JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Ratna Sarumpaet dituntut 6 tahun penjara. Jaksa meyakini Ratna menyebarkan kabar hoax penganiayaan.
“Menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Ratna Sarumpaet terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan menyiarkan berita bohong,” ujar jaksa Daroe Tri Sadono membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel), Jl Ampera Raya, Selasa (28/5/2019).
Jaksa memaparkan Ratna Sarumpaet membuat keonaran dengan menyebarkan kabar hoax penganiayaan. Ratna disebut sengaja membuat kegaduhan lewat cerita dan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak yang disebut penganiayaan.
Rangkaian kebohongan dilakukan Ratna lewat pesan WhatsApp termasuk dengan menyebarkan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak.
Kisah hoax penganiayaan ini berawal dari tindakan medis operasi perbaikan muka (facelift) atau pengencangan kulit muka Ratna Sarumpaet. Ratna rawat inap di RS Bina Estetika dilakukan pada 21-24 September 2018.
Selama menjalani rawat inap tersebut, Ratna Saraumpaet menurut jaksa beberapa kali mengambil foto wajahnya dalam kondisi lebam dan bengkak akibat tindakan medis.
Foto-foto wajah lebam dan bengkak disebut jaksa dikirimkan Ratna Sarumpaet ke Rocky Gerung lewat WhatsApp pada 25 September 2018. Ratna mengaku dianiaya di area bandara Bandung pada 21 September, pukul 18.50 WIB.
Selain itu, Ratna juga sempat meminta Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan pesannya terkait penganiayaan kepada Prabowo Subianto pada 28 September 2018.
Hingga akhirnya, Ratna bertemu dengan Prabowo Subianto pada 2 Oktober 2018 di Hambalang. Prabowo kemudian menggelar jumpa pers usai pertemuan tersebut.
Ratna Sarumpaet dituntut dengan pidana yang diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. (MAD)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Tim Hukum Prabowo-Sandiaga mengajukan 51 bukti saat mendaftarkan gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi bukti-bukti itu belum dirinci.
Panitera MK, Muhidin, sebelumnya menyebut ada 51 bukti yang diserahkan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi saat pendaftaran. MK akan memverifikasinya.
Dalam sesi tanya-jawab, Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), ditanya soal apa saja bukti yang diajukan. Dia mengaku belum bisa memberi perincian.
“Saya bisa menjelaskan, tapi tidak bisa dijelaskan hari ini,” kata BW di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019).
Meski demikian, BW memberi sedikit bocoran. Bukti yang diajukan merupakan gabungan dari dokumen dan saksi.
“Ada kombinasi dokumen dan saksi. Ada saksi fakta dan saksi ahli. Baru 51,” ujar mantan pimpinan KPK ini.
“Insyaallah pada waktu yang tepat kami akan melengkapi bukti-bukti yang diperlukan dan menambahkan apa-apa yang penting yang diperlukan untuk proses mengungkap kebenaran di Mahkamah Konstitusi ini,” pungkas BW.(NGO)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan asal duit yang disita dari laci meja kerjanya. Dia mengatakan duit itu terdiri dari dana operasional menteri hingga sisa dana perjalanan dinas.
“Saya jelaskan bahwa semua itu adalah akumulasi dari pertama dana operasional menteri yang saya simpan dalam laci meja kerja saya lalu juga sebagian dari honorarium yang saya terima dalam saya memberikan kegiatan-kegiatan pembinaan, ceramah-ceramah baik di internal Kementerian Agama maupun di luar Kementerian Agama. Juga sebagian merupakan sisa dana perjalanan saya, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas ke luar negeri,” kata Lukman setelah diperiksa di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (23/5/2019),
Lukman tak menjelaskan detail saat ditanya materi yang ditanya penyidik kepadanya. Menurutnya, banyak pertanyaan yang diajukan penyidik kepadanya sejak pukul 09.00 WIB tadi.
“Ya tentu banyak sekali, saya tidak hapal lagi, banyak. Ada beberapa pertanyaan,” ucapnya.
Ini merupakan pemeriksaan kedua Lukman sebagai saksi kasus dugaan suap terhadap anggota DPR Romahurmuziy (Rommy). Dia sebelumnya pernah diperiksa pada Rabu (8/5).
KPK sebelumnya pernah menggeledah ruang kerja Lukman. Saat itu, ada duit Rp 180 juta dan USD 30 ribu yang disita.
Saat pemeriksaan pertama, KPK mencecar Lukman soal ada-tidaknya komunikasi antara dirinya dan Rommy terkait kasus dugaan pengisian jabatan di Kemenag. Lukman juga dicecar soal uang Rp 180 juta dan USD 30 ribu yang disita dari ruang kerjanya itu.
Lukman saat itu juga mengaku sudah melaporkan duit Rp 10 juta yang diterima dari eks Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin ke KPK. Namun pelaporan itu disebut dilakukan seusai OTT terhadap Rommy sehingga tak diproses KPK.
Dalam kasus yang berawal dari OTT KPK ini, Rommy selaku anggota DPR diduga menerima suap Rp 300 juta dari Kakanwil Kemenang Jatim Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. Duit itu diduga diberikan agar eks Ketum PPP tersebut membantu keduanya dalam seleksi jabatan di Kemenag.
KPK menduga Rommy bekerja sama dengan pihak internal Kemenag dalam kasus ini. Alasannya, Rommy duduk di Komisi XI yang tak punya wewenang dalam seleksi jabatan di Kemenag.
Selain soal kasus dugaan suap terhadap Rommy, Lukman juga sempat diperiksa KPK pada Rabu (22/5). Pemeriksaan Lukman itu terkait penyelidikan kasus yang berkaitan dengan penyelenggaraan haji.(DON)
MEDAN,KHATULISTIWAONLINE.COM
57 Narapidana yang kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Simpang Ladang, Langkat, Sumut belum tertangkap. Para napi yang sudah tertangkap dan menyerahkan diri baru 113 orang.
“Narapidana (napi) yang menyerahkan diri tercatat sebanyak 113 orang dari jumlah 170 orang kabur, saat terjadinya kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Langkat,” kata Kakanwil Kumham Sumut, Putu Gede, di Medan, yang dilansir Antara, Senin (20/5/2019).
Dari jumlah 113 napi yang telah kembali itu, menurut dia, ada yang diamankan petugas, diserahkan oleh warga, diserahkan pihak keluarga, dan napi secara langsung menyerahkan diri ke Lapas Narkotika Langkat.
“Napi menyerahkan diri secara baik-baik akan tetap diberikan perlindungan dan tidak akan disakiti, karena mereka telah menyadari perbuatannya,” ujar Putu Gede.
Ia berharap kepada napi yang masih buron, dan dengan kesadaran tinggi segera menyerahkan diri ke Lapas Narkotika Langkat maupun Polsek setempat.
“Silakan, para napi yang kabur kembali ke Lapas Narkotika Langkat untuk menjalani sisa hukuman, dan dapat mematuhi ketentuan yang berlaku,” katanya.(MAD)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Penyidik Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya menangkap Lieus Sungkharisma. Lieus ditangkap terkait kasus dugaan makar.
“Iya betul yang bersangkutan diamankan tadi pagi,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, Senin (20/5/2019).
Lieus ditangkap di rumahnya di kawasan Jalan Keadilan, Jakarta Barat. Polisi saat ini masih menggeledah rumahnya untuk mencari barang bukti.
“Yang bersangkutan masih dalam perjalanan ke Polda Metro Jaya,” kata Argo.
Sebelumnya, Lieus dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan makar. Laporan terhadap Lieus terdaftar dengan nomor LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019.
Adapun perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana penyebaran berita bohong (hoax) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan/atau Pasal 15 terhadap keamanan negara/makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 bis jo Pasal 107.
Penyidik Bareskrim Polri sebelumnya telah memanggil Lieus untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Namun dia mangkir dari pemeriksaan polisi dengan alasan belum memiliki pengacara untuk mendampinginya.(NGO)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Jaksa KPK mendakwa Teuku M Nazar selaku Kepala Satuan Kerja Tanggap Darurat Permukiman Pusat Kementerian PUPR menerima suap berkaitan dengan proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Ada sejumlah SPAM yang digarap kontraktor yang ditangani Nazar, termasuk salah satu proyek SPAM itu untuk penanggulangan bencana di Donggala, Sulawesi Tengah.
Total suap yang diterima Nazar yaitu Rp 6,7 miliar dan USD 33 ribu dari PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) dan PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP). Dua perusahaan itu mengerjakan proyek SPAM di berbagai daerah termasuk di Donggala.
“Terdakwa menunjuk langsung PT TSP sebagai pelaksana proyek pekerjaan penanggulangan bencana Donggala Sulawesi Tengah tersebut melalui Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ),” kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019).
Jaksa menyebut penunjukan langsung PT TSP itu lantaran Nazar sudah mengenal lama direktur utamanya yaitu Irene Irma dan koordinator pelaksana proyek perusahaan atas nama Yuliana Enganita Dibyo. Proyek di Donggala itu disebut jaksa bernilai Rp 16,4 miliar.
Meskipun kontrak pengerjaan proyek itu belum diteken, Nazar sudah lebih dulu meminta uang ke PT TSP sebesar Rp 500 juta dan USD 33 ribu. Permintaan uang itu disampaikan Nazar ke Yuliana melalui anak buahnya yang bernama Dwi Wardhana. Singkat cerita Yuliana memberikan Rp 500 juta dan USD 33 ribu ke Nazar melalui Dwi.
“Pada keesokan harinya Dwi Wardhana menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa (Teuku M Nazar),” kata jaksa.
Namun proyek SPAM yang digarap PT TSP itu rupanya tidak selesai sesuai target yang ditentukan yaitu pada 22 Desember 2018. Proyek itu pun mundur hingga Januari 2019 tetapi Nazar tetap memproses pencairan pembayaran proyek dengan alasan tutup tahun anggaran.
“Terdakwa (Teuku M Nazar) mengetahui penerbitan SPM (Surat Perintah Membayar) tersebut terdapat kekurangan persyaratan, karena terdakwa selaku PPK belum menandatangani Surat Perjanjian Kerja, Berita Acara Pembayaran, Bukti Pembayaran, Berita Acara Serah Terima Barang, Pemeriksaan Hasil Pekerjaan serta Surat Serah Terima Barang. Atas SPM yang tidak lengkap persyaratannya tersebut, kemudian diterbitkan SP2D (Surat Perintah Penyediaan Dana) tanggal 25 Desember 2018 untuk pembayaran ke rekening PT TSP,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, Nazar didakwa melanggar Pasal 12 huruf b dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.(DON)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Ratna Sarumpaet meminta majelis hakim tidak menyebut statusnya di persidangan sebagai sebagai pejabat publik ataupun aktivis, tapi publik figur. Sebab, dia menilai pejabat publik itu tidak seperti dirinya yang membohongi orang banyak.
Ratna menyampaikan itu saat pemeriksaan terdakwa di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (14/5/2019). Ratna mengatakan itu saat hakim hendak menutup sidangnya.
“Saya minta maaf yang mulia, bikin banyak tersendat tadi, karena saya kurang konsisten, di awal gagap-gagap, saya juga ingin dicatat bahwa saya ini jangan disamakan pejabat publik dengan publik figur, saya bukan pejabat publik, saya aktivis yang terkenal karena pekerjaannya,” kata Ratna.
Hakim Joni mengaku heran dengan maksud pernyataan Ratna. Joni bertanya alasan Ratna mengatakan itu.
“Siapa yang menyamakan anda dengan pejabat publik?” tanya hakim Joni.
“Nggak, dicatat saja, karena ini hubungannya dengan kesalahan. Pejabat publik itu tidak boleh salah, tidak boleh bohong, tapi publik figur….,” ucap Ratna kemudian dipotong oleh Joni.
“Publik figur boleh bohong?” Tanya Joni.
“Boleh, terima kasih yang mulia,” kata Ratna.
Mendengar pernyataan Ratna terkait kebohongan itu, hakim bertanya apa aturan yang mendasar jika publik figur itu boleh berbohong. Menurut Ratna, kebohongan seseorang itu dilihat dari konteks jabatan orang itu.
“Normanya yang kemarin, ahli itu mengatakan orang boleh berbohong, tapi dalam konteks kedudukan, misalnya, pejabat publik dalam kedudukannya tak boleh bohong,” ucap Ratna.
“Kalau anak boleh bohong?” Kata hakim Joni.
“Boleh, kita jewer, dijewer dengan sayang,” kata Ratna.
“Tahu dijewer dengan sayang?” Kata hakim
“Habis dijewer dicium,” pungkas Ratna.
Ratna didakwa membuat keonaran lewat hoax penganiayaan. Ratna disebut menyebarkan hoax kepada sejumlah orang lewat pesan WhatsApp, termasuk mengirimkan gambar wajah lebam dan bengkak yang diklaim akibat penganiayaan.(MAD)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Setelah polisi menangkap Hermawan Susanto (27) atas video ancaman terhadap Presiden Joko Widodo, publik mengungkit kembali kasus serupa dengan tersangka RJ (16). Publik membandingkan proses penanganan kedua tersangka yang dinilai berbeda.
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Jerry Raimond Siagian menjelaskan bahwa pihaknya tidak pandang bulu dalam menangani sebuah perkara. Hanya saja, dalam penanganan tersebut ada perbedaan dan polisi menanganinya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Untuk kasus RJ tetapi kami proses kok, sudah P21 dan sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Ada kok di kami datanya, tidak benar bahwa RJ dilepaskan,” kata AKBP Jerry, Selasa (14/5/2019).
Jerry menjelaskan ada beberapa perbedaan dalam kasus tersebut, meski keduanya sama-sama mengancam kepala negara. Selain karena usia, pengenaan pasal terhadap Hermawan berbeda dengan RJ.
Tersangka Hermawan diketahui telah berusia dewasa yakni 27 tahun, sedangkan RJ pada saat melakukan berusia 16 tahun. Sehingga, dalam menangani kedua tersangka ini polisi menanganinga pun berbeda.
“Kalau anak itu proses di kita hanya 20 hari dan dia tidak boleh di-sel-kan dengan tahanan dewasa, tetapi dititipkan di panti sosial, penahananya di situ,” katanya.
Meski tidak ditahan, tetapi proses hukum tetap berjalan. Hingga proses pengadilan, penanganan RJ berbeda dengan tersangka dewasa lainnya.
“Penangannya, karena pelaku anak di bawah umur, mau kejahatan apa pun yang dia lakukan tetap harus menggunakan undang-undang anak. Setiap tahapan di polisi, jaksa dan pengadilan ada diversi, itu undang-undang anak yang katakan demikian. Jadi tidak bisa dipukul rata,” tuturnya.
“Persidangannya pun tertutup, tidak boleh terbuka, karena terdakwanya anak-anak,” lanjutnya.
Jerry mengatakan, baik Hermawan maupun RJ sama-sama melakukan perbuatan yang sama yakni mengancam kepala negara. Tetapi, ada beberapa hal sehingga pengenaan pasal terhadap Hermawan berbeda seperti pada RJ.
“Dia berbuat pada saat kapan dan di mana, lokus dan tempus juga menentukan maksud dan tujuan ornag itu berkata atau berbuat. Kalau dia (Hermawan) berkata/berbuat bukan pada saat di depan Bawaslu–yang bersamaan dengan people power–mungkin pasalnya bukan itu,” katanya.
Hermawan dipersangkakan dengan dugaan makar, karena pengancamannya itu dilakukan pada saat dia mengikuti demo di depan Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Jumat (10/5) lalu. Yang menurut polisi, demo itu adalah untuk upaya makar.
“Jadi tempusnya dia melakukan itu pada saat dia melakukan bersama orang yang saat itu mau melakukan upaya untuk makar, demonstrasi makar, people power. Jadi dia kenanya ke sana (makar),’ sambungnya.
Sedangkan RJ, ucapannya itu direkam 3 bulan sebelum akhirnya videonya beredar viral. Polisi menilai ucapan RJ sebagai bercandaan dan tidak ada upaya yang lebih serius.
“Nah kalau yang satu ini dia bercanda dan dia masih anak-anak, yang belum punya pemikiran yang matang dan masih dalam tanggung jawab orang tua, ya tentunya penangannya berbeda dong,” ucapnya.
Jerry juga menyinggung soal sikap Hermawan dan RJ. Di mana Hermawan ditangkap polisi, karena melarikan diri, sementara RJ menyerahkan diri.
“Yang satu kabur, yang satu lagi jujur dan dia menyerahkan diri,” cetusnya.
Untuk diketahui, RJ menyerahkan diri ke polisi pada Rabu 23 Mei 2018 lalu setelah videonya mengancam tembak Jokowi beredar viral di media sosial. RJ kemudian diproses hukum dan saat ini kasusnya sudah di kejaksaan.
Sementara Hermawan ditangkap pada Minggu (12/4) di rumah saudaranya di Parung, Kabupaten Bogor. Polisi menyebut Hermawan melarikan diri setelah tahu videonya viral.(MAD)