JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Hakim Partahi Tulus Hutapea dicecar jaksa KPK terkait skandal suap perkara perdata. Nama Partahi dikenal publik saat menjadi anggota majelis Jessica Kumala Wongso.
Duduk sebagai terdakwa yaitu panitera pengganti PN Jakpus Santoso dan pengacara Raoul A Wiranatakusumah. Santoso menerima suap dari Raoul yang rencananya akan diserahkan ke Casmaya dan Partahi.
“Sekedar mengingatkan sekitar tanggal 22 Juni 2016, saat putusan? Bertemu?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2016).
“Karena waktu itu saya ingat Pak Raoul ngomong ‘tunda satu minggu ya Pak’. Lalu saya bilang ‘oh iya ya, tunda 1 minggu.’ Hanya itu nanya ‘tunda satu minggu ya pak?’ Ya hanya itu. Tidak ada pembicaraan lain,” jawab Partahi.
Partahi membantah semua pertanyaan jaksa bila ia melakukan lobi perkara dengan penghubung Santoso. Partahi juga membantah membicarakan nilai suap terkait putusan perdata tersebut.
“Bicara perkara saja tidak pernah, apalagi masalah uang,” cetus Partahi.
Partahi juga menyangkal menerima tamu di ruangannya untuk membahas perkara. Ia bertemu Raoul di lorong pengadilan, saat sedang berjalan untuk sidang. Kecuali pertemuan satu kali membahas penundaan sidang putusan.
“Kalau pun bertemu di lorong. Di lorong dari ruangan hakim ke ruang panitera. Saya mau jalan ke ruang panitera nah ketemu di lorong,” ucap Partahi.
Sebagaimana diketahui, Santoso ditangkap KPK di Jalan Pramuka dengan bukti SGD 25 ribu dengan kode HK serta amplop bertuliskan SAN yang berisi SGD 3 ribu pada Juni 2016. Uang itu rencananya akan diberikan Santoso ke hakim Casmaya dan hakim Partahi. Uang itu tidak gratis, tetapi sebagai balas budi atas putusan perkara yang menguntungkan Raoul. (NGO)
PEKANBARU,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara terhadap anggota DPRD Riau, Siswadja Muljadi alias Aseng. Politikus Gerindra itu melakukan tindak pidana kegiatan perkebunan sawit tanpa izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Demikian disampaikan, Kejari Rokan Hilir (Rohil), Bima Suprayoga didampingi Kasi Intelijen, Odit Megonondo dan Kasi Pidum, Sobrani Binzaer kepada khatulistiwaonline, Rabu (16/11/2016).
Odit menjelaskan hukuman Asen dijatuhkan dalam putusan MA bernomor 2510.K/PID.SUS/2015 tanggal 31 Agustus 2016. Dalam putusan itu, MA menilai Aseng dalam membuka perkebunan sawit tidak memiliki izin usaha perkebunan. Karenanya Aseng dipidana penjara satu tahun dan denda Rp1 miliar.
“Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar makan diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Odit.
Atas putusan MA tersebut, lanjut Odit, pihaknya sudah mengeksekusi Aseng pada 11 November 2016. Saat dieksekusi hari pertama, Aseng dititipkan di Rutan Cabang Bengkalis di Bagansiapiapi.
“Belakangan terpidana dipindahkan ke Lapas di Bangkinang, Kampar. Jadi sekarang terpidana menjalani masa tahanan di Lapas Bangkinang,” ucap Odit.
Odit menjelaskan, kasus ini bermula Aseng membuka lahan perkebunan sawit di kawasan hutan lindung. Pembukaan lahan itu tanpa ada izin pelepasan kawasan hutan dari Kementrian KLHK.
Dalam sidang di PN Rokan Hilir, memutuskan onslag van rechvervolging/putusan lepas segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan JPU telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena perbuatan tersebut bukan merupakan tidak pidana.
“Atas putusan onslag itu, kita langsung mengajukan kasasi. Dan putusan kasasi terdakwa dihukum 1 tahun penjara denda Rp1 miliar subsidair 3 bulan kurungan,” kata Odit. (HAR)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Bareskrim Mabes Polri akan memgumumkan hasil gelar perkara kasus pidato kontroversial Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada pagi ini. Di depan warga dan relawan pendukung, Ahok mengatakan tidak takut menghadapi status hukum tersangka.
Dengan nada berapi-api, Ahok mengatakan dirinya akan bertarung di pengadilan nanti. Ia justru senang jika kasusnya tersebut dibawa ke pengadilan sebab publik akan melihat secara jelas siapa pihak yang sebenarnya bersalah. Gubernur DKI nonaktif itu menilai di pengadilan akan dibuka semua berita acara.
“Kalau sampai ditentukan tersangka, kita fight di pengadilan seperti kasus reklamasi dan Sumber Waras. Mereka enggak berani berita acara supaya nonton,” kata Ahok di Rumah Lembang, Jl Lembang No. 27, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2016).
Ahok meyakini, jika nantinya kasus tersebut dibawa ke pengadilan maka akan ada pihak yang malu terkait dugaan penistaan agama yang dilakukannya. “Kalau dimasukkan ke persidangan, semua nonton melihat masuk akal apa enggak. Ini menarik,” kata Ahok berapi-api.
Ia mengajak para relawan pendukung untuk tidak patah semangat menghadapi keputusan yang akan disampaikan oleh kepolisian nanti. Pasangan Djarot Saiful Hidayat itu meminta relawan mendukungnya dengan cara memilih pada 15 Februari nanti untuk membuktikan kesolidan mereka.
“Yang penting bapak ibu jangan patah semangat. Bisa lihat malunya orang yang fitnah. Eh kita menang satu putaran. Malu dia. Itu yang penting. Kita fight dulu. Malu tuh dia. Kita satu putaran,” ungkapnya.
“Kalau ada fitnah tuduhan ke pengadilan, semua berita acara tuduhan disampaikan di muka umum. Sama kayak reklamasi, saya dituduh gubernur Podomoro. Begitu diputar di pengadilan suara resmi penyadapan langsung diam semua. Langsung ketahuan saya gubernur Podomoro atau Jakarta?” tutupnya. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mabes Polri mengumumkan hasil gelar perkara kasus penistaan agama yang diduga melibatkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mabes Polri resmi memutuskan kasus penistaan agama dilanjutkan ke tahap penyidikan dan menetapkan Ahok menjadi tersangka.
“Kesimpulan hasil gelar perkara. Mengingat terjadinya perbedaan pendapat yang sangat tajam di kalangan ahli, antara lain ada tidaknya unsur niat menista atau tidak agama hal ini juga menjadi perbedaan pendapat tim penyelidik yang berjumlah 27 orang di bawah Brigjen Pol Agus Adrianto sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Mabes Polri,” kata Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto dalam konferensi pers di Gedung Rupatama Mabes Polri, Rabu (16/11/2016).
Meskipun tidak bulat namun Bareskrim Polri mengambil kesimpulan kasus ini dilanjutkan ke tahap penyidikan. “Setelah dilakukan diskusi tim penyelidik dicapai kesepakatan meskipun tidak bulat didominasi pendapat disimpulkan perkara ini harus diselesaikan di peradilan yang terbuka. Konsekuensi proses penyelidikan ini dilanjutkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan saudar Basuki Thahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka,” kata Komjen Ari Dono.
Selanjutnya Ahok dicegah untuk tidak keluar negeri. Hal ini dilakukan untuk langkah penyidikan selanjutnya.
“Melakukan tindak pencegaan agar yang bersangkutan tidak keluar wilayah Republik Indonesia,” kata Kabareskrim. (NOV)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan pimpinan PT BNI Persero Tbk, Susilo Prayitno dihukum 8 tahun penjara di kasus korupsi proyek rebranding. Hukuman itu jauh di atas tuntutan jaksa yang meminta vonis 2,5 tahun penjara.
Kasus bermula saat BNI hendak melakukan program rebranding pada 2004 senilai Rp 15 miliar. Rebranding itu dilakukan untuk pemulihan dan perbaikan citra akibat BNI dilanda krisis kasus L/C Kabayoran Baru.
Rebranding itu dilakukan dengan cara:
1. Renovasi interior
2. Pengadaan perabotan meja dan kursi.
3. Pengadaan pelengkap lainnya antara lain flat monitor dan tv plasma.
4. Pengadaan signage.
Belakangan, lelang rebranding itu dililit masalah karena dilakukan tidak sesuai aturan. Susilo sebagai Manager Proyek Rebranding yang juga Pemimpin Divisi Jaringan/Project Manager BNI dimintai pertanggungjawaban.
Pada 8 Juli 2013, jaksa menuntut Susilo selama 2,5 tahun penjara. Atas tuntutan itu, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana 2 tahun penjara pada 28 Agustus 2013.
Hukuman Susilo diperberat menjadi pidana 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 15 Januari 2014. Atas vonis itu, Susilo mengajukan kasasi. Tapi apa kata MA?
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun,” putus majelis yang dilansir website MA, Selasa (15/11/2016).
Duduk sebagai ketua majelis yaitu hakim agung Dr Salman Luthan dengan anggota Prof Dr Abdul Latief dan Cyamsul Rakan Chaniago. Majelis berkeyakinan akibat perbuatan Susilo mengakibatkan kekayaan dirinya atau kekayaan orang lain–Koperasi Swadharma) bertambah Rp 693 juta dan PT QAB sebesar Rp 4,9 miliar. Perbuatan itu mengakibatkan negara menanggung kerugian.
“Kerugian negara sebesar Rp 4,9 miliar berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara tanggal 20 Februari 2012,” ucap majelis dengan suara bulat pada 26 Januari 2016. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Aparat Polsek Mampang Prapatan dan Polres Jakarta Selatan akhirnya menangkap pelaku penembakan airsoft gun ke anggota Dishubtrans Jaksel, Andry Irwansyah. Pelaku ternyata adalah oknum anggota sebuah organisasi masyarakat (ormas) pemuda.
Kapolsek Mampang Prapatan Kompol Syafe’i membenarkan penangkapan pelaku berinisial AS (36).
“Betul sudah ditangkap di rumahnya di Jl Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jaksel tadi malam sekitar pukul 21.30 WIB,” ujar Syafe’i saat dikonfirmasi, Senin (14/11/2016).
Saat diinterogasi, AS mengakui perbuatannya itu. Namun apa motif AS dan bagaimana dia mendapatkan airsoft gun tersebut, Syafe’i enggan menjelaskan secara detail.
“Nanti mau dirilis sama Kasat Reskrim Polres Jaksel,” ungkapnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Eko Hadi Santoso membenarkan bahwa pelaku adalah oknum anggota ormas.
“Iya dia anggota sebuah ormas. Nanti ya, kami tunggu pelimpahan kasusnya dari Polsek Mampang,” ujar Eko.
Dari pelaku, polisi menyita motor Honda CBR merah bernopol B 3682 SWD berikut helm warna merah yang digunakannya saat kejadian. Sementara airsoft gun jenis MP-654 K warna hitam dan gelang akar bahar yang dipakai pelaku telah diamankan pada saat kejadian.
Peristiwa terjadi pada Rabu (9/11) lalu. Saat itu Andry sedang bertugas melakukan sterilisasi di jalur busway di dekat Halte Mampang Prapatan. Tiba-tiba pelaku datang hendak menerobos portal busway.
Namun kemudian ia berbalik dan mengambil jalan arteri. Saat melintas di dekat korban, pelaku mengeluarkan kata-kata kasar, sehingga kemudian dihardik oleh korban.
Pelaku kemudian mengeluarkan airsoft gun dan meletuskan sebanyak 5 kali. Akibat peristiwa itu, korban mengalami luka memar di tangannya karena terkena peluru karet airsoft gun. (HAR)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mahkamah Agung (MA) melepaskan anggota polisi Briptu Wahyu Sigit Ariwibowo dari jerat pidana. Pangkalnya, ia telah mengaku kecanduan narkoba tetapi tidak ditindaklanjuti atasannya. MA menyebut proses hukum itu sebagai kriminalisasi.
Kasus bermula saat anggota Sabhara Polres Pangkalpinang itu sedang tugas jaga pada 21 November 2012 dini hari. Wahyu menerima telepon dari Angky yang menawarkan paket sabu dengan harga Rp 750 ribu. Wahyu mengiyakan dan mereka transaksi di dekat sebuah SPBU dan paket itu disembunyikan sarung HP di pinggang sebelah kiri.
Pembelian itu diketahui atasan Wahyu dan sekitar pukul 08.00 WIB, Wahyu ditangkap Sat Narkoba Polres Pangkal Pinang. Wahyu diadili dengan tuntutan jaksa selama 8 tahun penjara.
Pada 29 Agustus 2013, Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang menjatuhkan hukuman rehabilitasi kepada Wahyu. Hukuman itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi Bangka Belitung menjadi 18 bulan penjara.
Wahyu kaget dan mengajukan kasasi. Terungkap bila Wahyu sebetulnya telah mengakui sebagai pecandu tetapi tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan.
“Judex faxtie (PN Pangkalpinang dan PT Bangka Belitung) telah mengabaikan fakta hukum tentang Surat Permohonan Rehabilitasi Narkoba tertangal 27 September 2012 yang diajukan oleh istri terdakwa, Ratna Pratiwi kepada Kepolres Pangkalpinang yang tidak mendapat tanggapan sebagaimana mestinya,” ucap majelis sebagaimana dilansir website MA, Senin (14/11/2016).
Berdasarkan Pasal 55 ayat 2 UU Narkotika, pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit atau lembaha rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan.
“Walaupun Ratna Pratiwi tidak mengajukan permohonan rehabilitasi narkotika sesuai Pasal 55 ayat 2 UU Narkotika akan tetapi menurut Ketentuan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika, menyebutkan bahwa petugas yang menerima laporan meneruskannya kepada isntitusi penerima wajib lapor,” ujar majelis.
Berdasarkan fakta persidangan, surat permohonan rehabilitasi Briptu Wahyu tidak mendapat tanggapan dari Kapolres, bahkan tidak meneruskan surat itu. Perbuatan Kapolres tersebut merupakan pelanggaran pasal 55 Ayat 2 UU Narkotika Jo PP 25/2011, karena kesengajaan atau kealpaan. Hal itu mengakibatkan terdakwa Briptu R Wahyu Sigit Ariwibowo kehilangan hak-hak hukum untuk mendapatkan assesment dan hak untuk mendapatkan rehabilitasi.
“Polisi pada Polres Pangkalpinang seperti membiarkan Briptu Wahyu dalam ketergantungan tanpa rehabilitasi dan mencari kesempatan agar momentum untuk mengkriminalisasikan Briptu Wahyu sebagai pelaku tindak pidana narkotika,” cetus majelis.
Secara tegas, MA menyebutkan akibat pembiaran oleh Kapolres Pangkalpinang secara tidak langsung menyebabkan Briptu Wahyu terkriminaliasasi.
“Perbuatan aparat Kepolisian Pangkaplinang yang mengetahui keadaan terdakwa yang dalam kondisi ketergantungan narkotika dan mencari kesempatan terdakwa menguasai narkotika dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka merupakan tindakan kriminalisasi terhadap terdakwa,” tegas MA.
Atas pertimbangan itu, maka MA melepaskan Briptu Wahyu dari semua jerat hukum. Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Dr Salman Luthan dengan anggota hakim agung Dr Andi Samsan Nganro dan hakim agung Dr Syarifuddin.
“Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle rechtvervolging),” putus majelis pada 8 Juli 2015.(NGO)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik Bareskrim Polri terkait proses hukum pidato kontroversialnya di Kepulauan Seribu. Dia yakin polisi profesional.
“Saya percayakan kepolisian itu pasti profesional. Jadi apapun yang dilakukan polisi, saya pasti ikut termasuk kalau dijadikan tersangka pun saya percaya polisi memutuskan yang baik. Ini pasti secara profesional jadi saya akan terima,” kata Ahok di Rumah Lembang, Jl Lembang No. 27, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2016).
Dalam pernyataannya, Ahok menegaskan dirinya tidak mungkin menistakan agama. Ahok juga tetap yakin dirinya tidak bersalah terkait pidato kontroversial surat Al-Maidah ayat 51.
“Dan kami tentu harapkan segera dilimpahkan ke pengadilan supaya waktu di pengadilan semua bisa live, bisa melihat dan saya percaya saya tidak bersalah,” ujar Ahok.
Gelar perkara rencananya akan digelar Bareskrim Polri pada Selasa 12 November 2016. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan gelar perkara akan mengundang pihak-pihak yang terkait mulai dari pelapor dan terlapor. Saksi ahli yang diajukan ke penyidik juga akan dihadirkan. Sebanyak 20 saksi ahli diundang saat gelar perkara besok.
Tidak hanya itu, polisi akan menghadirkan pihak-pihak yang dianggap netral di antaranya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ombudsman. Namun, kehadiran Kompolnas dan Ombudsman hanya mengawasi, tidak memiliki hak bicara. (MAD)
JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Badan Narkotika Nasional (BNN) memuji kebijakan Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Sugianto Sabran menghadiahi uang bagi aparat yang menembak bandar narkoba.
“Petugas mengambil langkah tegas ketika pelaku membahayakan,” kata Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) BNN Komisaris Besar Polisi Slamet Pribadi di Jakarta Sabtu.
Slamet mengatakan peredaran narkoba di Indonesia cukup tinggi sehingga perlu langkah yang tepat dan terukur untuk memberantas jaringan barang haram itu.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi langkah Gubernur Kalteng untuk mendukung pemberantasan narkoba dengan cara memberi hadiah bagi petugas yang melumpuhkan pelaku pengedar narkoba membahayakan.
“Namun, petugas tetap harus mengikuti aturan, prosedur dan undang-undang,” ujar Slamet.
Perwira menengah kepolisian itu mengharapkan pemerintah daerah lain dapat meniru kebijakan Sugianto dalam menegakkan hukum positif.
Slamet mengungkapkan Gubernur Sugianto sempat bertemu Kepala BNN Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso.
Sebelumnya, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran menjanjikan hadiah Rp50 juta bagi petugas yang menembak mati bandar narkoba dan Rp25 juta menembak kaki pelaku.
“Siapa (aparat) yang menembak akan saya kasih Rp50 juta kalau (bandar narkoba) meninggal,” tutur Sugianto.
Perihal kebijakan itu, Sugianto mengaku telah berkoordinasi dengan BNN, Polda Kalteng dan Danrem TNI setempat. (MAD)