JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK menahan anggota DPRD Kota Malang Bambang Sumarto, tersangka kasus suap APBD-P Malang 2015. Bambang ditahan selama 20 hari.
Bambang keluar dari ruang penyidikan di lantai 2 gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (29/3/2018) pukul 16.22 WIB. Dia sempat menyampaikan soal kasus yang menjeratnya.
“Jadi saat ini, saya ini kan disangka menerima hadiah atau janji dari Wali Kota Malang. Lah ini sekarang lagi proses-proses penyidikan. Makanya itu saja yang bisa kami sampaikan. Makasih ya,” kata Bambang, yang sudah mengenakan rompi tahanan oranye KPK.
Dia lalu dibawa ke rutan untuk menjalani penahanan selama 20 hari pertama. Bambang ditahan di rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
“Ditahan 20 hari pertama di rutan cabang Guntur,” ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah yang dimintai konfirmasi.
Sedianya, KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap 6 anggota DPRD Kota Malang hari ini. Selain Bambang, KPK memanggil Abdul Hakim, Imam Fauzi, Sulik Lestyowati, Syaiful Rusdi, dan Tri Yudiani.
Namun, menurut Febri, hanya Bambang yang memenuhi panggilan. “Satu orang (tersangka dari kasus APBD-P Malang yang hadir hari ini),” ucapnya.
Dalam kasus ini, Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton diduga memberikan suap kepada Ketua DPRD saat itu, Moch Arief Wicaksono, dan anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 terkait pembahasan APBD-P. Sedangkan 18 anggota DPRD Malang diduga sebagai penerima.
Sebelumnya, Arief Wicaksono diduga menerima Rp 700 juta dari Kepala PUPPB Pemkot Malang Jarot Edy Setiawan. Dalam pengembangan perkara, uang itu diduga juga berasal dari Moch Anton. Sebesar Rp 600 juta dari total pemberian tersebut kemudian diduga didistribusikan kepada sejumlah anggota DPRD Kota Malang. (ARF)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Eks Ketua DPR Setya Novanto menangis saat menjalani pemeriksaan terdakwa kasus proyek e-KTP. Novanto sempat berhenti berbicara karena meneteskan air mata.
“Kalau mau minum dulu nggak apa-apa, silakan,” ujar hakim ketua Yanto saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Novanto kemudian berbicara menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat dan jaksa pada KPK. Dia mengaku tulus menyampaikan permohonan maaf ini.
“Pertama-tama permohonan maaf saya yang tulus pribadi saya,” ujar Novanto.
Dengan suara tercekat dan sesenggukan, Novanto kembali meminta maaf. Mantan ketua umum Golkar ini meminta maaf apabila selama persidangan ada yang tersinggung.
“Yang Mulia majelis hakim, jaksa penuntut umum dan kepada seluruh masyarakat mohon maaf proses persidangan tingkah laku menyinggung. Apapun menggangu proses persidangan sadar atau tidak sadar tolong maafin,” kata Novanto sambil meneteskan air matanya.
Dalam perkara ini Novanto didakwa melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa proyek e-KTP. Novanto juga didakwa menerima USD 7,3 juta melalui keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan orang kepercayaannya, Made Oka Masagung. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK memanggil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Muhammad Damis terkait kasus suap yang menjerat anak buahnya, Hakim Wahyu Widya Nurfitri. Widya dicokok dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap Rp 30 juta.
Selain Damis, KPK juga memanggil hakim lainnya di PN Tangerang yaitu Yuferry F Rangka. Ada pula Yusuf Supendi Hasyim selaku advokat yang akan diminta keterangan.
“Hari ini KPK mengagendakan pemeriksaan saksi untuk mendalami perkara suap atas tersangka WWN (Wahyu Widya Nurfitri),” ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (20/3/2018).
Kemarin (19/3), KPK juga memeriksa salah seorang hakim di PN Tangerang, Hasanuddin. Dia diminta keterangan terkait peristiwa terjadinya suap, termasuk soal penundaan sidang sebanyak 2 kali untuk perkara yang ditangani Widya.
Widya dijerat KPK sebagai tersangka karena menerima suap Rp 30 juta terkait perkara gugatan perdata wanprestasi. Uang itu diduga didapat dari Agus Winarto dan HM Saipudin selaku advokat dari pihak tergugat.
Widya, Agus, dan Saipudin pun telah berstatus tersangka. Selain itu, ada satu lagi tersangka yaitu Tuti Atika selaku panitera pengganti PN Tangerang yang membantu Widya dalam perkara tersebut. Tuti disebut sebagai pihak yang menginformasikan soal putusan ‘menolak gugatan ‘kepada kedua advokat tersebut. (MAD)
MEDAN,khatulistiwaonline.com
Calon Gubernur Sumatera Utara, JR Saragih, memenuhi panggilan Sentra Gakkumdu Sumatera Utara. Ia akan diperiksa sebagai tersangka terkait penggunaan dokumen sebagai surat dalam pilgub yang diduga palsu.
JR Saragih tiba di kantor Sentra Gakkumdu Provinsi Sumatera Utara, Jalan Adam Malik, Medan, Sumatera Utara, Senin (19/3/2018) sekitar pukul 09.15 WIB. Bupati Simalungun ini langsung menuju ruangan penyidik Gakkumdu untuk diperiksa setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Pemeriksaan terhadap JR ini berlangsung tertutup untuk awak media. Pintu masuk ruangan pemeriksaan dijaga ketat anggota Polrestabes Medan.
Sedikitnya 600 personel Polri dari Polda Sumut, Brimob Polda Sumut, dan Polrestabes Medan dikerahkan untuk mengamankan kantor Sentra Gakkumdu Bawaslu Sumut.
“Ada sekitar 600 personel Polri dikerahkan mengamankan pemeriksaan di kantor Bawaslu Sumut ini,” kata Dir Pamobvit Polda Sumatera Utara, Kombes Heri Subiansori, kepada khatulistiwa, di kantor Bawaslu, Jalan Adam Malik, Medan, Senin (19/3).
Polda juga menyiagakan dua unit mobil water canon di depan kantor Polda.
“Dua unit mobil water canon disiagakan di lokasi,” tambah Heri.
Sementara it, ratusan pendukung JR Saragih menggelar aksi di depan kantor Bawaslu Sumut. Massa menyatakan JR tidak bersalah dan menolak penetapan JR sebagai tersangka oleh Sentra Gakkumdu Sumut. (DON)
MEDAN,khatulistiwaonline.com
Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) menyerahkan surat panggilan terhadap JR Saragih, tersangka dugaan pemalsuan legalisir ijazah palsu. Surat pemanggilan diserahkan lewat pengacara JR Saragih.
“Tin Sentra Gakkumdu Bawaslu Sumatera Utara sudah menyerahkan surat pemanggilan terhadap JR Saragih,” ujar Pengarah Sentra Gakkumdu Bawaslu Sumut, Kombes Andi Rian kepada wartawan di Medan, Jumat (16/3/2018).
Surat pemanggilan menurutnya diserahkan pagi tadi dan diterima pengacara JR Saragih, Dingin Pakpahan. Surat untuk pemanggilan pada Senin, 19 Maret ini, diterima pengacara di kantor Bawaslu Sumut.
Kombes Andi yang juga Dirkrimum Polda Sumut mengatakan, berkas penyidikan JR Saragih nantinya diserahkan ke Kejaksaan. Terkait kasus dugaan pemalsuan fotokopi ijazah terlegalisir ini, JR Saragih dikenakan Pasal 184 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. (ARF)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLIE.COM
Hakim PN Tangerang Wahyu Widya Nurfitri terjaring OTT KPK dengan bukti Rp 30 juta. Hal ini menunjukan budaya suap di pengadilan sudah lumrah dan lazim.
“Ini merupakan indikator bahwa kebiasaan bahkan budaya suap itu sudah menjadi praktik yang biasa terjadi dalam praktik penegakan hukum tidak hanya di peradilan tapi juga di lembaga penegakan hukum lainnya,” kata ahli pidana Abdul Fickar Hadjar kepada wartawan, Rabu (14/3/2018).
Selaku hakim dengan masa tugas lebih dari 15 tahun, Wahyu Widya mendapat penghasilan take home pay lebih dari Rp 18 juta/bulan. Sehingga cukup miris, dengan penghasilan sebesar itu tetapi masih menerima suap.
“Ini sangat memprihatinkan, dalam istilah sehari hari bisa disebut ‘bebal’. Sudah berusaha diperbaiki di segala sektor (gaji yang lumayan besar, aturan yang ketat, sistem pelayanan terpadu dan lain-lain) tetapi manusianya sudah bebal, tidak bisa berubah dan selalu mengulangi ‘perbuatan negatif’ ini terus menerus, berulang dan meregenerasi dengan lancar,” ujar Fickar.
Widya melalui panitera pengganti Tuti menerima sejumlah uang untuk kasus perdata.
“Pada kasus kasus (terutama perdata) yang kurang menarik perhatian masyarakat, sepertinya ‘pesta pora’, suap menyuap tetap terjadi. Yang ironis justru banyak dilakukan oleh hakim hakim senior yang menjelang pensiun,” cetusnya.
Mahkamah Agung (MA) sebagai induk peradilan, seharusnya lebih peka. Tidak cukup dengan hanya menciptakan sistem pengawasan yang ketat, tetapi di balik sistem tetap pengendalinya adalah manusianya.
“Semua kita mengerti, bukankah para petinggi MA pun berasal dari hakim karier bawahan yang sangat cukup mengerti kondisi hakim hakim bawahan, tengahan maupun hakim atasan,” pungkasnya. (ARF)
TANGERANG,khatulistiwaonline.com
Deni Hermawan (33) tewas di rel kereta api Kampung Serpong, Serpong, Tangerang Selatan. Korban diduga bunuh diri dengan menabrakkan tubuhnya ke kereta api.
“Korban berlari sambil berteriak ingin bunuh diri mengikuti jalur kereta api dan tak menghiraukan adanya lintasan kereta api,” kata Kasat Reskrim Polres Tangsel AKP Alexander Yurikho dalam keterangannya, Rabu (14/3/2018).
Peristiwa itu terjadi pada Selasa (13/3) sekitar pukul 19.00 WIB. Saat itu, korban yang mengendarai sepeda motor berhenti di tengah jalur kereta api.
“Korban berhenti dengan kendaraan sepeda motor di tengah jalur Kereta api, kemudian korban ditegur saksi dan korban tidak menghiraukan,” lanjut Alexander.
Korban lalu tertabrak dan terseret sejauh 200 meter. Nyawanya tak terselamatkan karena cedera parah.
“Korban mengalami luka parah. Badan terbelah di bagian perut dan dada. Kedua kaki patah. Kepala, tangan dan dada bagian kanan hancur,” imbuhnya.
Jasad korban lalu dibawa ke RSU Tangerang. Polisi masih mencari keluarga korban untuk mengetahui motif bunuh diri yang dilakukan korban. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung menyebut ada pejabat di Pengadilan Negeri Tangerang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. MA pun mendukung langkah OTT yang dilakukan tersebut.
“Iya, benar, ada yang ditangkap. Perempuan. PP panitera pengganti PN Tangerang. Tadi,” kata juru bicara MA, hakim agung Suhadi, saat dimintai konfirmasi, Senin (12/3/2018).
Menurut Suhadi, MA masih menunggu informasi lengkap dari KPK. Suhadi menyebut Badan Pengawas MA akan turun untuk mengecek peristiwa itu.
“Badan Pengawas MA akan turun memeriksa kejadiannya. Tapi kalau sudah diboyong KPK, ya kita tunggu langkah KPK,” ujar Suhadi.
Namun sejauh ini belum ada keterangan resmi yang disampaikan KPK. Kontak telepon dan pesan singkat yang dikirim ke pimpinan KPK belum berbalas. (DON)
MALANG,khatulistiwaonline.com
Kematian Kombes (purn) Agus Samad, sebelumnya disebut Somad, membawa kesedihan bagi orang yang mengenalnya. Alumni Akpol tahun 1970 ini dikenal baik dan memiliki jiwa sosial tinggi.
“Kami mengenalnya baik, beliau aktif di masyarakat maupun di masjid,” kata Syamsul Hadi (58), tetangga yang juga sahabat korban saat ditemui di kediamanan korban Perum Bukit Dieng MB9, Pisangcandi, Sukun, Kota Malang, Senin (26/2/2018).
Syamsul mengaku, terakhir kali bertemu korban pada libur perayaan imlek beberapa waktu lalu. Korban usai menunaikan salat Jumat, langsung bertandang ke rumahnya.
Syamsul dengan korban sudah mengenal lama. Pada 2001 lalu Syamsul menjabat Ketua RW setempat, sedangkan korban sebagai Ketua RT.
“Kami pernah sama-sama mengurusi masjid, dan saya RW, almarhum Ketua RT. Di rumah cukup lama kami ketemu meski almarhum tidak banyak bicara,” beber Syamsul.
Saat kejadian, kata dia, Suhartatik istri korban tengah berada di Pulau Bali. Pasutri ini memang memiliki rumah makan, dan istrinya mengganti adik kandung korban yang bertugas menjaga usaha itu.
“Istrinya ke Bali, gantikan jaga adik korban yang menunggu usaha rumah makan korban. Jika ditinggal, korban seorang diri, karena kedua anaknya sudah memiliki rumah sendiri,” beber Syamsul.
Syamsul juga mengungkapkan, saat pertemuan di rumahnya. Korban banyak mengucapkan permintaan maaf, hal serupa dilakukan kepada para teman yang dikenalnya di lingkungan sekitar.
“Minta maaf terus, bukan saja ke saya. Tetapi juga ke lainnya. Entah mengapa terus meminta maaf, saya juga tidak tahu,” terangnya.
Sebagai sahabat, Syamsul juga mengetahui jika korban memiliki penyakit. Yakni asam urat, ketika penyakit itu kambuh korban tidak bisa berjamaah ke masjid di komplek perumahan yang ditempati.
“Pokoknya kalau asam uratnya kambuh, tidak pergi ke masjid,” tandasnya.
Petakziah terus berdatangan ke rumah duka. Begitu dengan anggota kepolisian berbaju preman.
Nampak juga Kasatreskrim Polres Malang Kota AKP Ambuka Yudha terlihat sibuk mengamati pintu utama rumah berlantai dua itu. “Kami sedang cek kondisi pintu,” ucap Ambuka terpisah. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Sidang pemeriksaan berkas peninjauan kembali (PK) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah dirampungkan. Majelis hakim tinggal meneken berita acara dan menyerahkan berkas PK Ahok ke Mahkamah Agung (MA).
“PN Jakut nggak ada sidang lagi sudah terakhir. Berita acara tidak diagendakan sidang formal, (nanti) diserahkan berita acara pemeriksaan. Kedua, menyatakan pendapat majelis hakim PK di tingkat pengadilan,” kata pejabat Humas PN Jakarta Utara, Jootje Sampaleng kepada wartawan di kantornya, Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018).
Sidang yang dipimpin hakim ketua Mulyadi pagi tadi beragendakan penyerahan memori PK ke hakim dari pihak pengacara Ahok. Setelah itu pihak jaksa menyerahkan kontra memori tanpa memberikan tanggapan.
“Karena tidak ada tanggapan, hakim memutuskan pemeriksaan berkas selesai. Ada memori dan kontra memori, segera tandatangan berita acara,” sambung Jootje.
Berita acara yang dikirim majelis hakim PN Jakut ke MA akan memuat tanggapan mengenai PK Ahok. Jootje menyebut tidak ada bentuk baku tanggapan yang diberikan, namun tanggapan itu merupakan pendapat hakim atas PK.
Sebelumnya pihak jaksa menyebut tidak ada hal baru yang dipaparkan pihak Ahok dalam memori PK. Putusan Buni Yani juga disebut jaksa tidak bisa menjadi dasar Ahok untuk mengajukan PK.
“Memori PK ini sudah kami terima 3 hari sebelum sidang hari ini. Kita pelajari dan kita jawab dengan tanggapan yang sudah kita serahkan tadi,” ujar jaksa Sapto Subroto kepada wartawan.
Dalam tanggapan, jaksa menegaskan putusan Buni Yani berbeda delik dengan putusan Ahok. Putusan Buni Yani terkait tindak pidana mengedit informasi elektronik/dokumen elektronik yang ancaman pidananya diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sedangkan Ahok divonis bersalah terkait penodaan agama.
“Syarat pengajuan PK itu berdasarkan Pasal 263 ayat 2 huruf b itu menjadi syarat apabila ada dua putusan saling meniadakan atau saling mempengaruhi apabila itu menjadi dasar putusan. Misalnya di salah satu putusan Buni Yani menganggu pembuktian di Ahok atau sebaliknya, nah itu bisa jadi alasan PK. Ini tidak ada,” tegas jaksa Ardito Muwardi. (MUL)