SURABAYA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Polisi terus berupaya memburu Veronica Koman sebagai tersangka provokasi asrama Papua di Surabaya. Salah satu upaya itu yakni dengan melayangkan dua surat panggilan tersangka di dua alamat yang berbeda di Indonesia.
“Kami juga sudah melayangkan surat panggilan kepada tersangka (VK) ke dua alamat yang ada di Indonesia yaitu di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan,” kata Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan kepada wartawan di Mapolda Jatim Jalan a Yani Surabaya, Sabtu (7/9/2019).
Selain melayangkan surat panggilan, lanjut Luki, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak. Sebab, saat ini Veronica diketahui berada di luar negeri.
“Tim kami juga sudah bekerja sama dengan Tipidter melayangkan surat bantuan konfirmasi terhadap tersangka di salah satu negara tersebut,” Luki menambahkan.
Sedangkan untuk keimigrasian, Luki menjelaskan saat ini pihaknya telah meminta bantuan Dirjen Imigrasi. Bantuan itu terkait dengan pencekalan dan pencabutan paspor atas nama Veronica Koman.
“Kami juga sudah membuat surat ke Dirjen Imigrasi untuk bantuan pencekalan dan pencabutan paspor tersangka atas nama Veronica Koman,” jelas Luki.
Sebelumnya, polisi menetapkan Veronica Koman (VK) sebagai tersangka kasus provokasi asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Polisi bekerja sama dengan Interpol untuk memburu Veronica Koman, yang berada di luar negeri.
“Dari hasil pemeriksaan saksi 6, (yakni) 3 saksi dan 3 saksi ahli, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka VK,” ujar Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan dalam jumpa pers, Rabu (4/9/2019).
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara. Veronica Koman sebelumnya sudah dipanggil sebagai saksi untuk tersangka kasus rasisme di asrama mahasiswa Papua. Namun Veronica Koman tak memenuhi panggilan.(DON)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Dedy Junaedi, seorang driver taksi online yang ditemukan tewas di pinggir Tol Jagorawi, Cimanggis, Depok, ternyata dibunuh oknum TNI berinisial R. Seorang wanita juga ditangkap atas dugaan keterlibatan pembunuhan tersebut.
“Untuk yang perempuan berinisial M (18),” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ago Yuwono, Jumat (6/9/2019).
M ditangkap tim gabungan Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Polresta Depok di bawah pimpinan AKP Resa Marasabessy dan AKP Reza Pahlevi. M ditangkap di indekos di Jalan Raya Ciangsana, Gunungputri, Bogor pada Kamis (5/9).
“M ini yang memiliki akun untuk memesan Gocar korban,” imbuh Argo.
Korban kemudian menjemput R dan M di depan minimarket di Jalan Ciangsana, pada Selasa (3/9) sekitar pukul 23.45 WIB. Tetapi dalam perjalanan, korban dibunuh oleh pelaku.
Selanjutnya mayat korban dibuang di pinggir Tol Jagorawi di Jalan Pringgodani, Harjamukti, Cimanggis, Depok. Jasad korban baru ditemukan keesokan harinya, tepatnya Rabu (4/9) pagi.
Selain menangkap M, polisi juga mengamankan R pada pagi tadi. Namun R diserahkan ke pihak POM TNI untuk penyelidikan lebih lanjut mengingat statusnya adalah anggota TNI aktif.(MAD)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Baku tembak terjadi antara kelompok kriminal bersenjata (KKB) dengan polisi di Pasar Jibama, Wamena, Papua. Satu anggota KKB tewas dalam baku tembak setelah menolak menyerah.
“Satu tersangka meninggal dunia. Ditemukan revolver dengan 6 peluru di dalam dan 7 butir peluru di kantong,” ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa Kamal saat dihubungi, Jumat (23/8/2019).
Baku tembak di Wamena terjadi saat polisi melakukan penyelidikan terkait letusan senpi pada Kamis (22/8) di wilayah pinggir Wamena. Dua anggota polisi kemudian melihat ada 5 anggota KKB yang berada di pasar Wamena, dua orang di antaranya membawa senjata laras panjang.
“Setelah melihat itu anggota Intelkam melapor ke Kapolres yang sedang memantau wilayah bersama Dandim. Mereka kemudian bergabung dengan anggota ynag melakukan patroli untuk melakukan penangkapan,” terang Kamal.
Empat anggota KKB melarikan diri ke belakang pasar. Sedangkan satu anggota KKB masuk ke dalam mobil dan menembaki polisi.
“Yang di mobil ini sudah kita kasih peringatan tapi menembak ke arah anggota kita dua kali. Kapolres sempat negosiasi tapi mereka tetap melakukan penembakan ke arah anggota kita dan diperintahkan segera keluar dan menyerahkan diri,” ujar Kamal.
Karena menolak, polisi melakukan tindakan tegas. Setelah baku tembak mereda, polisi mendekati mobil yang dinaiki anggota KKB. “Satu tersangka meninggal dunia,” kata Kamal.(NGO)
Kuala Lumpur –
Politikus Malaysia, Paul Yong, mulai disidang atas dakwaan pemerkosaan terhadap seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia yang pernah dipekerjakannya. Dalam persidangan, Paul Yong bersikeras menyatakan dirinya tidak bersalah.
Paul Yong yang merupakan anggota dewan daerah Tronoh di Perak, Malaysia, ini juga merupakan anggota Dewan Eksekutif Perak (Exco) dari Partai Tindakan Demokratik (DAP). DAP diketahui tergabung dalam koalisi pemerintahan Pakatan Harapan, yang kini berkuasa dan dipimpin Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad.
Seperti dilansir media lokal Malaysia, The Star dan Malay Mail, Jumat (23/8/2019), Paul Yong (49) dijerat dakwaan pemerkosaan yang diatur dalam pasal 376 ayat 1 Undang-undang Pidana Malaysia. Dia terancam hukuman maksimum 20 tahun penjara dan hukuman cambuk jika terbukti bersalah atas dakwaan tersebut.
Dalam sidang perdana yang digelar pada Jumat (23/8) waktu setempat, Paul Yong menyatakan dirinya tidak bersalah atas dakwaan pemerkosaan.
“Saya memahami (dakwaan itu) dan menyangkal setiap pelanggaran hukum,” tegas Paul Yong di hadapan hakim Norashima Khalid yang memimpin persidangan.
Identitas PRT yang menjadi korban tidak diungkapkan ke publik. Hanya disebut PRT itu berasal dari Indonesia dan berusia 23 tahun. Laporan terhadap Paul Yong diajukan PRT itu ke polisi pada 8 Juli lalu.
Disebutkan dalam dokumen dakwaan bahwa tindak pemerkosaan terjadi di dalam sebuah kamar yang ada di lantai atas di rumah Paul Yong yang ada di kawasan Meru Desa Park, Perak, pada 7 Juli lalu. Tindak pemerkosaan itu disebut terjadi pada pukul 20.15 waktu setempat hingga pukul 21.15 waktu setempat.
Paul Yong yang hadir dalam sidang dengan mengenakan setelan jas warna abu-abu, memasang ekspresi wajah suram saat tiba di pengadilan pada pukul 09.00 waktu setempat. Paul Yong disambut sekelompok kecil pendukungnya yang meneriakkan namanya di luar gedung pengadilan.
Dia didampingi oleh tim pengacaranya juga rekan anggota dewan daerah Buntong, A Sivasubramaniam. Terdapat anggota parlemen untuk wilayah Bukit Gelugor, Ramkarpal Singh dan anggota dewan daerah Malim Nawar, Leong Cheok Keng, dalam tim penasihat hukum Paul Yong.
Dalam sidang, Leong sempat meminta agar persidangan ditunda karena pelaporan dari ketua dewan daerah Perak, Ngeh Koo Ham, yang mengklaim bahwa pria yang membawa PRT Indonesia itu melapor ke polisi ternyata menerima 100 ribu Ringgit dan diancam oleh pria bersenjata untuk tidak membongkar soal pembayaran itu.
Tidak disebut lebih lanjut soal pihak yang memberikan uang tersebut. Ramkarpal menimpali bahwa jika klaim itu terbukti benar, maka dakwaan pemerkosaan terhadap Paul Yong harus digugurkan. “Bisa jadi ada konspirasi yang direncanakan untuk memfitnah Yong yang tidak bisa diabaikan,” tegas Ramkarpal dalam argumennya.
Jaksa Azhar Mokhtar menolak pemintaan penundaan sidang dan menyatakan bahwa laporan yang diajukan Ngeh belum diketahui oleh Jaksa Agung Malaysia. Jaksa meminta agar persidangan terus dilanjutkan. Hakim Norashima dalam pertimbangannya menyatakan sidang akan dilanjutkan pada 24 September mendatang. Hakim juga menetapkan uang jaminan sebesar 15 ribu Ringgit untuk Paul Yong yang sempat ditahan sebelum kemudian dibebaskan.(ADI)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Seorang siswi SMK di Bekasi berinisial G (16) mengalami perundungan oleh 3 orang seniornya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan mengirim surat kepada Pemda Bekasi.
“Pertama kami prihatin. Kedua, ini kan ada senior dan alumni. Berarti ada apa dengan sekolah ini? Kita akan dalami untuk mencegah agar tidak kasus ini saja. Jadi kami akan mengajukan surat kepada kepala daerah untuk difasilitasi rapat koordinasi dalam upaya penyelesaian kasus ini,” kata komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti, saat dihubungi, Kamis (22/8/2019).
Dia mengatakan karena korban dan pelaku berasal dari satu sekolah, mesti didalami situasi di dalam sekolah tersebut. Terlebih ada alumni yang ikut menjadi pelaku kekerasan.
“Ini kan leading sector-nya jadi Dinas Pendidikan. Karena korban anak situ, pelaku anak situ, alumni anak situ juga. Berarti ini kan harus ada penyelesaian. Ada apa dengan sekolah ini? Jangan-jangan ada budaya kekerasan. Tapi tidak bisa diselesaikan sendiri karena ada korban, ada pelaku,” ucap dia.
KPAI juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Kota Bekasi. Retno mengatakan dalam penanganan kasus ini, hak anak harus dipenuhi.
“Hak anak kan harus dipenuhil, misalnya hak mendapatkan pengobatan secara kesehatan, lalu misalnya mendapatkan trauma, P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) setempat lakukan rehabilitasi psikologis, itu hak anak juga,” ucapnya.
KPAI juga akan mendalami kasus ini agar penanganannya sesuai dengan sistem peradilan anak. Retno mengatakan biasanya kasus seperti ini diselesaikan lewat mekanisme penyelesaian di luar pengadilan (diversi).
“Dalam sistem peradilan anak, nanti anak yang berhadapan dengan hukum biasanya akan diberi kesempatan untuk didiversi. Tapi kalau korban tidak mau, maka diversi tidak bisa dilakukan. Akhirnya lanjut ke hukum,” tuturnya.
Diketahui, kekerasan dialami G diduga dipersekusi oleh 3 orang seniornya–yang juga perempuan. Diduga, perundungan (bullying) terjadi karena pelaku cemburu kepada korban. Akibatnya korban mengalami kekerasan seperti dijambak, dicekik, dan ditampar.
Atas kejadian ini orang tua korban melaporkan kejadian ini ke Polres Metro Bekasi dengan nomor laporan LP/1983/K/VII/2019/SPKT/Restro Bekasi Kota pada Selasa (20/8). Mereka membawa barang bukti berupa video pengeroyokan anaknya. (DAB)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir menilai ceramah Ustad Abdul Somad (UAS) tidak melakukan perbuatan menista agama. Sebab, ceramahnya yang menyinggung ‘salib’ dilakukan di forum tertutup yaitu masjid dan diikuti oleh umat Islam saja.
“Tidak termasuk (menista agama/delik pasal 156a KUHP),” kata Mudzakir, Rabu (21/8/2019).
Pasal 156a menyatakan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja ‘di muka umum’ mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Menurut Mudzakir, UAS sedang menjawab pertanyaan ummatnya. Tanya jawab itu dilakukan di masjid setelah shalat subuh sehingga tidak memenuhi delik.
“Kalau ummatnya bertanya. Dan dalam forum itu homogen, itu bukan bagian dari penghinaan. Karena dalam konteks agama, orang akan mengajarkan yang benar menurut agamanya. Akan mengutamakan kebenaran agamanya,” papar Mudzakir.
Oleh sebab itu, konteks menjadi penting dalam memahami dan memaknai Pasal 156a KUHP. Termasuk memahami apakah pernyataan itu disampaikan di forum internal (satu keyakinan) atau eksternal (beragam keyakinan).
“Kalau dalam forum yang homogen, itu tentu lumrah. Perbandingan agama itu untuk meyakini agama masing-masing,” ujar Mudzakir.
Menjadi masalah kemudian adalah ketika ada yang merekam ceramah internal itu kemudian tersebar. Menurut Mudzakir, bagi penganut agama yang benar, tidak mempermasalahkan.
“Mestinya orang memahami ceramahnya di mana dan orang harus maklum,” cetus Mudzakir.
Bila kasus UAS diteruskan, menurut Mudzakir, maka menjadi preseden buruk dalam beragama. Sebab, di tiap-tiap forum internal keagamaan juga membanding-bandingkan agama lain dan menilainya dengan keyakinannya.
“Nanti bisa-bisa di gereja, di masjid pasang rekaman. Ujung-ujungnya disharmonis agama-agama. Jangan-jangan nanti ceramah di kamar mandi juga dipidana,” kata Mudzakir.
Terkait laporan yang sudah masuk ke kepolisian, menjadi diskresi bagi kepolisian. Apakah akan meneruskan ke proses lebih lanjut, atau ditolak laporannya.
“Kalau polisi harus konsisten, meski berdasarkan ilmu hukumnya tidak termasuk, berarti semua laporan tetap harus diproses,” pungkas ketua tim perumus RUU KUHP 2010 itu.
Sebagaimana diketahui, UAS menjadi penceramah kajian subuh Sabtu, di Masjid Annur, Pekanbaru pada 2017 lalu.
“Karena rutin pengajian di sana, satu jam pengajian dilanjutkan diteruskan dengan tanya jawab, tanya jawab,” jelas UAS.
UAS mengaku heran pernyataannya tersebut diviralkan baru-baru ini. Dia berjanji tidak akan lari bila video tersebut dipermasalahkan.
“Kenapa diviralkan sekarang, kenapa dituntut sekarang? Saya serahkan kepada Allah SWT. Sebagai warga yang baik saya tidak akan lari, saya tidak akan mengadu. Saya tidak akan takut, karena saya tidak merasa bersalah, saya tidak pula merusak persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar UAS.(RIF)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Mahkamah Agung (MA) mencopot Ketua Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan I Ketut Tirta menjadi hakim biasa di PN Surabaya. Pencopotan itu karena anak buah Tirta, hakim Kayat, kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Mei 2019 lalu.
“Sanksi berat berupa pembebasan dari jabatan Ketua PN Bpp,” demikian lansir website MA, Selasa (20/8/2019).
Juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro sebelumnya menyatakan sanksi ke atasan seperti kasus di atas sudah diatur. Yaitu dalam Perma 8/2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.
“Kami Mahkamah Agung sudah melakukan pembinaan, bahkan mengeluarkan Perma tadi, bahwa ketua Pengadilan, atasannya kalau tidak maksimal melakukan pengawasan terhadap bawahannya, ya dia juga ditindak,” kata Andi.
Sebagaimana diketahui, KPK menangkap Kayat pada 4 Mei 2019. KPK kemudian menetapkan Kayat sebagai tersangka karena diduga menerima suap untuk membebaskan Sudarman (SDM) dalam kasus pemalsuan surat. Kayat meminta fee Rp 500 juta untuk membebaskan Sudarman. Selain Kayat, KPK menetapkan Sudarman dan pengacaranya, Jhonson Siburian, sebagai tersangka.
Selain menjatuhkan saksi kepada I Ketut Tirta, MA menjatuhkan sanksi kepada 16 hakim lainnya karena melanggar disiplin sepanjang Juli 2019. Adapun dari Panitera sebanyak 3 orang yang dijatuhi sanksi disiplin, 2 orang panitera muda, 4 orang panitera pengganti dan 1 orang juru sita.(DAR)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Kerusuhan terjadi di sejumlah titik di Papua Barat. Ketua Lembaga Masyarakat Adat Provinsi Papua, Lenis Kogoya, meminta pangkal masalah tak dibesar-besarkan, cukup dibawa ke ranah hukum.
“Jadi saya hari ini menyampaikan atas nama kepala suku. Persoalan yang terjadi saat ini tidak perlu dibesar-besarkan,” kata Lenis, saat jumpa pers di Posko Pemenangan Jokowi, di Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, Senin (19/8/2019).
Lenis menilai saat ini yang perlu dilakukan adalah membawa permasalahan ke ranah hukum. Pemicu kerusuhan yang diduga berawal dari aksi lempar batu dan ucapan kasar di Surabaya dan Malang dibawa ke ranah hukum.
“Yang perlu adalah penegakan hukumnya. Kejadian yang terjadi di Surabaya dan Malang, siapa yang lempar batu, siapa yang bicara kata-kata yang kasar, terus siapa yang suruh usir suruh pulang, terus siapa yang nyebar bendera ini kita harus bawa ke ranah hukum. Karena kita warga negara Indonesia punya duduk untuk itu,” ujar Lenis yang juga staf khusus Presiden ini.
Lenis mengatakan masyarakat Papua dijamin secara hukum menyampaikan pendapat di muka umum. Namun Lenis menyesali aksi pengrusakan dan pembakaran di aksi demo hari ini.
“Berikut yang saya sampaikan masyarakat Papua, tapi persoalan-persoalan ini di Papua, boleh saja menyampaikan aspirasi itu di muka umum, itu di Undang-Undang dilindungi, siapa saja. Tapi jangan sekali-kali kita membakar fasilitas, kantor,” ucapnya.
“Jangan membakar apalagi fasilitas umum. Berarti kita membakar rumah sendiri. Lalu kita mau tinggal di mana. Ini saya merasa menyesal,” tambah Lenis.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memastikan kondisi Manokwari, Papua Barat, sudah kondusif. Massa pengunjuk rasa membuat kerusuhan dengan memblokade jalan dan membakar gedung DPRD dan eks kantor Gubernur Papua. Namun ada informasi di wilayah Sorong juga terjadi aksi demo.
“Situasi kondusif kalau perlu personel tambahan kita akan kirim dari daerah terdekat, tapi kita lihat situasi,” kata Tito kepada wartawan di Surabaya, Jatim, Senin (19/8). (MAD)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Jaksa KPK menuntut Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana hukuman 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Mulyana diyakini jaksa bersalah menerima suap dari eks Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.
“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili dan memeriksa perkara ini menyatakan terdakwa Mulyana telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata jaksa KPK Ronald saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2019).
Mulyana diyakini bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Mulyana disebut jaksa menerima Rp 400 juta dan mobil Fortuner serta handphone dari Ending Fuad Hamidy. Pemberian suap dimaksudkan untuk mempercepat proses pencairan dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora.
Selain Mulyana, staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanta juga dituntut 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Adhi dan Eko diyakini jaksa bersalah menerima suap Rp 215 juta dari Ending Fuad Hamidy. Perbuatan pemberian suap yang dilakukan Hamidy bersama-sama dengan eks Bendahara KONI Johny E Awuy.
Jaksa mengatakan kasus ini bermula saat KONI mengajukan proposal dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi-even Asian Games dan Asian Para Games 2018. KONI pun mengajukan proposal bantuan hibah ke Kemenpora dengan usulan dana Rp 51,529 miliar.
Menindaklanjuti proposal itu, jaksa mengatakan Menpora Imam Nahrawi mendisposisikan Mulyana dan tim verifikasi untuk dilakukan penelitian apakah proposal tersebut layak untuk diberikan kepada KONI Pusat. Agar pencairan itu dipercepat, Mulyana menerima mobil Fortuner VRZ TRD dari Hamidy yang diserahkan sopir Supriyono, Widhi Romadoni.
Setelah proposal disetujui, jaksa mengatakan Mulyana dan Ketua Tim Verifikasi Adhi Purnomo memberi arahan kepada Hamidy untuk berkoordinasi Asisten Pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum terkait komitmen fee.
Jaksa mengatakan, KONI harus memberikan komitmen fee kepada Kemenpora agar segera dicairkan bantuan dana hibah itu. Jaksa mengatakan, Ending Fuad Hamidy dan Miftahul Ulum sepakat besaran komitmen fee untuk pihak Kemenpora kurang lebih 15%-19% dari total nilai bantuan dana hibah yang diterima KONI.
“Setelah dana tersebut dicairkan oleh KONI, selanjutnya Mulyana kembali menerima uang Rp 300 juta dari Ending Fuad Hamidy melalui Johny E Awuy,” jelas jaksa.
Untuk proposal pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih berprestasi, jaksa mengatakan, Hamidy meminta bantuan Eko menjadi penghubung KONI dengan Kemenpora. Agar proposal itu bisa dicairkan, jaksa menyebut Mulyana menerima Rp 100 juta handphone Samsung Galaxy Note 9 dari Hamidy.
“Unsur menerima hadiah atau janji terpenuhi terbukti secara sah menurut hukum,” ucap jaksa.
Jaksa juga menolak permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Mulyana karena tidak memenuhi syarat. Mulyana disebut menerima suap dana hibah berupa uang Rp 400 juta, mobil Fortuner dan handphone.(DON)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Polisi mengamankan sabu seberat 2,91 gram dari penangkapan tokoh pemuda Maluku Umar Ohoiten atau Umar Kei. Umar Kei sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Saat kita tangkap ada barang bukti ditemukan itu ada sabu sekitar 2,91 gram terdiri dari 5 klip,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Dari 5 klip sabu, 3 klip disita di kamar hotel di Jakpus saat polisi menangkap Umar Kei. Dua klip sabu lainnya diamankan dari mobil Umar Kei.
“Kemudian bahwa yang 3 klip ini disita di dalam hotel dan 2 klip disita dari mobil,” tegas Argo.
Polisi juga menyita 1 unit mobil, senjata api jenis revolver milik Umar Kei, 2 set alat isap, 4 buat telepon genggam dan uang senilai Rp 850 ribu. Polisi saat ini masih menyelidiki kasus tersebut.
Polisi menangkap Umar Kei di sebuah hotel di Jakarta Pusat pada Senin (12/8). Umar ditangkap bersama 3 orang rekan yang lainnya.
Dari hasil tes urine, Umar Kei dinyatakan positif menggunakan narkotika. Umar Kei juga sudah ditahan oleh polisi.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 114 ayat (1) subsider Pasal 112 ayat (1) junto Pasal 132 ayat (1) UU RI tahun 2009 tentang Narkotika.(MAD)