JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Panitera PN Jakarta Selatan berinisial T. Pihak PN Jakarta Selatan mengatakan tidak akan melakukan intervensi terdapat proses hukum tersebut.
“Ini kan menyangkut dalam penegakan hukum, kalau mereka menemukan sesuatu untuk mengarah kepada penegakan hukum, kita tidak akan bertanya atau intervensi. Kita biarkan proses itu berjalan,” ucap Humas PN Jaksel Made Sutrisna kepada khatulistiwaonline, Senin (21/8/2017) malam.
Made mengatakan, pihak PN menunggu kejelasan selama 24 jam setelah T ditahan. Hal itu sesuai dengan peraturan penahanan seseorang.
“Belum (mendapat penjelasan dari KPK). Karena memang mereka punya waktu 24 jam untuk menentukan tersangka atau saksi,” ucap Made.
Pihak PN Jaksel tidak akan melindungi T jika memang ada bukti mengarah pelanggaran hukum. “Kalau memang itu sudah mengarah, kita kan sama-sama penegak hukum. Kita tidak akan melindungi kalau ada pelanggaran hukum,” kata Made.
KPK telah mengatakan kasus yang menjerat T adalah kasus perdata. Namun, PN Jaksel belum mengetahui kasus apa yang dimaksud.
“Saya belum punya bahannya. Kasus perdata yang mana. Hanya merekalah yang tahu, kita tidak tahu. Hanya panitera yang tahu yang mana yang dipegang dan terkait penangkapan itu,” ujar Made.
KPK menangkap T di PN Jaksel pada Senin (21/8) sekitar pukul 13.00 WIB. Ada uang sebesar Rp 300 juta yang disita dari tangan T.
“Iya (uang yang disita) Rp 300 juta,” ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan ketika dikonfirmasi, Senin (21/8).
Selain T, KPK juga mengamankan 3 orang lain yaitu dua orang advokat dan satu orang ofice boy (OB). Selain itu, KPK menyegel lemari serta meja kerja, dan mobil B-160-TMZ milik T. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Jemaah korban dugaan penipuan First Travel yang melapor ke posko Crisis Center Bareskrim Polri terus bertambah. Hingga kini sudah lebih dari 500 jemaah yang melapor.
“Dari Rabu (18/8) sampai pagi ini sudah lebih dari 500 orang yang melaporkan ke Crisis Center,” kata petugas posko Crisis Center Bareskri, Ipda Hardista saat ditemui di kantor Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (18/8/2017).
Banyaknya jemaah yang melapor ini membuat Bareskrim memperpanjang jam operasional crisis center. Jam operasional yang sebelumnya dibuka dari pukul 09.00 WIB hingga 14.00 WIB diperpanjang menjadi pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB.
“Iya jam operasional diperpanjang. Buka mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB,” ujarnya.
Sampai saat ini para jemaah First Travel masih berbondong-bondong mendatangi Crisis Center Bareskrim Polri. Selain itu, jemaah juga bisa mengirimkan laporan pengaduan melalui e-mail korban.FT@gmail.com ataupun menghubungi nomor hotline di 081218150098.
Sebelumnya, polisi menetapkan bos First Travel, Andhika dan Anniesa sebagai tersangka penipuan dan penggelapan dana jemaah umrah pada Kamis (10/8). Keduanya dijerat dengan Pasal 55 juncto Pasal 378 dan 372 KUHP tentang Penipuan serta Penggelapan, serta UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE.(NGO)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Pemantau Pendapatan dan Kerugian Negara (PPKN) menemukan adanya dugaan kerugian negara pada pengadaan Kendaraan PKP-PK Type IV senilai +/- Rp. 2 miliar di sejumlah Satuan Kerja Bandar Udara (Bandara) di Indonesia. Terkait temuan tersebut setelah sebelumnya mengirimkan surat konfirmasi kepada para Kepala Bandara namun tidak ada tanggapan, PPKN akhirnya melaporkannya kepada pihak kejaksaan sebagai masukan untuk ditelaah dan dilakukan penyelidikan.
Berdasarkan temuan PPKN yang dikirim ke Redaksi Khatulistiwa, Selasa (15/8-2017) dugaan kerugian negara pada pengadaan Kendaraan PKP-PK Type IV tersebut terjadi Bandar Udara Mutiara Palu, Bandar Udara Bone
Bandar Udara Syukuran Aminuddin Amir Luwuk, Bandar Udara H. Hasan Aroeboesman Ende, Bandar Udara Pongtiku Tana Toraja, Bandar Udara Bua, Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, Bandar Udara Wunopito Lewoleba, Bandar Udara Muara Bungo, Bandar Udara Sangia Nibandera Kolaka, Bandar Udara Malinau, Bandar Udara Pogogul Buol, Bandar Udara Yuvai Semaring Long Bawan, Bandar Udara Tanah Merah, Bandar Udara Soa, Bandar Udara Gamarmalamo Galela, Bandar Udara Kasiguncu Poso dan Bandar Udara H. Aroeppala Selayar.
Sementara berdasarkan siaran pers (press release) PPKN yang dikirim ke Redaksi Khatulistiwa, disebutkan pengadaan Kendaraan PKP-PK Type IV senilai kurang lebih Rp. 2 miliar di sejumlah Bandar Udara itu di antaranya dilaksanakan oleh PT. Anugerah Putra Jaya (alamat Jl. Raya Tlajung Km. 28,5 No. 288 A Gunung Putri, Bogor) pada bulan Februari 2016 dengan harga penawaran Rp. 6.199.479.000,-
Berdasarkan informasi yang diperoleh PPKN, Kendaraan PKP-PK Type IV sejenis dengan kapasitas 4.000 liter air dan 500 liter foam jika dipesan dari salah satu pabrik, harganya hanya senilai Rp. 4.117.520.000.
Oleh karena itu, menurut PPKN terdapat dugaan kerugian negara senilai Rp. 2 miliar dari pengadaan tersebut. Dengan adanya temuan ini PPKN telah memberikan masukan kepada pihak kejaksaan di mana Bandar Udara tersebut berada untuk menelaah dan menyelidikinya. Sebagai langkah awal penyidik diharpkan dapat meminta informasi dari Kepala Bandara dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan.
Terkait dugaan kerugian negara pada pengadaan Kendaraan PKP-PK di sejumlah Bandara Udara tersebut, praktisi hukum Edwin Salhuteru, SH kepada Khatulistiwa, Selasa malam mengharapkan pihak kejaksaan melakukan penyelidikan dan jika memenuhi unsur agar dilanjutkan ke penyidikan. “Dalam masalah ini, pihak PPKN tentunya tidak mau mengambil resiko. Sebelum menyurati kejaksaan pasti sudah melakukan konfirmasi kepada pihak terkait,” ujar Edwin.
Edwin juga menyarankan kepada semua pihak agar dalam melaksanakan proyek atau pengadaan barang yang dananya bersumber dari pemerintah mengikuti aturan dan perundang-undangan mengacu kepada Perpres No.54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. “Apabila pihak auditor menemukan adanya kerugian negara, pihak kejaksaan harus melakukan penyelidikan,” tegasnya. (NGO)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Polri dan Badan Narkotika Nasional ( BNN) memusnahkan barang bukti narkoba yang disita dari bandar jaringan nasional maupun internasional, Selasa (15/8/2017). Pemusnahan dilakukan di Garbage Plant Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Acara tersebut dihadiri antara lain oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmad, Kapolda Metro Irjen Idham Aziz, Kepala BNN Budi Waseso, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, hingga kru sejumlah maskapai penerbangan.
Total barang bukti yang dimusnahkan di lokasi tersebut yakni 1,4 ton sabu dan 1,2 juta butir ekstasi.
Selain itu, di sejumlah Polda di Indonesia, secara serentak juga dimusnahkan 2,73 ton ganja, 1,4 ton sabu, 1.264.445 butir ekstasi, 36.000 happy five, dan 5,6 juta butir psikotropika golongan IV.
Direktur Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri Brigjen Pol Eko Daniyanto mengatakan, pemusnahan narkoba dilakukan untuk menghindari penyimpangan barang bukti yang disita. “Sebagai bentuk transparansi tugas Polri dan BNN sehingga masyarakat tahu barang bukti narkoba yang disita petugas benar-benar dimusnahkan,” kata Eko, dalam sambutannya, Selasa siang.
Eko mengatakan, barang bukti dapat dieksekusi jika telah mendapat ketetapan dari pengadilan negeri.
Dalam kesempatan yang sama, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, selama ini muncul anggapan bahwa polisi kerap menggelapkan barang bukti narkotika yang disita. Acara pemusnahan dilakukan secara terbuka untuk menghindari pandangan miring seperti itu. “Secepat mungkin kalau ada izin pengadilan negeri, sudah disisihkan sesuai kesepakatan, maka sisanya segera dihancurkan,” kata Tito.
Selain itu, Tito juga mengimbau petugas agar barang bukti itu diberi penjagaan khusus. Tak hanya penyidik yang menangani perkara, tetapi juga diturunkan tim dari Divisi Provesi dan Pengamanan Polri dan Inspektorat Pengawas Umum serta daerah agar tak terjadi kebocoran. “Semua komandan, pimpinannya, harus tegas ke anggota. Ancam kalau ada macam-macam, beri tindakan hukum,” kata Tito.
Sejumlah pengurus Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) 1956 menghadiri acara pemusnahan barang bukti narkoba oleh Polri dan ( BNN). Di lokasi, terlihat Ketua Umum PARFI Marcella Zalianty, Wakil Ketua PARFI Ray Sahetapy, dan pengurus lainnya seperti Shandy Aulia, Nunu Datau, dan Anna Tarigan.
Mereka menjadi saksi untuk uji kandungan narkoba terkait kasus 1,4 ton shabu yang diungkap Polda Metro Jaya. Dalam kasus tersebut, polisi menetapkan delapan tersangka. Mereka terdiri dari warga negara Indonesia dan warga negara China. Sebelum dimusnahkan, sejumlah barang bukti digelar di Aula. Totalnya mencapai 1,4 ton sabu dan 1,2 juta butir ekstasi.
Selain itu, di sejumlah Polda di Indonesia, secara serentak juga dimusnahkan 2,73 ton ganja, 1,4 ton sabu, 1.264.445 butir ekstasi, 36.000 happy five, dan 5,6 juta butir psikotropika golongan IV. (MAD)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Sejak beberapa tahun terakhir, bisnis haram penyuntikan gas elpiji di sejumlah wilayah Tangerang, Bekasi, Depok dan Bogor semakin menggeliat, dan seakan luput dari perhatian pemerintah maupun instansi lainnya. Ironisnya, dari sejumlah kasus penggrebekan terhadap pelaku penyuntikan gas elpiji yang dilakukan pihak kepolisian, saat diajukan ke persidangan para pelaku hanya dijatuhi hukuman ringan, sehingga tidak memberikan efek jera.
Berbagai pihak menduga, maraknya penyuntikan atau pengoplosan gas elpiji ini tidak terlepas dari tidak adanya pengawasan dari pemerintah daerah, kepolisian maupun Hiswana Migas serta lemahnya penegakan hukum bagi pelaku. “Bahkan, di beberapa tempat terkesan adanya “pembiaran” dari instansi terkait, dan menjadi ajang bagi-bagi “rejeki” oleh oknum tertentu,” ujar salah seorang warga yang namanya enggan disebut kepada Khatulistiwa.
Masih menurut warga, kasus ledakan gas elpiji dari tabung 3 kilogram dan 12 kilogram yang kerap terjadi disebabkan oleh kerusakan sistem katup pada lubang tabung, bukan pada bagian selang atau regulator. Mengapa ini bisa terjadi? Jawaban yang bisa dipastikan adalah seringnya beberapa pengoplos menyuntikkan isi tabung gas dari 3 kilogram ke dalam tabung gas 12 kilogram, karena besarnya disparitas harga, dimana harga gas isi 12 kilogram lebih mahal karena tidak disubsidi pemerintah. Penyuntikan tersebut mengakibatkan katup tabung rusak dan rawan kebocoran. Selain merugikan masyarakat dan pemerintah, serta mengoplos adalah tindakan ilegal juga bisa membahayakan jiwa.
“Memindahkan isi tabung gas 3 Kg ke tabung gas 12 Kg untuk mencari keuntungan. Pasalnya isi tabung 3 Kg lebih murah karena disubsidi. Dan setelah dipindah atau disuntik ke tabung 12 Kg harga tentu lebih mahal karena tidak disubsidi pemerintah,” ujarnya seraya berharap tindakan nyata dari kepolisian menertibkan lokasi-lokasi penyuntikan gas elpiji. (DON)
BEKASI,khatulistiwaonline.com
Kuasa hukum keluarga tertuduh pencuri amplifier musala Al Hidayah, Abdul Chalim Soebri mengaku kecewa dengan polisi. Lantaran, keluarga tidak dibolehkan untuk menyaksikan autopsi MA.
“Kami kecewa terhadap proses pelaksanaan Autopsi,” ujar Abdul usai pembongkaran makam di TPU Kedondong, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Rabu (9/8/2017).
Abdul menyebut polisi ingkar dari kesepakatan bersama. Sebab awalnya keluarga tidak mengizinkan autopsi. Namun setelah diberi pemahaman, keluarga akhirnya bersedia.
“Tetapi karena demi kepentingan hukum, dalam pembuktian, maka keluarga mengizinkan. Dengan catatan saat dilakukan autopsi, kami minta keluarga ikut saksikan,” paparnya.
Menurut Abdul, polisi mengabulkan permintaan keluarga itu. Namun saat pembongkaran, polisi tidak mengizinkan keluarga melihat.
“(Alasannya) kode etik kedokteran. Saya tidak ganggu, tidak akan ganggu tetapi ingin saksikan. Dan tetap tidak boleh, kalau gitu kenapa minta izin (bongkar), kalau memang perintah UU ya laksanakan saja tanpa izin, kenapa harus dengan surat pernyataan,” paparnya.
Abdul bersikukuh minta agar dapat menyaksikan proses autopsi. Sebab, ayah kandung terduga pencuri belum pernah melihat jenazah anaknya.
“Kalau langgar kode etik kenapa harus minta izin. Kami kan menyaksikan didampingi keluarga, karena ayahnya belum pernah lihat langsung, dan di antara keluarga, beliau fisiknya paling kuat untuk menyaksikan,” pungkasnya. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan Miryam S Haryani terhadap dakwaan jaksa dalam perkara keterangan tidak benar persidangan kasus e-KTP terdakwa Irman dan Sugiharto. Sidang perkara keterangan tidak benar pun dilanjutkan.
“Menolak eksepsi tim kuasa hukum terdakwa untuk seluruhnya,” kata ketua majelis hakim Franky dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (7/8/2017).
Majelis hakim juga berpendapat Pengadilan Tipikor berwenang mengadili perkara tersebut. Kemudian majelis hakim meminta jaksa melanjutkan sidang ke pokok perkara dengan menghadirkan saksi-saksi.
“Menyatakan sah surat dakwaan penuntut umum sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili di Pengadilan Tipikor atas nama Miryam S Haryani. Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Miryam S Haryani,” ujar hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan, surat dakwaan yang disusun oleh JPU KPK telah diperhatikan secara cermat, jelas dan telah memenuhi 2 syarat, yaitu syarat formil dan materiil.
“Syarat materiil dan formil bahwa surat dakwaan telah menggambarkan peristiwa yang nyata dan konkrit, bahwa surat dakwaan telah memenuhi syarat,” kata hakim.
Atas ditolaknya eksepsi ini maka sidang pemeriksaan kasus Miryam akan kembali dilanjutkan. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian dengan pengajuan saksi oleh JPU KPK pada 14 Agustus 2017.
Sebelumnya, Miryam mengajukan nota keberatan atau eksepsi dakwaan dalam perkara keterangan tidak benar terkait sidang terdakwa Irman dan Sugiharto. Kuasa hukum Miryam, Heru Andeska meminta majelis hakim memeriksa dan mengadili perkara ini dapat dijatuhkan dalam putusan sela. Dan majelis hakim menerima eksepsi terdakwa Miryam.
“Menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta tidak berwenang mengadili perkara a quo,” kata Heru Andeska.
Miryam didakwa dengan ancaman pidana Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman maksimal dalam dakwaan itu adalah 12 tahun penjara. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Tora Sudiro resmi menyandang status tersangka atas kepemilikan psikotropika. Sedangkan istrinya, Mieke Amalia tidak dinaikkan statusnya menjadi tersangka.
“Dari barang bukti yang ditenukan TS (Tora Sudiro) adalah kepemilikannya. Sedangkan istrinya hanya menggunakan saja,” kata Kasat Narkoba Polres Jaksel Kompol Vivick Tjangkung saat jumpa pers di kantornya, Jumat (4/8/2017).
Karena itu, polisi langsung menahan Tora Sudiro hari ini. Sedangkan Mieke akan dipulangkan.
“Hari ini kami akan pulangkan (Mieke) untuk kembali kepada keluargnaya tentu kami sarankan pengobatan. Sedangkan TS telah kami tandatangani surat perintah tandatangan untuk ditahan,” ujarnya.
Tora Sudiro dijeras pasal 62 tahun 1997 tentang Psikotropika. Tora Sudiro terancam penjara 5 tahun. (NOV)