JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Seorang dosen bernama Aminuddin membeberkan isi pertemuan yang digelar oleh Rachmawati Soekarnoputri Cs di kampus Universitas Bung Karno (UBK), 20 November lalu. Pertemuan itu diduga polisi sebagai upaya makar.
Aminuddin mengakui dirinya dan beberapa dosen UBK memang ikut menghadiri rapat tersebut. Tapi menurut Aminuddin, tidak ada agenda untuk upaya makar dalam pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 300-an aktivis tersebut.
“(Isi pertemuan) kembali ke kiblat bangsa, UUD ’45, Pancasila dan UUD ’45 asli,” kata Aminuddin di Jakarta, Rabu (21/12/2016).
Aminuddin mengatakan, rapat tersebut merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelumnya pada 15 Desember 2015, ketika Rachmawati Cs mendatangi gedung MPR. “Saat itu diterima oleh Pak Zulkifli Hasan, di situ ada ketua tim kajian kembali ke UUD ’45, kalau tidak salah dari Golkar,” imbuhnya.
Aminuddin mengingat, rapat tersebut dihadiri oleh sejumlah aktivis yang saat ini menjadi tersangka seperti Sri Bintang Pamungkas, Hatta Taliwang, Adityawarman Thaha, Rachmawati dan Firza Husein. UBK memfasilitasi pertemuan tersebut.
“Datanglah mereka dan disediakan tempat (oleh UBK) dan unek-unek disampaikan dan mengerucutkan ke UUD ’45 asli. Kita (rencananya) menyampaikan ke MPR/DPR dengan soft landing, artinya kita datang, menyampaikan petisi dan pimpinan DPR/MPR datang menyambut,” sambungnya.
Dalam tapat tersebut, menurut Aminuddin, tidak pernah ada ajakan dari para aktivis untuk menduduki gedung DPR/MPR. “Tidak ada, di UBK itu hanya ada pengerucutan tim kecil untuk merumuskan sebuah petisi bagaimana mekanisme kembali ke UUD 45 yang asli,” katanya.
Ia menegaskan, rencana para aktivis itu juga bukan untuk mendesak MPR mencabut mandat Presiden Joko Widodo. Adapun surat Sri Bintang yang menginginkan dilakukan sidang istimewa untuk mencabut mandat presiden, adalah di luar agenda para aktivis lainnya.
“Nah itulah yang kami menyesalkan, karena kita sendiri menyampaikan surat juga ke MPR-gerakan save NKRI-rupanya Pak Sri Bintang kirim juga, dia inisiatif sendiri di luar kesepakatan. Beda dengan people power (gerakan yang dibentuk Sri Bintang-red).
Itulah istilah Kapolri yang bilang mengajak massa 2 Desember ke MPR/DPR, padahal kita punya agenda sendiri yaitu bela islam dan bela negara dan kita punya massa punya sendiri,” terang Aminuddin.
Massa tersebut, menurut Aminuddin, rencananya dipersiapkan untuk melakukan aksi demo di depan gedung DPR/MPR. “Rencana kan Bu Rachma datang, menyampaikan petisi kemudian ketua MPR, karena pada tanggal 28 November Ibu Rachma langsung by call dengan Ketua MPR, cuma waktu itu ketua MPR menjawab bilang tidak bisa terima karena saya sedang di Monas dan nanti akan koordinasi dengan wakil-wakil saya agar menerima ibu. Ini kan tindak lanjut 15 Desember 2015 lalu,” bebernya.
“Kita enggak punya agenda sidang istimewa. Kita hanya ingin merubah UUD 45 ke asli dan tangkap Ahok (Basuki T Purnama). Kita juga ada surat pemberitahuan ke Kapolda Metro dan surat kepada MPR resmi, jadi tidak ada ajakan people power,” lanjutnya.
Setelah menyampaikan petisi ke MPR, rencananya para aktivis bersama massa akan kembali pulang. “Itu agendanya. Rupanya teman-teman ada agenda lain, misalnya menduduki MPR, sidang istimewa dan itu di luar konteks tuntutan kami,” ungkapnya.
Saat itu para aktivis sudah sepakat akan menyampaikan petisi tersebut pada tanggal 2 Desember. Rencananya, mereka berkonvoi dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) hingga ke DPR. “Konvoi dengan massa yang sudah kita koordinir, di luar massa aksi damai 212 dan bukan menunggangi (massa aksi), sama sekali tidak. Mereka (massa 212) kan beda visi, ngaji dzikir dan kita ke DPR/MPR,” tuturnya.
Soal massa yang akan digerakkan untuk aksi tersebut, Aminuddin menyebut sudah dipersiapkan oleh Ketua Bidang Pengkajian Ideologi Partai Gerindra Eko Suryo Santjojo yang juga menjadi tersangka dugaan upaya makar. “Kebetulan ada temen kita Pak Eko yang sekarang ditetapkan tersangka juga (yang menyiapkan massa). Enggak ada sama sekali (massa dari mahasiswa UBK),” sambungnya.
Aksi yang rencananya digelar tanggal 2 Desember ini kemudian menimbulkan kekhawatiran bagi aparat polisi, lantaran bertepatan dengan massa Aksi Bela Islam yang dihadiri ribuan umat Islam. “Itu yang kemudian dipermasalahkan oleh pihak keamanan atau polisi dan kita dengan segala prasangka baiknya kepada mereka, sah saja ini bentuk preventif misalnya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, cuma kan satu sisi ini hak kita warga negara menyampaikan pendapat, ada undang-undangnya,” urainya.
Menurutnya, agenda yang direncanakan oleh Rachmawati sudah jelas dan konstitusional. Berbeda dengan agenda yang dilakukan oleh Sri Bintang. “Berbeda, kita menyampaikan pemberitahuan dengan jumlah massa jelas, jamnya jam berapa, bubarnya jam berapa. Jelas semuanya,” ungkapanya.
Lalu mengapa agenda Sri Bintang dan Rachmawati Cs berbeda? “Sebenernya mereka punya tujuan yang sama, cuma cara berbeda. Misal saya ingin ke Blok M lewat Sudirman, Mampang, Fatmawati, cuma ada yang ingin dengan bentrok dan sungguh ini tidak terpikir oleh kami gerakan save NKRI. Kami hanya datang menyampaikan petisi, petisi itu diterima pimpinan MPR, sudah itu saja,” cetusnya.
Menurutnya, Rachmawati tidak mengetahui apabila Sri Bintang mengirimkan sendiri petisinya ke MPR. “Tidak tahu, sama sekali enggak ngerti. Kita tahu belakangan ketika semua ditetapkan tersangka dan ada gerakan people power Indonesia, kita tidak tahu sama sekali. Tahunya bareng-bareng ke DPR menyampaikan dan selesai. Karena kesepakatan rapat pas Pak Sri Bintang, dia menyampaikan seperti itu tapi kenyataannya ada surat lain dan di luar tanggungjawab kami dan di luar kesepakatan kami. Kita bagaimana makar, tahu sendiri dari sisi fisik Bu Rachma bagaimana,” terang dia.
Aminuddin membantah jika upaya yang dilakukan oleh para aktivis itu adalah sebagai bentuk makar. “Bayangin, masa kalau mau makar ngadain konferensi pers (di Hotel Sari Pan Pacific-red). Contoh saya mau bunuh orang, tapi saya bilang mau membunuh,” tuturnya. (MAD)
Jakarta – Polda Metro Jaya akan menggelar Operasi Lilin Jaya 2016 mulai 24 Desember 2016 hingga 2 Januari 2017 jelang perayaan Natal dan tahun baru. Operasi ini dilakukan untuk memberikan kenyamanan pelaksanaan ibadah Natal maupun bagi warga yang liburan akhir tahun.
“Operasi Lilin Jaya 2016 akan kita gelar. Ini kan banyak orang yang beribadah, ada juga yang liburan, rekreasi dan macam-macam. Maka operasi ini untuk pengamanan itu semua,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono.
Rencananya operasi lilin tersebut akan dilakukan dalam beberapa rencana operasi. Argo juga menjelaskan polisi telah berkoordinasi dengan pihak lain untuk menggelar operasi ini.
“Operasi Lilin Jaya 2016 itu kita sudah buat beberapa rencana operasinya. Kita juga sudah rapat dengan instansi terkait seperti PT KAI, PLN, Pertamina. Hal ini kita lakukan agar kita bisa bisa mengetahui kondisi transportasi darat, udara, kereta api, kita harus tahu,” jelas Argo.
Selain itu, lanjut Argo, polisi akan menindak tegas sweeping oleh ormas jika dinilai melanggar hukum. Ia juga mempersilakan masyarakat melaporkan aksi sweeping yang meresahkan warga.
“Kalau ada sweeping yang melanggar pidana kita akan tangkap itu pelakunya. Kemudian untuk masyarakat juga silakan melaporkan kepada kepolisian jika ada ormas yang sweeping dan dinilainya meresahkan masyarakat,” jelas Argo. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Mabes Polri menegaskan bahwa surat yang berisi instruksi Kapolri ditujukan pada personel kepolisian, bukan kepada penegak hukum lainnya. Karo Penmas Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto menjelaskan tidak ada niat untuk menghalangi tugas pihak luar.
“Enggak ada itu, itu internal. Hanya redaksi jadi multitafsir,” kata Rikwanto saat dihubungi, Senin (19/12/2016) malam.
“Apabila penegak hukum sedang melaksanakan tugas tidak ada yang bisa menghalangi. Itu untuk SOP kita saja, enggak ada kaitan dengan pihak luar,” jelas Rikwanto.
Rikwanto kembali menegaskan edaran itu bertujuan untuk menjadi pengetahuan bagi pimpinan ketika bawahannya digeledah. Dia tidak ingin institusi lain terlibat dalam instruksi tersebut.
“Itu untuk internal, di dalam itu harus sepengatahuan pimpinan satuan baik tingkat Polres, Polsek, dan Mabes. Sehingga akan dipelajari masalah dan diberikan pendampingan oleh propam atau divisi hukum, tidak ada kaitan dengan penegak hukum lain agar jangan sampai anggota punya masalah pribadi institusi jadi terbawa-bawa,” urai dia.
Dalam surat bernomor KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM tersebut, Kapolri memerintahkan kepada jajarannya agar setiap ada penggeledahan dari institusi penegak hukum lain, maka setiap jajaran wajib melapor kepadanya. Surat dari Kapolri ini ditujukan untuk Kapolda-kapolda dan ditembuskan ke Irwasum Polri.
Surat ini menuai kontroversi sebab dalam instruksi itu menyebutkan institusi penegak hukum lainnya, yakni KPK dan Kejaksaan. Meski begitu, Rikwanto memastikan bahwa perintah tersebut bukan berarti Kapolri memerintahkan KPK dan Kejaksaan melapor kepadanya jika melakukan penggeledahan di institusi Polri.
“Nggak ada seperti itu, itu sifatnya internal. Hanya mungkin redaksinya, jadi multitafsir. Itu untuk SOP kita saja,” terang dia.
Polri menurutnya tak akan mencampuri proses penegakan hukum yang tengah dilakukan oleh institusi lainnya. Pemberitahuan kepada Kapolri juga ditujukan agar institusi yang dipimpin oleh Jenderal Tito Karnavian itu bisa memberi perlindungan terhadap anggotanya yang terbelit kasus hukum.
“Apabila penegak hukum sedang melaksanakan tugas, tidak ada yang bisa menghalangi. (Surat) nggak ada kaitan dengan pihak luar. (Penggeledahan) harus sepengatahuan pimpinan satuan baik tingkat polres, polsek, dan mabes,” ucap Rikwanto.
“Sehingga akan dipelajari masalah dan diberikan pendampingan oleh propam atau divisi hukum agar jangan sampai anggota yang punya masalah pribadi, nanti institusi jadi terbawa-bawa. Tidak ada kaitan dengan penegak hukum lain,” sambungnya.
Seperti diketahui, surat instruksi Kapolri dikeluarkan pada 14 Desember 2016. Surat ini menimbulkan polemik, termasuk ICW yang meminta agar instruksi ini dicabut. Adapun petikan surat itu adalah sebagai berikut:
“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, apabila ada tindakan hukum geledah, sita dan masuk di dalam ruangan Mako Polri oleh penegak hukum, KPK, Kejaksaan, Pengadilan, agar melalui izin Kapolri UP (melalui) Kadivpropram Polri di tingkat Mabes Polri, dan Kapolda serta Kabidpropam di tingkat Polda.” (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Bank Indonesia hari ini merilis desain rupiah yang baru. Polisi menyambut baik desain uang dengan 17 pengaman ini.
“Polri menyambut baik uang rupiah baru, dalam hal ini telah ada 17 item yang memperkuat pengamanan yang dilakukan BI dalam mencetak uang baru,” ungkap Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul, di kantornya, Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan (19/12/2016).
Dari 17 item yang memperkuat pengamanan uang palsu, Martinus hanya menyebutkan dua item sebagai contoh. Yaitu warna dan tinta yang disembunyikan.
“Misalnya soal warna, soal warna itu sama sekali berubah. Kemudian tinta yang disembunyikan, sekarang ada dua yang bisa dilihat hanya dengan sinar ultraviolet. Pencegahan terhadap pembuatan uang palsu ini bisa lebih terantisipasi,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) menerbitkan 11 uang rupiah desain baru. Uang desain baru ini terdiri dari tujuh pecahan uang kertas dan empat pecahan uang logam. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa penggunaan media sosial dapat membawa pengaruh yang buruk . Salah satunya adalah pembentukan opini publik masyarakat yang menyebabkan turunnya kepercayaan terhadap pemerintah.
“Dan masalah informasi instan jadi masuk karena media sosial. Kita lihat kuatnya media sekarang ini terutama media sosial. Ini membuat opini publik sangat mudah dibentuk dan diarahkan ke arah tertentu,” ujar Tito di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jalan Rawamangun Muka, Jakarta Timur, Senin (19/12/2016).
“Hal ini bisa menjadi ancaman sendiri. Karena kita melihat ramainya penggunaan media sosial Ini berpotensi mengganggu kebhinnekaan,” sambungnya.
Tito mengatakan melalui media sosial juga masuk ideologi asing yang tidak sesuai dengan bangsa Indonesia. Ia mengingatkan agar empat pilar dapat digalakkan kembali untuk menangkal hal tersebut.
“Kultur dan ideologi yang tidak cocok masuk dengan derasnya. Menghadapi situasi seperti ini kita akan mendapatkan kerawanan untuk kebhinnekaan kita. Empat pilar harus diintensifkan kembali yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-Undang Dasar 1945,” katanya.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini juga meminta ada aturan hukum yang jelas untuk mengatur penggunaan media sosial. Hal ini dilakukan agar kebebasan yang ada dilakukan dengan tanggung jawab.
“Harus ada rule of law untuk mengatur itu. Rule of law harus dinamis untuk menjaga kebebasan itu. PBB sendiri mengatakan kebebasan yang berlebihan itu berbahaya. Kebebasan individu dengan keamanan nasional harus diperhatikan,” ucapnya. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono (Soni) mengaku siap melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) untuk merehabilitasi status Retno Listyarti yang dipecat dari posisi Kepsek SMAN 3.
“Kita ikut saja aturan MA. Prinsip eksekusi itu tidak mudah dan kita kemudian tidak bisa menghindar atau tidak melakukan apa putusan MA,” kata Soni saat ditanya wartawan di Gedung Bank Indonesia, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (19/12/2016).
Soni menyebut Pemprov siap melakukan rehabilitasi terhadap Retno terkait SK pemecatan yang sebelumnya dikeluarkan Disdik. MA dalam putusannya memang menolak kasasi yang diajukan Disdik terkait putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang memenangkan Retno Listyarti.
“Kalau tetap dalam pelaksanaannya itu kalau mereka ditolak akan ada rehabilitasi namanya, rehabilitasi bisa dilakukan konteks melaksanakan putusan MA. Apa pun keputusan MA kita akan siap kita laksanakan karena itu keputusan hukum peradilan,” terang Soni.
Proses hukum atas gugatan Retno terhadap Pemprov DKI diawali dengan kejadian hadirnya Retno di sebuah stasiun televisi swasta saat ujian nasiona berlangsung. Saat itu Retno hadir bukan sebagai Kepala Sekolah SMAN 3, melainkan sebagai Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lantas memerintahkan Kadisdik agar Retno dicopot dari jabatannya. Pada Mei 2015, Retno dipecat dari jabatan Kepala Sekolah SMAN 3 oleh Disdik DKI dengan surat Keputusan Nomor 355/2015.
“Saya berharap eksekusi ini segera dilakukan. Apalagi kategori hukuman dari Dinas Pendidikan kepada saya saat itu dituliskan sebagai pelanggaran berat,” kata Retno meminta agar Pemprov menaati putusan MA saat dihubungi khatulistiwaonline, Senin (19/6).
Putusan kasasi MA itu memuat dua perintah utama. Pertama, Pemprov DKI harus mencabut Surat Keputusan Nomor 355/2015 perihal pencopotan Retno dari jabatan Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta. Kedua, pengadilan juga memerintahkan Pemprov DKI memulihkan nama baik Retno, mengembalikan harkat, martabat, dan kedudukan Retno. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan agar maintenance pesawat Hercules harus selalu diawasi. Hal itu berkaitan dengan jatuhnya pesawat Hercules jenis C-130 HS di Wamena, Papua, pada Minggu kemarin.
“Kemarin kecelakaan sudah disampaikan oleh Kepala Staf AU (Angkatan Udara) bahwa kecelakaan itu karena pertama karena cuaca dan keadaan alam di sana dan perbukitan tinggi,” kata Jokowi usai Peluncuran Rupiah Desain Baru di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (19/12/2016).
“Tapi sekali lagi, apa pun, maintenance harus selalu diawasi dan yang penting dilihat lagi, Wamena untuk berkaitan dengan pesawat TNI mau pun Polri, betul-betul harus dilihat akar masalahnya apa,” imbuh Jokowi menegaskan.
Pesawat Hercules TNI AU dengan nomor registrasi A-1334 itu hilang kontak pada Minggu kemarin sekitar pukul 06.09 WIT. Pesawat itu dipiloti Mayor Pnb Marlon A Kawer dengan rute penerbangan dari Timika ke Wamena.
Setelah itu, sekitar pukul 08.40 WIT lokasi jatuhnya pesawat itu ditemukan di Gunung Lisuwa, Kampung Minimo, Distrik Maima, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Pesawat itu membawa 13 orang yaitu 12 kru pesawat dan 1 penumpang yang ditemukan telah dalam keadaan meninggal dunia. Jenazah para korban pun telah selesai diidentifikasi tim DVI Polda Jawa Timur terhadap 13 korban yang dibawa dari Biak, Papua. Panglima Jenderal Gatot Nurmantyo pun telah memberikan penghormatan terakhir pada 13 korban di Skadron 32 Lanud Abdulrachman Saleh pada Senin dini hari. (DON)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Muncul petisi penolakan terhadap Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda. Kini Erlinda menanggapi petisi yang menolak dirinya menjadi komisioner lagi untuk masa jabatan 2017-2022.
Erlinda menilai petisi itu memuat fitnah yang kejam. Fitnah itu menurutnya bukan lagi hanya sebatas soal dirinya, namun juga menyangkut KPAI sebagai lembaga. Maka fitnah itu harus dihentikan.
“Saya Erlinda difitnah secara kejam, karena ini menyangkut juga nama besar lembaga saya. Saya hanya bilang, tolong hentikan semua ini. Ini tidak baik. Ini tidak mendidik sama sekali,” kata Erlinda kepada khatulistiwaonline, Sabtu (17/12/2016).
Sejumlah poin dikemukakan dalam petisi itu. Mulai dari Erlinda yang tak menindaklanjuti dengan baik laporan seorang ibu berinisial YV, kriminalisasi Erlinda terhadap YV dan pihak lain, masalah pernyataan Erlinda soal kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS), hingga sikap Erlinda yang dinilai melecehkan korban perkosaan untuk melakukan aborsi.
Awalya Erlinda tersenyum santai menanggapi petisi ini, namun kemudian dia beranjak serius. Petisi itu dibikin oleh Jaringan Masyarakat Peduli Anak Indonesia (JPMAI). Menurut Erlinda, petisi itu ditunggangi oleh kepentingan YV dan kawan-kawan yang tak suka terhadap dirinya.
“Ibu YV sebaiknya dites kejiwaannya, karena sangat merugikan dua anak kembarnya. Masing-masing berumur 13 tahun. Kasihan dua anak kembar ini karena hak-haknya direnggut oleh ibunya,” kata Erlinda.
Dia menjelaskan, YV adalah seorang ibu yang sedih, dia mengadu ke KPAI soal hak asuh anak. YV sudah bercerai dengan suaminya. Menurut petisi itu, Erlinda bertemu dengan mantan suami YV secara sembunyi-sembunyi membuat kesepakatan bahwa kasus ini tidak bisa ditindaklanjuti. YV mengadu ke berbagai pihak, termasuk ke Kantor Staf Presiden, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Komisi VIII DPR.
KPAI sendiri menyatakan kasus itu sudah tidak bisa ditindaklanjuti. Erlinda menjelaskan, perkara hak asuh anak adalah urusan pengadilan dan bukan KPAI.
“Ada konspirasi YV, dia mengirimkan email ke Komisi VIII DPR dan meminta saya dipecat secara tidak hormat dari KPAI. Saya jadi mendapat punishment dari Komisi VIII DPR pada 2015 karena dianggap tidak bisa menindaklanjuti aduan. Akibatnya, KPAI yang seharusnya mendapat anggaran Rp 25 miliar kemudian menjadi mendapat 15 miliar di 2016 ini. Tapi kami tetap solid,” kata Erlinda.
Soal tuduhan kriminalisasi terhadap YV, Erlinda menampiknya. “Tak mungkin lah saya mengkriminalisasi,” kata dia. Dia juga menyatakan tudingan dirinya bertemu diam-diam dengan mantan suami YV adalah fitnah belaka. Soal tindakan baku hantam, Erlinda menjelaskan kejadian sebenarnya adalah YV hampir mencekik lehernya.
“Beliau pernah nyaris mencekik saya. Ini sudah jahat sekali. Namun sampai saat ini saya tidak pernah membalasnya,” kata Erlinda.
Beralih ke hal lain yang menjadi poin dalam petisi itu, yakni soal pernyataan yang dinilai melecehkan korban pemerkosaan untuk aborsi, Erlinda menyatakan tak pernah bermaksud melecehkan. Dia ingat, ini adalah respons pihak tertentu atas tanggapannya terhadap Undang-undang Kesehatan yang memuat isu aborsi. Tanggapannya itu dimuat pada tayangan salah satu stasiun televisi swasta pada 2014. Saat itu Erlinda mengaku memang tersenyum mengakhiri tanggapan, namun senyuman itu disalahartikan sebagai pelecehan. Padahal itu adalah senyum sekadarnya saja.
“Saya katakan aborsi itu bagus sekali untuk orang-orang yang korban kekerasan seksual. Tapi itu tidak berlaku untuk pekerja seks komersial. Dan saya tutup tanggapan saya dengan senyuman. Nah, senyuman saya itu dianggap melecehkan,” kata Erlinda.
Dia mendasarkan pendapatnya pada Undang-undang Perlindungan Anak yang menjamin hak hidup anak. Dalam diskursus aborsi, pandangan Erlinda bisa dikategorikan sebagai ‘pro life’. Sedangkan pihak yang setuju aborsi sebagai pilihan independen kaum perempuan adalah pandangan ‘pro choice’.
“Untuk kami, aborsi itu bukan pilihan,” kata Erlinda.
Soal pernyataannya soal kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak-anak di JIS, disebutkan di petisi bahwa Erlinda telah bias dan melontarkan pernyataan sensitif. Dia, dalam petisi yang ditautkan di situ, mengatakan bahwa siswa-siswa JIS berada dalam area yang mengadopsi lingkungan Barat, contohnya seks bebas atau berciuman di muka umum.
Erlinda menyatakan saat itu, yakni pada 2014, dia hanya menyampaikan kembali apa yang diutarakan oleh Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) saat itu, Lydia Freyani Hawadi. “Waktu itu saya hanya meng-copy paste beliau,” kata Erlinda.
Erlinda lantas menunjukkan, selain petisi menolak dirinya, ada pula petisi yang mendukung dirinya. “Pendukung saya juga ada yang membuat petisi di change.org dan petisi online,” ujar Erlinda.
Namun demikian, dirinya akan menerima saja bila tak terpilih lagi menjadi komisioner KPAI di periode berikutnya. “Saya rela dan ikhlas bila saya tidak di komisioner KPAI lagi. Yang penting ke depan komisioner KPAI bisa tetap memperjuangkan ideologi dan norma kita,” kata Erlinda. (ADI)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Dr Arief Hidayat menegaskan Indonesia adalah negara hukum Pancasila, bukan negara hukum sekuler. Sebagai negara hukum Pancasila maka setiap gerak kehidupan harus dilandasi sinar Ketuhanan.
“Sistem negara hukum kita sistem hukum Pancasila, bukan sekuler. Berbeda dengan sistem hukum negara lainnya, sistem hukum kita sistem hukum yang berketuhanan,” kata Arief.
Hak itu disampaikan dalam pidato kunci Konferensi Hukum Nasional di Jember yang digelar pada Jumat-Sabtu (16-17/12/2016). Hadir dalam konferensi ini Dirjen Peraturan Perundangan Prof Widodo Ekatjahjana, staf ahli Kantor Staf Kepresidenan Asep Rahmat Fajar, Ketua KPK 2007-2009 Antasari Azhar serta para pakar hukum lainnya. Acara tersebut dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember bekerja sama dengan Kemenkum HAM dan Pemda Kab. Jember.
“Kita berhukum, membuat hukum dan menegakkan hukum harus disinari sinar Ketuhanan,” ucap Arief.
Menurut Arief, konsep tersebut sudah disepakati para pendiri bangsa yaitu berhukum tidak semata-mata bertanggung jawan terhadap nusa dan bangsa tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Sekarang berhukum lepas dari konteks dasar itu. Sehingga muncul berbagai permasalahan hukum mengalami kelemahan dalam penegakan hukum mengalami masalah. Kita lupa berhukum di Indonesia harus kepada Tuhan,” cetus Arief bertanggung jawab.
Namun demikian, bukan berarti agama mayoritas menjadi agama negara. Tetapi pula negara tidak boleh menegasikan pandangan agama minoritas.
“Indonesia tidak berpandangan agama mayoritas tertentu tapi tidak menegasikan pandangan agama minoritas. Inilah keindahan Indonesia,” kata Arief.
Sebagai Ketua MK, Arief mengaku selalu merinding apabila membaca putusan MK. Terutama membaca irah-irah putusan yang berbunyi ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’.
“Saya harapkan sinar ketuhanan pada masa yang akan datang menyinari hukum di Indonesia sehingga keadilan kepastian dan kemanfaatan hukum dapat menopang hukum Indonesia,” tutur Arief. (MAD)
JAKARTA,khatulistiwaonline.com
Dora Natalia Singarimbun mencium tangan Aiptu Sutisna. Ia menangis menyesal telah memaki dan mencakar polisi itu. Bagai gayung bersambut, Aiptu Sutisna berlapang dada memaafkan kekhilafan Dora, ini kisahnya:
Dora yang bagai hilang ditelan bumi itu akhirnya muncul ke publik setelah insiden pencakaran Aiptu Sutisna di Jalan Jatinegara Barat, Jatinegara, Jakarta Timur pada Selasa 13 Desember 2016.
Tiga hari setelah kejadian itu, Dora menyambangi Aiptu Sutisna pada Jumat 16 Desember pagi. Perempuan yang bekerja sebagai pegawai Mahkamah Agung (MA) itu ditemani orang tuanya yang datang dari Sumatera Utara, adiknya, Desi Singarimbun serta suami adiknya. Dora yang mengenakan kerudung warna ungu itu menjabat tangan Aiptu Sutisna dan mengakui kesalahannya.
Aiptu Sutisna dengan berbesar hati memaafkan perempuan lulusan S2 ini. Kesepakatan damai itu pun tak hanya dilakukan secara lisan, namun juga lewat tulisan. Di atas secarik kertas bermaterai, keduanya sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan secara lahir dan batin.
Berikut 3 kisah Dora meminta maaf:
Dora Natalia akhirnya menemui Aiptu Sutisna yang sempat menjadi sasaran kemarahannya di jalan raya. Dora sampai mencium tangan Sutisna dan menangis.
Momen tersebut diabadikan oleh Kabag Renmir Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Irvan Prawira melalui akun Facebook miliknya. Dalam akun Facebook itu, Irvan memposting sebuah foto di mana Dora yang mengenakan kerudung ungu itu mencium tangan Sutisna sambil menangis.
“Ini menjelaskan segalanya
Alhamdulilah
Allah Maha Besar
Allah Maha Mengampuni
“#stopkebencian,” tulis Irvan yang diposting 2 jam yang lalu seperti dilihat khatulistiwaonline, Jumat (16/12/2016).
Sementara itu, seorang perwira polisi yang enggan disebutkan namanya itu mengungkapkan, pertemuan tersebut terjadi di Gedung Cakra Polda Metro Jaya pada Jumat (16/12) pagi. Dora berinisiatif menemui Sutisna untuk meminta maaf secara langsung atas insiden tersebut.
Menurut perwira polisi ini, Dora ditemani oleh orangtuanya yang datang dari Sumatera Utara, adiknya, Desi Singarimbun serta suami adiknya. Dalam pertemuan itu, Dora langsung menangis dan meminta maaf kepada Sutisna. Dora juga telah mengakui kesalahannya dan mengaku khilaf atas kejadian tersebut.
Dora Natalia menemui Aiptu Sutisna yang sempat menjadi sasaran kemarahannya di jalan raya dan meminta maaf. Permintaan maaf Dora itu pun diterima oleh Aiptu Sutisna.
Hal ini disampaikan oleh Wadir Lantas Polda Metro Jaya AKBP Indra Jafar kepada khatulistiwaonline, Sabtu (17/12/2016). Indra mengatakan permintaan maaf itu diterima karena alasan kemanusiaan.
“Saya fikir karena alasan kemanusiaan, sesuatu yang wajar Pak Sutisna mau memberi maaf. Beliau sangat luar biasa, berbesar hati,” kata Indra.
Indra juga menegaskan penerimaan permintaan maaf tersebut tanpa ada intervensi dari pihak manapun. “Tanpa ada intervensi sama sekali,” katanya.
Di atas secarik kertas bermaterai, keduanya sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan secara lahir dan batin.
Berikut isi surat perdamaian mereka:
Surat Pernyataan Perdamaian
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
Disebut sebagai Pihak I (Pertama):
Nama: Dora Natalia Singarimbun
Pekerjaan: PNS
Jenis Kelamin: Perempuan
Dan disebut sebagai Pihak II (Dua):
Nama: Sutisna
Pangkat/NRP: Aiptu/72090128
Jabatan: Banit 24 Unit 1 Sat Pamwal Ditlantas Polda Metro Jaya
jenis Kelamin: Laki-laki
Dengan ini membuat pernyataan perdamaian secara kekeluargaan sehubungan dengan peristiwa penganiayaan ringan terhadap anggota Polisi Lalu Lintas yang dilakukan oleh Pihak I (Pertama) terhadap Pihak II (Dua) yang terjadi pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 pukul 09.00 WIB. Atas kejadian ini kami kedua belah pihak telah mengadakan perdamaian secara kekeluargaan dengan kesepakatan sebagai berikut:
1. Pihak I (Pertama) memohon maaf dengan sangat atas kekhilafan yang dilakukan terhadap Pihak II (Dua) dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan serta berharap perkara tidak berlanjut.
2. Pihak II (Dua) memaafkan kesalahan Pihak I (Pertama) secara lahir bathin serta berharap perkara tidak berlanjut.
Surat itu kemudian disertai materai yang dibubuhi dengan tanda tangan Dora dan Aiptu Sutisna.
Wadir Lantas Polda Metro Jaya AKBP Indra Jafar juga telah membenarkan perihal surat perdamaian tersebut. Indra mengatakan perdamaian itu merupakan inisiatif dari Dora dan keluarganya.
“Ini adalah inisiatif dari pihak Ibu Dora dan adiknya serta orang tuanya yang ingin meminta maaf kepada Aiptu Sutisna. Kita memfasilitasi karena adanya itikad baik untuk datang dan meminta maaf,” kata Indra kepada khatulistiwaonline, Sabtu (17/12/2016). (DON)