BABEL, khatulistiwaonline.com
Semenjak tahun 2011, pihak PT. PLN Rayon Sungailiat dik-abarkan sering mengeluarkan sambungan pasang baru KWH meter ke rumah para pelanggan, tanpa memberikan material yang lengkap seperti material kabel SR ukuran 2x10mm, MCB, SWC dan konektor kabel. Material-material tersebut sangat mempunyai peranan penting untuk kesempurnaan proses pemasangan sambungan baru listrik prabayar ke rumah pelanggan, lalu ke mana perginya material-material tersebut.
Bukankah pihak PT. PLN punya kewajiban penting harus menge-luarkan material tersebut sebagai hak mutlak pelanggannya.Kejadian ini umpamanya pihak pemerintah melakukan lelang tender untuk pengadaan mobil dinas, sudah tentu mobil tersebut dilengkapi mesin, roda beserta asesoris lainnya. Kalau mobil tersebut tak punya mesin, tak punya roda dan tak punya bahan bakar, lalu bagaimana mobil ini bisa dijalankan. Haruskah para pejabat membeli sendiri barang-barang yang tidak ada itu, sementara dari pihak dealer mobil semuanya lengkap.Kejadian ini sungguh sangat mengherankan, namun faktanya seperti inilah yang telah terjadi di tubuh PT. PLN wilayah Bangka Belitung.
Sejak dari tahun 2011 hingga 2014 yang lalu pihak instalatir selaku mitra resmi PT. PLN beserta para pelanggan sambungan pasang baru KWH meter pada saat itu harus menjadi korban, dibebani oleh PT. PLN Rayon Sungailiat.Hal ini pernah dialami oleh salah seorang wartawan Khatulistiwa yang pada saat itu masih menjadi instalatir selaku mitra PT. PLN Rayon Sungailiat. Menurut pengakuan mantan instalatir ini, mulai dari tahun 2011 hingga 2014 sudah ribuan KWH meter pasang baru yang sudah terpasang di Kabupaten Bangka Induk kondisinya seperti ini. Namun anehnya, pihak PT. PLN wilayah Bangka seolah-olah menutup mata, meski sudah banyak orang yang melapor ke pihak PT. PLN wilayah Bangka Belitung.
Belum lagi kasus-kasus kehilangan berkas yang seringkali terjadi di dalam tubuh PT. PLN Rayon Sungailiat. Kemungkinan banyak siluman berwujud manusia yang bergentayangan di dalam kantor dan suka usil serta iseng membuang berkas pengajuan permohonan pasang baru calon pelanggan PLN. Mungkin disebabkan kurang sesajen dari instalatir tertentu.
Kasus dugaan penggelapan ini sudah dilaporkan ke pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Bangka pada tahun 2014 lalu, beserta bukti-bukti di atas kertas, namun hingga akhir tahun 2017 kasus ini tidak juga ditindaklanjuti oleh pihak Kejaksaan. Sungguh aneh, ada apa ini? Namun pada saat dikonfirmasikan pada pertengahan bulan Nopember 2017 yang lalu, pihak Kejaksaan saat ditanya ke mana berkas itersebut, jawabannya berkas masih ada, nanti saya cari dulu karena saya belum sempat untuk mempelajarinya.
Lalu kapan kasus ini akan diselidiki.M. Isra mantan manajer PT. PLN Rayon Sungailiat pada era tahun 2011 yang lalu beserta staf-stafnya (petugas loket) harus bertanggungjawab atas kelalaiannya yang telah menghilangkan bukti setoran pelunasan biaya penyambungan baru daya 1300 VA di daerah Desa Bukit Ketok dan Dusun Saber Belinyu, sebanyak kurang lebih 9 pelanggan.Dan menurut pengakuan mantan instalatir ada sebanyak kurang lebih 210 rumah pelanggan pasang baru, pihak PT. PLN Rayon Sungailiat cuma memberikan KWH meternya saja, sementara material pendukung yang seperti tersebut di atas lenyap entah ke mana? Kontrak pasang baru pun tidak jelas, yang seharusnya pihak PT. PLN Rayon Sungailiat wajib membayar kepada para instalatir sebagai jasa pemasangan KWH meter, namun faktanya pihak PT. PLN Rayon Sungailiat tidak pernah membayar kepada instalatir yang mungkin telah digelapkan dananya oleh oknum-oknum karyawan PT. PLN Rayon Sungailiat.Belum lagi kasus KWH meter proses migrasi dari paska bayar ke prabayar dari tahun 2012 ke tahun 2014 yang lalu, itupun tidak pernah sepeser pun diterima oleh instalatir. Padahal pada saat itu pihak PT. PLN punya budget untuk pergantian KWH meter sebesar tiga puluh lima ribu rupiah.Manajer PT. PLN mulai tahun 2011 yang dipimpin oleh M. Isra bersama staf-stafnya, hingga ke manajer PT. PLN Rayon Sungailiat era tahun 2014 pantas untuk diperiksa. (DEDY)
TANGERANG, khatulistiwaonline.com
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Januari 2016, diketahui bahwa ada beberapa pekerjaan diPerusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelengaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau yang dikenal sebagai
Air Navigasi (Airnav) yang diduga menyalahi ketentuan dalam pelaksanaannya,sehingga merugikan negara hingga ratusan
miliar rupiah Pertama, Pengadaan dan Pelaksanaan Pekerjaan Penambahan Workstation E-JAATS diBandara Soekarno Hatta
(Soetta) sebesar Rp128 miliar lebih.
Di mana dalam rekomendasinya BPK menyarankan Menteri BUMN meminta pertanggung jawaban Direksi Perum LPPNPI atas proses pelelangan dan pelaksanaan kontrak pekerjaan tersebut yang tidak sesuai ketentuan. Direksi Perum LPPNPI juga diminta untuk meminta pertanggungjawaban dan memberikan sanksi kepada panitia pelelangan project tersebut.
Kedua, pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan Upgrade ATC System Eurocat-X sebesarRp 63 miliar lebih untuk MATSC Makasar, dimana dalam pekerjaan ini BPK juga menyarakan memberikan sanksi kepada panitia lelang dan memberikan sanksi kepada PT. TBR selaku pemenang tender karena melaksanakan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak dan ketentuan pengadaanbarang dan jasa.
Ketiga, pengadaan dan pemasangan PSR di 1 Lokasi dan MSSR mode S di 3 lokasi sebesar Rp 117 miliar lebih, serta ke empat project perjanjian kerjasama Perum LPPNPI dengan The Mitre Corpotarion dan NATS Service (Asia Pac) Pte Ltd, yaitu project konsultasi sebanyak 2 project yang nilainya mencapai US$ 2.313.287 atau mencapai Rp 30 miliar lebih kalau dihitung kurs 1$ US sebesar Rp 13 ribu. Jika dihitung dari total ke empat project ini, maka potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 340 miliar lebih. Terkait kerugian negara ini, Ketua LSM Garuk KKN Agus Sahrul Rijal menyatakan, bahwa hal tersebut menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di BUMN yang mengelola Navigasi
Penerbangan di Indonesia tersebut.
“Angka Rp 340 miliar tersebut bukan nilai yang sedikit, kalau BPK menemukan adanya kesalahan proyek-proyek tersebut, maka ada indikasi kuat adanya “permainan” dalam pelaksanaan tender dan pengerjaan proyek tersebut, dan aparat penegak hukum, baik itu polisi, kejaksaan atau kalau perlu KPK turun tangan menyelidiki kasus ini,” katanya.
Lebih jauh Agus menilai BUMN yang berkantor pusat di Kota Tangerang ini, harus terbuka dan menjelaskan kenapa
ada temuan BPK sebesar itu, karena bukan tidak mungkin terjadinya penyimpangan yang melibatkan banyaknya oknum pejabat dan pihak yang berkepentingan. “Kami sudah mengantongi bukti LHP BPK dan beberapa dokumen penting
lainnya terkait persoalan di Perum LPPNPI. Kita akan melaporkan masalah ini ke aparat penegak hukum.
Kemungkinan ke KPK karena nilai kerugian yang fantastis ,” tegas Agus. Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait temuan LSM Garuk KKN ini, Manager Humas Perum LPPNPI, Yohanes Sirait mennyatakan beberapa proyek yang ditender
oleh Perum LPPNPI pada tahun 2015 tersebut tidak ada yang jadi masalah. “Persoalan tender proyek yang dipersoalkan
oleh kawan-kawan Aliansi LSM Tangerang sudah clear, jadi tidak ada masalah,”katanya.
Yohanes membenarkan perihal yang dipersoalkan oleh Aliansi LSM Tangerang tersebut bersumber dari LHP BPK. “Memang dalam LHP BPK ada beberapa catatan, dan hal ini sudah clear, karena kami memberikan klarifikasi ke BPK,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan Manager Humas AirNav Indonesia tersebut, Edwin Salhuteru, SH salah seorang praktisi hukum kepada Khatulistiwa menyebutkan, apabila ada dugaan tindak pidana yang merugikan Negara atas proyek yang telah dilaksanakan, maka tidak hanya sebatas diberiikan sanksi secara internal, tetapi harus ditindaklanjuti secara
hukum dengan pemeriksaan yang lebih intensif oleh BPK atau lembaga lain yang berkompeten. Hal itu untuk dapat ditindaklanjuti dan atau diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dengan meminta pertanggungjawaban hukum
dari pihak terkait, sehingga kerugian Negara dapat diminimalisir.(NGO)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo membantah menerima uang terkait proyek e-KTP. Hal serupa juga disampaikan Andi Narogong. Namun, Setya Novanto menyatakan sebaliknya.
Awalnya, Novanto mengaku pernah bertemu anggota Komisi II DPR (almh) Mustokoweni dan Ignatius Mulyono. Dari keduanya, Novanto mendapat informasi adanya aliran uang dari Andi Agustinus alias Andi Narogong ke Komisi II DPR dan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
“Pertama, ini pernah almarhum Mustokoweni dan Ignatius Mulyono itu, pada saat ketemu saya telah menyampaikan dana uang dari Andi untuk dibagikan kepada Komisi II dan Banggar DPR dari Mustokoweni, dan disebut nama Pak Ganjar. Yang kedua, Bu Miryam juga menyampaikan hal yang sama,” ucap Novanto ketika memberikan tanggapan atas kesaksian Ganjar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2018).
Tak hanya itu, Novanto pun mengaku pernah didatangi Andi di kediamannya. Andi bercerita pada Novanto bila uang untuk Komisi II dan Banggar DPR telah diserahkan, termasuk untuk Ganjar.
“Ketiga, waktu Andi ke rumah saya menyampaikan telah memberikan dana untuk teman Komisi II dan Banggar serta Pak Ganjar sekitar bulan September dengan jumlah USD 500 (ribu) itu disampaikan kepada saya,” ujar Novanto.
“Untuk itu saya ketemu penasaran saya menanyakan apakah sudah selesai dari teman-teman. Pak Ganjar jawab itu urusan yang tahu Pak Chairuman, itu saja, yang mulia,” imbuh Novanto.
Dibantah Ganjar
Hal itu disampaikan Novanto untuk menanggapi kesaksian Ganjar yang mengaku tidak pernah menerima aliran uang apapun. Menurut Ganjar, Miryam pun pernah dikonfrontasi dengannya saat pemeriksaan di KPK dan menyatakan tidak ada uang kepadanya.
“Pertama Bu Mustokoweni pernah menjanjikan kepada saya mau memberikan langsung dan saya tolak, sehingga publik meski tahu sikap menolak saya. Ketika Bu Miryam pun, menurut Pak Novanto juga memberikan kepada saya, di depan Pak Novel (Novel Baswedan/penyidik KPK), dia (Miryam) menolak tidak pernah memberikan kepada saya,” kata Ganjar.
Bahkan, menurut Ganjar, Andi pun tidak pernah mengaku memberikan uang kepadanya. Pemberian uang dari Andi di ruang Mustokoweni juga disebutnya tidak benar.
“Andi Narogong kesaksian saya lihat pernah menyampaikan tidak pernah memberikan kepada saya. Bahkan penasihat hukum Irman menanyakan kepada saya, katanya Andi Narogong yang memberikan di tempat Bu Mustokoweni, dan Bu Mustokoweni sudah meninggal dunia. Saya menyampaikan disampaikan Pak Novanto tidak benar,” ucap Ganjar.
Ditepis Andi Narogong
Keterangan Novanto pada persidangan hari ini, berbeda dengan pernyataan Andi Narogong. Dalam persidangan berbeda, Andi melalui nota pembelaannya menyatakan tidak pernah memberikan uang kepada Ganjar. Saat itu Andi Narogong membantah keterangan M Nazaruddin yang juga menyatakan hal serupa seperti yang disampaikan Novanto.
“Keterangan saksi Muhammad Nazaruddin bahwa terdakwa pernah memberikan uang kepada saksi Ganjar Pranowo di ruang kerja Mustokoweni adalah juga tidak benar dan tidak terbukti menurut hukum,” ujar salah satu pengacara Andi saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017) lalu.
Menurut pengacara, apa yang disampaikan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin itu telah dibantah oleh Ganjar saat bersaksi. Sementara itu, Mustokoweni sendiri telah meninggal dunia.
“Saksi Nazaruddin dalam setiap keterangannya terkait terdakwa, jika dikejar detailnya, akan selalu berkelit dengan cara mengarahkannya kepada orang yang sudah almarhum,” ujar pengacara tersebut. (DON)
JOMBANG,khatulistiwaonline.com
Penyidik KPK menggeledah ruang kerja Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Senin (5/2/2018). Penggeledahan ini dijaga ketat sejumlah anggota polisi dan Satpol PP.
Penyidik KPK yang berjumlah sekitar 5 orang tiba di kantor Pemkab Jombang, Jalan Wahid Hasyim No 137 sekitar pukul 11.16 WIB. Penyidik dari lembaga antirasuah ini langsung menuju ke ruang kerja Sekda Jombang Ita Triwibawati di lantai 2.
Selain Ita, nampak Wakil Bupati Jombang Mundjidah Wahab di lokasi. Sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga terlihat datang.
Di ruangan Ita, tim KPK hanya mengenakan rompi dan masker untuk menghindari sorotan media ke wajah mereka. Setelah sekitar 15 menit di dalam ruangan, tim langsung menuju ke ruang kerja Bupati Nyono di lantai 3.
Sayangnya, wartawan dilarang ikut naik ke lantai 3. Sejumlah anggota Polres Jombang dan Satpol PP menjaga ketat proses penggeledahan ini. Petugas keamanan juga berjaga di bagian bawah tangga ke lantai 3.
“Yang tidak berkepentingan dilarang masuk,” cetus salah satu penyidik KPK.
Hingga pukul 12.35 WIB, proses penggeledahan di ruang kerja Bupati Jombang masih berlangsung.
Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko ditangkap KPK di Stasiun Balapan, Solo, Sabtu (3/2). Nyono diduga menerima uang suap Rp 275 juta dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Jombang Inna Sulestyowati. Di hari yang sama, KPK menangkap Inna di Surabaya.
Uang tersebut diberikan Inna agar Nyono mengangkatnya menjadi Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang definitif. Baik Nyono dan Inna kini ditahan KPK dan menyandang status tersangka. (DON)
MEDAN,khatulistiwaonline.com
Bupati Batubara nonaktif OK Arya Zulkarnain mulai diadili di Pengadilan Tipikor Medan, Sumatera Utara (Sumut) dalam kasus suap infrastruktur. Dia terancam penjara maksimal 20 tahun.
Sidang tersebut berlangsung Senin (5/2/2018) siang. Majelis hakim dipimpin Wahyu Prasetyo Wibowo. Sementara, penuntut umum dari KPK yakni, Ariawan Agustitiartono.
Selain OK Arya, penuntut umum juga membacakan dakwaan terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Batubara Helman Herdady dan Sujendi Tarsono alias Ayen.
Dalam dakwaan penuntut umum, pada 2016-2017 OK Arya menerima hadiah atau janji uang dengan jumlah Rp 8 miliar lebih melalui terdakwa Helman Herdady dan Sujendi Tarsono alias Ayen. Uang tersebut berasal dari Maringan Situmorang, Mangapul Butar-butar, Sucipto, Parlindungan Hutagalung dan Syaiful Azhar yang merupakan para penyedia barang atau jasa.
“Serta terdakwa II (Helman) menerima uang sebesar Rp 80 juta dari Syaiful Azhar,” kata Ariawan.
Hal itu, lanjut dia, diduga hadiah tersebut diberikan untuk dengan maksud untuk melakukan intervensi guna memenangkan para kontraktor.
“(Duit suap) itu jumlah yang diterima dari Pak OK dari beberapa kontraktor terkait proyek di Kabupaten Batubara, khususnya di PUPR,” ujar Ariawan.
Perbuatan terdakwa dinilai melanggar Pasal 12 Huruf a UU Tipikor.
“Ancaman maksimal 20 tahun penjara,” tukas Ariawan. (NGO)
TANGERANG, khatulistiwaonline.com – Polisi menangkap seorang pria bernama Eko Sianipar (47) yang menganiaya Ketua RT 02/01, Kelurahan Binong, Kecamatan Curug, Tangerang Selatan bernama Teguh Gunawan (54). Peristiwa itu terjadi saat Teguh melakukan pemutakhiran data pemilih di rumah warga.
“Pada awalnya korban selaku Ketua RT 02/01 mendatangi warga untuk melakukan pendataan terkait pemutakhiran data pemilih untuk pilkada Kabupaten Tangerang,” kata Kasat Reskrim Polres Tangsel AKP Alexander Yurikho lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (3/2/2018).
Peristiwa itu terjadi pada Jumat (2/2) lalu sekitar pukul 17.30 WIB. Saat itu korban memarkir sepeda motornya di depan rumah pelaku.
Tak lama kemudian pelaku yang mengendarai mobil pulang ke rumah. Sepeda motor korban yang terparkir itu membuat mobil pelaku tak bisa masuk ke halaman rumah.
Korban lalu memindahkan sepeda motornya. Teguh lalu ingin melakukan pemutakhiran data kepada keluarga Eko.
“Korban mengajak ngobrol dan mendata terlapor. Tetapi terlapor emosi dan mengatakan dengan nada tinggi ‘Nanti malam saja’. Dan ketika korban menjawab ‘jangan marah marahlah, Pak’, terlapor tiba-tiba mendorong dada korban hingga korban terjatuh. Kemudian terlapor dengan menggunakan tangan kosong memukul ke arah wajah korban sekitar 3 tiga kali,” ungkap Alexander.
Akibatnya korban mengalami pendarahan di bagian hidung. Dia lalu dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
“Direncanakan akan dioperasi karena tulang hidungnya mengalami patah sedangkan anak korban mengadukan kejadian tersebut ke Polres Tangerang Selatan untuk penyidikan lebih lanjut,” pungkasnya. (MUL)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Majelis hakim yang mengadili perkara korupsi proyek e-KTP bingung lantaran semua saksi yang dihadirkan membantah adanya penerimaan uang. Namun hakim yakin ada yang berbohong di antara para saksi tersebut.
Awalnya, hakim menyebutkan keterangan Irman (eks Dirjen Dukcapil/terdakwa korupsi e-KTP) yang menyebut Chairuman Harahap meminta fee dari proyek e-KTP sebelum rapat dengar pendapat di DPR. Namun, Chairuman yang dihadirkan sebagai saksi membantahnya.
“Tidak ada. Jadi begini, di dakwaan pak Irman itu disebut kejadian itu bulan Mei. Saya cek, kita nggak ada reses bulan Mei dan Juni,” kata Chairuman saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2018).
“Kalau Andi (Andi Agustinus alias Andi Narogong) yang dibilang megang uang, ngapain saya ngomong ke Irman. Kan nggak logis,” imbuhnya.
Chairuman juga membantah meminta fee 5 persen kepada Andi Narogong di Equity Tower, di mana saat itu ada Novanto dan Paulus Tannos di lokasi tersebut. Hakim pun bingung, karena Chairuman membantah hal itu.
“Tidak pernah,” ucap Chairuman.
“Sidang ini kadang bingung. Saksi mana yang benar semua di bawah sumpah. Yang jelas ada yang bohong. Saya nggak tahu siapa, karena keterangan saling berbeda,” ujar hakim.
“Iya bingung. Saya tidak pernah pak,” ujar Chairuman.
“Saya tidak kenal Paulus,” imbuh Chairuman.
Selain itu, hakim juga menanyakan soal saran Chairuman untuk menggunakan jasa pengacara Hotma Sitompul atas kasus pelaporan terhadap Irman dan Sugiharto. Menurutnya, saat itu ia langsung menyarankan kepada Gamawan untuk menggunakan jasa Hotma.
“Kita lagi ngumpul-ngumpul. Bicara-bicara, ada ini di polda. Kita butuh pengacara ini. Pak Gamawan nanya, siapa pak kira-kira,” ucap Chairuman.
“Kenapa nanya Anda?” tanya hakim.
“Dia tahu saya mantan jaksa. Saya bilang yang saya tahu saya rekomendasi yang bisa kita percaya baik,” jawab Chairuman. (MUL)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Tim Densus 88 Antiteror menangkap 3 orang terduga teroris di wilayah Temanggung, Jawa Tengah. Dari lokasi, Densus 88 menyita sejumlah barang bukti termasuk uang tunai Rp 28 juta.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal menjelaskan, Densus 88 pagi tadi pukul 09.00 WIB menggerebek toko Aneka Grosir di Jalan Secang KM 03, Dusung Bengkal, Desa Bengkal, RT 05/RW 05, Kranggan, Temanggung, Jawa Tengah. Dari lokasi, ditangkap 3 orang terduga teroris.
Ketiga orang ini masing-masing, W alias A dan L alias T asal Tegal. Lalu Z asal Temanggung.
Dari lokasi disita 2 buah handphone, 6 buah flashdisk, 1 buah dompet hitam, 1 buah buku panduan, 1 buah buku penjelasan pembatalan keislaman, 2 buah majalah Ar-royan, 1 buah buku zikir pagi dan petang, uang tunai Rp 28.289.000, serta 2 buah ATM Bank Mandiri.
“Saat ini barang bukti diamankan di Mapolres Temanggung, sedangkan para pelaku masih dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tim densus 88 AT,” ujar Iqbal kepada khatulistiwaonline, Kamis (1/2/2018). (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Tersangka kasus hilangnya Setya Novanto, Fredrich Yunadi, kembali diperiksa KPK. Fredrich bakal diperiksa sebagai tersangka.
“FY (Fredrich Yunadi) akan dihadirkan untuk dimintai keterangan sebagai tersangka terkait kasus perintangan penyidikan dengan tersangka Setya Novanto,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Kamis (1/2/2018).
Namun Fredrich–yang telah ditahan KPK–belum terlihat hadir. Terkait kasus yang menjeratnya, Fredrich telah mengajukan praperadilan. Sidang itu dijadwalkan dilaksanakan 4 hari lagi, 5 Februari 2018.
Sebelumnya, sidang sempat dijadwalkan pada 12 Februari, namun karena dianggap terlalu lama, pihak Fredrich mencabut permohonan pertama dan mengganti alamat kuasa hukumnya agar sidang bisa dimajukan. KPK sempat menyatakan perilaku seperti ini tidak biasa dilakukan seorang tersangka.
Kasus tersebut berawal ketika Novanto menghilang pada 15 November 2017 ketika tim KPK mendatangi rumahnya. Selang sehari atau tepatnya pada 16 November 2017, Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan dan menjalani perawatan di RS Medika Permata Hijau.
Tim KPK melakukan penyelidikan dan memperoleh indikasi adanya upaya menghalang-halangi proses penyidikan Novanto di balik peristiwa hilangnya Novanto itu. Akhirnya KPK menetapkan 2 orang tersangka yaitu Fredrich Yunadi dan dr Bimanesh Sutarjo.
Bimanesh merupakan dokter yang menangani Novanto ketika mengalami kecelakaan pada 16 November 2017 saat dicari KPK. Baik Bimanesh maupun Fredrich diduga memanipulasi data rekam medis Novanto untuk menghindari panggilan penyidik KPK. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Bareskrim Polri masih mengaji kasus pelaporan komika Joshua Suherman dan Ge Pamungkas. Keduanya dilaporkan sejumlah ormas karena mengkaitkan materi lawakan dengan agama.
“Saya belum ada menerima laporan. Kemungkinan masih dikaji apakah akan ditangani Bareskrim atau cukup ditangani di Polda Metro Jaya,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Rudolf Herry Nahak di Gedung KKP, Bareskrim Polri, Jalan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2018).
Herry mengatakan akan meminta pendapat ahli bahasa untuk membuktikan adanya unsur pidana atas lawakan kedua komika tersebut. Apalagi, lawakan itu berupa stand up comedy yang dinilai suka mengkritik.
“Tentu penyidik nantinya akan meminta keterangan ahli bahasa untuk mengetahui apakah ada atau tidak unsur pidana dalam pernyataan mereka (Joshua dan Ge Pamungkas),” ujar Herry
Seperti diketahui, Joshua Suherman dilaporkan oleh Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) ke Bareskrim Mabes Polri pada 9 Januari 2018. Joshua yang ditantang untuk me-roasting Cherly eks Cherrybelle, mengeluarkan kata-kata yang dianggap melecehkan Islam.
Sedangkan, Ge Pamungkas dilaporkan oleh salah satu Advokat Bang Japar Khalid Akbar. FUIB juga sempat hendak melaporkan Ge Pamungkas. Dalam lawakanya Ge membandingkan tingkat banjir di DKI Jakarta saat dipimpin oleh Ahok dan Anies dengan keimanan yang diduga melecehkan ayat Alquran.
Atas lawakannya, Joshua dan Ge diduga telah melakukan tindak pidana penistaan agama sebagaimana dalam UU ITE Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 156 KUHP. (MUL)