JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Upaya ini diambil karena Ahok selaku pemohon menganggap ada kekhilafan hakim.
“Dia mengajukan PK (karena) menganggap ada kekhilafan hakim, itu Pasal 263 KUHAP. Ada kekeliruan yang nyata,” kata pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Jootje Sampaleng saat dihubungi, Senin (19/2/2018).
Sebagaimana diketahui, upaya pengajuan PK Ahok ke MA disampaikan melalui PN Jakut. Setelah berkas dinyatakan lengkap, PN Jakut meneruskan ke MA untuk didaftarkan.
Jootje mengatakan kekhilafan hakim yang dimaksud pemohon terkait putusan kasus pelanggaran UU ITE Buni Yani. Pihak pemohon PK menganggap ada pertentangan fakta-fakta dan kesimpulan hakim di kasus Buni Yani dan Ahok.
“Dia mengambil referensi dari putusan Buni Yani, dia membandingkan kemudian berpendapat seperti itu. Ya alasan dia terserah. Dia menganggap bahwa ada kekeliruan yang nyata, saling pertentangan antara fakta-fakta dengan kesimpulan majelis untuk perkara yang lalu,” tuturnya.
“Sehingga atas dasar itu berpendapat bahwa majelis hakim ada kekhilafan, ada kekeliruan yang nyata. Sehingga putusan itu perlu ditinjau kembali. Itu yang pokok,” sambung Jootje.
Sebagaimana diketahui, kasus penodaan agama Ahok berawal dari posting-an Buni Yani lewat akun media sosialnya. Ahok dinyatakan bersalah melakukan penistaan agama dan dihukum 2 tahun penjara. Ahok tidak mengajukan banding dan kasus ini pun berkekuatan hukum tetap.
Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon terpidana secara tertulis dalam hal ini diajukan oleh penasihat hukumnya, Josefina Agatha Syukur, serta advokat dan konsultan hukum pada Law Firm Fifi Lety Indra & Patrners, yang berkantor pusat di Jalan Bendungan Hilir IV No. 15, Jakarta Pusat.
Putusan pengadilan negeri yang dimohonkan peninjauan kembali adalah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utara, yang telah berkekuatan hukum tetap. (MAD)
BABEL, khatulistiwaonline.com
Penambangan pasir timah ilegal yang kian marak di Desa Mapur, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Babel) disoal dan diminta segera ditertibkan.
Pantauan Khatulistiwa di lapangan, tampak 40-an unit TI (Tambang Inkonvensional) Apung beroperasi di dalam kawasan pertambangan milik PT. Timah Tbk. Tambang apung ini jelas tidak mengantongi ijin resmi baik itu dari Dinas Pertambangan ataupun PT. Timah Tbk., namun dengan leluasa melakukan aktifitas.
Hasil konfirmasi, ternyata tambang liar ini ada pihak yang mengurus. Menurut warga sekitar menyebutkan beberapa nama orang yang menjadi pengurus tambang ini seperti, ketua koordinator bernama Safar, anggotanya Jamil, Yosep dan Sakban. Mereka ini merupakan warga Desa Mapur juga.
Menurut keterangan dari narasumber yang bisa dipercaya bahwa Safar cs telah memungut uang kepada para penambang persatu unit ponton TI Apung ini sebesar Rp. 350.000,- dan pungutan ini berlaku setiap satu minggu sekali.
Sedangkan jumlah unit ponton yang sekarang bekerja sebanyak 40 lebih unit ponton TI Apung, bayangkan saja bila Rp. 350.000,- dikalikan 40 unit saja, alhasilnya Rp. 14.000.000,- dalam satu minggunya.
Saat dikonfirmasikan kepada salah satu pengurus tambang bernama Jamil dan Safar, mereka pun membenarkan tentang pungutan ini. Disebutkan uang hasil dari pungutan tersebut dibagikan ke masjid-masjid ataupun kelenteng dan gereja serta sarana peribadatan lainnya di Desa Mapur. Masing-masing tempat ibadah diberikan sebesar Rp. 500.000,- pertiap minggunya.
Berarti uang yang sebesar 14 juta tersebut dikurangi 2 juta, berarti sisanya Rp. 12.000.000,-.Sisa uang yang Rp 12 juta ini dipertanyakan ke mana saja uangnya.
Mungkin sisanya dibagi ke empat orang tersebut. “Enak dong kagak susah payah kerja dapat uang 3 jutaan per orang setiap minggunya. Jelas ini merupakan pungli (pungutan liar). Kepada pihak berwenang diminta segera melakukan penangkapan terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab ini.(TIM)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Pengacara Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa, menyebut apa yang dilakukan kliennya terhadap Setya Novanto merupakan bagian dari tugas sebagai advokat. Dia membantah Fredrich melakukan perintangan proses penyidikan terhadap Setya Novanto.
“Bahwa perbuatan materiil sebagaimana surat dakwaan ternyata bukan rencana jahat atau persekongkolan untuk merugikan KPK, melainkan dalam tugas yang bersangkutan sebagai advokat,” ujar Sapriyanto saat membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2018).
Sapriyanto pun menyebut KPK tidak berhak menangani kasus itu. Dia beralasan bila kasus perintangan penyidikan masuk ke pidana umum.
“Kalau pun perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana, tindak pidana umum di KUHP, yang penyidikannya bukan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, KPK tidak berwenang penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan dalam perkara ini. Dengan demikian Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili dan memeriksa perkara ini,” sebut Sapriyanto.
Untuk itu, Sapriyanto meminta agar majelis hakim menerima dan mengabulkan eksepsi yang diajukannya itu. Dia juga meminta agar proses hukum terhadap kliennya tidak berlanjut.
“Meminta kepada majelis hakim yang menangani dan mengadili perkara ini untuk menerima dan mengabulkan eksepsi Fredrich Yunadi, menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi tidak berwenang dan mengadili perkara ini. Menyatakan tidak melanjutkan pokok perkara,” ujar Sapriyanto.
Fredrich didakwa merintangi penyidikan KPK atas Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Fredrich diduga bekerja sama dengan dr Bimanesh Sutarjo merekayasa sakitnya Novanto. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
AM guru Sekolah Dasar (SD) di Kembangan, Jakarta Barat, diketahui mencabuli 6 murid nya. Dia melakukan hal tersebut di dalam lingkungan sekolah.
“Awal mula kejadian perbuatan cabul terhadap anak adalah pada saat korban sedang berada di sekolah kemudian oleh tersangka atau wali kelas dipanggil ke musala dengan tujuan untuk menginjak injak punggung tersangka,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Edi Sitepu, dalam keterangannya, Kamis (15/2/2018).
Selain itu, pencabulan dilakukan saat korban mengajar di kelas. Murid dipanggil ke depan kelas untuk duduk di paha tersangka.
“Korban dipanggil ke depan kelas kemudian berdiri di samping tersangka lalu tersangka menarik korban untuk duduk di paha sebelah kanan, kemudian tangan kanan meraba korban” ucap Edi.
Edi menjelaskan, AM telah mencabuli enam peserta didiknya. AM dikenai Pasal 82 UU nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Mereka sebagian besar mengalami pencabulan dengan cara dipegang-pegang,” kata Edi. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
KPK memanggil seorang saksi dari swasta berkaitan dengan sangkaan gratifikasi yang menjerat Gubernur Jambi Zumi Zola. Saksi tersebut atas nama Mantes.
“Saksi Mantes dibutuhkan keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan atas tersangka ZZ (Zumi Zola),” ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (13/2/2018).
Selain itu, penyidik KPK memanggil 2 saksi dari unsur swasta, yaitu Cecep Suryana dan Jefri Hendrik. Namun keduanya bakal diperiksa untuk tersangka lainnya, yaitu Plt Kadis PUPR Jambi nonaktif Arfan.
“Dalam kasus yang sama, penyidik juga akan memeriksa Cecep Suryana dan Jefri Hendrik untuk tersangka lainnya, AFN (Arfan),” imbuh Febri.
Zumi Zola ditetapkan sebagai tersangka KPK sejak 24 Januari 2018 dari pengembangan perkara OTT (operasi tangkap tangan) yang menjerat Plt Sekda Provinsi Jambi nonaktif Erwan Malik, Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi nonaktif Arfan, Asisten Daerah III Provinsi Jambi nonaktif Saifudin, serta seorang anggota DPRD Supriono.
OTT itu terkait dugaan adanya ‘duit ketok’ yang digunakan untuk memuluskan pengesahan APBD 2018. Duit yang diduga berasal dari rekanan Pemprov Jambi ini dimaksudkan agar anggota DPRD Provinsi Jambi menghadiri rapat pengesahan APBD Jambi 2018. Total, ada Rp 4,7 miliar yang diamankan KPK dari jumlah yang seharusnya Rp 6 miliar.
Sementara itu, dari pengembangan perkara, Zumi diduga menerima duit gratifikasi bersama Arfan terkait proyek-proyek di Jambi sebesar Rp 6 miliar.
Diduga, ada irisan uang dugaan penerimaan Zumi dan Arfan dengan ‘duit ketok’ ke anggota DPRD Jambi. KPK juga tengah membuktikan keterlibatan Zumi dalam pemberian suap. (MAD)
SLEMAN,khatulistiwaonline.com
Polisi telah melepas garis polisi di kompleks Gereja Katolik Santa Lidwina Bedog, Kecamatan Gamping, Sleman. Pihak gereja dan umat mulai membersihkan ruang utama gereja pasca penyerangan seorang pria bersenjata pedang.
Informasi yang diterima awak media, garis polisi sudah dilepas Minggu (11/2/2018) tengah malam.
“Sejak tadi malam sudah boleh masuk ke gereja, jadi umat mulai bersih-bersih,” kata salah satu umat Gereja Santa Lidwina, Watiyo, ditemui wartawan di lokasi, Senin (12/2).
Pembersihan gereja dimulai dengan kembali menata kursi dan meja, mengepel lantai yang terdapat noda bercak darah, dan memperbaiki patung-patung yang dirusak pelaku.
“Rencananya Jumat besok sudah mulai dipakai lagi untuk ibadah,” jelasnya.
Kegiatan bersih-bersih juga tampak diikuti warga sekitar gereja. Harsani (30) warga tak jauh dari gereja mengaku tidak memiliki alasan khusus ikut membantu membersihkan gereja.
“Kebetulan rumah saya dekat, jadi ikut bantu-bantu,” ujarnya.
Gereja Santa Lidwina diserang oleh Suliono, pria asal Banyuwangi dengan bersenjata pedang. Saat kejadian pada Minggu pagi kemarin, ratusan umat tengah menjalankan misa. Sejumlah umat mengalami luka-luka akibat sabetan pedang dan harus dilarikan ke rumah sakit, termasuk Romo Prier yang tengah memimpin jalannya misa.
Pelaku berhasil dilumpuhkan oleh seorang anggota Polsek Gamping, Aiptu Munir dengan menembak kedua kakinya. Aiptu Munir sendiri juga menjadi korban karena sempat diserang pelaku. (DON)
BABEL, khatulistiwaonline.com
Semenjak tahun 2011, pihak PT. PLN Rayon Sungailiat dik-abarkan sering mengeluarkan sambungan pasang baru KWH meter ke rumah para pelanggan, tanpa memberikan material yang lengkap seperti material kabel SR ukuran 2x10mm, MCB, SWC dan konektor kabel. Material-material tersebut sangat mempunyai peranan penting untuk kesempurnaan proses pemasangan sambungan baru listrik prabayar ke rumah pelanggan, lalu ke mana perginya material-material tersebut.
Bukankah pihak PT. PLN punya kewajiban penting harus menge-luarkan material tersebut sebagai hak mutlak pelanggannya.Kejadian ini umpamanya pihak pemerintah melakukan lelang tender untuk pengadaan mobil dinas, sudah tentu mobil tersebut dilengkapi mesin, roda beserta asesoris lainnya. Kalau mobil tersebut tak punya mesin, tak punya roda dan tak punya bahan bakar, lalu bagaimana mobil ini bisa dijalankan. Haruskah para pejabat membeli sendiri barang-barang yang tidak ada itu, sementara dari pihak dealer mobil semuanya lengkap.Kejadian ini sungguh sangat mengherankan, namun faktanya seperti inilah yang telah terjadi di tubuh PT. PLN wilayah Bangka Belitung.
Sejak dari tahun 2011 hingga 2014 yang lalu pihak instalatir selaku mitra resmi PT. PLN beserta para pelanggan sambungan pasang baru KWH meter pada saat itu harus menjadi korban, dibebani oleh PT. PLN Rayon Sungailiat.Hal ini pernah dialami oleh salah seorang wartawan Khatulistiwa yang pada saat itu masih menjadi instalatir selaku mitra PT. PLN Rayon Sungailiat. Menurut pengakuan mantan instalatir ini, mulai dari tahun 2011 hingga 2014 sudah ribuan KWH meter pasang baru yang sudah terpasang di Kabupaten Bangka Induk kondisinya seperti ini. Namun anehnya, pihak PT. PLN wilayah Bangka seolah-olah menutup mata, meski sudah banyak orang yang melapor ke pihak PT. PLN wilayah Bangka Belitung.
Belum lagi kasus-kasus kehilangan berkas yang seringkali terjadi di dalam tubuh PT. PLN Rayon Sungailiat. Kemungkinan banyak siluman berwujud manusia yang bergentayangan di dalam kantor dan suka usil serta iseng membuang berkas pengajuan permohonan pasang baru calon pelanggan PLN. Mungkin disebabkan kurang sesajen dari instalatir tertentu.
Kasus dugaan penggelapan ini sudah dilaporkan ke pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Bangka pada tahun 2014 lalu, beserta bukti-bukti di atas kertas, namun hingga akhir tahun 2017 kasus ini tidak juga ditindaklanjuti oleh pihak Kejaksaan. Sungguh aneh, ada apa ini? Namun pada saat dikonfirmasikan pada pertengahan bulan Nopember 2017 yang lalu, pihak Kejaksaan saat ditanya ke mana berkas itersebut, jawabannya berkas masih ada, nanti saya cari dulu karena saya belum sempat untuk mempelajarinya.
Lalu kapan kasus ini akan diselidiki.M. Isra mantan manajer PT. PLN Rayon Sungailiat pada era tahun 2011 yang lalu beserta staf-stafnya (petugas loket) harus bertanggungjawab atas kelalaiannya yang telah menghilangkan bukti setoran pelunasan biaya penyambungan baru daya 1300 VA di daerah Desa Bukit Ketok dan Dusun Saber Belinyu, sebanyak kurang lebih 9 pelanggan.Dan menurut pengakuan mantan instalatir ada sebanyak kurang lebih 210 rumah pelanggan pasang baru, pihak PT. PLN Rayon Sungailiat cuma memberikan KWH meternya saja, sementara material pendukung yang seperti tersebut di atas lenyap entah ke mana? Kontrak pasang baru pun tidak jelas, yang seharusnya pihak PT. PLN Rayon Sungailiat wajib membayar kepada para instalatir sebagai jasa pemasangan KWH meter, namun faktanya pihak PT. PLN Rayon Sungailiat tidak pernah membayar kepada instalatir yang mungkin telah digelapkan dananya oleh oknum-oknum karyawan PT. PLN Rayon Sungailiat.Belum lagi kasus KWH meter proses migrasi dari paska bayar ke prabayar dari tahun 2012 ke tahun 2014 yang lalu, itupun tidak pernah sepeser pun diterima oleh instalatir. Padahal pada saat itu pihak PT. PLN punya budget untuk pergantian KWH meter sebesar tiga puluh lima ribu rupiah.Manajer PT. PLN mulai tahun 2011 yang dipimpin oleh M. Isra bersama staf-stafnya, hingga ke manajer PT. PLN Rayon Sungailiat era tahun 2014 pantas untuk diperiksa. (DEDY)
TANGERANG, khatulistiwaonline.com
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Januari 2016, diketahui bahwa ada beberapa pekerjaan diPerusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelengaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau yang dikenal sebagai
Air Navigasi (Airnav) yang diduga menyalahi ketentuan dalam pelaksanaannya,sehingga merugikan negara hingga ratusan
miliar rupiah Pertama, Pengadaan dan Pelaksanaan Pekerjaan Penambahan Workstation E-JAATS diBandara Soekarno Hatta
(Soetta) sebesar Rp128 miliar lebih.
Di mana dalam rekomendasinya BPK menyarankan Menteri BUMN meminta pertanggung jawaban Direksi Perum LPPNPI atas proses pelelangan dan pelaksanaan kontrak pekerjaan tersebut yang tidak sesuai ketentuan. Direksi Perum LPPNPI juga diminta untuk meminta pertanggungjawaban dan memberikan sanksi kepada panitia pelelangan project tersebut.
Kedua, pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan Upgrade ATC System Eurocat-X sebesarRp 63 miliar lebih untuk MATSC Makasar, dimana dalam pekerjaan ini BPK juga menyarakan memberikan sanksi kepada panitia lelang dan memberikan sanksi kepada PT. TBR selaku pemenang tender karena melaksanakan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak dan ketentuan pengadaanbarang dan jasa.
Ketiga, pengadaan dan pemasangan PSR di 1 Lokasi dan MSSR mode S di 3 lokasi sebesar Rp 117 miliar lebih, serta ke empat project perjanjian kerjasama Perum LPPNPI dengan The Mitre Corpotarion dan NATS Service (Asia Pac) Pte Ltd, yaitu project konsultasi sebanyak 2 project yang nilainya mencapai US$ 2.313.287 atau mencapai Rp 30 miliar lebih kalau dihitung kurs 1$ US sebesar Rp 13 ribu. Jika dihitung dari total ke empat project ini, maka potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 340 miliar lebih. Terkait kerugian negara ini, Ketua LSM Garuk KKN Agus Sahrul Rijal menyatakan, bahwa hal tersebut menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di BUMN yang mengelola Navigasi
Penerbangan di Indonesia tersebut.
“Angka Rp 340 miliar tersebut bukan nilai yang sedikit, kalau BPK menemukan adanya kesalahan proyek-proyek tersebut, maka ada indikasi kuat adanya “permainan” dalam pelaksanaan tender dan pengerjaan proyek tersebut, dan aparat penegak hukum, baik itu polisi, kejaksaan atau kalau perlu KPK turun tangan menyelidiki kasus ini,” katanya.
Lebih jauh Agus menilai BUMN yang berkantor pusat di Kota Tangerang ini, harus terbuka dan menjelaskan kenapa
ada temuan BPK sebesar itu, karena bukan tidak mungkin terjadinya penyimpangan yang melibatkan banyaknya oknum pejabat dan pihak yang berkepentingan. “Kami sudah mengantongi bukti LHP BPK dan beberapa dokumen penting
lainnya terkait persoalan di Perum LPPNPI. Kita akan melaporkan masalah ini ke aparat penegak hukum.
Kemungkinan ke KPK karena nilai kerugian yang fantastis ,” tegas Agus. Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait temuan LSM Garuk KKN ini, Manager Humas Perum LPPNPI, Yohanes Sirait mennyatakan beberapa proyek yang ditender
oleh Perum LPPNPI pada tahun 2015 tersebut tidak ada yang jadi masalah. “Persoalan tender proyek yang dipersoalkan
oleh kawan-kawan Aliansi LSM Tangerang sudah clear, jadi tidak ada masalah,”katanya.
Yohanes membenarkan perihal yang dipersoalkan oleh Aliansi LSM Tangerang tersebut bersumber dari LHP BPK. “Memang dalam LHP BPK ada beberapa catatan, dan hal ini sudah clear, karena kami memberikan klarifikasi ke BPK,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan Manager Humas AirNav Indonesia tersebut, Edwin Salhuteru, SH salah seorang praktisi hukum kepada Khatulistiwa menyebutkan, apabila ada dugaan tindak pidana yang merugikan Negara atas proyek yang telah dilaksanakan, maka tidak hanya sebatas diberiikan sanksi secara internal, tetapi harus ditindaklanjuti secara
hukum dengan pemeriksaan yang lebih intensif oleh BPK atau lembaga lain yang berkompeten. Hal itu untuk dapat ditindaklanjuti dan atau diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dengan meminta pertanggungjawaban hukum
dari pihak terkait, sehingga kerugian Negara dapat diminimalisir.(NGO)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo membantah menerima uang terkait proyek e-KTP. Hal serupa juga disampaikan Andi Narogong. Namun, Setya Novanto menyatakan sebaliknya.
Awalnya, Novanto mengaku pernah bertemu anggota Komisi II DPR (almh) Mustokoweni dan Ignatius Mulyono. Dari keduanya, Novanto mendapat informasi adanya aliran uang dari Andi Agustinus alias Andi Narogong ke Komisi II DPR dan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
“Pertama, ini pernah almarhum Mustokoweni dan Ignatius Mulyono itu, pada saat ketemu saya telah menyampaikan dana uang dari Andi untuk dibagikan kepada Komisi II dan Banggar DPR dari Mustokoweni, dan disebut nama Pak Ganjar. Yang kedua, Bu Miryam juga menyampaikan hal yang sama,” ucap Novanto ketika memberikan tanggapan atas kesaksian Ganjar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2018).
Tak hanya itu, Novanto pun mengaku pernah didatangi Andi di kediamannya. Andi bercerita pada Novanto bila uang untuk Komisi II dan Banggar DPR telah diserahkan, termasuk untuk Ganjar.
“Ketiga, waktu Andi ke rumah saya menyampaikan telah memberikan dana untuk teman Komisi II dan Banggar serta Pak Ganjar sekitar bulan September dengan jumlah USD 500 (ribu) itu disampaikan kepada saya,” ujar Novanto.
“Untuk itu saya ketemu penasaran saya menanyakan apakah sudah selesai dari teman-teman. Pak Ganjar jawab itu urusan yang tahu Pak Chairuman, itu saja, yang mulia,” imbuh Novanto.
Dibantah Ganjar
Hal itu disampaikan Novanto untuk menanggapi kesaksian Ganjar yang mengaku tidak pernah menerima aliran uang apapun. Menurut Ganjar, Miryam pun pernah dikonfrontasi dengannya saat pemeriksaan di KPK dan menyatakan tidak ada uang kepadanya.
“Pertama Bu Mustokoweni pernah menjanjikan kepada saya mau memberikan langsung dan saya tolak, sehingga publik meski tahu sikap menolak saya. Ketika Bu Miryam pun, menurut Pak Novanto juga memberikan kepada saya, di depan Pak Novel (Novel Baswedan/penyidik KPK), dia (Miryam) menolak tidak pernah memberikan kepada saya,” kata Ganjar.
Bahkan, menurut Ganjar, Andi pun tidak pernah mengaku memberikan uang kepadanya. Pemberian uang dari Andi di ruang Mustokoweni juga disebutnya tidak benar.
“Andi Narogong kesaksian saya lihat pernah menyampaikan tidak pernah memberikan kepada saya. Bahkan penasihat hukum Irman menanyakan kepada saya, katanya Andi Narogong yang memberikan di tempat Bu Mustokoweni, dan Bu Mustokoweni sudah meninggal dunia. Saya menyampaikan disampaikan Pak Novanto tidak benar,” ucap Ganjar.
Ditepis Andi Narogong
Keterangan Novanto pada persidangan hari ini, berbeda dengan pernyataan Andi Narogong. Dalam persidangan berbeda, Andi melalui nota pembelaannya menyatakan tidak pernah memberikan uang kepada Ganjar. Saat itu Andi Narogong membantah keterangan M Nazaruddin yang juga menyatakan hal serupa seperti yang disampaikan Novanto.
“Keterangan saksi Muhammad Nazaruddin bahwa terdakwa pernah memberikan uang kepada saksi Ganjar Pranowo di ruang kerja Mustokoweni adalah juga tidak benar dan tidak terbukti menurut hukum,” ujar salah satu pengacara Andi saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017) lalu.
Menurut pengacara, apa yang disampaikan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin itu telah dibantah oleh Ganjar saat bersaksi. Sementara itu, Mustokoweni sendiri telah meninggal dunia.
“Saksi Nazaruddin dalam setiap keterangannya terkait terdakwa, jika dikejar detailnya, akan selalu berkelit dengan cara mengarahkannya kepada orang yang sudah almarhum,” ujar pengacara tersebut. (DON)