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) segera memutuskan sanksi etik Patrialis Akbar. Putusan majelis etik akan menentukan nasib pemberhentian mantan Menkum HAM itu dengan hormat atau tidak.
“Informasi sudah dianggap sangat cukup, untuk itu majelis sudah pula bermusyawarah, dan akan segera bacakan keputusan,” ujar jubir MK Fajar Laksono kepada khatulistiwaonline, Kamis (16/2/2017).
Fajar menjelaskan sebelumnya majelis telah memutuskan pemberhentian terhadap Patrialis Akbar. Putusan itu telah diberikan kepada Ketua MK Arief Hidayat dan telah disetujui Presiden Joko Widodo.
“Nanti akan diputuskan oleh majelis apakah diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat,” paparnya.
Fajar menuturkan, sebelum sidang, MKMK akan menggelar rapat pleno tertutup. Namun, secara teknis, pembacaan putusan terbuka untuk umum.
“Setelah rapat, baru dibacakan hasilnya. Kemungkinan nanti jam 14.00 WIB,” pungkasnya.
Patrialis ditangkap pada Rabu (25/1) malam di Grand Indonesia bersama seorang perempuan bernama Anggita. Beberapa jam sebelumnya, KPK menangkap Kamaludin di Lapangan Golf Rawamangun dan Basuki Hariman di kantornya di Sunter. Serangkaian penangkapan itu membuka tabir dugaan jual-beli putusan terkait dengan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dari OTT itu, Patrialis akhirnya ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap USD 20 ribu dan SGD 200 ribu atau senilai Rp 2,15 miliar. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ahli agama dari Komisi Fatwa MUI Muhammad Amin Suma dan ahli bahasa dari Universitas Mataram, Mahyuni, menjadi saksi di sidang ke-10 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mereka menjelaskan pidato Ahok tentang Surat Al-Maidah dari sisi agama dan bahasa.
Ada empat saksi yang awalnya akan dimintai keterangan yakni ahli agama Islam dari MUI Prof Dr Muhammad Amin Suma, ahli bahasa dari Universitas Mataram Mahyuni, ahli hukum pidana Dr Mudzakkir dan Dr H Abdul Chair Ramadhan. Namun, hanya Amin dan Mahyuni yang bersaksi. Sedangkan Mudzakkir dan Abdul batal dihadirkan di meja hijau.
Amin dan Mahyuni bersaksi dalam sidang yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto di Auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, pada Senin 13 Februari 2017.
Dalam persidangan Amin menjadi saksi pertama yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Majelis hakim menanyakan kata-kata ‘dibohongi dan dibodohi’ dalam pidato Ahok yang menjadi masalah.
Menurut Amin, Al Quran tidak pernah membohongi siapapun. Amin mengatakan pada dasarnya tafsir Al Quran itu bisa berbeda-beda. Oleh sebab itu ada beberapa ulama yang melarang penerjemahan dari Al Quran. Amin menegaskan yang boleh menafsirkan Alquran harus umat muslim.
Amin juga menceritakan tentang kisah latar belakang turunnya Surat Al-Maidah ayat 51. “Salah satunya terkait dengan salah seorang yang berpura-pura mengaku memeluk Islam, padahal dia tidak. Namanya Abdullah bin Ubai bin Salul,” kata Amin yang usai menjadi saksi menyerahkan sebuah buku kepada hakim.
Setelah Amin, ahli bahasa dari Universitas Mataram Mahyuni menjadi saksi kedua di sidang Ahok. Masyuni menjelaskan momen pidato Ahok di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.
Menurut Mahyuni. Ahok bicara di luar konteks saat menyebut Surat Al-Maidah ayat 51. Pernyataan Ahok disebut melenceng karena Ahok bicara Al-Maidah saat kunjungan kerja untuk panen ikan kerapu. Penyebutan Surat Al-Maidah ini, disebut Mahyuni, berkaitan dengan Pilkada. Ahok dianggap memiliki maksud saat menyampaikan ayat Alquran di hadapan warga. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ahli agama dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Amin Suma menceritakan tentang kisah latar belakang turunnya surat Al Maidah ayat 51. Hal itu disampaikan Amin dalam sidang lanjutan kasus dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Salah satunya terkait dengan salah seorang yang berpura-pura mengaku memeluk Islam, padahal dia tidak. Namanya Abdullah bin Ubai bin Salul,” kata Amin dalam sidang di aula Kementerian Pertanian (Kementan), Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Senin (13/2/2017).
Amin mengatakan Abdullah itu hidup di zaman Nabi Muhammad SAW. Saat itu, lanjut Amin, Abdullah melakukukan kerja sama dengan orang-orang non muslim meski mengaku memeluk agama Islam.
“Di sebelah lain ada juga tokoh yang tidak sependapat dengan Abdullah bin Ubai, itu yang saya katakan. Berbeda-beda termasuk sikapnya saat itu,” ujar Amin.
“Abdullah bin Ubai menyatakan saya tidak ikut bersama Muhammad, karena saya begini-begini, masing-masing punya alasan,” tutur Amin.
Menurut Amin, Abdullah sering bertentangan dengan Muhammad meski mengaku Islam. Saat itulah, kata Amin, turun surat Al Maidah ayat 51.
“Di saat ada sesuatu yang diperlukan, nabi memerlukan, kalau istilah sekarang itu bantuan, termasuk bantuan suara. Di mana Islam ini bisa eksis tanpa mengganggu orang lain. Abdullah bin Ubai bin Salul yang secara formal mengaku muslim tapi dia tidak mau, malah berpihak kepada yang non muslim. Itulah turunnya ayat itu,” ujar Amin.
MUI sendiri melalui sikap keagamaannya menyatakan pidato Ahok terkait Surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu termasuk menghina Al Quran dan ulama. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Penyidik KPK memanggil 2 orang hakim konstitusi terkait dengan kasus yang menjerat Patrialis Akbar. Kedua hakim itu adalah I Dewa Gede Palguna dan Mahanan MP Sitompul.
“Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PAK (Patrialis Akbar),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (13/2/2017).
Selain itu, penyidik juga memanggil seorang pihak swasta atas nama Pina Tamin. Namun KPK tidak mengungkap apa peran Pina dan keterangan apa yang akan digali darinya.
Sementara itu, 2 hakim konstitusi itu telah hadir sekitar pukul 09.50 WIB. Namun keduanya tidak memberikan keterangan apa pun ke wartawan.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Penangkapan itu terkait dengan putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 tentang uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
Dalam kasus itu, Patrialis dan tersangka yang menjadi perantara, Kamaludin, dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Tipikor. Kemudian terhadap pihak yang diduga pemberi suap, Basuki Hariman dan Ng Feni, KPK mengenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK memanggil pemohon judicial review UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, Mangku Sitepu dan Teguh Boediyana terkait dugaan suap Hakim MK, Patrialis Akbar. Mereka dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini.
“Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka PAK (Patrialis Akbar),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (6/2/2017).
Pemanggilan pihak pemohon untuk mengetahui relasi antara pemohon dengan Basuki Hariman yang diduga sebagai pemberi suap.
“(Untuk mendalami) Apakah ada relasi pemohon dengan BHR (Basuki Hariman) yang diduga sebagai pemberi suap,” ujarnya.
Selain dua orang tersebut, KPK juga memanggil ajudan Patrialis Akbar, Eko Basuki Teguh Argo Wibowo. Dia juga dipanggil sebagai saksi untuk Patrialis Akbar.
Sebelumnya, KPK menemukan draf putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 tentang uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi saat menangkap Kamaludin di Lapangan Golf Rawamangun. Penangkapan itu merupakan rangkaian dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkait dengan kasus dugaan suap yang melibatkan hakim konstitusi Patrialis Akbar.
Saat ini, Patrialis telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dia diduga menerima hadiah atau janji senilai USD 20 ribu dan SGD 200 ribu dari Basuki Hariman.
Dalam kasus itu, Patrialis dan tersangka yang menjadi perantara, Kamaludin, dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Tipikor. Kemudian terhadap pihak yang diduga pemberi suap, Basuki Hariman dan Ng Feni, KPK mengenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK memanggil Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar (Donny) Moenek terkait kasus dugaan suap pembangunan pasar di Cimahi, Jawa Barat. Donny dipanggil sebagai saksi.
“Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka AST (Atty Suharti),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (6/2/2017).
Dalam kasus suap pembangunan tahap II Pasar Atas Baru Cimahi, penyidik KPK menetapkan 4 orang tersangka. Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan suaminya, Itoc Tochija diduga menerima suap Rp 500 juta dari pengusaha bernama Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan sebelumnya mengatakan rencananya kesepakatan suap yang akan diberikan kepada pasutri ini sebesar Rp 6 miliar. Triswara dan Hendriza memberikan suap untuk ijon proyek pasar Cimahi. Proyek itu bernilai Rp 57 miliar.
Penahanan dua tersangka yakni Triswara Dhanu Brata dan Hedriza Soleh Gunadi dipindahkan ke Lapas Sukamiskin. Sebab sidang keduanya akan digelar di Pengadilan Tipikor Bandung. (ADI)
SURABAYA,khatulistiwaonline.com
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan batal menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada pengadaan mobil listrik. Dahlan sakit dan juga belum menunjuk pengacara.
“Pak Dahlan tidak hadir, karena belum menunjuk pengacaranya. Kedua, kami menerima panggilan melalui faksimile. Ketiga, kondisi kesehatan Pak Dahlan juga kurang baik,” kata KH Mi’ratul Mukminin-kerabat Dahlan Iskan kepada wartawan di kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jalan A Yani, Surabaya, Senin (6/2/2017).
Pria yang biasa disapa Gus Amik ini mengatakan, dirinya mendatangi kantor Kejati Jawa Timur untuk menyampaikan surat keterangan bahwa Dahlan Iskan sakit. Sehingga rencana pemeriksaan hari ini tidak dapat dipenuhi.
Kapan akan memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung, Gus Amik mengaku belum mengetahuinya. “Belum tahu. Nanti direschedule lagi,” jelasnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Jatim Richard Marpaung membenarkan bahwa Dahlan Iskan tidak bisa memenuhi pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada pengadaan mobil listrik.
“Tadi dari pihaknya Pak Dahlan menyampaikan bahwa yang bersangkutan hari ini tidak bisa hadir,” kata Richard.
Richard belum tahu kapan mantan Menteri BUMN itu akan menjalani pemeriksaan atas perkara dugaan korupsi mobil listrik. “Belum tahu. Yang tahu dari penyidik kejaksaan agung. Kami (Kejati Jatim) hanya sebagai tempat pemeriksaan saja. Karena yang bersangkutan menjadi tahanan kota,” tuturnya.
Sebelumnya, sejak 26 Januari 2017 lalu, Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik. Hari ini, rencananya diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi mobil listrik.
Dahlan yang juga tersangka kasus dugaan korupsi penyelewengan aset PT PWU (badan usaha milik daerah Provinsi Jawa Timur) ini tidak bisa diperiksa ke kantor kejagung, karena menjadi tahanan kota. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Polres Jakarta Timur masih menyelidiki kasus pelemparan molotov di pos Front Pembela Islam (FPI) di kawasan Pasar Rebo, Jaktim, dini hari tadi. Dua orang saksi telah dimintai keterangan polisi.
“Saksi iya baru satu-dua orang lah,” ujar Kapolres Jakarta Timur Kombes Agung Budijono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Agung menjelaskan, berdasarkan keterangan warga, pelemparan molotov tersebut sempat menimbulkan kebakaran kecil. Tetapi pos itu tidak sampai terbakar.
“Ada asap gitu, tapi kecil kok. Yang terbakar hanya kursi aja,” imbuh Agung.
Ia menambahkan, tidak ada orang di dalam pos tersebut saat kejadian berlangsung. “Situasinya (saat pelemparan) sepi,” ucap Agung.
Pihak kepolisian telah mendatangi lokasi kejadian dan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Saat ini polisi masih menyelidiki motif pelemparan tersebut.
“Motifnya ya belum tahu, masih diselidiki,” ujar Agung.
Sedangkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, mengatakan objek pelemparan molotov tersebut berbentuk seperti pos ronda atau bale-bale yang biasa dijadikan tempat kumpul anggota FPI.
“Bukan markas, seperti bale-bale begitu. Itu kayak pos ronda, kayak rumah-rumah bedeng itu lho,” ujar Argo di Mapolda Metro Jaya. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan ketua KPK, Antasari Azhar mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya. Antasari menemui pejabat Polda untuk mempertanyakan kelanjutan kasus SMS misterius terkait pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
“Saya ketemu dengan pejabat berwenang yang pernah tangani kasus saya, ternyata masih stuck,” ungkap Antasari di Direskrimsus Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (1/2/2017).
Antasari berharap kasus ini segera diselesaikan. “Beliau berjanji akan segera dituntaskan. Mudah-mudahan sesuai dengan janjinya,” sambungnya.
Dia datang bersama pengacaranya, Boyamin Saiman dan adik dari Nasrudin, Andi Syamsuddin. Andi menegaskan kedatangannya bersama Antasari ke Diteskrimsus adalah untuk mempertanyakan kejelasan kasus SMS misterius yang menyeret Antasari ke penjara.
“Nah masuknya di bawah Pak Antasari gitu karena masalah SMS tersebut, jadi kita minta untuk segera lah. Dalam hal ini pimpinan Polri segera lah untuk menindaklanjuti hal tersebut karena laporan ini sudah dari 2011,” pungkas Andi.
Sementara itu, Boyamin mengatakan SMS itu disalahgunakan oleh seseorang. Maka dari itu, dia meminta agar kasus ini cepat digulirkan.
“Pak Antasari mengaku dan merasa tidak pernah mengirim itu, dan sudah terkonfirmasi di pengadilan tidak terbukti. Berarti kan yang melaporkan orang yang menyalahgunakan IT, entah hacker, entah server, entah clonning itu dengan cara mengirimkan SMS seakan-akan dari Pak Antasari,” ucap Boyamin. (ADI)
MEDAN,khatulistiwaonline.com
Polisi menangkap 4 orang jaringan pengedar narkoba di Asahan, Sumatera Utara. Polisi menyita 7 kg sabu sebagai barang bukti.
“Pelaku empat orang. Dua orang laki-laki berinisial BT dan AL, sementara dua wanita berinisial E dan A. Pelaku BT ini merupakan pecatan polisi dari Polres Tanah Karo pada tahun 2015,” ujar Kapolres Asahan AKBP Tatan Dirsan Atmaja, Jumat (27/1/2016).
Penangkapan yang dilakukan pada Kamis (26/1) malam merupakan hasil operasi gabungan Polres Metro Jakarta Barat yang dibantu Polda Sumut dan Polres Asahan. Para pelaku ini merupakan jaringan narkotika Malaysia-Medan-Jakarta.
“Polres Metro Jakarta Barat sudah melakukan pengintaian beberapa hari yang merupakan pengembangan dari Jakarta. Hingga tadi malam, tim gabungan melakukan pengintaian di wilayah Asahan dan Tanjungbalai dan akhirnya diketahui narkoba jenis sabu-sabu tersebut dibawa oleh empat orang pelaku dengan menggunakan mobil Avanza dari Tanjungbalai menuju Medan. Kemudian, mobil Avanza yang membawa sabu-sabu tersebut akan melintas di depan Polres Asahan, dan kita langsung melakukan razia didepan Mapolres Asahan,” ujar Tatan Dirsan.
Mobil pelaku yang sudah dekat dengan lokasi razia kemudian diminta untuk berhenti. Namun mobil tersebut tidak berhenti dan melarikan diri dengan kecepatan tinggi.
Polisi kemudian melepaskan tembakan peringatan namun tidak dihiraukan. Petugas terpaksa menembak ke arah mobil tersebut.
“Kemudian kita perintahkan pelaku untuk menyerah. Dari situ kita geledah ditemukan sabu-sabu seberat 7 kilogram. Pelaku dua orang mengalami luka tembak yakni BT dan AL,” terang Tatan.
Saat ini, pelaku dan barang bukti sudah diamankan. Polisi tengah melakukan pengembangan penyidikan. (DON)