JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Diduga karena berkasus, AKBP Benny Alamsyah dicopot dari jabatan Kapolsek Kebayoran Baru. Usut punya usut, Benny Alamsyah rupanya dicopot gegara kasus narkoba.
“Iya itu sudah lama, masih diproses di Direktorat Narkoba,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes John Nababan saat dihubungi, Kamis (21/11/2019).
Hanya, John tidak mau memberi penjelasan lebih detail soal kronologi penangkapan AKBP Benny itu. Ia menyerahkan kasus itu ke Humas Polda Metro Jaya.
“Silakan ke Humas saja untuk lebih jelasnya,” ucapnya.
John juga tidak menjelaskan apakah Benny ditangkap karena dugaan menyalahgunakan narkoba atau dugaan terlibat dengan jaringan. Beredar rumor bahwa Benny ditangkap atas dugaan menerima suap, John pun tidak memberi tanggapan lebih lanjut.
“Sekarang yang bersangkutan diproses di (Direktorat) Narkoba,” imbuh Benny.
John hanya menyebutkan bahwa Benny ditangkap sekitar 3 bulan yang lalu. Benny sendiri telah dicopot dari jabatannya dan saat ini posisinya digantikan oleh Kompol Jimmy.
Ditangkapnya Benny itu juga dibenarkan oleh Kapolres Jakarta Selatan Kombes Bastoni Purnomo. Hanya, Bastoni enggan memberikan penjelasan lebih lanjut soal penangkapan Benny. Benny juga mengaku tidak tahu Benny ditangkap atas kasus apa.(DAB)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
KPK mengajukan red notice kepada NCB Interpol Indonesia terkait pencarian dua tersangka kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Keduanya lebih dulu masuk DPO Kepolisian.
“Setelah sebelumnya KPK mengirimkan surat pada Kapolri terkait DPO dua orang tersangka kasus korupsi terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada BPPN, KPK juga telah mengirimkan surat pada SES NCB-Interpol Indonesia perihal bantuan pencarian melalui red notice terhadap tersangka SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (21/11/2019).
Febri mengatakan dalam surat permintaan red notice itu KPK menguraikan secara rinci perkara yang menjerat Sjamsul dan Itjih Nursalim. KPK juga meminta kepada Interpol untuk langsung menangkap kedua tersangka bila keberadaannya diketahui.
“Serta permohonan bantuan pencarian melalui mekanisme red notice Interpol dengan permintaan apabila ditemukan agar dilakukan penangkapan dan menghubungi KPK,” ucapnya.
Febri mengatakan KPK juga akan mengagendakan pertemuan dengan NCB Interpol Indonesia. Pertemuan itu untuk melakukan koordinasi dan gelar perkara.
“Langkah berikutnya, sesuai dengan respon dari pihak NCB Interpol Indonesia maka akan mengagendakan pertemuan koordinasi dengan KPK sekaligus jika dibutuhkan dilakukan gelar perkara,” ucapnya.
Febri menilai bantuan Polri dan NCB Interpol sangat krusial agar penanganan kasus tersebut berjalan maksimal. Sebab perkara kasus korupsi BLBI ini diduga merugikan negara sebesar Rp 4,58 triliun.
Selain itu, Febri menambahkan tim JPU KPK juga tengah mempelajari salinan putusan lepas terdakwa kasus BLBI Syarifuddin Arsyad Temenggung. Menurut Febri, KPK akan mengajukan peninjauan kembali.
“Untuk putusan lepas dengan terdakwa Syarifuddin Arsyad Temenggung, tim JPU KPK sedang memperdalam pertimbangan-pertimbangan hukum untuk kebutuhan mempersiapkan pengajuan peninjauan kembali (PK),” tuturnya.
Sjamsul dan Itjih Nursalim ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi terkiat BLBI ini. Sjamsul selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Indonesia (BDNI) diduga KPK melakukan kongkalikong dengan eks Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung, sehingga mengakibatkan dugaan kerugian keuangan negara Rp 4,58 triliun.
Sjamsul diduga sebagai pihak yang diuntungkan terkait kerugian negara Rp 4,58 triliun itu. KPK juga telah memanggil Sjamsul dan Itjih sebanyak dua kali, namun keduanya mangkir dari panggilan KPK pada 28 Juni dan 19 Juli 2019.
Syafruddin sebenarnya sudah divonis bersalah, tetapi pada tingkat kasasi terlepas dari jeratan pidana. Di sisi lain KPK menduga ada kejanggalan pada putusan kasasi terhadap Syafruddin itu.(VAN)
DEPOK,
Polisi menyita sejumlah barang bukti dari pelaku curanmor, Anwar Aminudin (20) yang tewas dalam baku tembak dengan polisi di Cimanggis, Depok. Salah satu barang bukti yang didapat dari pelaku adalah sebuah jimat.
“(Jimat) ini ada pada pelaku ya, tentu kita nggak bisa tahu bagaimana, apa-apa kegunaan karena si pelaku saat ini sudah dilumpuhkan (ditembak mati) ya,” kata Kapolresta Depok AKBP Azis Andriansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Margonda Raya, Depok, Selasa (19/11/2019).
Azis mengaku tidak tahu jimat itu digunakan pelaku untuk apa. Namun dia menduga jimat itu sebagai keberuntungan buat pelaku.
“Kami tidak tahu ya karena ada disimpan di dompet, kemungkinan supaya dia selamat untuk melakukan pencurian. Dia tahu kalau perbuatannya ini berbahaya dan beresiko, makanya dia membawa jimat,” jelas Azis.
Selain jimat, tersangka juga diketahui menyimpan dan memiliki senjata api rakitan. Menurutnya, senjata api tersebut identik dengan senjata api kelompok Sumatera.
“Untuk senjata api berbentuk revolver, tapi senjata rakitan ini biasa ada di sekitar Sumatera, Lampung dan Palembang yang kebetulan pelaku ini adalah memiliki tempat tinggal atau KTP di Lampung,” jelasnya.
Lebih lanjut Azis mengatakan bahwa pelaku kerap melakukan aksinya berdua dengan rekannya. Tetapi, pada Senin (18/11) malam itu teman pelaku berhasil melarikan diri.
“Dia berdua ketika saat akan mengambil sebuah kendaraan di TKP, kemudian tahu diikuti, lari dua orang ini ketika sudah dekat ya. Sudah dekat si pelaku yang kita lumpuhkan ini mengeluarkan senjata kemudian kita lumpuhkan, yang satunya lari karena kita sibuk mengamankan diri sendiri sebenarnya karena ada ancaman senjata api dari pelaku,” paparnya.
Anwar tertangkap di Jalan Raya Jakarta-Bogor KM 31,2 Cisalak Pasar, Cimanggis, Kota Depok, Senin (18/11) malam. Sebelumnya, polisi telah membuntuti Anwar setelah beredar rekaman CCTV pencurian motor yang dilakukannya di tempat lain.
Saat hendak ditangkap, Anwar mengacungkan senjata api. Polisi kemudian membalasnya dengan tembakan di bagian perut hingga dia tewas.(MAD)
KAB.BOGOR,KHATULISTIWAONLINE.COM
Seorang warga, Yudi Abadi, melaporkan anggota DPRD Kabupaten Bogor, Adi Suwardi, karena diduga melakukan penganiayaan. Polisi, masih menunggu hasil visum terhadap Yudi.
“Tunggu hasil visum, saksi, kesesuaian ya,” kata Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Benny Cahyadi, Selasa (19/11/2019).
Dia mengatakan polisi juga bakal memeriksa Adi yang merupakan terlapor. Namun, Benny belum menjelaskan kapan Adi bakal diperiksa. Dia menyebut beberapa saksi sudah dimintai keterangan untuk kasus ini.
“Rencana kita mau ambil hasil visum. Sama pemeriksaan terlapor (Adi Suwardi),” kata Benny.
Sebelumnya, Yudi Abadi melapor ke Polres Bogor karena diduga dianiaya salah satu anggota DPRD Kabupaten Bogor, Adi Suwardi, saat pemilihan kepala desa (Pilkades) di Desa Cicadas, Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Korban mengaku telah ditampar.
“Saya ditampar. Ada sekitar 4 kali, di sekitar pipi,” kata korban, YA, setelah membuat laporan di Polres Bogor, Jalan Tegar Beriman, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Selasa (5/11/2019).
Laporan korban tercatat di Polres Bogor dengan nomor LP/B/604/XI/2019/JBR/RES BOGOR tertanggal 5 November 2015. Yudi menjelaskan, ia ditampar karena menerima amplop dari calon kades lain. Korban sendiri adalah Koordinator RT (Korte) calon kades 02 Desa Cicadas, yakni Yusuf Aditya.
Adi pun mengaku sudah tahu dirinya dilaporkan Yudi Abadi. Adi menyebut Yudi berlebihan.
“Betul, betul. Tamparan itu tamparan gregetan, gimana sih. Tapi kalau versi Yudi kalau itu bagian daripada tamparan, segala macam, waduh, itu terlalu berlebih-lebihan,” kata Adi ketika dikonfirmasi, Selasa (5/11).(VAN)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Keluarga 6 tersangka pengibaran bendera Bintang Kejora akan mengirimkan surat terbuka untuk Kapolri Jenderal Idham Azis. Keluarga memprotes kunjungan ke Rutan Mako Brimob dibatasi oleh polisi.
“Pihak provost menyampaikan hari Jumat 15 November 2019 kunjungan keluarga ditiadakan dikarenakan bertepatan hari ulang tahun Brimob. Atas informasi tersebut keluarga tahanan politik kecewa mengingat hari kunjungan hanya dua kali seminggu,” kata Adik Charles Kossay, Satyana Kossay saat jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Jl P. Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).
Pada 15 November 2019, Satyana mengatakan kunjungan untuk para tersangka tidak ada karena ada rapat pertemuan Kapolda seluruh Indonesia. Namun saat itu Forum kerja sama DPR dan DPD asal daerah pemilihan Papua dan Papua Barat dapat bertemu para tersangka di Rutan Mako Brimob.
Enam tersangka kasus pengibaran bendera Bintang Kejora saat itu ditahan di Rutan Mako Brimob. Enam tersangka yaitu Anes Tabuni, Charles, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Erina Elopere dan Paulus Suryanta Ginting.
“Kekecewaan para keluarga tapol (tahanan politik) bertambah, ketika salah satu keluarga mendapatkan informasi pada hari Jumat 15 November 2019, Forum Kerjasama DPR dan DPR asal daerah pemilihan Papua dan Papua Barat dapat bertemu para tersangka di Rutan Mako Brimob, padahal secara jelas pihak kepolisian menyatakan bahwa di hari tersebut waktu kunjungan ditiadakan karena ada pertemuan Kapolda seluruh Indonesia,” jelas Satyana.
Atas kunjungan tersebut, Satyana merasa ada diskriminasi terhadap keluarga. Ada perlakuan berbeda antara tokoh dan keluarga saat berkunjung di Rutan Mako Brimob.
“Tidak ada istilah lain yang bisa kami gunakan selain diskriminasi. Mengapa ada perlakuan yang berbeda terhadap kuasa hukum dan keluarga? Apakah posisi mereka sebagai tokoh ataupun elite politik membuat posisi mereka harus dibedakan dengan kuasa hukum dan keluarga?” kata Satyana.
Sementara itu, keluarga Dano Tabuni, Yumilda Kaciana mengatakan saat kunjungan keluarga ke Rutan Mako Brimob pada 25 Oktober, ada tembakan asap dari pihak kepolisian. Tembakan asap tersebut masuk ke dalam ruangan kunjungan keluarga.
“Tembakan asap salah sasaran tersebut terjadi berkali-kali dan nyaris mengenai pihak keluarga dan para tapol. Kami meminta pihak kepolisian agar lebih profesional dan menggunakan jarak yang aman untuk berlatih sehingga tidak mengintimidasi apalagi mencelakai para tahanan dan keluarga,” jelas Yumilda.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya sudah melakukan pelimpahan tahap dua (barang bukti dan tersangka) ke jaksa. Total ada 6 tersangka, termasuk aktivis Paulus Suryanta Ginting atau Surya Anta yang diserahkan ke jaksa pagi tadi.
“Hari ini kita serahkan barang bukti dan tersangka dari Mako Brimob ke Kejari Jakpus,” kata Kasubdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Dwi Asih kepada wartawan, Senin (18/11).(MAD)
SIDOARJO,KHATULISTIWAONLINE.COM
Seorang penumpang Malaysia Airlines (MH-873) jurusan Kuala Lumpur ke Surabaya ditangkap petugas Bandara Juanda, Sidoarjo. Penumpang bernama Abdul Rauf Mohammed Yasin (40) membawa sabu seberat 1,33 kg.
Warga India itu ditangkap petugas di Terminal 2 pada Sabtu (9/11) sekitar pukul 15.00 WIB. Untuk mengelabui petugas bandara, tersangka mengemas sabu tersebut menjadi 13 bungkus dan memasukkannya ke dalam kotak perhiasan.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Juanda Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) Budi Harjanto mengatakan, penangkapan pelaku berawal saat pihaknya mencurigai isi koper warna merah yang dibawa WN India itu. “Dari hasil analisa X-Ray, ada 13 kotak di dalam koper yang mencurigakan yang dibawa oleh penumpang pesawat Malaysia Airlines (MH-873) jurusan Kuala Lumpur-Surabaya ini,” kata Budi kepada wartawan, Senin (18/11/2019).
Setelah itu, petugas membawa pelaku ke area pemeriksaan untuk dilakukan wawancara. Koper tersebut juga dibongkar dan dilakukan pemeriksaan. Hasilnya petugas menemukan kristal putih yang dibungkus plastik.
“Pelaku kemudian kami periksa secara mendalam menggunakan X-Ray terlihat ada kristal putih di dalam kotak perhiasan tersebut,” tambah Budi.
Lebih lanjut Budi menjelaskan, untuk memastikan kandungan dari kristal tersebut, petugas mengambil sampel untuk dilakukan uji laboratorium. Hasilnya positif narkotika golongan I jenis methamphetamine.
Pelaku dan barang bukti diserahkan ke Mapolresta Sidoarjo untuk proses pengembangan lebih lanjut. “Dari barang bukti yang berhasil diamankan, setidaknya petugas telah berhasil menyelamatkan 2.660 jiwa generasi muda Indonesia dengan perhitungan 1 gram narkotika dikonsumsi oleh dua orang. Pelaku dijerat Pasal 113 ayat 2 No 35 tahun 2009 tentang narkotika,” pungkas Budi.(DAB)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Polisi masih mengembangkan kasus penyiraman air keras di wilayah Jakarta Barat dengan tersangka Vindra Yuniko (29). Setelah diusut, pelaku ternyata sudah 4 kali melakukan aksi teror tersebut.
“Dari pengembangan pemeriksaan yang dilakukan, ternyata sebelumnya lebih kurang pada tanggal 3 dia pernah melakukan sekali penyiraman. Jadi sudah 4 kali dia melakukan penyiraman,” kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Gatot mengatakan insiden yang pertama kali terjadi pada tanggal 3 November 2019 itu dilakukan oleh tersangka di wilayah Kebon Jeruk dan berdekatan dengan Polsek Kebon Jeruk. Korban tidak melaporkan hal itu ke polisi karena luka yang dialami korban tidak besar.
“Hanya karena campuran air dengan soda apinya sedikit sehingga tidak berdampak ke korban dan tidak ada yang melapor ke kepolisian,” jelas Gatot.
Gatot mengatakan hingga saat ini pihaknya masih menyelidiki kasus tersebut. Dari 3 tempat kejadian perkara penyiraman air keras itu, Gatot mengatakan hasil pemeriksaan labfor positif 3 tempat kejadian perkara itu merupakan tempat pelaku beraksi.
Pihaknya juga berencana akan melakukan rekonstruksi dalam kasus itu. Untuk waktunya, Gatot belum mengetahuinya.
“Saya kira dalam waktu dekat mungkin Minggu, Minggu ini kita lakukan rekonstruksi segera dan waktunya Pak Direktur yang menentukan,” kata Gatot.
Seperti diketahui, teror air keras menghantui warga Jakarta Barat akhir-akhir ini. Selama sepekan terakhir ini, sudah 3 kali kejadian penyiraman air keras di wilayah Jakarta Barat yang dilakukan oleh tersangka Vindra Yuniko.
Tersangka berhasil ditangkap tim Polda Metro Jaya pada Jumat (16/11) pada pukul 18.30 WIB di wilayah Jakarta Barat. Hingga saat ini, proses pemeriksaan terhadap tersangka masih berlangsung.(DAB)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Dua kelompok ormas di Bekasi terlibat bentrokan di sebuah kafe. Belum diketahui penyebab bentrokan tersebut, namun kejadian itu membuat Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menyinggung kembali pemberdayaan warga.
“Makanya kalau saya bilang pemberdayaan kepada warga, orang kan butuh makan ada keluarga, butuh tanggung jawab sosial negara, sepanjang itu normatifnya benar, aturannya ditata supaya tidak melanggar hukum. Kan tugas saya mengatur, saya harus taat dan patuh kepada aturan dan warga juga harus taat dan patuh,” jelas Rahmat Effendi kepada wartawan di kantornya, Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Senin (18/11/2019).
“Karena ini adalah ruang lingkup sistem yang namanya negara, jadi saya sebagai kepala daerah, sebagai wali kota nggak ada tuh (membedakan, red) ini semua sama, hak dan kedudukan sama,” sambung Effendi.
Meski begitu bentrokan antar-ormas itu tetap tidak bisa dibenarkan. Rahmat meminta polisi pun menindak tegas pelaku.
“Kalau ada yang melakukan dan bertentangan dengan hukum, saya sama Pak Kapolres sepakat untuk mengambil tindakan hukum,” ujar Rahmat.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Pepen itu menyebut bahwa bentrokan antar-ormas itu sebetulnya adalah permasalahan pribadi.
“Yang bentrok itu pribadi-pribadi, hanya dibawa ke ormas, harusnya urusannya pribadi-pribadi,” imbuh Rahmat.
Mulanya bentrok terjadi di tempat hiburan di Cafe Budi, Plaza Bekasi, Bekasi Timur. Karena situasi tidak kondusif, saling dorong pun terjadi.
Namun, insiden keributan itu berlanjut di di Jalan Mandiri Raya RT 02/02 Kelurahan Arenjaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi pada Sabtu (16/11) dan Minggu (17/11) dini hari. Akibatnya, markas salah satu ormas dirusak massa.
Polisi telah melakukan mediasi dengan pihak-pihak yang terlibat. Situasi diyakini sudah kondusif.
“Sudah kondusif,” ujar Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Indarto saat dihubungi secara terpisah.(MAD)
MEDAN,KHATULISTIWAONLINE.COM
Polisi mengatakan ada dua orang terduga teroris yang menyerahkan diri di Medan. Namun, polisi belum menyebutkan identitas kedua terduga teroris tersebut.
“Dua orang menyerahkan diri tadi malam ke Polsek Hamparan Perak,” kata Kapolda Sumut Irjen Agus Andrianto di RS Bhayangkara jalan Wahid Hasyim Medan, Senin (18/11/2019).
Agus juga menjelaskan ada tiga orang terduga teroris lainnya yang sudah diamankan tim Densus 88 serta Polda Sumut dari berbagai tempat di Kota Medan. Ada sejumlah senjata, mulai dari senjata api hingga panah yang diamankan.
“Ada lima yang baru, termasuk dua yang menyerahkan diri tadi malam. Dari mereka kita amankan senjata api rakitan, senapan angin, panah, senjata tajam sangkur,” jelas Agus.
Kelima terduga teroris saat ini sudah berada di Polda Sumatera Utara untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Belum dijelaskan apakah kelima orang tersebut terkait dengan ledakan bom bunuh diri di Polrestabes Medan atau tidak.(DAB)
JAKARTA,KHATULISTIWAONLINE.COM
Pengacara korban First Travel M Lutfi Yazid menyesalkan dirampasnya aset First Travel untuk negara. Luthfi mengatakan, aset tersebut merupakan uang jemaah korban First Travel, bukan hasil korupsi yang merugikan negara.
“Aset tersebut bukanlah uang korupsi melainkan uang jamaah? Andaikan uang hasil korupsi adalah benar jika dirampas dan diserahkan kepada negara! Namun ini uang jamaah. Jadi kalau aset First Travel kemudian dilelang oleh Kajari dan diserahkan kepada negara maka ini namanya illegal,” kata Luthfi kepada wartawan, Jumat (15/11/2019).
Selain itu, kata Luthfi, mengacu pada Surat Keputusan Menteri Agama No 589 Tahun 2017 juga secara jelas meminta agar uang korban First Travel dikembalikan. Sehingga, menurut dia, tidak seharusnya aset tersebut dirampas negara.
“Lalu apa gunanya SK Menteri Agama? Apa gunanya para korban FT diminta mendata dirinya dan menyerahkan bukti setoran umroh ke Crisis Center di Bareskrim Mabes Polri yang dibentuk oleh Kemenag, Mabes Polri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?” ujarnya.
“Dalam kasus publik semacam ini sebenarnya ada positive obligation dari negara. Artinya negara memberikan solusi bagi perlindungan hak fundamental warganya dalam hal ini hak warga negara untuk menjalankan semangat keagamaannya yakni menjalankan umroh. Pemerintah dapat memberikan solusi, misalnya dengan mengembalikan atau menalangi uang jamaah sebagaimana korban PT Lapindo maupun PT Bank Century. Atau pemerintah memberangkatkan jamaah dengan melakukan negosiasi dengan pemerintah Saudi Arabia agar memperoleh bantuan atau keringanan, baik dari segi penginapan selama di Saudi Arabia, keringanan visa, transportasi maupun tiket pesawat dan lain sebagainya,” imbuh Luthfi.
Dia pun menilai Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Yudi Triadi tidak peka dalam permasalahan ini. Seharusnya, kata Luthfi, Yudi ikut membantu mencarikan solusi agar uang jemaah First Travel dapat dikembalikan atau diberangkatkan ke tanah suci.
“Bahkan beberapa waktu yang lalu beberapa keandaraan mewah yang dititipkan ke kejaksaan Depok sempat ‘raib’ dan setelah diributkan oleh media massa kejaksaan beralasan bahwa kendaraan-kendaraan mewah tersebut sedang ‘dipinjamkan’. Ini menunjukkan sekali lagi kejaksaan tidak peka. Lebih dari itu Kajari tau bahwa aset tersebut bukanlah uang korupsi melainkan uang jamaah?” kata Luthfi.
“Andaikan uang hasil korupsi adalah benar jika dirampas dan diserahkan kepada negara! Namun ini uang jamaah. Jadi kalau aset FT kemudian dilelang oleh Kajari dan diserahkan kepada negara maka ini namanya illegal,” sambung dia.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) memutuskan uang puluhan miliar jemaah yang masuk ke First Travel dicuci oleh Andika dan Anniesa sedemikian rupa untuk keperluan pribadi dirampas oleh negara. Hal itu terungkap dalam putusan kasasi Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018.
Bahkan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok sudah memulai tahapan lelang ratusan barang bukti First Travel yang telah berlandaskan hukum tetap. Kejari mengungkap sudah tidak ada lagi upaya hukum yang bisa ditempuh.
“Sudah inkrah dan saya sebagai Kepala Kejaksaan Negeri dan selaku eksekutor wajib melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Yudi Triadi, kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Depok, Cilodong, Depok, Jumat (15/11/2019).(VAN)