PALEMBANG,khatulistiwaonline.com
Kapolda Sumatera Selatan menegaskan penangkapan anggotanya dan penyitaan uang oleh Tim Propam Mabes Polri bukan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT). Menurutnya, kasus tersebut merupakan hasil pengembangan dan atas permintaan dirinya ke Mabes Polri supaya proses rekrutmen Polri di Sumsel berjalan bersih.
“Saya tegaskan bahwa itu bukan OTT, tapi hasil pemeriksaan tim dari Mabes Polri atas permintaan saya sebagai pimpinan di sini (Mapolda Sumsel, red),” tegas Kapolda Sumsel, Irjen Pol Agung Budi Maryoto kepada wartawan di halaman Mapolda Sumsel, Senin (03/04/2017).
Pemeriksaan berawal dari adanya komplain pihak keluarga pada saat penerimaan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) 2017 di Mabes Polri. Kemudian dirinya menyampaikan pada Tim Propam Mabes Polri untuk membantu melakukan pemeriksaan dan ditemukan penyimpangan pada saat rekrutmen beberapa tahun lalu. Sehingga untuk mewujudkan penerimaan Polri Clean and Clear ke depan.
Menurutnya, hingga saat ini, tim Propam Mabes Polri telah menyita total 6,7 Miliar dari pejabat Polda Sumsel. Termasuk dari rekening bank dan kendaraan dan masih terus didalami nominal suap yang diberikan pada oknum-oknum untuk memuluskan tahapan seleksi di Polda Sumsel.
“Sampai hari ini sudah ada 6,7 miliar uang tunai yang disita. Termasuk dari rekening dan kendaraan yang dibeli menggunakan uang diduga suap itu, ” imbuhnya.
Sebelumnya, Kapolri telah menegaskan larangan pungutan terhadap rekrutmen anggota Polri. Polri akan lebih mengedepankan prinsip dasar penerimaan anggota yang bersih, akuntabel, transparan dan humanis.
“Saat ini masih dilakukan pemeriksaan di Mabes Polri, apapun hasil keputusan sidang disiplin akan kita laksanakan. Termasuk sanksi pemberhentian kepada para palaku nantinya,” tutur mantan Kakorlantas Mabes Polri tersebut. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan Bendum Demokrat Muhammad Nazaruddin membeberkan bagi-bagi duit di DPR untuk mengawal anggaran proyek e-KTP. Duit yang dibagi-bagikan ke anggota DPR disebut berasal dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
“Jadi untuk pengalokasian anggaran di DPR itu Yang Mulia, waktu itu Andi mengijon duluan Yang Mulia,” ujar Nazaruddin dalam sidang lanjutan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2017).
Setelah anggaran lolos di DPR, Andi Narogong menurut Nazaruddin menyiapkan konsorsium untuk mengikuti lelang proyek e-KTP. Konsorsium yang mendaftar dalam proyek e-KTP disebut Nazaruddin menyetorkan uang.
“Waktu itu setelah ada anggarannya baru bicara finalisasi spek, Andi buat konsorsium. Masing-masing konsorsium itu nyetor Rp 50 miliar di depan. Ijon untuk ke teman-teman di DPR, di Depdagri,” sebutnya.
Dalam persidangan, Nazaruddin menyebut ‘masuknya’ Andi Narogong ke DPR mulanya dikenalkan oleh anggota Komisi II DPR saat itu Mustokoweni. Andi menyokong dana untuk mengawal diloloskannya anggaran proyek e-KTP di DPR.
“Waktu itu Bu Mustokoweni bilang, untuk mengawal anggaran, ada pengusahanya, Andi Narogong. Besoknya Andi Narogong dibawa ke Fraksi Demokrat, dijelaskan semuanya dia sudah lama rekanan di Kemendagri proyek apa saja dan dia meyakinkan Mas Anas bahwa dia sanggup untuk menjalankan e-KTP. Cuma semua itu bisa berjalan kalau ada anggaran,” papar Nazar.
Pernyataan Mustokoweni soal Andi Narogong, menurut Nazaruddin, disampaikan saat bertemu dengan Anas Urbaningrum, yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Demokrat. Dalam pertemuan dibahas juga soal kesepakatan untuk mendorong e-KTP agar lolos di DPR.
Kesepakatan itu ditindaklanjuti dengan komitmen pembagian duit ke DPR. Catatan soal rincian komitmen pemberian duit di DPR menurut Nazar disampaikan Mustokoweni.
“Di ruang Bu Mustokoweni ketemu lagi Pak Ignatius dan Pak andi membicarakan pemberian ke teman-teman di DPR. (Untuk) pimpinan banggar, anggota komisi 2. Komisi 2 itu dibagi 4, ada ketua, wakil ketua, ada anggota banggar, ada kapoksi, ada anggota komisi 2. Waktu itu disepakati untuk di DPR itu dialkokasikan 5 sampai 7…,” sebut Nazar tidak menyelesaikan kalimatnya.
“Anda lihat daftar, dari siapa itu?” tanya hakim.
“Yang memaparkan Bu Mustokoweni, dan (dana) dari Andi,” jawab Nazar.
Sedangkan dalam surat dakwaan eks pejabat Kemdagri Irman dan Sugiharto, Andi Narogong membuat kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas Urbaningrum dan Nazaruddin tentang rencana penggunaan anggaran e-KTP senilai Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5% akan dipergunakan sebesar 51% atau sejumlah Rp 2.662.000.000.000 akan dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek
Sisanya sebesar 49% atau sejumlah Rp2.558.000.000.000 akan dibagi-bagikan kepada pejabat Kemdagri, anggota komisi II, Setya Novanto dan Andi Narogong sebesar 11% atau sejumlah Rp574.200.000.000, termasuk alokasi untuk Anas Urbaningrum dan Nazaruddin sebesar 11% atau sejumlah Rp574.200.000.000. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Saat diperiksa di KPK, anggota DPR dari Fraksi Hanura, Miryam Haryani menceritakan adanya tekanan dari pihak DPR soal kasus e-KTP. Ternyata Miryam juga mengaku ketakutan dengan koleganya di DPR soal pengembalian duit e-KTP.
“Dia (Miryam) bilang kalau saya kembalikan habis saya sama kawan-kawan saya di DPR. Ada kemungkinan penyidik ada menyita. Yang bersangkutan bilang saya tidak mau kembalikan, jadi saya tunggu DPR yang lain,” ujar Novel menceritakan pengakuan Miryam saat diperiksa KPK dalam sidang lanjutan korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017).
Miryam dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di KPK menurut Novel mengaku menerima duit dari Sugiharto saat itu Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen Dukcapil Kemendagri. Selain itu Miryam mengaku berkomunikasi degngan Irman saat itu Dirjen Dukcapil Kemdagri.
“(Miryam mengaku mendapat duit dari) Sugiharto, dia juga komunikasi dengan Pak Irman melalui ketua komisi,” sebut Novel.
Dalam konfrontasi di persidangan Novel juga menyebut keterangan mantan anggota Komisi II DPR itu sangat rinci. “Bahkan rinciannya juga dia (Miryam) tuliskan,” sebut Novel.
BAP bagi-bagi duit Miryam dicabut pada persidangan Kamis (23/3). Alasannya Miryam mengaku dalam tekanan sehingga menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penyidik KPK sekenanya.
“Saya minta saya cabut semua karena saya dalam posisi tertekan,” sambung Miryam. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjalani persidangannya yang ke-16. Tim kuasa hukum menghadirkan 7 saksi ahli untuk meringankan Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.
“Dengan ini kami menyampaikan ahli-ahli yang akan dihadirkan penasihat hukum dalam sidang ke-16. Ahli-ahli yang sudah di BAP: Prof. Dr. Bambang Kaswanti Purwo, ahli bahasa dari Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta; Dr. Risa Permana Deli, ahli psikologi Sosial. Ahli yang tidak di-BAP: Prof. Dr. Hamka Haq, ahli agama Islam(Wakil Ketua Mutasyar Persatuan Tarbiyah Islamiyah-Perti); KH Masdar Farid Mas’udi, ahli agama Islam (Rois Syuriah PBNU 2015-2020 dan Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia), Dr. Muhammad Hatta, ahli hukum pidana; Dr. I Gusti Ketut Ariawan, ahli hukum pidana dari Universitas Udayana; Dr. Sahiron Syamsudin ahli agama Islam dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,” ujar Pedri Kasman melalui keterangan tertulis yang diterima khatulistiwaonline, Rabu (29/3/2017).
Sidang tersebut akan segera dimulai. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah memasuki ruang sidang.
Sebelumnya, penasihat hukum juga sempat mengajukan simulasi sidang hingga putusan nantinya. Yang ditawarkan adalah, sidang ke-17 pada Selasa (4/4/2017) dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan pemeriksaan barang bukti.
Kemudian sidang ke-18 pada Selasa (11/4/2017) untuk tuntutan, sidang ke-19 pada Senin (17/4/2017) untuk pleidoi. Setelahnya, sidang ke-20 pada Selasa (25/4/2017) untuk replik dan dilanjutkan sidang ke-21 pada Selasa (2/5/2017) untuk duplik. Kemudian sidang ke-22 pada Selasa (9/5/2017) untuk pembacaan putusan (vonis).
Namun jaksa penuntut umum meminta hal itu tidak menjadi ketetapan hakim terlebih dahulu.
“Mohon ini jangan sebagai ketetapan yang kaku. Karena kalau ada perubahan nanti bisa diinformasikan jadwalnya,” ujar ketua JPU Ali Mukartono setelah mendengar permintaan tim penasihat hukum Ahok.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan Surat Al-Maidah 51 dengan Pilkada DKI. Penyebutan Surat Al-Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu dengan warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Ahok didakwa dengan Pasal 156 a huruf a dan/atau Pasal 156 KUHP. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani sakit jelang sidang perkara dugaan korupsi e-KTP. Sidang yang sedianya mengkonfrontir Miryam dengan tiga orang penyidik KPK diputuskan ditunda.
“Kami berpendapat persidangan tidak bisa dilanjutkan, ditangguhkan dann dilanjutkan pada hari Kamis (30/3). Supaya persidangan kita tidak terhalang, kita selingi dengan saksi lainnya dulu,” ujar hakim ketua Jhon Halasan Butar Butar dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (27/3/2017).
Miryam tak hadir karena harus istirahat selama dua hari. Miryam menyertakan surat keterangan dari RS Fatmawati yang ditembuskan ke panitera.
“Hari ini harusnya saksi Miryam akan dikonfrontir dengan 3 penyidik. Dengan tidak hadirnya saksi Miryam S Haryani maka persidangan kali ini kehilangan esensinya,” ujar jaksa pada KPK.
Miryam seharusnya dikonfrontir dengan tiga penyidik yang dituding menebar ancaman lewat kata-kata. Ketiga penyidik KPK itu adalah Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan Irwan.
Ancaman yang disebut Miryam terjadi saat diperiksa KPK membuat dirinya mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) pada Kamis (23/3). Miryam saat itu menyebut dirinya ‘mengarang’ menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penyidik KPK.
Tapi pencabutan BAP dianggap majelis hakim tidak logis hingga akhirnya majelis hakim meminta Miryam datang ke persidangan sebagai saksi pada hari ini. Namun Miryam tak datang, meski KPK sudah menyatakan siap menunjukkan rekaman video pemeriksaan Miryam.
Jaksa KPK menyanggupi untuk kembali menghadirkan Miryam pada persidangan Kamis (30/3) mendatang. Namun, akan dipanggil juga saksi-saksi selain Miryam.
“Seperti biasa kami akan panggil 6-7 orang. Kami akan mengusahakan, melihat kondisi yang bersangkutan. Kami akan mengusahakan hadir di Kamis. Kalau tidak bisa hadir, saksi lain sudah kami hadirkan,” tutur jaksa Irene Putri.
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Miryam saat menjadi anggota Komisi II disebut pernah meminta uang kepada eks Dirjen Dukcapil Kemdagri, Irman, sebesar USD 100 ribu untuk Chairuman Harahap. Duit yang diminta disebut untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke beberapa daerah.
Disebutkan juga dalam surat dakwaan, Miryam meminta uang Rp 5 miliar kepada Irman yang disebut untuk kepentingan operasional Komisi II. Uang tersebut disebut jaksa dibagi-bagikan secara bertahap dengan perincian salah satunya untuk 4 orang pimpinan Komisi II yakni Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno dan Taufik Effendi masing-masing sejumlah USD 25.000. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi dan mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap membantah menerima duit e-KTP. Namun KPK menegaskan memiliki bukti-bukti terkait aliran duit e-KTP sehingga dimasukkan dalam surat dakwaan.
“KPK tentu memiliki bukti-bukti lain dan tidak bergantung pada bantahan, termasuk tentang indikasi aliran dana,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (17/3/2017).
Febri mengingatkan agar para saksi yang dihadirkan di persidangan berbicara jujur. Jaksa pada KPK tidak akan terpengaruh dengan bantahan saksi.
“Terkait dengan bantahan jumlah uang, silakan saja. Namun, kami ingatkan agar saksi jujur di persidangan,” ujarnya.
Bantahan soal aliran duit disampaikan dengan tegas oleh Gamawan. Dia berani bersumpah tidak pernah menerima uang USD 4,5 juta dan Rp 50 juta terkait duit e-KTP.
Tapi Gamawan di persidangan mengakui adanya duit pinjaman Rp 1,5 miliar dari wiraswasta bernama Afdal Noverman. Nama Afdal yang disebut Gamawan sebagai pedagang termasuk di Tanah Abang, juga disebut dalam dakwaan KPK sebagai perantara pemberian uang dari Andi Narogong.
Sementara itu Chairuman juga dengan tegas membantah menerima uang USD 584 ribu dan Rp 26 miliar sebagaimana isi surat dakwaan jaksa KPK. Namun di sidang, majelis hakim menanyakan adanya bukti tulisan tangan di rumah Chairuman soal duit Rp 1,2 miliar dan catatan uang Rp 3 miliar. Chairuman menyebut catatan itu terkait duit pribadinya, bukan dari e-KTP.
Sedangkan, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni mengaku hanya menerima USD 500 ribu dari Irman dan Andi Narogong. Di dalam dakwaan disebutkan kalau Diah menerima USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta.(DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sidang perkara dugaan korupsi proyek e-KTP memasuki agenda pemeriksaan saksi. Para saksi yang akan dimintai keterangan dalam persidangan berasal dari berbagai unsur yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Keuangan (Kemkeu) dan DPR.
Ketua majelis hakim John Halasan Butar Butar membuka sidang dan menanyakan kepada jaksa KPK tentang berapa saksi yang dihadirkan. Jaksa KPK menyebut sebenarnya ada 8 saksi yang dipanggil tetapi seorang saksi tidak bisa hadir.
“Rencananya kami memanggil 8 saksi, namun yang sudah hadir baru 6, Yang Mulia. Satu orang menuju ke sini, yang berhalangan ada 1 orang, Yang Mulia yaitu Agus Martowardojo dan akan direncanakan dipanggil ulang di persidangan lainnya,” ujar jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2017).
Para saksi yang telah hadir dan akan diperiksa yaitu Gamawan Fauzi (mantan Menteri Dalam Negeri), Diah Anggraeni (mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri), Elvius Dailami (Direktur Fasilitas Dana Perimbangan Ditjen Keuangan Kemdagri), Winata Cahyadi (Direktur Utama PT Karsa Wira Utama), Chairuman Harahap (mantan Ketua Komisi II DPR), dan Yuswandi A Temenggung (Kabiro Perencanaan Kementerian Dalam Negeri 2004-2010/Sekjen Kementerian Dalam Negeri).
Sedangkan seorang saksi yang masih dalam perjalanan ke sidang yaitu Rasyid Saleh. Dia merupakan Dirjen Administrasi Kependudukan 2005-2009.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa dua eks pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Irman dan Sugiharto, melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sejumlah orang. Kerugian keuangan negara dalam kasus ini sebesar Rp 2,3 triliun.
“Dari rangkaian perbuatan para terdakwa secara bersama-sama tersebut di atas memperkaya para terdakwa, yakni memperkaya terdakwa I (Irman) sejumlah Rp 2.371.250.000, USD 877.700, dan SGD 6.000 serta memperkaya terdakwa II (Sugiharto) sejumlah USD 3.473.830,” sebut jaksa saat membacakan surat dakwaan pada sidang sebelumnya. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jessica Kumala Wongso menangis menelan kekecewaan setelah banding atas vonis 20 tahun ditolak Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun, Jessica tidak patah arang dan segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Nama Jessica Wongso menjadi buah bibir masyarakat menyusul kematian sahabatnya, Wayan Mirna Salihin. Mirna tewas usai meminum es kopi Vietnam yang dipesan Jessica Wongso saat mereka bertemu di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada Rabu, 6 Januari 2016.
Setelah polisi mengantongi bukti yang kuat, Jessica Wongso ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Mirna pada Jumat, 29 Januari 2016. Jejak Jessica Wongso yang tiba-tiba menghilang dari kediamannya dicari polisi. Pada Sabtu 30 Januari 2016, Jessica Wongso ditangkap polisi di kamar nomor 822 Hotel Neo Mangga Dua Square, Jakarta Utara. Jessica Wongso saat itu sedang bersama kedua orang tuanya dan dia langsung digelandang ke Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
Proses hukum Jessica Kumala Wongso terus bergulir. Tibalah Jessica Wongso duduk di kursi pesakitan. Sidang perdana Jessica Wongso digelar
di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta, pada Rabu 15 Juni 2016. Sidang yang diketuai majelis hakim Kisworo ini menyedot perhatian khalayak ramai dan pengunjung sidangnya membludak. Sidang Jessica Wongso ini digelar maraton bahkan hingga dini hari.
Persidangan Jessica Wongso digelar terbuka bahkan disiarkan live oleh media massa. Jessica dijerat Pasal 340 KUHP yang mengatur tentang pembunuhan berencana. Sidang demi sidang dilalui Jessica Wongso hingga 32 kali persidangan.
Akhirnya, Jessica Wongso menghadapi palu hakim. Surat vonis atas perkara pembunuhan berencana Mirna yang akan dibacakan majelis hakim sebanyak 377 halaman. Majelis hakim memvonis Jessica Wongso 20 tahun penjara pada Kamis 27 Oktober 2016. Perbuatan Jessica Wongso sesuai dengan yang tertuang dalam pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Perbuatan Jessica disebut keji dan sadis karena meracuni Mirna dengan racun sianida. “Menurut saya putusan ini sangat tidak adil dan memihak,” ujar Jessica lirih menanggapi vonis tersebut.
Jessica Wongso kemudian dijebloskan ke Rutan Pondok Bambu. Di dalam bui, Jessica Wongso mengisi hari-harinya dengan sejumlah aktivitas antara lain mengajar Bahasa Inggris dan menjadi instruktur senam untuk penghuni Rutan.
Hari demi hari dilalui Jessica Wongso di dalam bui. Perjuangan Jessica Wongso mencari keadilan jalan terus. Jessica Wongso melalui kuasa hukumnya yang dikomandani Otto Hasibuan memutuskan mendaftarkan memori banding setebal 148 halaman ke Pengadilan Tinggi Jakarta pada
pada Rabu 7 Desember 2016.
Dalam penantian putusan banding tersebut, Jessica Wongso kerap menangis pilu dan mengaku sudah tidak betah mendekam di tahanan. Jessica Wongso bertanya-tanya kapankah putusan banding tersebut dikeluarkan oleh pengadilan.
Setelah menanti beberapa bulan, Pengadilan Tinggi Jakarta akhirnya memutuskan menolak banding Jessica Wongso. Putusan itu diketok oleh ketua majelis Elang Prakoso Wibowo dengan anggota Sri Anggarwati dan Pramodhana KK Atmadja. Majelis tinggi sependapat dengan PN Jakpus dalam perkara tersebut. “Menguatkan putusan PN Jakpus Nomor 777/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst tanggal 27 Oktober 2016,” demikian bunyi putusan banding yang didapat khatulistiwaonline, Senin (13/3/2017).
Mendengar bandingnya ditolak, Jessica Wongso kaget dan semakin sedih. “Dia sebenarnya kaget waktu sebulan lalu. Nah waktu itu dia kaget, menangis dan sedih sekali. Tetapi karena dari awal, saya sudah sampaikan dan tadi pagi sudah kuat. Karena kita sudah berulang kali, sudah kita persiapkan dari awal sudah disampikan, jangan berharap di PT kita berharap di MA,” ungkap Otto.
Namun, perjalanan Jessica Wongso mencari keadilan tidak berhenti. Jessica Wongso akan mengajukan kasasi dalam empat belas hari ke depan. Jessica Wongso dan kuasa hukumnya meyakini putusan MA akan lebih objektif dan lebih bijaksana. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jaksa penuntut umum pada KPK menyebut ada banyak pihak yang menerima aliran dana dari dugaan korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Terkait hal itu, KPK menyebut uang tersebut lebih baik dikembalikan.
“Uang negara dikembalikan itu baik,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada khatulistiwaonline, Kamis (9/3/2017) malam.
Hal serupa diungkapkan oleh Kabiro Humas KPK Febri Diansyah. Dia menyatakan pengembalian kerugian keuangan negara menjadi salah satu fokus KPK dalam kasus ini.
“Dalam kasus ini salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah penelusuran aliran dana,” ucap Febri saat dikonfirmasi secara terpisah, Kamis (9/3).
“Terutama untuk kepentingan memaksimalkan asset recovery. Apalagi kerugian keuangan negara yang cukup besar,” imbuhnya.
Febri juga mengatakan KPK tidak menghiraukan bantahan dari para pihak yang namanya disebut dalam dakwaan. Menurutnya, KPK bertugas untuk membuktikan hal yang sebenarnya terjadi.
“Dalam banyak perkara memang sejumlah pihak membantah. Dan menjadi tugas KPK untuk membuktikan yang sebenarnya. Kami tentu tidak bergantung pada bantahan. Namun, sebagai pengingat, akan lebih baik jika koperatif dengan penegak hukum,” jelas Febri.
Sebagai informasi, 2 terdakwa kasus e-KTP, yaitu Irman dan Sugiharto menerima uang yang disebut hasil korupsi sebesar Rp 60 miliar. Irman mengantongi Rp 2.371.250.000 dan USD 877.700 serta SGD 6 ribu atau setara Rp 14 miliar, sedangkan Sugiharto mendapatkan USD 3.473.830, setara Rp 46 miliar.
Selain kedua terdakwa ada pula pihak-pihak lain yang disebut menerima duit dari dugaan korupsi e-KTP ini. Berikut ini para pihak yang disebut jaksa KPK dalam surat dakwaan:
1. Gamawan Fauzi USD 4,5 juta dan Rp 50 juta
2. Diah Anggraini USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta
3. Drajat Wisnu Setyaan USD 615 ribu dan Rp 25 juta
4. 6 orang anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu
5. Husni Fahmi USD 150 ribu dan Rp 30 juta
6. Anas Urbaningrum USD 5,5 juta
7. Melcias Marchus Mekeng USD 1,4 juta
8. Olly Dondokambey USD 1,2 juta
9. Tamsil Lindrung USD 700 ribu
10. Mirwan Amir USD 1,2 juta
11. Arief Wibowo USD 108 ribu
12. Chaeruman Harahap USD 584 ribu dan Rp 26 miliar
13. Ganjar Pranowo USD 520 ribu
14. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR USD 1,047 juta
15. Mustoko Weni USD 408 ribu
16. Ignatius Mulyono USD 258 ribu
17. Taufik Effendi USD 103 ribu
18. Teguh Djuwarno USD 167 ribu
19. Miryam S Haryani USD 23 ribu
20. Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu
21. Markus Nari Rp 4 miliar dan USD 13 ribu
22. Yasonna Laoly USD 84 ribu
23. Khatibul Umam Wiranu USD 400 ribu
24. M Jafar Hapsah USD 100 ribu
25. Ade Komarudin USD 100 ribu
26. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar
27. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
28. Marzuki Ali Rp 20 miliar
29. Johanes Marliem USD 14,880 juta dan Rp 25.242.546.892
30. 37 anggota Komisi II lain seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang USD 13-18 ribu
31. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
32. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
33. Perum PNRI Rp 107.710.849.102
34. PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022
35. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp 148.863.947.122
36. PT LEN Industri Rp 20.925.163.862
37. PT Sucofindo Rp 8.231.289.362
38. PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36
KPK pernah menyebut ada pengembalian uang senilai Rp 250 miliar dari 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 individu. Namun, KPK belum menyebut siapa saja pihak-pihak yang mengembalikan uang tersebut. (ADI)