JAKARTA, khatulistiwaonline.com
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) pimpinan Agus Raharjo diminta mengedepankan prinsip best practices ( penerapan kaidah – kaidah hukum yang baik) untuk koordinasi dan supervisi terhadap dugaan korupsi bantuan sosial ( Bansos ) Rp 100,5 miliar tahun 2015 serta dana hibah 2014 sebesar Rp 20 miliar di Pemerintah Kota Tangerang Selatan ( Tangsel ).
Komisi antirasuah itu harus bergerak bersama Ombudsman Republiik Indonesia ( ORI ) dalam rangka mendirikan penguatan pemberantasan korupsi di Tangsel.
Hal tersebut dikatakan Koordinator Jakarta Corruption Watch ( JCW ) Manat Gultom kepada Khatuslistiwa di kantor KPK Jalan Haji Rangkoyo Rasuna Said Kavling C-1 Kuningan Jakarta Selatan, Selasa ,(6/12 ) seusai mengadukan penatausahaan penanganan perkara dugaan korupsi Bansos Tangsel di Kejaksaan Agung dengan peningkatan pengaduan masyarakat (dumas) pada KKRI dan Jamwas.
Manat, menjelaskan, sebenarnya kasus dugaan korupsi dana bansos dan hibah Pemkot Tangsel telah diadukan ke Jaksa Agung dengan peningkatan pengaduan kepada Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) serta ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan ( Jamwas ) Kejagung beberapa waktu lalu.
Tetapi, dua lembaga negara bidang pengawasan eksternal dan internal kejaksaan itu terkesan tidak berkeinginan kuat untuk mengusut dana bansos dan hibah Pemkot Tangsel tersebut. “Sehingga harus diadukan ke pihak ORI dengan ke KPK,” katanya.
Tujuan pengaduan ke pihak ORI adalah klasifikasi kewenangan lembaga negara berlandaskan UU No. 37 Tahun 2008 untuk mengusut pengabaian dan kelalaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pengusutan dugaan korupsi dana bansos dan hibah di Pemkot Tangsel.
Hal tersebut beriringan terhadap pelayanan dumas JCW kepada Kejagung yang disposisi kepada Kepala Kejati Banten. Disertai peningkatan dumas ke KKRI dengan Jamwas Kejagung. Akan tetapi, pengaduan- pengaduan tersebut justru tidak ada azas kepastian hukum dan profesionalime.
Sedangkan pengaduan kepada KPK yakni, sejalan dengan upaya menerapkan secara penuh Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di mana menurut pasal undang- undang tersebut, diatur kewenangan KPK untuk koordiansi dan supervisi ( Korsup ) atas penanganan suatu perkara korupsi pada instansi kejaksaan dan kepolisian. Dan, dumas JCW bernomor 1043/ LSM JCW/ XII/ 2016 itu, selain desakan korsup terhadap penatausahaan perkara dugaan korupsi dana bansos dan hibah Pemkot Tangsel, pihaknya juga mendesak KPK mengusut peristiwa tindak pidana korupsi lainnya di Pemerintah Provinsi Banten juga Permkot Tangsel.
Misalnya, jelas Manat, penanganan dugaan korupsi dan/ korupsi pengadaan alat kesehatan ( alkes ) kedokteran umum pada APBDP 2012, pembangunan tiga puskesmas dan satu RSUD di Tangsel berikut kasus tindak pidana pencucian uang ( TPPU ) kasus tersangka suami Walikota Tangsel, Tubagus Chaeri Ardana alias Wawan.
Demikian juga kasus dugaan korupsi pengadaan alkes Pemprov Banten 2011- 2013 yang menetapkan Wawan bersama kakaknya yang adalah mantan gubernur Pemprov Banten, Ratu Atut Chosiyah (RAC) sebagai tersangka. “Wawan dan RAC yang sudah berstatus terpidana pemberi suap Rp. 8,5 miliar kepada M. Akil Mochtar selaku hakim dan ketua Mahkamah Konstitusi ( MK ) untuk pengurusan sengketa Pilkada Lebak 2013 dan sengketa Pilgub Banten 2011 yang diikuti RAC- Rano Karno, Wawan bertindak sebagai ketua tim pemenangan kakaknya.
Penyerahan uang tersebut , menurut Manat, tidak bisa dilepaskan dari bentuk korupsi seperti bentuk penyalahgunaan wewenang ( abuse of discretion ) serta bentuk pertentangan kepentingan politik. Dijelaskannya, abuse of dicretion dan pertentangan kepentingan politik oleh putri/putra dan menantu Tb. Hasan ( almarhum ) itu, sangat tidak bisa dibantah. Seperti kasus korupsi di Tangsel. Biar bagaimanapun, suami dari Walikota Tangsel dipastikan secara psikologi politik sangat berpengaruh dalam fungsi penyelenggaaran pemerintahan di Tangsel. Pengungkapan di persidangan melaui media yaitu, Wawan yang divonis setahun dalam perkara korupsi pembangunan tiga puskesmas dan satu RSUD tahun 2011- 2012 secara jelas terungkap ke publik bahwa Wawanlah yang menjadi aktor utama dalam korupsi sebesar Rp 9,6 miliar tersebut.
“Wawan diketahui yang mengatur mulai penganggaran , lelang proyek hingga pelaksanaan pembangunan. Rapatnya dilakukan di kantor PT. Bali Pacific Pragama ( BPP ),” beber Manat.
Sementara menurut tatanan atau hukum anggaran, meliputi UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 Diperbendaharaan Negara, PPRI No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah berbanding lurus terhadap Peratuan Menteri Dalam Negeri ( Permendagri) tentang Pedoman Penyusunan APBD, menyebutkan dan mengatur bahwa Airin Rahmi Diany adalah selaku Chief Operational Officer dan Chief Finacial Officer. Penjabarannya, dianya selaku Pengguna Anggaran ( PA ) yang serta mengeluarkan/ menerbitkan dan menandatangani Surat Keterangan Otomatis ( SKO ) berkait dan terkait surat- surat maupun dokumen pelaksanaan anggaran ( DPA ) dalam kekuasaaanya atas pengelolaan sejumlah uang untuk pembangunan tiga puskesmas dan satu RSUD di Tangsel.
Ironisnya, dalam perkara itu, Jaksa dari Kejagung dan hakim di pengadilan Tipikor Serang justru tidak menyeret Airin. Melainkan, hanya menjerat dengan vonis 4 tahun kepada Dadang Priyatna selaku manager opersional PT. BPP dan mantan Kepala Dinas Kesehatan Pemkot Tangsel, Dadang M. Epid. Jaksa dan hakim ternilai mengkangkangi perundang – undangan demi kompromi mengikuti kekuatan uang dan politik dalam tanda petik dua ( “ ) keluarga Tb. Hasan.
“Karena itulah, pihak JCW harus mengadukan contoh penerapan hukum yang tidak semestinya tersebut kepada pihak ORI dan KPK, termasuk pengusutan korupsi pengadaan alkes Pemprov. Banten 2011 – 2013 yang melibatkan Wawan dan RAC selaku tersangka, tetapi belum berkepastian hukum,” tegas Manat. (Tim)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berdukacita untuk korban gempa 6,5 Skala Richter (SR) di Pidie Jaya, Aceh. Dia mengatakan musibah ini adalah cobaan.
“Turut berdukacita untuk saudara-saudara kita di Aceh. Semoga tetap sabar dan tetap kuat dalam menghadapi cobaan ini,” tulis Ahok lewat akun Facebooknya seperti dilihat khatulistiwaonline, Rabu (6/12/2016).
Ahok saat ini sedang berada di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, menerima para pendukungnya dan masyarakat yang ingin menyampaikan aduan. Di lokasi, calon gubernur petahana itu sempat mengheningkan cipta dan berdoa bersama untuk para korban gempa di Aceh.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut sejauh ini ada 25 orang meninggal dunia di Kabupaten Pidie Jaya. Selain itu, ada 26 orang yang mengalami luka berat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah menyampaikan bela sungkawa atas terjadinya bencana ini. Dia sudah memerintahkan aparat bergerak cepat ke lokasi dan melakukan penanganan. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan Rudi sebagai tersangka penghadangan kampanye Cawagub (petahana) DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Petamburan, Jakarta Pusat. Tersangka Rudi akan dimintai keterangan.
“Sudah ditetapkan sebagai tersangka, nanti akan dimintai keterangan,” kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Ruddy Herianto Adi Nugroho kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Ruddy menambahkan, tersangka bernama Rudi itu segera dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan. Namun, apabila upaya itu tidak bisa dilakukan maka polisi akan melakukan penjemputan paksa. “Kalau tidak bisa hadir, ya kita upaya paksa,” imbuhnya.
Upaya paksa dilakukan mengingat penyidik hanya memiliki batasan waktu selama 14 hari untuk menyelesaikan perkara hingga berkas dinyatakan lengkap (P21).
“Kita kan cuma punya waktu sedikit, 14 hari harus sudah P21 sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan panggilan. Iya kalau datang, kalau enggak bagaimana?” tutur dia.
Kendati dilakukan upaya paksa, namun Ruddy memastikan pihaknya tidak akan melakukan penahanan. Sebab, ancaman pidana kasus itu di bawah 5 tahun penjara sehingga tidak dapat dilakukan penahanan. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki meluncur ke Aceh terkait dengan gempa bumi 6,5 skala Richter (SR). Jokowi juga telah memerintahkan seluruh aparat untuk bergerak.
“Sebentar lagi nanti Kepala Staf Presiden juga akan meluncur ke Aceh,” kata Jokowi di Istana, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2016).
Saat ditanya wartawan apakah Jokowi juga akan menyusul ke Aceh, Jokowi mengatakan bahwa Kepala Staf Kepresidenan dulu yang akan meninjau. “Belum. Jadi KSP dulu,” ucap Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi mengaku telah mendapatkan laporan awal tentang gempa tersebut. Dia telah menginstruksikan kepada seluruh aparat untuk menuju ke Aceh.
Sejauh ini, sudah ada 18 korban meninggal akibat gempa tersebut. Gempa juga dilaporkan dirasakan sampai ke wilayah yang jauhnya 111 kilometer dari Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Getaran gempa bumi berkekuatan 6,4 SR yang mengguncang Kabupaten Pidie Jaya terasa hingga Aceh Utara. Tidak ada laporan kerusakan bangunan akibat getaran gempa di Aceh Utara.
“Iya ke sini juga terasa getarannya sekitar 5-6 detik,” ujar Kapolres Aceh Utara AKBP Ahmad Untung Surianata saat dihubungi khatulistiwaonline, Rabu (7/12/2016).
Perwira polisi yang akrab dipanggil Untung Sangaji ini menjelaskan, getaran gempa tersebut dirasakan terjadi selepas azan subuh. Saat itu, dia bersiap untuk melaksanakan salat subuh.
“Saya sudah ambil wudhu mau salat Subuh, biasanya saya salat di Masjid Raya, kemudian terasa ada getaran, saya bergegas keluar dan ambil senjata, sudah pakai pakaian dinas juga,” jelas Untung.
Saat itu posisi Untung berada di rumah dinasnya di Lhoksukon, Aceh Utara. Jarak tempuh Aceh Utara dengan Pidie Jaya sekitar 3 jam.
“Tetapi tidak ada korban maupun kerusakan di sini,” tandas Untung.
Gempa 6,4 SR terjadi pada pukul 05.03 WIB dengan pusat gempa bumi terletak pada 5,25 LU dan 96,24 BT. Gempa tidak memicu tsunami.
Hasil analisis peta tingkat guncangan dari BMKG menunjukkan dampak gempa bumi berupa guncangan kuat terjadi di daerah Busugan, Meukobrawang, Pangwabaroh, Meukopuue, Tanjong, Meukorumpuet, Panteraja, Angkieng, dan Pohroh pada skala intensitas III SIG-BMKG (VI MMI). (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Gempa bumi berkekuatan 6,4 mengguncang Pidie Jaya, Aceh. Sejumlah bangunan roboh dan mengakibatkan banyak warga tertimbun.
“Informasi terakhir ada 18 orang meninggal dunia, evakuasi masih terus dilakukan,” ujar Wakil Bupati Pidie Jaya Said Mulyadi saat dikonfirmasi khatulistiwaonline, Rabu (7/12/2016).
Said menyebut proses evakuasi mengalami kesulitan. Tetapi alat berat sudah berada di lokasi.
“Kalau masalah jumlah alat berat, tidak masalah. Tetapi kami juga meminta bantuan dari kabupaten sekitar,” imbuh Said.
Gempa bumi terjadi pukul 05.03 WIB. Pusat gempa berada di timur laut Kabupaten Pidie Jaya dengan kedalaman 10 kilometer. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menggelar pelaksanaan eksekusi mati gelombang IV dalam waktu dekat. Jaksa Agung HM Prasetyo, mengatakan mereka yang akan dieksekusi mati di gelombang IV mayoritas penjahat narkoba.
“Kalau ini kan kita masih prioritaskan narkoba ya, itu dulu yang kita prioritaskan,” ujar Prasetyo, usai rapat dengan Komisi III di Gedung DPR, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (6/12/2016)>
Namun Prasetyo tidak mau menjelaskan kapan akan dilaksanakan eksekusi mati gelombang IV. Dia mengatakan, pelaksanaan eksekusi mati gelombang IV akan dilakukan pada waktu yang tepat.
“Ya ada lah nanti. Pada saat yang tepat semuanya sudah oke. Ya kita laksanakan,” ujarnya.
“Tahun ini pak?” tanya wartawan ke Prasetyo.
“Saya sudah katakan bahwa eksekusi mati ini bukan hal yang menyenangkan. Siapa yang seneng sih? Ya kan? Harus kita lakukan untuk kelancaran berbangsa dan bernegara ini,” ucapnya.
Dalam 2 tahun belakangan ini, Kejagung telah melaksanakan 3 kali eksekusi mati. Semua yang dieksekusi adalaha para penjahat narkoba baik dari Indonesia atau pun luar negeri.
Berikut daftar nama mafia narkoba yang sudah dieksekusi mati:
Terpidana Mati Gelombang 1
– Marco Archer Cardoso Mareira (Brasil)
– Daniel Enemua (Nigeria)
– Ang Kim Soe (Belanda)
– Namaona Dennis (Malawi)
– Rani Andriani/Melisa Aprilia (Indonesia)
– Tran Thi Hanh (Vietnam)
Terpidana Mati Gelombang 2
– Andrew Chan (Australia)
– Myuran Sukumaran (Australia)
– Martin Anderson (Ghana)
– Raheem Agbaje Salami (Cordova)
– Rodrigo Gularte (Brasil)
– Sylvester Obiekwe Nwolise (Nigeria)
– Okwudili Oyatanze (Nigeria)
– Zainal Abidin (Indonesia)
– Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina, lolos)
– Sergei Areski Atlaoui (Perancis, lolos)
Terpidana Mati Gelombang 3
– Freddy Budiman (Indonesia)
– Michael Titus Igweh (WN Nigeria)
– Humprey Ejike (WN Nigeria)
– Gajetan Acena Seck Osmane (WN Afsel)
(DON)
YOGYAKARTA,khatulistiwaonline.com
Prof Sri Edi Swasono bersuara atas penahanan adiknya, Sri Bintang Pamungkas atas kasus dugaan makar. Dia yakin apa yang dilakukan sang adik bukan tindakan makar.
“Ini bukan makar! Jika pak Mahfud MD mengatakan itu makar, ya memang Mahfud MD pintar. Tapi asal tahu saja yang pintar bukan hanya dia,” ujar Sri Edi.
Hal ini disampaikan Sri Edi usai menghadiri Kongres XXI Persatuan Tamansiswa di Yogyakarta, Selasa (6/12/2016).
Sri Edi mengaku belum sempat menjenguk adiknya di tahanan. Namun dari laporan anaknya yang sudah menjenguk Bintang, dia mengetahui bahwa adiknya dalam kondisi sehat.
“Penjaranya ngopeni (merawat) dia dengan baik, penjaranya baik. Dia biasa berjuang. Dan dia keberatan disebut makar,” imbuhnya.
Menurutnya sudah ada beberapa orang yang melakukan upaya untuk mengembalikan UUD 1945 sebelum amandemen. Upaya-upaya itu, kata Sri Edi dilakukan mulai dari level Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung.
“Kenapa yang ngomong Bintang kok dibilang makar?” kata Sri Edi.
Keluarga juga tak menyikapi penahanan Bintang secara serius. Bagi mereka, hal itu sudah menjadi resiko menjadi aktivis.
Sri Edi bercerita dirinya juga pernah ditangkap dengan tuduhan makar saat era Presiden Abdurrahman Wahid. Saat itu dia ditangkap bersama Alisadikin dan Kemal Idris.
“Pak Kemal Idris juga Jenderal yang tidak punya senjata, kena seumur hidup juga (ancaman hukumannya). Enak saja disebut makar,” kata Sri Edi. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menghadirkan ahli pemuka agama Katolik dalam sidang perluasan makna pasal asusila. Sidang kali ini membahas sudut pandang moral dan hukum.
Sidang ke-16 yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman mendengarkan pandangan ahli dari Andang L. Binawan dari pihak KPI. Sidang ini juga dihadiri pemohon guru besar IPB, Euis Sunarti dkk yang merasa dirugikan terhadap pasal asusila.
Dalam paparannya Andang menjelaskan pandangan moral dan hukum. Dalam hal ini pasal asusila merupakan permasalahan moral yang diatur oleh hukum.
Hukum yang dimaksud dalam pasal asusila ini harus dirumuskan secara ketat dan seminimal mungkin. Hukum bukannya suatu hal yang harus diperluas makna sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan.
Tidak seperti sidang-sidang sebelumnya, penjelasan ahli dari KIP mengundang banyak tanya dari meja hakim. Seperti hakim anggota Manahan Sitompul yang menanyakan peran hukum dalam permasalahan asusila.
“Tapi manusia banyak godaan, sering melihat dunia yang telah terpikat hatinya, sehingga akan lari dari itu. Bagaimana menurut Romo,” ujar Manahan dalam persidangan di Gedung MK Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2016).
Manahan menanyakan kontrol hukum pidana diperlukan, ketika iman seseorang tidak kuat. Dalam hal ini hukum menjadi jawaban atas persoalan zina.
“Karena kita hidup sekarang di dunia arahnya nanti ke surga itu yang harus dipedomani,” sambungnya.
Sementara hakim konstitusi I Dewa Palguna menanyakan sudut pandang moral dari agama Katolik. Sehingga dalam hal ini negara dapat mengambil sikap khususnya dalam pasal asusila.
“Adanya irisan di situ menyebabkan permohonan kini hadirkan di sini. Mungkin ada sudut pandang yang kadang-kadang tebal dalam irisannya, atau oleh Romo irisannya tipis sehingga kita ingin menemukan irisan yang tepat,” papar Palguna.
Palguna pun memberikan analogis hewan landak yang kedinginan. Kedua hewan tidak bisa saling menghangatkan tubuhnya karena terhalang duri.
“Sehingga mereka mendapatkan jarak yang tepat, untuk saling menghangatkan. Mungkin sederhananya terbangun nilai toleransi,” cetus Palguna.
Sidang itu digelar atas permintaan pemohon guru besar IPB Bogor, Euis Sunarti. Selain Euis, ikut memohon akademisi lainnya, yaitu Rita Hendrawaty Soebagio SpPsi MSi, Dr Dinar Dewi Kania, Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya SS MA, Dr Sabriaty Aziz. Ada juga Fithra Faisal Hastiadi SE MA MSc PhD, Dr Tiar Anwar Bachtiar SS MHum, Sri Vira Chandra D SS MA, Qurrata Ayuni SH, Akmal ST MPdI, dan Dhona El Furqon SHI MH.
Mereka memohon pasal-pasal asusila dalam KUHP yaitu:
1. Pasal 292 KUHP berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Dalam khazanah akademik, pasal di atas dikenal dengan pasal homoseksual dengan anak-anak. Tapi, menurut Euis dkk, pasal itu seharusnya juga berlaku untuk ‘korban’ yang sudah dewasa. Sehingga pemohon meminta pasal itu berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2. Pasal 284 ayat 1 KUHP, yang berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
Euis meminta pasal yang dikenal dengan ‘pasal kumpul kebo’ itu diubah menjadi lebih luas, yaitu setiap hubungan seks yang dilakukan di luar lembaga perkawinan haruslah dipidana. Sehingga berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria dan wanita yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
3. Pasal 285 KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Euis dkk meminta pasal pemerkosaan tidak hanya berlaku kepada lelaki atas perempuan, tetapi juga lelaki terhadap lelaki atau perempuan terhadap perempuan. Sehingga pasal itu berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Polisi mengungkap alasan tidak melakukan penahanan terhadap tujuh tersangka dugaan makar. Sebab dalam kasus ini, hanya tersangka Sri Bintang Pamungkas yang masih ditahan.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, tersangka ditahan atau tidak merupakan subjektifitas penyidik yang berlandaskan undang-undang. Ada tiga hal landasan penyidik untuk memutuskan menahan tersangka atau tidak. Tiga hal itu adalah:
1. Menghilangkan barang-bukti atau tidak.
2. ,Melarikan diri atau tidak.
3. Akan mengulangi perbuatannya atau tidak.
“Penilaian terhadap indikasi ini kan menurut penilaian penyidik. Penyidik diberikan otoritas untuk melakukan penilaian itu ditahan atau tidak,” kata Martinus di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2016).
“Namun ada sisi lain memang dari sisi kesehatan, sisi kemanusiaan itu juga diberikan oleh penyidik, saya kira itu yang menjadi dasar bagi penyidik untuk melakukan penahanan atau tidak,” sambungnya.
Sementara itu, Martinus mengungkapkan, polisi telah memiliki sejumlah atau bukti saat menangkap 8 tersangka makar tersebut pada Jumat (2/12) lalu. Bukti-bukti tersebut yakni adanya dokumen-dokumen, video-video yang diunggah ke internet, statement-statement ajakan serta bukti transfer adanya pengiriman sejumlah uang dari seseorang ke orang lain.
“Dan kemudian adanya indikasi lain yang mendukung terjadinya upaya permufakatan jahat dengan menempatkan mobil-mobil komando untuk mengajak orang-orang atau mempersiapkan orang-orang yang akan dibawa ke gedung DPR,” tuturnya.
Namun begitu, Martinus tidak bersedia membeberkan isi dokumen-dokumen yang dimaksud. Sebab, isi dokumen itu menjadi catatan penyidik dalam menelusuri kasus ini lebih jauh.
“Isi dokumennya apa ini jadi catatan penyidik,” sebutnya. (RIF)