JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Pasangan youtuber Rey Utami dan Pablo Benua tidak datang memenuhi panggilan polisi terkait laporan Fairuz A Rafiq soal ‘ikan asin’. Keduanya meminta pemeriksaan ditunda pekan depan.
“Klien tidak dapat hadir karena klien kami dan tim kuasa hukum sedang berada di luar kota,” kata pengacara Rey-Benua, Farhat Abbas Kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Farhat menyampaikan, kliennya meminta pemeriksaan ditunda hingga Rabu (10/7).
“Mohon agar pemeriksaan dijadwal ulang kembali pada hari Rabu tanggal 10 Juli 2019 pukul 10.00 WIB,” ungkap Farhat.
Diketahui, hari ini penyidik memanggil Galih Ginanjar dan pasangan youtuber, Rey Utami-Benua untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus itu. Galih sendiri telah datang dan masih diperiksa.
Galih, Rey dan Benua dipolisikan oleh Fairuz A Rafiq setelah muncul konten video Galih saat diwawancara Rey Utami di media sosial. Fairuz sendiri telah diperiksa polisi terkait laporannya itu. Kasusnya sendiri telah ditingkatkan ke penyidikan, namun polisi belum menentukan tersangka dalam kasus itu.
Laporan Fairuz itu tertuang dalam laporan bernomor LP/3914/VII/2019/PMJ/Dit.Reskrimus. Terlapor, dalam hal ini Galih Ginanjar, Rey Utami, dan Pablo Benua, dilaporkan atas tuduhan Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) atau Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.(NGO)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Mantan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro Djakti, diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Dia tak banyak bicara usai diperiksa.
“Tanya penyidik KPK saja,” kata Dorodjatun saat keluar dari gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (4/7/2019).
Dorodjatun sebenarnya dipanggil KPK sebagai saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim pada Selasa (2/7). Namun, saat itu Dorodjatun tak hadir sehingga pemeriksaannya dijadwalkan ulang.
Sjamsul sebelumnya ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait SKL BLBI ini bersama-sama dengan istrinya, Itjih Nursalim. Dia diduga melakukan tindakan yang merugikan negara bersama Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terkait BLBI.
Kasus BLBI ini berawal pada 1998 ketika BPPN dan Sjamsul menandatangani penyelesaian pengambilalihan pengelolaan BDNI melalui Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA). Dalam MSAA tersebut, disepakati BPPN mengambilalih pengelolaan BDNI dan Sjamsul sebagai pemegang saham pengendali sepenuhnya bertanggung jawab menyelesaikan kewajibannya, baik secara tunai maupun berupa penyerahan aset.
Adapun jumlah kewajiban Sjamsul selaku pemegang saham pengendali (PSP) BDNI adalah Rp 47,258 triliun. Kewajiban tersebut dikurangi aset sejumlah Rp 18,850 triliun, termasuk di antaranya pinjaman kepada petani/petambak sebesar Rp 4,8 triliun.
Nah, aset senilai Rp 4,8 triliun ini dipresentasikan Sjamsul seolah-olah sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah. Setelah dilakukan Financial Due Diligence (FDD) dan Legal Due Diligence (LDD), disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi.
Negara, lewat BPPN, pun telah meminta Sjamsul mengganti kerugian tersebut, namun ditolak oleh Sjamsul. Singkat cerita, pada April 2004, tepatnya ketika BPPN dipimpin Syafruddin Arsyad Temenggung, dilakukan penandatanganan akta perjanjian penyelesaian akhir yang pokoknya berisi pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajibannya. Padahal, dalam rapat kabinet terbatas Februari 2004, tak ada persetujuan terhadap usulan white off atau penghapusbukuan terhadap sisa utang petani tambak Rp 4,8 triliun itu.
Setelah itu, BPPN menyerahkan pertanggungjawaban aset pada Kementerian Keuangan yang berisi hak tagih utang petambak PT DCD dan PT WM yang kemudian oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu diserahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA). Pada 24 Mei 2007, PPA melakukan penjualan hak tagih utang petambak plasma senilai Rp 220 miliar, padahal nilai kewajiban Sjamsul yang seharusnya diterima negara adalah Rp 4,8 triliun.
Jadi diduga kerugian keuangan negara yang terjadi sebesar Rp 4,58 triliun. KPK menduga Sjamsul dan Itjih sebagai pihak yang diperkaya Rp 4,58 triliun dalam kasus ini.(NGO)
BREBES,KHATULISTIWAONLINE.COM
Pelawak Nurul Qomar menjalani sidang perdana kasus pemalsuan Surat Keterangan Lulus (SKL) S2 dan S3 hari ini. Dalam surat dakwaannya, Qomar didakwa sengaja memakai surat palsu untuk saat akan menjadi Rektor Universitas Muhadi Setiabudi (Umus) Brebes.
“Dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian,” jelas jaksa penuntut umum, Bakhtiar Ihsan Agung Nugroho di Pengadilan Negeri (PN) Brebes, Rabu (3/7/2019).
Surat-surat tersebut, lanjut Bakhtiar, diberikan oleh Qomar sebagai persyaratan administrasi untuk menjadi Rektor Umus Brebes. Kedua surat tersebut menyatakan bahwa Qomar telah lulus S2 dan S3 dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Selain itu, masih dalam surat itu juga ditulis bajwa ijazah Qomar akan diserahkan pada saat wisuda akhir Maret 2017.
Qomar sempat dimintai klarifikasi secara tatap langsung oleh pihak Umus Brebes terkait surat tersebut.
“Terdakwa Nurul Qomar menyatakan kebenaran isi berkas persyaratan termasuk surat keterangan lulus, yang mana untuk ijazah Mpd dan Doktor dari UNJ sedang dalam proses dan akan keluar pada bulan Maret 2017,” lanjutnya.
Hingga akhirnya Umus meminta ijazah S2 dan S3 UNJ milik Qomar pada November 2017 untuk keperluan kelulusan ijazah mahasiswanya. Umus Brebes juga bersurat ke UNJ untuk klarifikasi status Qomar pada November 2017. Umus Brebes kembali berkirim surat ke UNJ untuk klarifikasi surat keterangan lulus (SKL) S2 dan S3 Qomar. Kedua surat tersebut juga telah dibalas oleh UNJ.
“Yang mana surat tersebut pada pokoknya menjelaskan bahwa kedua Surat Keterangan Kelulusan tersebut tidak pernah dikeluarkan oleh Pascasarjana UNJ. Sehingga sejak saat itu diketahui untuk surat keterangan lulus yang digunakan terdakwa Nurul Qomar sebagai syarat untuk menjadi Rektor di Universitas Muhadi Setiabudi ternyata palsu dan tidak pernah dikeluarkan oleh pihak UNJ,” urainya.(NGO)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Warih Sadono memastikan tidak ada keterlibatan Bayu Adhinugroho Arianto dalam pusaran operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Bayu, yang merupakan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar), juga merupakan anak dari Jaksa Agung M Prasetyo.
“Tidak ada bukti-bukti keterlibatan Kepala Kejaksaan Negeri Jakbar. Tidak benar ada,” kata Warih dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (3/7/2019).
Untuk memahami adanya dugaan-dugaan bagaimana OTT KPK berkaitan dengan Kajari Jakbar, Warih memerinci latar belakang kasusnya. Dalam OTT KPK, ada tiga jaksa yang ditangkap, yaitu Agus Winoto, Yuniar Sinar Pamungkas, dan Yadi Herdianto.
Agus merupakan Asisten Bidang Pidana Umum (Aspidum) di Kejati DKI. Sedangkan Yuniar adalah Kepala Seksi Keamanan Negara dan Ketertiban Umum Tindak Pidana Umum Lain di Kejati DKI Jakarta dan Yadi adalah Kepala Subseksi Penuntutan Kejati DKI Jakarta.
Menurut KPK, Agus menerima suap dari seorang pengusaha bernama Sendy Perico dan pengacara bernama Alvin Suherman. Apa tujuan suap itu?
Dalam kronologi yang disampaikan KPK pada Sabtu, 29 Juni 2019, Sendy adalah orang yang melaporkan ke Polda Metro Jaya tentang adanya dugaan penipuan. Kasus berproses hingga akhirnya polisi melimpahkannya ke Kejati DKI untuk disidangkan.
Kejati DKI kemudian melimpahkan kasus itu ke Kejari Jakbar karena perkara itu disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar). Pada prosesnya, KPK menduga Sendy berniat menyuap Agus untuk mempengaruhi besaran tuntutan pada pihak yang dilaporkannya tersebut.
“Jadi sifatnya Kejaksaan Negeri Jakbar hanyalah lintasan administrasi penanganan perkara karena penuntutan adanya di kejaksaan negeri, pengendalian tetap di kejaksaan tinggi,” kata Warih yang juga pernah bertugas di KPK tersebut.(NGO)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akan menjadi saksi di sidang kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kemenag hari ini di Pengadilan Tipikor Jakarta. Khofifah bersaksi untuk terdakwa Haris Hasanuddin dan Muhammad Muafaq Wirahadi.
Khofifah tiba pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2019). Khofifah, yang mengenakan pakaian batik cokelat dan kerudung kuning, hanya menebar senyuman saat tiba di PN Tipikor.
“Nanti saja, ya,” ucap Khofifah.
Selain Khofifah, jaksa menyebut akan ada 10 saksi yang diperiksa hari ini. Dua dari 10 saksi itu adalah staf ahli Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, yakni Gugus Joko Waskito dan Janedjri M Gaffar.
Nama Khofifah sempat disebut dalam kesaksian mantan Ketum PPP Romahurmuziy alias Rommy, yang juga merupakan tersangka dalam kasus ini. Rommy menyebut Khofifah adalah salah satu orang yang merekomendasikan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
“Saya pikir alangkah tidak sopannya saya, seseorang yang direkomendasikan oleh orang yang saya hormati, yaitu Bu Khofifah dan Kiai Asep, kemudian saya materialisir. Maka kemudian saya menyampaikan, ‘Nggak usah repot-repot, Pak Haris.’ Kira-kira begitu. Tapi Pak Haris bilang, ‘Tolong, Gus, ini diterima, (saya) ikhlas, tulus,'” ucap Rommy saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu (26/6).
Menteri Agama Lukman Hakim juga mengatakan hal yang sama. Namun, kata Lukman, Khofifah merekomendasi Haris hanya melalui Rommy, bukan langsung kepada Lukman.
“Seingat saya, Saudara Romahurmuziy pernah menyampaikan ke saya bahwa Haris itu mendapatkan semacam rekomendasi, bahasanya lupa saya, tapi pejabat daerah. Tokoh ulama, Gubernur Jatim, memberikan apresiasi terhadap Haris, namun itu sebatas saran,” kata Lukman saat bersaksi dalam sidang.
Dalam perkara ini, Haris didakwa memberikan suap kepada Rommy. Mantan Kakanwil Kemenag Jatim itu disebut memberikan uang total Rp 255 juta kepada Rommy untuk mendapatkan jabatan tersebut.
Sementara itu, Muafaq didakwa menyuap Rommy Rp 91,4 juta. Rommy, yang merupakan anggota Komisi XI DPR, juga disebut jaksa mendapatkan uang itu untuk membantu Muafaq mendapatkan jabatan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.(NGO)
SURABAYA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa menyatakan akan memenuhi panggilan sebagai saksi di persidangan kasus dugaan suap seleksi jabatan di Kanwil Kemenag Jatim. Kasus ini melibatkan eks Ketum PPP Romahurmuziy hingga Kepala Kanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin.
“Untuk besok (Rabu, 3/7/2019) insyaallah saya hadir. Sesuai surat yang telah kami sampaikan bahwa Rabu (26/6) kemarin itu masih pada rangkaian prosesi pernikahan anak saya,” kata Khofifah ditemui seusai Sidang Paripurna di Kantor DPRD Jatim Jalan Pahlawan, Surabaya, Selasa (2/7).
Khofifah menambahkan, pada dua pemanggilan sebelumnya, dia memang tak bisa hadir karena alasan kesibukan sebagai gubernur hingga mengurusi pernikahan putrinya. Namun Khofifah mengatakan kuasa hukumnya sudah menyampaikan surat resmi meminta penundaan pemeriksaan.
Tak hanya itu, Khofifah menyebut jaksa KPK pun tidak merasa keberatan atas permintaan penundaan pemeriksaan tersebut.
“Jadi oleh kami disampaikan melalui lawyer, disampaikan ke jaksa dan jaksa menyampaikan itu di persidangan kepada hakim. Jadi sudah pada posisi formal kami meminta ditunda tanggal 3 besok,” papar Khofifah.
Khofifah sebelumnya tidak hadir menjadi saksi sidang kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kemenag. Khofifah tak hadir karena acara pernikahan anaknya.
“Saksi ada 9 orang, namun 2 orang saksi Khofifah menyampaikan surat yang bersangkutan tidak bisa hadir ada acara pernikahan dan Abdurahman Mahfud belum sampaikan surat,” kata jaksa Abdul Basir dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/6).
Khofifah juga tidak hadir saat dipanggil sebagai saksi sidang tersebut pada Rabu (19/6). Ketika itu, mantan Menteri Sosial tersebut sedang melakukan kegiatan dinas Pemprov Jawa Timur.
Dalam perkara ini, Haris Hasanudin didakwa memberikan suap kepada Rommy. Mantan Kakanwil Kemenag Jatim itu disebut memberikan uang total Rp 255 juta kepada Rommy untuk mendapatkan jabatan tersebut.
Sementara itu, Muafaq didakwa menyuap Rommy Rp 91,4 juta. Rommy, yang merupakan anggota Komisi XI DPR, juga disebut jaksa mendapatkan uang itu untuk membantu Muafaq mendapatkan jabatan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.(NGO)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Tim investigasi Polri terkait peristiwa kerusuhan 21-22 Mei hampir menyelesaikan tugas mereka. Polri menyebutkan proses investigasi telah mencapai 90 persen.
“Dari tim investigasi gabungan bisa dikatakan hampir 90 persen penanganannya. Sudah cukup komprehensif. Namun saya juga masih menunggu update secara lengkapnya,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (2/7/2019).
Dedi mengatakan hasil investigasi akan disampaikan Polri bersama Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman RI (ORI). Penyampaian hasil investigasi harus dilakukan bersama-sama sesuai kesepakatan ketua tim investigasi, yaitu Irwasum Komjen Moechgiyarto, dan para pimpinan lembaga yang menjadi mitra.
“Nanti akan disampaikan, dirilis bersama Komnas HAM, dengan Kompolnas, dan dengan ORI. Ya para pimpinan sudah sepakat karena komunikasi itu sudah sekian lama,” tutur Dedi.
Dedi mengungkapkan Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman telah mengantongi hasil investigasi versi Polri sejauh ini. Polri pun telah mendapat masukan-masukan dari ketiga lembaga tersebut untuk menyempurnakan laporan hasil investigasi.
“Hasil investigasi yang dipimpin Irwasum langsung itu, sudah diekspose di Kompolnas, diekspose di ORI, dan diekspos dua kali di Komnas HAM. Dan ada berbagai masukan dari Kompolnas, Komnas HAM, ini sudah ditindaklanjuti oleh tim investigasi Kapolri dan hasilnya sudah dilaporkan juga,” jelas Dedi.
Saat ini Polri sedang menunggu Ombudsman, Kompolnas, dan Komnas HAM untuk menyelesaikan hasil investigasi versi masing-masing lembaga untuk nantinya disampaikan bersama kepada masyarakat.
“Artinya, kita masih menunggu. Ini kesepakatan bersama sudah dibangun, kita sudah menunggu. Apabila dari ORI sudah selesai, dari Kompolnas sudah selesai, kemudian dari Komnas HAM juga sudah selesai melakukan investigasi, baru nanti tim gabungan merilis,” ucap Dedi.
Hal-hal yang sudah dikantongi datanya oleh polisi antara lain penyebab tewasnya sembilan orang yang diduga berperan sebagai perusuh oleh kepolisian, lokasi tewasnya korban, dan asal-muasal tembakan.(DON)
TANGERANG,KHATULISTIWAONLINE.COM
Penyebab kematian pria yang ditemukan tewas membusuk di sebuah ruko di Kelurahan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, belum diketahui. Ada beberapa analisis polisi terkait temuan mayat tersebut.
Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Alexander Yurikho menduga korban mencoba masuk ke ruko melalui atap ruko.
“Pada genting di TKP, terbuka beberapa genting yang seukuran orang dewasa dapat masuk (yang dimungkinkan almarhum lewat jalur itu),” jelas AKP Alexander, Selasa (2/7/2019).
Korban yang belakangan diketahui bernama Ahyar (39) itu bukan pegawai ruko. Pihak ruko juga memastikan tidak memanggil kuli bangunan untuk mengerjakan pekerjaan di ruko tersebut.
“Tidak ada proyek apapun yang dikerjakan di sekitar dan di TKP khususnya,” katanya.
Sementara dari hasil olah TKP, polisi menemukan adanya tang besi.
“Terdapat tang besi tanpa pembungkus kain atau karet pada pegangannya yang berdekatan dengan instalasi listrik yang dalam keadaan terbuka (rusak),” paparnya.
Meski demikian, polisi belum bisa memastikan bahwa korban meninggal akibat tersetrum listrik.
“Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab kematian korban,” tutupnya.
Mayat tersebut ditemukan pada Senin (1/7). Bermula ketika karyawan ruko mengecek ke lantai 3 ruko, karena banyak lalat yang hinggap di lantai 1.
Saat dicek di lantai 3 ternyata ada mayat yang sudah membusuk di lantai. Tepat di atas mayat, atap plafon ruko jebol. Polisi menduga korban terjatuh dari atap genting ruko tersebut.(DON)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Upaya serius pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara dinilai tidak sejalan dengan kinerja Ditjen Pajak di lapangan. Hal tersebut terbukti dengan adanya temuan BPK RI dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018 yang menyatakan bahwa Pengendalian Penetapan Surat Tagihan Pajak Atas Potensi Pokok dan Sanksi Administrasi Pajak Berupa Bunga dan/atau denda belum memadai.
Kinerja Ditjen Pajak juga dapat diukur dari lambatnya melakukan tindak lanjut atas Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) yang diberikan masyarakat. Berdasarkan informasi dari Pemantau Pendapatan dan Kerugian Negara (PPKN), lembaga tersebut mengaku telah memberikan IDLP kepada Ditjen pajak terkait adanya dugaan kerugian pada pendapatan negara setidaknya senilai Rp. 8,4 triliun yang dilakukan oleh korporasi.
Menurut salah seorang praktisi PPKN, lembaga tersebut telah memasukkan IDLP sejak Januari 2019, namun sampai saat ini belum terlihat tindak lanjut yang signifikan.
PPKN sudah pernah membahasnya dalam dua kali pertemuan di lantai 10 gedung Ditjen Pajak. Dalam pertemuan tersebut Ditjen Pajak menyatakan akan menindak lanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Agar Ditjen Pajak dapat bergerak lebih cepat menuntaskan IDLP tersebut, maka Menteri Keuangan diharapkan memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini. Potensi pendapatan negara yang jumlahnya besar, tentu tidak boleh dianggap main-main oleh Menkeu. Jika dalam penyelidikan terbukti ada unsur pidana di dalamnya, maka Ditjen Pajak harus segera melimpahkannya kepada Institusi Hukum.
Berdasarkan ketentuan pasal 17 UU Tentang Administrasi “Pemerintahan, pejabat yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan perintah UU, dapat didakwa melakukan penyalahgunaan wewenang. Pelanggaran waktu SOP pemeriksaan yang berakibat pada belum adanya (mengambangnya) hasil keputusan dari tindak lanjut IDLP/bukti permulaan yang telah diterima Ditjen Pajak, kemungkinan dapat dikategorikan sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang,” ujar praktisi PPKN tersebut.
Menurut PPKN, jika delik tindakan penyalahgunaan wewenang tersebut terbukti menimbulkan kerugian pada keuangan negara dan perekonomian nasional, maka Menteri Keuangan dapat mengenakan sanksi administrasi berat kepada pejabat terkait.
Sementara itu, dalam pandangan beberapa lembaga pemeringkat, penerimaan pajak Indonesia masih belum optimal. Rasio pajak Indonesia masih relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan negara sebanding (peer countries). Rasio pajak atau tax ratio adalah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio pajak adalah merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja penerimaan pajak. Rasio pajak Indonesia tahun 2018 sebesar 11,5 %, idealnya adalah sebesar 15%.
Untuk tahun 2018, dari total pendapatan negara yang mencapai Rp. 1.943,67 triliun, penerimaan perpajakan sebesar Rp. 1.518,78 triliun. Realisasi tersebut berada di atas realisasi periode tahun 2017 yaitu Rp. 1.666,37 triliun atau sebesar 95,99 persen dari target APBN 2017, namun masih jauh dari rasio pajak yang seharusnya.
Untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah terus mendorong kinerja penerimaan perpajakan dengan berbagai cara seperti melaksanakan reformasi kebijakan dan transformasi organisasi perpajakan untuk membangun awareness masyarakat terhadap pelaksanaan perpajakan secara berkesinambungan. Hal lain yang diupayakan adalah menyempurnakan sistem informasi dan teknologi informasi perpajakan. Termasuk juga dengan pemberian insentif perpajakan secara selektif untuk mendorong daya saing industri nasional.
Praktisi Hukum *Ir. Bachtiar Effendi Sitinjak SH., MM.,CLA* saat diminta tanggapannya mengatakan, terkait dengan laporan yang diberikan oleh Pemantau Pendapatan Dan Kerugian Negara, sudah seharusnya Ditjen Pajak menyikapinya, bukan mengabaikannya.
“PPKN tdk mungkin memberikan laporan yang mengada ada, sebab mempunyai konsekuensi hukum dan bisa jadi fitnah nantinya. Dengan adanya temuan data dan informasi dalam jumlah yang sangat besar ini, sudah sepantasnya pemerintah memberikan penghargaan kepada PPKN saat kasusnya bergulir sampai ke Pengadilan nantinya,”_ tegas Bachtiar Effendi Sitinjak dari Kantor Hukum *Justice & Freedom Law Firm* (TIM)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
KPK memanggil mantan Dirut PLN Sofyan Basir terkait kasus dugaan suap anggota DPR Bowo Sidik Pangarso besok. Sofyan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Indung.
“Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka IND (Indung),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Kamis (27/6/2019).
Sofyan tiba di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, sekitar pukul 13.30 WIB, Kamis (27/6/2019). Sofyan berjalan menuju lobi KPK dengan memakai rompi tahanan dan tangan terborgol tetapi Sofyan terlihat menutupinya dengan lembaran kertas.
Tak banyak kata yang diucapkan Sofyan saat masuk ke gedung KPK.
“Kalian ini nggak ada bosen-bosennya ya,” kata Sofyan sambil masuk ke lobi KPK.
Dalam jadwal pemeriksaan terkait kasus ini, KPK juga memanggil M Nafi selaku Kepala Subdit Dana Alokasi Khusus Direktorat Dana Perimbangan DJPK, Rukijo selaku pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian Keuangan, dan Dani Werdaningsih. Mereka juga diperiksa sebagai saksi untuk Indung.
Sebelumnya, Febri mengatakan Sofyan akan ditanyai terkait dugaan gratifikasi yang juga disangkakan kepada Bowo. KPK memang menyatakan telah mengidentifikasi sumber-sumber yang diduga menjadi asal duit gratifikasi Bowo, salah satunya dari kegiatan BUMN.
“Hubungan jabatannya misalnya terkait dengan gula rafinasi yang pertama. Yang kedua, posisi atau kegiatan-kegiatan di salah satu BUMN, kemudian ada proses penganggaran di daerah dalam konteks ini dilakukan pemeriksaan hari untuk Bupati Minahasa Selatan dan juga hal-hal lain. Termasuk proses pengalokasian DAK (dana alokasi khusus),” ucap Febri, Rabu (26/6).
Kasus yang menyangkut Bowo Sidik ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Maret 2019. KPK kemudian menetapkan Bowo sebagai tersangka karena diduga menerima duit dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti lewat Indung yang juga menjadi tersangka.
KPK menduga Bowo menerima suap sekitar Rp 1,6 miliar dari Asty. Uang itu diduga diberikan agar Bowo membantu PT HTK mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik.
Selain dugaan suap, Bowo diduga menerima gratifikasi sekitar Rp 6,5 miliar. Terkait dugaan gratifikasi ini, KPK juga pernah menggeledah ruang kerja Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan menyita sejumlah dokumen dari sana, termasuk dokumen terkait Permendag tentang gula rafinasi. KPK juga menggeledah ruang kerja anggota DPR M Nasir, namun tak menyita apa pun.
Adapun pihak Sofyan pernah menyanggah telah memberikan uang kepada Bowo Sidik. Sanggahan itu terkait beredarnya kabar Sofyan pernah memberikan uang kepada Bowo Sidik pada Akhir 2017 berkaitan dengan pengamanan posisi sebagai Dirut PLN setelah beredarnya isu perusahaan listrik pelat merah itu terancam batal membayar utang.
“Pak Sofyan Basir lama sekali tidak ketemu Pak Bowo dan tentu tidak pernah memberikan apa pun kepada Bowo,” ucap pengacara Sofyan, Soesilo Ariwibowo, saat dimintai konfirmasi, Senin (29/4).(NGO)