JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung menyebut ada pejabat di Pengadilan Negeri Tangerang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. MA pun mendukung langkah OTT yang dilakukan tersebut.
“Iya, benar, ada yang ditangkap. Perempuan. PP panitera pengganti PN Tangerang. Tadi,” kata juru bicara MA, hakim agung Suhadi, saat dimintai konfirmasi, Senin (12/3/2018).
Menurut Suhadi, MA masih menunggu informasi lengkap dari KPK. Suhadi menyebut Badan Pengawas MA akan turun untuk mengecek peristiwa itu.
“Badan Pengawas MA akan turun memeriksa kejadiannya. Tapi kalau sudah diboyong KPK, ya kita tunggu langkah KPK,” ujar Suhadi.
Namun sejauh ini belum ada keterangan resmi yang disampaikan KPK. Kontak telepon dan pesan singkat yang dikirim ke pimpinan KPK belum berbalas. (DON)
MALANG,khatulistiwaonline.com
Kematian Kombes (purn) Agus Samad, sebelumnya disebut Somad, membawa kesedihan bagi orang yang mengenalnya. Alumni Akpol tahun 1970 ini dikenal baik dan memiliki jiwa sosial tinggi.
“Kami mengenalnya baik, beliau aktif di masyarakat maupun di masjid,” kata Syamsul Hadi (58), tetangga yang juga sahabat korban saat ditemui di kediamanan korban Perum Bukit Dieng MB9, Pisangcandi, Sukun, Kota Malang, Senin (26/2/2018).
Syamsul mengaku, terakhir kali bertemu korban pada libur perayaan imlek beberapa waktu lalu. Korban usai menunaikan salat Jumat, langsung bertandang ke rumahnya.
Syamsul dengan korban sudah mengenal lama. Pada 2001 lalu Syamsul menjabat Ketua RW setempat, sedangkan korban sebagai Ketua RT.
“Kami pernah sama-sama mengurusi masjid, dan saya RW, almarhum Ketua RT. Di rumah cukup lama kami ketemu meski almarhum tidak banyak bicara,” beber Syamsul.
Saat kejadian, kata dia, Suhartatik istri korban tengah berada di Pulau Bali. Pasutri ini memang memiliki rumah makan, dan istrinya mengganti adik kandung korban yang bertugas menjaga usaha itu.
“Istrinya ke Bali, gantikan jaga adik korban yang menunggu usaha rumah makan korban. Jika ditinggal, korban seorang diri, karena kedua anaknya sudah memiliki rumah sendiri,” beber Syamsul.
Syamsul juga mengungkapkan, saat pertemuan di rumahnya. Korban banyak mengucapkan permintaan maaf, hal serupa dilakukan kepada para teman yang dikenalnya di lingkungan sekitar.
“Minta maaf terus, bukan saja ke saya. Tetapi juga ke lainnya. Entah mengapa terus meminta maaf, saya juga tidak tahu,” terangnya.
Sebagai sahabat, Syamsul juga mengetahui jika korban memiliki penyakit. Yakni asam urat, ketika penyakit itu kambuh korban tidak bisa berjamaah ke masjid di komplek perumahan yang ditempati.
“Pokoknya kalau asam uratnya kambuh, tidak pergi ke masjid,” tandasnya.
Petakziah terus berdatangan ke rumah duka. Begitu dengan anggota kepolisian berbaju preman.
Nampak juga Kasatreskrim Polres Malang Kota AKP Ambuka Yudha terlihat sibuk mengamati pintu utama rumah berlantai dua itu. “Kami sedang cek kondisi pintu,” ucap Ambuka terpisah. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sidang pemeriksaan berkas peninjauan kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah dirampungkan. Majelis hakim tinggal meneken berita acara dan menyerahkan berkas PK Ahok ke Mahkamah Agung (MA).
“PN Jakut nggak ada sidang lagi sudah terakhir. Berita acara tidak diagendakan sidang formal, (nanti) diserahkan berita acara pemeriksaan. Kedua, menyatakan pendapat majelis hakim PK di tingkat pengadilan,” kata pejabat Humas PN Jakarta Utara, Jootje Sampaleng kepada wartawan di kantornya, Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018).
Sidang yang dipimpin hakim ketua Mulyadi pagi tadi beragendakan penyerahan memori PK ke hakim dari pihak pengacara Ahok. Setelah itu pihak jaksa menyerahkan kontra memori tanpa memberikan tanggapan.
“Karena tidak ada tanggapan, hakim memutuskan pemeriksaan berkas selesai. Ada memori dan kontra memori, segera tandatangan berita acara,” sambung Jootje.
Berita acara yang dikirim majelis hakim PN Jakut ke MA akan memuat tanggapan mengenai PK Ahok. Jootje menyebut tidak ada bentuk baku tanggapan yang diberikan, namun tanggapan itu merupakan pendapat hakim atas PK.
Sebelumnya pihak jaksa menyebut tidak ada hal baru yang dipaparkan pihak Ahok dalam memori PK. Putusan Buni Yani juga disebut jaksa tidak bisa menjadi dasar Ahok untuk mengajukan PK.
“Memori PK ini sudah kami terima 3 hari sebelum sidang hari ini. Kita pelajari dan kita jawab dengan tanggapan yang sudah kita serahkan tadi,” ujar jaksa Sapto Subroto kepada wartawan.
Dalam tanggapan, jaksa menegaskan putusan Buni Yani berbeda delik dengan putusan Ahok. Putusan Buni Yani terkait tindak pidana mengedit informasi elektronik/dokumen elektronik yang ancaman pidananya diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sedangkan Ahok divonis bersalah terkait penodaan agama.
“Syarat pengajuan PK itu berdasarkan Pasal 263 ayat 2 huruf b itu menjadi syarat apabila ada dua putusan saling meniadakan atau saling mempengaruhi apabila itu menjadi dasar putusan. Misalnya di salah satu putusan Buni Yani menganggu pembuktian di Ahok atau sebaliknya, nah itu bisa jadi alasan PK. Ini tidak ada,” tegas jaksa Ardito Muwardi. (MUL)
GORONTALO,khatulistiwaonline.com
Penangkapan Ketua Partai NasDem Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, berinisial MY berlangsung dramatis. MY awalnya mengambil sabu di pohon. Karena kabur, ia panik dan menabrak bentor.
“Anggota memantau ketika yang bersangkutan akan mengambil barang yang disimpan di pohon yang di pinggir jalan,” kata Kepala Seksi Brantas BNN Kota, Kompol Lesman Katili, Jumat (23/2/2018).
Setelah ketahuan, MY panik dan mengambil langkah seribu.
“Sempat kejar-kejaran dan menabrak pengendara bentor yang ada penumpangnya. Penumpangnya cedera, patah tulang,” kata Lesman.
MY merupakan residivis narkoba. BNN Kota sudah berulang kali mengingatkan MY untuk berhenti. Saat ini MY masih dirawat di salah satu rumah sakit karena mengaku mengalami sakit dada saat terjadi kecelakaan.
“Kita masih akan kembangkan kasus narkoba ini,” ucap Lesman.
Kini MY telah dipecat dari NasDem. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com –
Polri, BNN, TNI, Bea Cukai dan aparat terkait melakukan perang besar terhadap narkoba. Setelah 1,1 ton sabu diamankan dua pekan lalu, kini 1,8 ton sabu kembali diungkap. Di sisi lain, eksekusi mati buat para gembong narkoba lama tak terdengar.
Dalam catatan khatulistiwaonline, Rabu (21/2/2018), terungkapnya 1,8 ton sabu mulai tercium sejak 18 Februari 2018 lalu. Tim gabungan Satgas Polri berkoordinasi awal bersama perwakilan Bea Cukai Kanwil Pusat di Kantor Direkorat Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri.
Operasi pun dilakukan, dan hasilnya Satgas Polri beserta Bea Cukai menangkap Kapal BC 7005 di perairan Karang Helen Mars pada 20 Februari 2018. Kapal kemudian digiring menuju Pangkalan Bea Cukai Sekupang bersamaan dengan Kapal Bea Cukai 20007 yang turut serta Tim Bareskrim Polri. Empat orang WN Taiwan ikut diamankan.
“Iya benar sekitar 1,8 ton,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Brigjen Eko Daniyanto.
Tangkapan sabu dalam jumlah sangat fantastis itu berselang dua pekan dengan tangkapan serupa. Pada awal Februari 2018, BNN juga membekuk sebuah kapal berbendera Singapura, Sunrise Glory di perairan Selat Philips, Batam. Kapal tersebut memuat 1,1 ton sabu.
Penangkapan kapal Sunrise Glory itu berlangsung pada Rabu (7/2) sekitar pukul 14.00 WIB. Kapal tersebut ditangkap karena memasuki perairan Indonesia. Kapal itu memasang bendera Singapura.
“Operasi sudah dimulai dari tanggal 2 Desember 2017, berdasarkan info yang diperoleh bahwa ada kapal asing yang akan membawa narkoba ke Indonesia melalui jalur laut dengan kapal ikan,” ujar Direktur Prekursor dan Psikotropika Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Anjan P Putra.
Serbuan sabu dalam jumlah besar itu mengingatkan serbuan serupa yang terjadi pada 2014 lalu. Kala itu, Wong Chi Ping, membawa sabu hampir 1 ton. Setelah menjalani proses hukum selama 2 tahun, berikut hukuman yang dijatuhkan kepada kelompok Wong Chi Ping:
1. Wong Chi Ping dihukum mati.
2. Ahmad Salim Wijaya dihukum mati.
3. Cheung Hon Ming dihukum mati.
4. Siu Cheuk Fung dihukum seumur hidup.
5. Tan See Ting dihukum seumur hidup.
6. Tam Siu Liung dihukum seumur hidup.
7. Sujardi dihukum 20 tahun penjara.
8. Syarifuddin divonis 18 tahun penjara.
9. Andika divonis 15 tahun penjara.
Namun, hingga kini belum ada yang dieksekusi mati dari nama-nama di atas.
Pada pertengahan 2017, 1 ton sabu juga masuk dari luar negeri melalui Banten pada pertengahan 2017. Barang dari Taiwan dan dikirim menggunakan Yacht, menyusuri Selat Malaka.
Tidak berselang bulan, 300 kg sabu diungkap di Pluit, Jakarta Utara.
Di tengah-tengah serbuan narkoba berton-ton dari luar negeri, para gembong narkoba yang sudah dijatuhi hukuman mati masih belum dieksekusi. Bahkan pada 2016, 10 orang gembong narkoba tiba-tiba disuruh balik badan dari tiang eksekusi mati. Kesepuluh orang itu diminta kembali di sel dan urung dieksekusi mati. Adapun di tahun 2017, gembong narkoba yang dieksekusi mati 0 orang.
“Kan saya sudah berulang kali bilang itu, nggak usah nanya lah..,” kata Jaksa Agung HM Prasetyo, di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan pada Jumat 9 Februari 2018.
Di dalam penjara, para terpidana mati itu malah terus beroperasi menjalankan aksinya. Seperti Toge, gembong narkoba yang mengantongi 2 vonis mati dan putusan 12 tahun penjara. Ia masih bisa mengontrol 110 kg sabu dari luar negeri.
“Kalau ini lagi dihukum mati ketiga, ini hebatnya Indonesia, hukuman mati tapi orangnya tidak mati-mati,” kata Kepala BNN Budi Waseso menyikapi kasus Toge. (MUL)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Upaya ini diambil karena Ahok selaku pemohon menganggap ada kekhilafan hakim.
“Dia mengajukan PK (karena) menganggap ada kekhilafan hakim, itu Pasal 263 KUHAP. Ada kekeliruan yang nyata,” kata pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Jootje Sampaleng saat dihubungi, Senin (19/2/2018).
Sebagaimana diketahui, upaya pengajuan PK Ahok ke MA disampaikan melalui PN Jakut. Setelah berkas dinyatakan lengkap, PN Jakut meneruskan ke MA untuk didaftarkan.
Jootje mengatakan kekhilafan hakim yang dimaksud pemohon terkait putusan kasus pelanggaran UU ITE Buni Yani. Pihak pemohon PK menganggap ada pertentangan fakta-fakta dan kesimpulan hakim di kasus Buni Yani dan Ahok.
“Dia mengambil referensi dari putusan Buni Yani, dia membandingkan kemudian berpendapat seperti itu. Ya alasan dia terserah. Dia menganggap bahwa ada kekeliruan yang nyata, saling pertentangan antara fakta-fakta dengan kesimpulan majelis untuk perkara yang lalu,” tuturnya.
“Sehingga atas dasar itu berpendapat bahwa majelis hakim ada kekhilafan, ada kekeliruan yang nyata. Sehingga putusan itu perlu ditinjau kembali. Itu yang pokok,” sambung Jootje.
Sebagaimana diketahui, kasus penodaan agama Ahok berawal dari posting-an Buni Yani lewat akun media sosialnya. Ahok dinyatakan bersalah melakukan penistaan agama dan dihukum 2 tahun penjara. Ahok tidak mengajukan banding dan kasus ini pun berkekuatan hukum tetap.
Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon terpidana secara tertulis dalam hal ini diajukan oleh penasihat hukumnya, Josefina Agatha Syukur, serta advokat dan konsultan hukum pada Law Firm Fifi Lety Indra & Patrners, yang berkantor pusat di Jalan Bendungan Hilir IV No. 15, Jakarta Pusat.
Putusan pengadilan negeri yang dimohonkan peninjauan kembali adalah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utara, yang telah berkekuatan hukum tetap. (MAD)
BABEL, khatulistiwaonline.com
Penambangan pasir timah ilegal yang kian marak di Desa Mapur, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Babel) disoal dan diminta segera ditertibkan.
Pantauan Khatulistiwa di lapangan, tampak 40-an unit TI (Tambang Inkonvensional) Apung beroperasi di dalam kawasan pertambangan milik PT. Timah Tbk. Tambang apung ini jelas tidak mengantongi ijin resmi baik itu dari Dinas Pertambangan ataupun PT. Timah Tbk., namun dengan leluasa melakukan aktifitas.
Hasil konfirmasi, ternyata tambang liar ini ada pihak yang mengurus. Menurut warga sekitar menyebutkan beberapa nama orang yang menjadi pengurus tambang ini seperti, ketua koordinator bernama Safar, anggotanya Jamil, Yosep dan Sakban. Mereka ini merupakan warga Desa Mapur juga.
Menurut keterangan dari narasumber yang bisa dipercaya bahwa Safar cs telah memungut uang kepada para penambang persatu unit ponton TI Apung ini sebesar Rp. 350.000,- dan pungutan ini berlaku setiap satu minggu sekali.
Sedangkan jumlah unit ponton yang sekarang bekerja sebanyak 40 lebih unit ponton TI Apung, bayangkan saja bila Rp. 350.000,- dikalikan 40 unit saja, alhasilnya Rp. 14.000.000,- dalam satu minggunya.
Saat dikonfirmasikan kepada salah satu pengurus tambang bernama Jamil dan Safar, mereka pun membenarkan tentang pungutan ini. Disebutkan uang hasil dari pungutan tersebut dibagikan ke masjid-masjid ataupun kelenteng dan gereja serta sarana peribadatan lainnya di Desa Mapur. Masing-masing tempat ibadah diberikan sebesar Rp. 500.000,- pertiap minggunya.
Berarti uang yang sebesar 14 juta tersebut dikurangi 2 juta, berarti sisanya Rp. 12.000.000,-.Sisa uang yang Rp 12 juta ini dipertanyakan ke mana saja uangnya.
Mungkin sisanya dibagi ke empat orang tersebut. “Enak dong kagak susah payah kerja dapat uang 3 jutaan per orang setiap minggunya. Jelas ini merupakan pungli (pungutan liar). Kepada pihak berwenang diminta segera melakukan penangkapan terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab ini.(TIM)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Pengacara Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa, menyebut apa yang dilakukan kliennya terhadap Setya Novanto merupakan bagian dari tugas sebagai advokat. Dia membantah Fredrich melakukan perintangan proses penyidikan terhadap Setya Novanto.
“Bahwa perbuatan materiil sebagaimana surat dakwaan ternyata bukan rencana jahat atau persekongkolan untuk merugikan KPK, melainkan dalam tugas yang bersangkutan sebagai advokat,” ujar Sapriyanto saat membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2018).
Sapriyanto pun menyebut KPK tidak berhak menangani kasus itu. Dia beralasan bila kasus perintangan penyidikan masuk ke pidana umum.
“Kalau pun perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana, tindak pidana umum di KUHP, yang penyidikannya bukan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, KPK tidak berwenang penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan dalam perkara ini. Dengan demikian Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili dan memeriksa perkara ini,” sebut Sapriyanto.
Untuk itu, Sapriyanto meminta agar majelis hakim menerima dan mengabulkan eksepsi yang diajukannya itu. Dia juga meminta agar proses hukum terhadap kliennya tidak berlanjut.
“Meminta kepada majelis hakim yang menangani dan mengadili perkara ini untuk menerima dan mengabulkan eksepsi Fredrich Yunadi, menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi tidak berwenang dan mengadili perkara ini. Menyatakan tidak melanjutkan pokok perkara,” ujar Sapriyanto.
Fredrich didakwa merintangi penyidikan KPK atas Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Fredrich diduga bekerja sama dengan dr Bimanesh Sutarjo merekayasa sakitnya Novanto. (DON)